Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Pada kesempatan ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana memahami dan menolong orang dalam perilaku homoseksual, topik ini merupakan lanjutan dari pembicaraan kami beberapa waktu yang lalu. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita bicara untuk mencoba memahami orang yang berperilaku homoseksual, memang waktu itu kita banyak bicara tentang pria yang berperilaku seperti itu. Tapi kita juga mengenal istilah lesbi, apakah itu prosesnya sama Pak Paul?
PG : Tidak sama Pak Gunawan, jadi kalau kita membicarakan dari sudut bentukan keluarga ternyata memang ada perbedaan. Dalam kasus wanita yang akhirnya menjadi homoseksual, yang umumnya terjai adalah penolakan terhadap kefemininannya atau feminitasnya.
Feminitas adalah segala sesuatu yang membentuk dia menjadi seorang yang feminin atau wanita, nah apa yang terjadi, misalkan lingkunganlah yang menolak nilai-nilai feminin itu atau hal-hal yang bersifat feminin itu, ia dibesarkan di rumah atau di keluarga dan di lingkungan di mana harus bersikap seperti laki-laki karena mungkin tuntutan hidup yang sangat keras sejak kecilnya sehingga dia harus benar-benar bertingkah laku seperti pria. Nah pada saat-saat seperti itu yang terjadi adalah hilangnya atau kurangnya hal-hal yang feminin ke dalam dirinya itu, hal ini tidak terlalu dipengaruhi oleh faktor yang tadi kita bahas tentang hubungan antara anak laki dan ibu. Waktu kita membahas masalah itu kita mempelajari bahwa anak laki itu harus mengalihkan identifikasi dirinya yang sebelumnya kepada mama sebagai perawatnya sekarang pada usia 4, 5 tahun kepada ayahnya, nah wanita tak perlu melakukan hal itu, sebab dia telah mengidentifikasi diri dengan mamanya, ia dirawat oleh mama. Namun tatkala dia mulai besar di mana lingkungan menolak sifat-sifat feminin dia terpaksa akhirnya mengembangkan perilaku-perilaku maskulin dalam dirinya. Sehingga yang terjadi adalah akhirnya dia melepaskan diri dari feminitasnya itu dan mengadopsi sifat-sifat yang maskulin, itu kemungkinan yang pertama.
GS : Kalau kita melihat anak yang tomboi, rambutnya pendek, lalu lebih sering memakai celana panjang daripada rok dan sebagainya apakah kecenderungan seperti itu bisa disebut sebagai tanda-tandanya?
PG : Kalau perilaku tersebut bertahan sampai usia dewasa kemungkinan sekali ya, dia akhirnya akan bertumbuh menjadi seorang homoseksual. Saya mempunyai pengamatan bahwa kalau wanita menjadi omoseksual pada umumnya tidaklah separah pria, jadi lebih mudah untuk membawa wanita kembali ke perilaku atau orientasi heteroseksual dibandingkan membawa pria kembali ke orientasi heteroseksual.
Sebabnya adalah karena penolakan atau pengidentifikasian proses tadi yang akhirnya mencenderungkan pria menjadi homoseksual. Sedangkan wanita kalaupun dia mulai mengembangkan perilaku homoseksualnya, biasanya itu terjadi pada usia yang lebih lanjut. Misalkan yang lain juga tentang lingkungan di mana tadi saya katakan lingkungan seolah-olah menolak feminitasnya. Misalkan dia adalah seorang wanita yang normal seperti biasanya heteroseksual dia berkeluarga mempunyai anak, kemudian pada usia dewasanya dia mengalami kepahitan akibat suaminya yang jahat akhirnya dia hidup sendirian. Nah, mungkin sekali pada masa dia sedang sengsara, dibuat susah oleh suaminya ini dia berkenalan dengan sesama wanita yang memang sudah punya kecenderungan homoseksual, karena mendapatkan kasih sayang yang begitu berbeda dari seorang wanita, dia akhirnya masuk ke dalam perilaku homoseksual dan menjadi seorang homoseksual itu yang juga bisa terjadi pada kaum wanita.
GS : Berarti itu tahapan-tahapan atau suatu perkembangan yang terjadi baik pada pria maupun pada wanita Pak Paul?
PG : Ya jadi kalau pria biasanya berawal lebih dini, wanita pada umumnya berawal lebih besar dan kalau boleh saya gunakan istilah internal/eksternal, yang pria lebih internal, lebih ke dalam yang wanita itu pengaruhnya lebih eksternal.
Meskipun bisa juga akibat hubungan antara dia dan ibunya, nah ini juga lebih mengarah ke internal tapi meskipun demikian menurut saya tidaklah seinternal hubungan yang tadi yang dalam kasus anak pria. Maksud saya dengan ibu adalah begini, dia itu juga mengalami penolakan feminitas dari pihak ibu, misalkan ibunya tidak dekat dengan dia, ibunya agak jauh dari dia dan di rumah itu misalkan banyak anak-anak lakinya, dan yang dihargai di rumah itu adalah sifat laki-laki itu. Nah, si ibu memang tidak menghargai sifat-sifat kewanitaan sebab ada ibu-ibu yang memang tidak suka menjadi wanita, melihat dirinya menjadi korban pria dan dirugikan oleh pria sehingga dia lebih menghargai yang namanya laki-laki dibandingkan dengan wanita. Nah, penolakan yang memang tidak langsung ini bisa dialami dan dirasakan oleh si anak sejak kecil, karena dia tidak mendapatkan yang feminin itu dari mamanya akhirnya dia lebih mendapatkan atau lebih menyerap yang maskulin atau sifat-sifat yang pria dari orang-orang lain di rumahnya. Itu bisa juga menjadi faktor pencenderung.
IR : Nah, kalau mereka itu dikatakan lesbian Pak Paul, mereka itu bisa juga punya anak, punya keluarga, itu bagaimana hubungan dengan partnernya sendiri. Apakah mereka itu bisa harmonis menikmati hubungan sebagaimana adanya?
PG : Pada umumnya tidak, pada umumnya kaum homoseksual yang terpaksa harus menikah tidak menikmati hubungan dengan suami atau istrinya. Namun ada kemungkinan mereka masih bisa menunaikan kewjiban seksual mereka dengan melakukan hubungan itu.
Tapi saya kira dalam pengertian menikmati sekali saya rasa ya tidak itu yang saya dengar dari pengakuan orang yang akhirnya melakukan hubungan dengan lawan jenis dalam pernikahan.
IR : Juga perhatiannya pasti juga kurang dengan pasangannya sendiri Pak Paul?
PG : Betul, sebab ada kecenderungan mereka tetap mencari-cari kemungkinan, supaya bisa berhubungan dengan sesama jenis. Otomatis karena terus mencari-cari kemungkinan tersebut sehingga tidaklagi memberikan perhatian yang seharusnya kepada pasangan hidupnya itu, kepada suami atau istrinya.
(2) GS : Tapi orang itu 'kan tidak tiba-tiba menjadi seorang yang homoseks Pak Paul, pasti ada tahapan-tahapannya, Pak Paul mungkin bisa menguraikanya?
PG : Biasanya seseorang menyadari identitas seksualnya itu memang pada masa kecil 3, 4 tahun anak-anak sudah mulai tahu dia itu seorang pria atau dia itu seorang wanita. Namun seseorang untu menyadari seksualitasnya, ketertarikannya dan sebagainya itu biasanya disadari pada masa remaja.
Khusus untuk anak laki-laki pada umumnya anak laki-laki itu mengalami fase-fase kebingungan di mana adakalanya mereka itu bertanya-tanya, saya ini homoseksual ataukah heteroseksual, saya tertarik kepada siapa ya? Nah kebingungan adalah hal yang normal sebab itu tidak menjadikan mereka homoseksual kesukaan mereka bersama dengan pria dan sebagainya tidak menjadikan seseorang itu homoseksual. Kesukaan seorang wanita dengan wanita lain juga tidak secara otomatis membuat dia homoseksual. Jadi biasanya memang usia remaja usia yang bisa membingungkan seseorang akan identitas seksualnya tapi yang paling penting adalah usia remaja anak-anak ini mulai menyadari ketertarikannya, gairah, dorongan-dorongan seksualnya. Nah, pada masa inilah seseorang yang memang orientasinya homoseksual menyadari bahwa dia tidak tertarik kepada lawan jenisnya, dia jauh lebih tertarik secara seksual dengan sesama jenis. Nah, waktu dia menyadari itu mulailah dia masuk ke dalam fase kebingungan. Kebingungan dalam pengertian apa, mereka bertanya-tanya kenapa saya begini, kenapa saya berbeda dan dia tidak merasakan bisa pas masuk ke dalam kelompoknya. Teman-teman pada masa remaja 'kan pasti membicarakan tentang lawan jenisnya dia cantiklah, saya naksir dengan dia dan sebagainya, dia tidak bisa bicara seperti itu. Jadi dia mulai merasa bahwa dia berbeda dengan teman-temannya, nah ini suatu fase yang sangat membingungkan sekali. Nah biasanya ini akan membawa dia ke fase penyangkalan, tidak mau saya jadi seperti ini, saya normal, saya sama seperti orang lain, saya heteroseksual, saya tidak ada bedanya dengan teman-teman saya. Dan dia akan terus mau menggumuli mau melawan kodrat ini nah itulah sebabnya nanti waktu kita membahas sikap kristiani, kita perlu berempati, memang kita perlu menyadari bahwa saya percaya tidak ada satu anakpun pada usia remaja yang akan dengan senang hati menyambut bahwa dia itu seorang homoseksual. Kebanyakan atau saya percaya semua anak-anak remaja waktu mereka menyadari tertarik kepada sesama jenis akan merasa ketakutan, merasa bingung, merasa tertekan sekali sebab mereka tidak mau menjadi orang yang berbeda dengan orang lain, mereka ingin menjadi sama seperti teman-temannya, ini adalah suatu penderitaan tersendiri bagi mereka.
GS : Tapi apakah dengan menyangkal itu dia lalu selesai masalahnya, 'kan tidak Pak Paul, itu sudah menjadi bagian di dalam kehidupannya.
PG : Justru itu Pak Gunawan, mereka terus manyangkali, mereka mencoba melawan dorongan-dorongan ini, tapi akhirnya mereka menyadari, bahwa mereka memang tidak bisa berbeda dan mereka tidak bsa mengatasinya, dorongan itu tetap ada dalam dirinya tidak bisa dihilangkan.
Nah masuklah dia ke dalam fase mencari, mencari apa, sebetulnya ada suatu kerinduan mereka bertemu dengan orang yang sama seperti dirinya atau orang yang senasib. Ini belum masuk ke dalam hubungan seksual, jadi ini adalah kerinduan untuk dimengerti untuk mendapatkan teman yang sama yang bisa memahami dilemanya. Tanpa disadari mulailah dia mencari, maka pada tahap ini kecenderungan remaja ini akhirnya mereka bertemu dengan yang sama sebab memang akan ada yang sama dalam lingkungan mereka. Nah waktu bertemu mulailah terjalin suatu hubungan yang akrab karena mungkin sekali temannya itu menghadapi dilema yang sama dan sedang mencari-cari juga teman-teman yang sama sepertinya.
GS : Tapi sebenarnya pergaulan seperti itu 'kan makin memperkuat kondisi dia sebagai seorang yang homoseksual Pak?
PG : Sering kali begitu, akhirnya mereka bercerita bahwa inilah yang mereka alami ketertarikan-ketertarikan kepada sesama jenis. Nah, setelah itu kemungkinan besar yang terjadi adalah ekspermen seksual, anak-anak remaja cenderung melakukan eksperimen seksual, pegang-pegang alat kelamin sesama pria dan sebagainya.
Tapi itu tidak menjadikan mereka homoseksual, namun kalau memang orientasi ini berlangsung terus kemudian bereksperimen secara seksual, maksudnya berhubungan seksual dengan sesama jenis, nah hubungan ini sering kali menjadi suatu titik berangkat, suatu rel yang akan mereka jalani yaitu mereka sekarang akan lebih dicenderungkan untuk akhirnya mengembangkan bukan saja orientasi homoseksual namun juga perilaku seksual yaitu ingin akhirnya terus berhubungan seksual dengan sesama jenisnya.
GS : Pada tahap seperti itu dia 'kan sudah tidak lagi mencari identitas dirinya itu Pak Paul, dia sudah tahu bahwa dia seorang homoseksual?
PG : Betul, meskipun sudah tahu dan mereka menyadari, mereka tidak bisa lagi menghilangkannya tapi biasanya setelah eksperimen seksual itu terjadi tetap akan ada pergumulan, maka saya sebut ni fase pergumulan.
Kalau yang pertama itu fase pergumulan, tidak bisa menerima bahwa dia beda dengan orang lain. Sekarang pergumulannya lebih dalam lagi yaitu mereka menyadari, bahwa ini bukan saja keinginan tapi malah sudah melakukan. Jadi ada keinginan untuk tidak seperti itu, saya ingin kembali lagi sama, saya ingin mencoba lagi menjadi orang yang sama, maka tidak jarang pada masa-masa ini dan biasanya masa-masa ini masa sudah dewasa, yang tadi itu masa-masa dewasa ini sudah masuk ke masa dewasa. Tidak jarang ada homoseksual yang akhirnya bertekad menikah, bukan untuk menipu pasangannya, bukan untuk mengelabui orang lain. Sebab itulah mereka bergumul, mereka ingin mengalahkan dorongan itu dan mereka berpikir bahwa dengan menikah mereka berharap mudah-mudahan dorongan seksual ini akhirnya bisa hilang.
GS : Tapi apakah bisa Pak Paul?
PG : Nah pertanyaan bisa atau tidak memang tergantung dengan siapa kita bicara, seseorang yang memang ingin membela keyakinan bahwa saya ini dilahirkan homoseksual, dan tidak ada salahnya degan diri seorang homoseksual akan berkata terimalah kodrat itu, kenapa mesti memikirkan berubah.
Tapi kita tadi sudah membahas bahwa kita ini memiliki suatu titik berangkat yaitu suatu titik berangkat dari firman Tuhan, dari Alkitab dan memang titik berangkat Alkitab adalah tidak mengizinkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenisnya. Jadi memang ada orang yang memasuki fase penerimaan yang sudah terima apa adanya tidak usah lagi saya melawan kodrat saya, nikmati hidup sebagai seorang homoseksual. Tapi saya kira yang Tuhan kehendaki, yang saya pelajari dari firman Tuhan adalah jelas Tuhan tidak menghendaki kita melakukan hubungan seks dengan sesama jenis, jadi seyogyanyalah kita tidak memasuki fase penerimaan itu, seyogyanyalah kita terus berjalan di dalam fase pergumulan.
(3) GS : Lalu sebagai teman sepersekutuan atau teman segereja dan sebagainya itu sebenarnya bagaimana sikap kita itu Pak Paul menghadapi kenyataan seperti itu?
PG : Yang pertama adalah kita mesti menekankan cara Tuhan menghadapi manusia, kita mesti mengadopsi itu yaitu Tuhan sebagaimana Tuhan Yesus pernah berkata : "Aku datang bukan untuk menghakim tapi menyelamatkan manusia dari dosa."
Jadi Tuhan selalu menggunakan cara pendekatan cinta kasih, Tuhan melihat kita berdosa, Tuhan terus memanggil kita, Tuhan terus menantikan kita. Nah, menghadapi teman kita yang homoseksual respon kita haruslah pertama-tama tidak menjauhkannya, tidak mengejeknya, tidak menghinanya, tidak melabelkannya dengan label-label tertentu, tapi justru kita bersimpati dengan dia, kita tetap mau menjadi teman dia. Dan kita mesti menyadari bahwa seseorang akhirnya menjadi seorang homoseksual biasanya setelah melalui pergumulan yang luar biasa beratnya, bahwa sekali lagi saya tekankan pada awalnya saya kira mereka semua ini ingin sama seperti orang lain. Inilah pergumulan yang saya pernah dengar dari orang-orang yang menjadi homoseksual, bahwa ini adalah suatu penderitaan awalnya buat mereka. Jadi kita mesti memahami sisi penderitaan itu, kita juga mesti memahami bahwa mungkin sekali ada pengaruh genetik di dalam orientasi itu sehingga mereka lebih dicenderungkan seperti itu. Kalaupun misalkan faktor genetiknya tidak sekuat dengan faktor lingkungan yang tadi kita telah bahas, tetap kita harus mengakui bahwa kalau kita dibesarkan dalam lingkungan seperti itu kita mempunyai kecenderungan yang sama dengan dia. Jadi janganlah kita ini mempunyai sikap benar sendiri, mempunyai sikap sombong, saya ini suci, engkau ini tidak suci atau saya ini bersih engkau ini kotor, kita tidak bisa mempunyai sikap seperti itu. Kita mesti menyadari bahwa dia mengalami suatu penderitaan yang berat dan kita mau menolongnya, itu yang harus kita lakukan, kita mau menolongnya. Sebab saya kira kalau kita datang dengan sikap mau menolong, mau membantu, dia akan lebih terbuka untuk membuka diri dan membiarkan dirinya ditolong oleh kita.
GS : Ya mungkin tahapan yang itu penting sekali karena justru lebih banyak orang yang tidak memahami kondisinya Pak Paul. Dan kalau kita pun mendekati untuk memahami, salah-salah memang kita sendiri dikira orang yang homoseksual juga Pak Paul?
PG : Betul, sebab memang pada umumnya masyarakat sudah mengembangkan sikap homophobia, homophobia itu ketakutan terhadap orang-orang homoseksual. Saya kira tidak perlu mempunyai sikap homophbia seperti itu, tidak perlu kita ketakutan dengan seorang homoseks, kita bisa berteman dengan dia sama seperti kita berteman dengan orang lain.
Namun yang paling penting adalah kita mengerti jelas posisi kita sebagai orang Kristen, memang ada orang-orang yang memanggil diri Kristen dan mungkin sekali Kristen, saya tidak berani menghakimi mereka dan mereka berkata tidak apa-apa di mata Tuhan, karena Tuhanlah yang menciptakan saya apa adanya. Jadi kalau Tuhan menciptakan saya homoseks ya saya menerima kodrat ini sebagai pemberian Tuhan. Masalahnya adalah kalau saya membuka dan mempelajari firman Tuhan dengan jelas misalnya di Perjanjian Lama, di Kejadian jelas waktu Tuhan menghukum Sodom dan Gomora, salah satu dosa yang Tuhan sebut adalah yaitu perilaku homoseksual di mana orang-orang di sana berhubungan seksual dengan sesama jenisnya. Maka waktu malaikat-malaikat datang ke rumah Lot ingin memberitahukan Lot untuk pergi dari Sodom dan Gomora, orang di Sodom dan Gomora mau berhubungan seksual dengan para malaikat itu, sebab mereka melihat para malaikat itu adalah pria-pria yang ganteng. Jadi Tuhan menghukum mereka karena perbuatan itu dan di Korintuspun ditekankan kembali, tidak bisa masuk ke Surga karena salah satunya disebut homoseksual juga. Dan di Roma pasal 1 yang nanti mungkin saya akan baca lagi ditegaskan bahwa tidak, ini adalah orang-orang yang telah meninggalkan naluri naturalnya dan berhubungan dengan sesama jenis yang Tuhan tidak kehendaki pula. Di kitab Imamat dikatakan perilaku seksual yang tidak boleh adalah misalnya berhubungan dengan binatang atau mempunyai hubungan seksual dengan wanita yang sedang menstruasi dan sebagainya. Salah satunya yang juga disebut oleh Alkitab di kitab Imamat adalah hubungan seksual dengan sesama jenis. Jadi kalau orang berkata Alkitab membolehkan, saya kira ya terpaksa orang itu mendistorsi Alkitab, sebab saya kira terlalu jelas untuk kita itu mendistorsikannya. Tapi di pihak lain saya juga secara pribadi mau mengatakan saya mengerti ya penderitaan ini meskipun tidak bisa mengerti sepenuhnya, tapi saya kira orang Kristen perlu dengan cinta kasih menghadapi mereka. Tuhan menentang perilakunya tetapi Tuhan menerima orangnya.
GS : Jadi kita perlu mengembangkan sikap seperti itu Tuhan menerima mereka, mengampuni mereka, bisa memahami pergumulannya, tetapi tidak mentolerir perbuatannya. Nah itu yang harus dibedakan Pak Paul ya? Tahap-tahap seperti itu selain kita bisa menerima mereka, mendekati mereka 'kan kita itu tidak mempunyai kemampuan untuk menolong mereka sampai tuntas, itu apa yang bisa dilakukan?
PG : Yang paling praktis adalah membentuk suatu kelompok di mana kalau bisa ya kita mengumpulkan orang-orang yang mempunyai pergumulan yang sama dengan homoseksualitas dan di sana kita adaka kelompok tumbuh bersama, berdoa bersama, menguatkan satu sama lain.
Jadi tujuannya adalah saya kira 2 alternatif, yang pertama bertujuan untuk mengubah orientasi sehingga mereka menjadi heteroseksual. Yang kedua selama belum menjadi heteroseksual hiduplah kudus dihadapan Tuhan sebagai seorang yang single yang tidak menikah. Sebab Tuhan juga melarang kita yang heteroseksual berhubungan seksual dengan orang lain yang bukan istri atau suami kita. Jadi sama, kaum homoseksual juga bisa hidup selibat mempersembahkan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan dan itu saya kira akan menjadi persembahan yang Tuhan akan terima asalkan dia tidak melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Jadi orientasi itu mungkin tetap ada dalam dirinya dan masih dalam pergumulan untuk hilang dari dalam dirinya, tapi dia tidak melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Dia menjaga dirinya kudus, nah untuk ini mungkin perlu kelompok seperti ini saling mendukung, saling menguatkan dan saling berdoa.
GS : Tadi Pak Paul menyinggung akan membacakan dari kitab Roma apa itu Pak Paul?
PG : Di sini dikatakan di Roma 1:18, "Sebab murka Allah nyata atas segala kefasikan dan kelaliman manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman." Saya mau tegaskan kata meninas kebenaran atau akhirnya mensukresi kebenaran, memendam kebenaran.
Lebih baik sebagai seorang homoseksual kita terus bergumul daripada kita mendistorsi kebenaran, memendam kebenaran itu, sebab kebenaran tetaplah kebenaran. Yang natural adalah hubungan pria dan wanita, sebab firman Tuhan juga berkata demikian karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan sebab istri-istri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar, yang natural dengan yang tak wajar, dengan yang tak natural. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan istri mereka dan menyala-nyala birahi mereka seorang terhadap yang lain. Jadi itulah yang merupakan kebenaran Tuhan hubungan antara pria dan wanita.
GS : Jadi sebagai orang tua Kristen saya rasa kita perlu terus menerus membina hubungan yang baik sebagai suami-istri agar anak-anak tidak menjadi korban.
IR : Dan juga memberi pengarahan, memberitahu kepada anak ya Pak Paul?
GS : Sedini mungkin saya rasa.
GS : Jadi itulah, menjadi tanggung jawab kita sebagai orang tua, tapi kalau itu menimpa kita, atau menimpa sebagian dari pendengar ini ketahuilah bahwa Tuhan tetap mengasihi saudara dan selalu ada jalan keluar untuk menyelesaikan masalah itu.
PG : Dan pilihlah jalan yang lebih susah, memang pergumulan jalan yang lebih susah tapi itu lebih diperkenan oleh Tuhan.
GS : Jadi demikianlah tadi para pendengar kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan tentang bagaimana dan memahami orang yang berperilaku homoseksual, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 43 B
- Bagaimana proses yang muncul pada seorang wanita yang homoseksual…?
- Apakah fase-fase atau tahapan-tahapan seseorang menjadi homoseks….?
- Bagaimanakah sikap kita sebagai teman segereja atau sepersekutuan dalam menghadapi kenyataan seperti itu…?