Berita TELAGA

Pernikahan memurnikan Kasih

Versi printer-friendly
Agustus


Tidak dapat disangkal, sedalam-dalamnya kasih kita kepada pasangan, pada mulanya kasih kita lebih banyak berkiblat kepada diri sendiri, ketimbang pasangan. Kita lebih memikirkan kepentingan dan kebutuhan diri sendiri dari pada kepentingan dan kebutuhan pasangan. Di dalam rencana Tuhan yang baik dan sempurna, Ia mendesain pernikahan sebagai ajang untuk memurnikan kasih. Walaupun kita mengawali pernikahan dengan kasih eros — kepuasan pribadi — pada akhirnya kita mesti menjalankan roda pernikahan dengan kasih agape — penerimaan penuh. Berikut akan dipaparkan proses bagaimanakah Tuhan memurnikan kasih lewat pernikahan.

  1. Tuhan memurnikan kasih dengan cara membukakan mata kita untuk melihat kekurangan dan kelemahan pasangan. Mungkin kita telah mengetahui kekurangan dan kelemahan pasangan sebelum menikah tetapi kita tidak akan tahu seberapa parahnya sampai kita menikah dengannya. Setelah pernikahan barulah kita dapat melihat secara jelas kelemahan dan kekurangan pasangan karena di dalam pernikahanlah kita dipaksa untuk mengalami dampak dari kelemahan dan kekurangan pasangan. Sebagai contoh, sebelum menikah kita tahu bahwa pasangan tidak mudah mengakui kesalahannya. Nah, setelah menikah barulah kita tahu seberapa parahnya masalah itu sewaktu kita konflik dengannya. Konflik demi konflik terjadi dan tidak pernah ada penyelesaian karena pasangan tidak bersedia melihat andilnya dalam permasalahan yang terjadi. Ia selalu mengembalikan bola ke lapangan kita, dengan kata lain, ia terus menyalahkan kita. Akhirnya kita merasa frustrasi sebab semua usaha yang kita upayakan menemui jalan buntu. Nah, tatkala kita melihat dan mengalami akibat dari kelemahan dan kekurangannya, tidak bisa tidak, kita terganggu. Kasih yang semula kuat sekarang luntur; kita mesti berhadapan dengan kelemahan dan kekurangannya secara nyata. Pada titik inilah kasih mengalami ujian. Bila kita gagal mengasihinya, maka kasih yang tersisa akhirnya menguap habis. Sebaliknya jika kita berhasil bertahan dan tetap mengasihinya, maka kasih akan mengalami pemurnian. Kita tahu kelemahan dan kekurangannya tetapi kita memilih untuk tetap mengasihinya.
  2. Tuhan memurnikan kasih dengan cara menyadarkan kita bahwa pasangan tidak selalu sanggup memenuhi pengharapan dan kebutuhan kita. Setelah masuk ke dalam pernikahan biasanya barulah kita sadar bahwa pasangan bukanlah sosok yang kita idamkan dan idealkan. Sebagai contoh, kita mendambakan sosok suami yang tenang supaya kita dapat bernaung di bawah ayomannya. Nah, pada awalnya kita melihat dia sebagai pria yang tenang dan kokoh. Setelah menikah barulah kita sadar bahwa di balik ketenangannya terdapat kecemasan yang tinggi. Bukannya kokoh dan mengayomi, ia malah sering panik dan bingung tatkala menghadapi masalah, sekecil apa pun. Tidak bisa tidak, jika kita memunyai pasangan yang tidak sesuai dengan pengharapan, kita akan kecewa. Itu berarti kebutuhan kita, tidak dapat dipenuhinya. Tadinya kita mengira ia akan dapat mengisi kebutuhan kita akan ketenteraman, ternyata itu tak dapat dilakukannya. Sekarang kitalah yang malah harus menenangkannya dan menolongnya menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Nah, pada saat seperti itulah kasih diuji dan dimurnikan. Jika kita terus memilih mengasihinya kendati ia tidak sesuai pengharapan, maka kasih akan mengalami pemurnian. Kita berhenti menuntut dan berusaha menerima kekosongan dan kekecewaan yang dialami.
  3. Tuhan memurnikan kasih dengan cara mengubah garis kehidupan kita setelah pernikahan. Pada umumnya kita masuk ke dalam pernikahan membawa impian akan apa yang ingin kita capai bersama. Mungkin kita ingin dapat menikmati keluarga yang sehat, baik jasmani maupun jiwani. Mungkin kita bercita-cita untuk dapat melayani Tuhan bersama setelah anak-anak mulai besar. Namun kenyataan tidak seperti apa yang diharapkan. Anak pertama mengalami gangguan fisik sehingga tidak bertumbuh kembang secara normal. Anak kedua mengalami gangguan mental sehingga tidak dapat mengikuti pelajaran sekolah. Pada akhirnya waktu tersita hanya untuk merawat kedua anak ini. Mungkin pada saat seperti itu kita bertanya-tanya, mengapakah kita mesti mengalami kemalangan-kemalangan ini. Mungkin kita mulai menengok ke pasangan dan memerhatikan latar belakang keluarganya. Mungkin pada akhirnya kita menemukan bahwa latar belakang keluarganyalah yang menyebabkan munculnya masalah pada anak kita sekarang. Pada saat itu mungkin kita akan memersalahkan pasangan bahwa secara tidak langsung, ia bertanggungjawab atas perubahan garis kehidupan ini. Gara-gara dia, maka kita tidak bisa melakukan banyak hal dan harus diam di rumah merawat kedua anak dengan kebutuhan khusus. Pada saat seperti ini kasih mengalami ujian dan pemurnian. Kita diperhadapkan dengan dua pilihan: Menyalahkan pasangan atau mengasihi pasangan. Apabila kita terus menyalahkan pasangan, kasih akan pudar dan tergantikan dengan kepahitan. Sebaliknya, jika kita memilih mengasihi pasangan, kita akan lebih berbelas kasihan kepada anak-anak dan lebih berserah kepada penetapanTuhan. Pada akhirnya iman pun akan makin berakar meski kita kehilangan kesempatan menjadi seperti apa yang telah dicita-citakan. Pernikahan adalah alat di tangan Tuhan untuk memurnikan kasih. Dari kasih yang menuntut, menjadi kasih yang menerima. Dari kasih yang berpusat pada kepentingan diri, menjadi kasih yang berpusat pada kepentingan pasangan. Dan dari kasih yang bercita-cita, menjadi kasih yang berserah. Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin kita memiliki kasih semurni ini ?

Ya, mungkin kita tidak dapat melakukannya, tetapi Tuhan dapat melakukannya. Firman Tuhan di Yesaya 26:12 mengingatkan, "Ya, Tuhan, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami." Kita hanya perlu datang kepada Tuhan dan mengakui keterbatasan kita—bahwa kita tidak sanggup mengasihi pasangan semurni itu. Biarkanlah Ia yang mengerjakannya bagi kita. Tuhan sanggup.

Ringkasan T475A
Oleh : Pdt.Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul kategori "KELUARGA" lainnya di www.telaga.org
PERTANYAAN :

Selamat siang,
Saya baru membaca di internet tentang perselingkuhan suami dan kebetulan terjadi dengan saya saat ini. Suami memunyai "wanita lain" (WIL), rasanya sakit hati ini setelah perkawinan yang berjalan 9 tahun dan dikaruniai seorang putri berusia 7 tahun, harus disakiti seperti ini. Sejak mengetahui ada yang tidak beres dengan tingkah suami saya, kami sudah tidak berbicara kurang lebih 8 bulan sampai sekarang walaupun kami serumah, seakan-akan seperti orang lain. Dan sepertinya suami saya juga tidak peduli perasaan saya dan tidak berniat memerbaiki hubungan ini. Apalagi melupakan atau putus dengan WIL-nya. Setiap mereka ribut, suami saya mengamati Hp dan pergi ke tempatnya dan mencoba berbaikan dengan WIL-nya. Saya tahu akan tetapi saya memilih diam karena setiap saya bertanya, jawabannya sangat ketus dan marah-marah, apa yang saya lakukan di matanya selalu salah. Saya bingung harus bagaimana, apa saya harus bercerai atau saya harus bertahan? Apa yang harus saya lakukan? Saya tidak memunyai teman untuk berbagi hal ini, sehingga terasa sangat berat. Mohon jawaban dan bantuannya untuk hal ini. Terima kasih.

Salam : MJ






JAWABAN :

Shalom Ibu MJ,
Orang ketiga dalam pernikahan selalu menyakitkan. Ketika suami memiliki wanita lain dan suami lebih peduli dengan WIL daripada istri sendiri, itu menyakitkan. Saran saya ambil waktu "diam", namun bukan dalam arti pasif. Diam yang saya maksud adalah, ibu ambil waktu berdiam diri (berdoa, bersekutu) di hadapan Tuhan, curahkan isi hati dan semua perasaan itu di hadapan-Nya. Jangan terus dipendam sendirian, karena itu akan menjadi api dalam sekam. Sampaikan kepada Tuhan, fokus kepada Tuhan.

Setiap kali ingat dan hati mulai teriris, berdoalah, memohon pertolongan Tuhan. Setiap kali melihat suami SMS (berhubungan dengan WIL-nya), tentu ada rasa tidak nyaman dan emosi yang memuncak. Tahan dan katakan dalam hati, "Tuhan tolong saya". Jangan banyak bicara karena emosi yang tidak tenang akan menghasilkan kata-kata yang tajam. Ini adalah latihan pengendalian diri, sangkal diri. Tidak mudah namun itu prosesnya, jangan membalas karena haknya Tuhan. Membalas dengan kata yang tajam hanya memuaskan emosi sesaat, tapi ujungnya keributan dan membuat kita kehilangan berkat.

Tuhan punya cara untuk mendidik setiap anak-Nya.
Tuhan tahu bagaimana menolong umat-Nya.
Tuhan mengerti air mata ibu, Tuhan tahu perihnya hati ibu.
Tuhan mau ibu belajar dekat dan percaya hanya kepada-Nya bahwa Dia sanggup bertindak. Sudah cukup 8 bulan tidak bicara, sudah cukup 8 bulan ini dalam kemarahan.

Sekarang lepaskan itu semua di dalam Tuhan dan bertindaklah tetap sebagai istri yang takut Tuhan. Tetap sopan, tetap hormat, jangan membalas dan bicaralah terus dengan Tuhan dalam doa serta semakin dekatlah dengan Tuhan, karena DIA tahu bagaimana memulihkan.

Demikian saran saya,
Pdt. Esther J.Rey




Oleh: Ev. Sudarmadji *)

Semua orang percaya pasti tahu bahwa Tuhan Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk pergi dan memberitakan Injil. Kita mengenal perintah itu sebagai Amanat Agung dan kita juga tahu persis letaknya di Injil Matius 28:19-20. Hampir semua orang percaya juga meyakini bahwa perintah itu tidak hanya tertuju untuk para murid yang saat itu hadir mendengar perkataan-Nya secara langsung, melainkan juga tertuju pada setiap orang yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus. Tahu dan yakin sebagaimana yang dimaksud diatas tidak otomatis membuat orang percaya menjadi pelaku, yakni bersedia pergi untuk memberitakan Injil kerajaan Allah atau setidaknya turut ambil bagian dalam pekerjaan pemberitaan Injil, setidaknya berdoa. Kata apa yang tepat untuk menggambarkan orang yang tahu dan meyakini sebuah perintah tetapi tidak melakukannya?

Banyak orang Kristen mengatakan ingin bertumbuh di dalam pengenalannya akan Tuhan dan kehidupan imannya, tetapi tidak tahu bagaimana caranya meskipun sangat banyak literatur yang mengungkapkan cara-cara bertumbuh dalam iman. Pada umumnya saran yang diungkapkan adalah membaca firman Tuhan/Alkitab dan memelajarinya, menyediakan waktu untuk berdoa, mengikuti ibadah dan persekutuan secara teratur, ambil bagian dalam pelayanan di gereja dan lain-lain. Tidak ada yang salah dengan cara-cara itu dan memang seharusnya hal-hal itu dilakukan oleh orang percaya. Pernahkah kita memikirkan cara yang lain untuk bertumbuh, misalnya terjun dalam pelayanan misi?

Pelayanan misi adalah pelayanan yang pada umumnya dihindari oleh sebagian besar anak Tuhan oleh karena faktor kesulitan atau kesukaran yang bakal dihadapi pasti nyata tetapi hasilnya terlihat seperti fatamorgana. Daya dan dana yang dibutuhkan pasti besar tetapi tidak menjanjikan keberhasilan ketika dikerjakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa keinginan setiap orang adalah terhindar dari kesukaran. Juga dalam bekerja kita menginginkan hasil yang nyata. Itu sebabnya hanya sedikit orang yang bersedia memberi diri terjun dalam pekerjaan misi baik langsung atau tidak langsung karena faktor kesukaran dan hasil yang menjadi pertimbangan utama.

Benarkah pelayanan misi dapat menjadi salah satu cara untuk mendapatkan pertumbuhan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita dapat merenungkan dua pertanyaan berikut:

  1. Jika misi tidak dapat mendorong pertumbuhan, apa sebabnya Tuhan Yesus menjadikan hal tersebut sebagai sebuah perintah dan bukan perintah biasa malah kita sebut Amanat Agung atau perintah yang agung?
  2. Apakah perintah Tuhan untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya hanya bermanfaat untuk orang-orang yang menjadi sasaran pemuridan dan tidak bermanfaat bagi pelaksana perintah itu?

Tidak mungkin Tuhan memberikan sebuah perintah yang tidak bermanfaat bagi yang menaatinya. Pasti ada hal-hal baik yang akan terjadi apabila menaati perintah tersebut. Dalam banyak bagian firman Tuhan mengajar kita agar supaya taat. Perumpamaan tentang orang bijak yang membangun rumahnya di atas batu menggambarkan orang yang taat, yakni mendengar dan melakukan perkataan Tuhan. Hasilnya rumah yang dibangun tidak hancur ketika angin, hujan dan banjir melandanya. Bukankah itu tanda pertumbuhan yang baik oleh karena apa yang dibangunnya tetap kokoh berdiri? Jadi kata kuncinya adalah ketaatan.

Oleh karena itu apabila Amanat Agung dilakukan dengan taat maka akan menjadikan orang Kristen kokoh, bertumbuh iman dan tidak akan goyah atau roboh sekalipun ada guncangan kehidupan yang hebat. Sekarang yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah: pertumbuhan seperti apakah yang bakal terjadi bila orang Kristen terlibat dalam misi?

Ada baiknya bila kita membuat kesepakatan tentang salah satu tanda pertumbuhan iman atau lebih tepatnya kedewasaan rohani. Ciri yang melekat pada kedewasaan adalah mampu memikul tanggungjawab, dengan demikian pribadi yang dewasa adalah pribadi yang bertanggungjawab. Orangtua disebut juga sebagai orang dewasa karena mereka bertanggungjawab, baik untuk hidupnya sendiri atau hidup orang lain yakni anggota keluarganya.


Orang yang dipandang lebih luar biasa lagi adalah orang-orang yang bersedia mengambil anak asuh, selain ia membesarkan anak sendiri. Ada orang lain lagi yang ditanggungnya dan ketika ia mengambil anak asuh, ia tidak berharap mendapat keuntungan atau balas jasa dari anak yang dibiayainya itu ketika anak itu dewasa. Ia hanya ingin melihat orang lain ditolong dan hidup lebih baik.

Konsep ini dapat ditarik dalam pelayanan misi. Orang yang tergerak untuk terjun dalam pelayanan misi serupa dengan orang yang mengambil tanggungjawab atas hidup orang lain. Kepedulian mereka besar, meskipun tidak ada janji keuntungan yang didapat selain ucapan syukur karena boleh terlibat dalam pekerjaan Tuhan. Dalam banyak pengajaran, Tuhan memerintahkan kita untuk peduli pada orang-orang asing. Bait Allah pun terbuka untuk orang asing, bangsa Israel diminta untuk menyediakan tumpangan bagi orang asing.

Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus mengajar apabila kita mengadakan perjamuan, maka yang diundang adalah mereka yang tidak memunyai apa-apa untuk membalasnya. Memang konteks pengajaran tersebut untuk orang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Bukankah orang-orang yang tidak memiliki Kristus adalah orang-orang semacam itu? Secara rohani mereka miskin, cacat dan buta. Mereka layak untuk mendapat bagian dari "harta" kita yang sudah dikaruniakan Allah melalui Kristus Yesus, yaitu suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga.

Jadi ketika kita terlibat dalam misi, minimal hal-hal berikut ini yang terjadi pada kita:



  1. Menjadi pribadi yang taat, sebab kita bukan hanya mendengar untuk mengerti melainkan melakukannya.
  2. Tidak egois atau mementingkan diri sendiri. Kita bersedia membagi apa yang ada pada kita (pengetahuan, tenaga, dana dan sebagainya) dengan orang lain, meskipun tidak ada janji akan memeroleh balasan dari apa yang kita kerjakan.
  3. Memperkaya orang lain, pertama-tama kekayaan rohani yang akan berdampak pada perubahan kualitas hidupnya dalam segala bidang.

Bukankah hidup seperti itu dapat disebut sebagai hidup yang berkualitas dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang nyata? Tuhan memberkati !!

*) Salah seorang konselor dari Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo



Bulan Agustus bisa disebut bulan "Merah Putih" karena bendera merah putih dikibarkan selama sebulan penuh memperingati Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Tema "PULIH LEBIH CEPAT, BANGKIT LEBIH KUAT" dapat kita lihat dimana-mana, tentu ada tujuannya. Biarlah tema ini bisa dihayati oleh masyarakat Indonesia dimana pun berada. Beberapa doa syukur dan permohonan di bawah ini, menjadi panduan yang mengingatkan kita pada waktu kita berdoa:

  1. Bersyukur untuk sumbangan dari donatur tetap di luar Malang, yaitu dari NN di Tangerang sebesar Rp 2.000.000,-.
  2. Bersyukur dalam tahun 2022 ini ada tambahan satu judul rekaman dengan Ev. Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil. sebagai narasumber.
  3. Di masa pandemi Covid-19 yang belum mereda, bersyukur untuk kesehatan yang Tuhan berikan kepada kita.
  4. Bersyukur Tuhan terus memercayakan klien-klien baru untuk dilayani melalui proses konseling di PKTK Sidoarjo.
  5. Bersyukur atas respons dan dukungan orang-orang yang mengirimkan buku dan dana untuk mendukung pelayanan misi ke Papua pada bulan Januari 2023 yang akan datang.
  6. Doakan proses perpindahan dan renovasi rumah Telaga Kehidupan agar bisa berjalan dengan baik pada akhir bulan September 2022.
  7. Doakan proses pengumpulan buku dan dana untuk pelayanan misi ke Papua, agar semakin banyak yang terkumpul sehingga dapat memberkati lebih banyak anak-anak di Papua.
  8. Doakan untuk pengeditan beberapa rekaman Telaga sehubungan dengan beberapa radio yang sudah menunggu.
  9. Doakan untuk tempat pelayanan program Bina Iman Anak Tunas Kehidupan yang sudah mulai dirintis di Jember. Pernah menghubungi GKI Jember akan tetapi sejauh ini belum ada tanggapan.
  10. Doakan untuk Pemerintah dan segenap jajarannya dalam mengatasi beberapa hal sehubungan dengan rencana kenaikan BBM, gas Elpiji dan listrik yang selama ini disubsidi.



Halaman