Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan terdahulu tentang "Pelecehan Seksual pada Anak". Namun kali ini kita akan fokuskan pada "Dampak Pelecehan Seksual pada Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah membicarakan tentang apa itu pelecehan seksual pada anak. Namun sebelum kita melanjutkan pada kesempatan ini, mungkin Pak Paul bisa menguraikan sedikit apa yang pernah kita bicarakan dulu.
PG : Biasanya kita memikirkan bahwa pelecehan seksual itu berarti ya hubungan seksual antara orang dewasa dengan anak kecil. Tapi tidak ya. Pelecehan seksual bukan hanya terbatas pada hubungan seksual, tapi juga sentuhan-sentuhan pada anggota tubuh si anak yang memang bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual si pelakunya. Jadi, bisa dilakukan dengan alat kelamin, dengan jari, ataupun dengan sentuhan tangan. Kita juga belajar ini bisa menimpa siapa saja dan dapat terjadi dimana saja. Namun biasanya pelaku perbuatan itu dikenal oleh si anak. Jadi bukan orang asing sama sekali yang tidak dikenalnya. Kita juga belajar bahwa diantara semua anak-anak, yang paling rawan terhadap pelecehan seksual adalah anak-anak yang kurang mendapatkan pengawasan dari orang tuanya. Misalnya orang tuanya terlalu sibuk, sering keluar rumah, dan sebagainya, si anak mudah sekali menjadi korban. Dan yang kedua, anak-anak yang memang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya sehingga dia haus kasih sayang dan sewaktu ada orang asing atau orang yang dikenalnya memerlihatkan kasih sayang kepadanya maka akhirnya dia memberikan respon, dia membiarkan disentuh dan sebagainya. Jadi, kita belajar bahwa ada dua kelompok anak-anak yang memang rentan terhadap hal ini. Kita juga belajar dampak keparahannya kepada anak-anak memang bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Kita juga bicara misalnya kalau si anak bertalian darah atau memunyai hubungan yang dekat dengan orang tersebut, maka dampak keparahannya akan bertambah. Ya karena dia kenal dengan orang tersebut. Kita juga belajar bahwa respons orang tua terhadap anak tatkala mengetahui anaknya telah menjadi korban juga sangat berpengaruh sebab anak perlu mendapatkan perlindungan. Dia tahu bahwa dia dibela dan dijaga oleh orang tuanya itu akan menolong anak untuk melewati masa-masa pemulihan.
GS : Iya. Pak Paul, setelah itu kalau kita mau bicarakan tentang dampaknya, apa saja dampak pelecehan seksual pada anak ini ? Supaya nanti kita bisa bicarakan bagaimana mengatasinya.
PG : Yang pertama adalah malu, Pak Gunawan. Pada akhirnya kebanyakan anak yang menjadi korban pelecehan seksual mengembangkan penilaian diri yang rendah. Mereka menganggap bahwa diri mereka tidak sama dengan orang lain dan bahwa diri mereka lebih buruk dan lebih kotor dari kebanyakan orang. Nah, karena mereka telah menerima pelecehan seksual, mereka cenderung mengembangkan perilaku menutupi atau menyembunyikan diri. Artinya mereka tidak begitu berani untuk tampil keluar, untuk memperlihatkan dirinya ya karena merasa malu. Ada yang tidak beres dengan dirinya, seolah-olah dia merasa dirinya sudah kotor. Padahal yang kotor bukan dirinya, yang kotor adalah diri si pelaku yang berbuat itu kepadanya. Tapi ya si anak akhirnya juga mengembangkan perasaan bahwa dirinya kotor sehingga dia selalu menutupi dirinya karena malu.
GS : Tapi perasaan malu itu juga bisa ditujukan kepada si pelaku. Jadi, si anak ini merasa malu terhadap orang yang sudah melecehkan dia.
PG : Bisa, Pak Gunawan. Dia bisa merasa malu atau dia merasa tidak nyaman dengan orang tersebut sehingga dia mencoba menghindari orang tersebut. Bisa juga dia merasa marah kepada orang tersebut. Jadi memang ada beberapa perasaan yang bisa muncul.
GS : Selain malu, apa bentuk lainnya ?
PG : Yang lain adalah dia merasa bersalah. Banyak korban pelecehan seksual mengembangkan rasa bersalah yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Penyebabnya adalah mereka beranggapan bahwa mereka dilecehkan karena kesalahan mereka sendiri. Seakan-akan mereka bertanggung jawab sepenuhnya atas apa yang terjadi. Mereka berpikir merekalah yang membuat si pelaku terangsang sehingga melecehkannya. Jadi, semua salah mereka. Ini kadang-kadang yang menjadi pengertian si anak. Dan ini juga memengaruhi kenapa ada anak-anak yang tidak mau cerita. Karena mereka sendiri sudah menganggap diri bersalah. Nanti kalau cerita ke orang tua akan kena marah. Jadi ya sudahlah, diam saja.
GS : Biasanya kalau anak itu sudah agak besar menjelang remaja ya, Pak Paul, dia baru bisa berpikir seperti ini.
PG : Betul. Biasanya karena dia merasa ini salah saya, ini gara-gara saya makanya si pelaku terangsang, jadi dia tidak berani bicara dengan siapa-siapa. Masalahnya adalah dia bawa perasaan bersalah ini sampai di usia dewasa, Pak Gunawan. Jadi, si korban ini seringkali apa-apa merasa berasalah. Padahal itu bukan salah dia, apa-apa merasa bersalah. Nah, sebentulnya akarnya adalah dari sini.
GS : Nah, dengan perasaan bersalah itu apa mungkin si korban pelecehan ini menyiksa atau menghukum dirinya sendiri ?
PG : Bisa, Pak Gunawan. Saya masih ingat dulu saya bekerja di rumah sakit jiwa ada seorang pasien yang dilecehkan oleh salah seorang kerabatnya dan dia merasa dirinya itu bersalah, dia merasa dirinyalah yang kotor, dan sebagainya. Nah, sewaktu ingatan itu muncul, yang dilakukan adalah dia mengambil pisau silet dan dia akan menyayat-nyayat tubuhnya untuk menghukum dirinya karena dia merasa yang salah. Jadi sampai seperti itu reaksi yang dia berikan kepada dirinya.
GS : Iya. Selain itu ada bentuk apalagi, Pak Paul ?
PG : Tidak dapat percaya orang. Para korban ini biasanya susah sekali percaya kepada orang terutama orang dengan jenis kelamin yang sama dengan si pelaku. Misalnya pelakunya laki-laki, dia susah percaya laki-laki. Mereka takut menjadi korban dan takut dimanfaatkan sehingga bersikap was-was terhadap orang. Pada akhirnya relasi sukar bertumbuh intim karena dihambat oleh ketidakpercayaan. Kalaupun terjadi relasi intim, seringkali mereka diganggu oleh rasa cemburu yang kuat. Takut kehilangan pasangannya, takut kehilangan orang yang mengasihinya, akhirnya terlalu menguasai pasangannya. Atau tidak bisa percaya sama sekali. Tidak bisa dekat dengan orang sama sekali karena sudah tidak bisa percaya, takut nanti orang akan memanfaatkannya seperti si pelaku dulu.
GS : Tapi itu sesuatu yang wajar, Pak Paul. Kalau kita pernah ditipu orang, tentu kita tidak mudah memercayai orang lain.
PG : Betul, Pak Gunawan. Maka dalam proses pemulihan, ini adalah salah satu hal yang paling lama untuk dipulihkan. Mungkin dia tidak lagi diganggu oleh mimpi buruk, mungkin dia tidak lagi diganggu oleh rasa malu atau rasa marah, tapi percaya pada orang yang biasanya memakan waktu sangat panjang. Benar-benar ada kecenderungan dia mau berjaga-jaga, jangan sampai dia kecolongan lagi.
GS : Artinya sering timbul rasa curiga terhadap orang yang dekat-dekat dengan dia.
PG : Betul. Dia tidak bisa. Kalau dilihatnya orang mulai mendekatinya, dia langsung terpikir orang ini ada maksud tertentu mau berbuat yang tidak baik kepadanya jadi dia harus menghindar. Itu sebabnya korban pelecehan seksual adakalanya sukar sekali untuk membangun relasi yang akrab atau intim dengan orang lain.
GS : Tapi kok kadang-kadang terjadi sebaliknya ya ? Ada korban yang malah sangat tergantung pada orang lain.
PG : Betul. Ada anak-anak yang lain karena mereka itu menjadi korban sebelumnya, mereka mengembangkan rasa tidak aman. Nah, karena merasa tidak aman, mereka membutuhkan tempat berlindung. Akhirnya mereka memilih orang yang dianggap kuat supaya padanya mereka bisa berlindung, supaya mereka kembali merasa aman.
GS : Biasanya dari keluarga dekat, ayahnya, ibunya, atau kakaknya ya Pak Paul ?
PG : Bisa. Atau dia mengembangkan kebergantungan itu pada tokoh-tokoh dalam hidupnya. Yang diagungkan, yang dihormati, yang dianggap sebagai bapak. Dia sangat bergantung sekali sebab dia sangat membutuhkan perlindungan itu.
GS : Tapi ‘kan harus ada unsur-unsur yang membuat dia yakin bahwa orang ini, yang dia percaya ini, tidak akan melukai dia, Pak Paul.
PG : Betul. Dia mungkin tidak bisa percaya 99 orang tapi akan ada 1 orang yang dipercayanya. Karena orang ini mungkin beda dengan yang lainnya jadi dia mengambil resiko untuk percaya. Tapi terutama sebetulnya dia mengambil resiko untuk percaya karena dia butuh perlindungan orang tersebut. Jadi dia merasa orang ini akan sanggup melindunginya.
GS : Jadi, sebenarnya disitu orang tua yang harus berperan aktif memberikan perlindungan supaya anak tidak mencari perlindungan di tempat orang lain.
PG : Betul. Seyogyanya itu yang terjadi. Kalau anak tidak mendapatkan perlindungan dari orang tuanya dia akan keluar mencari orang lain.
GS : Masih adakah bentuk yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah jati diri seksual yang tidak jelas serta membingungkan. Ini salah satu efek atau dampak dari pelecehan seksual. Sebagai contoh ya. Apabila anak laki-laki mengalami pelecehan seksual dari sesama laki-laki. Ada kemungkinan pengalaman itu dapat menimbulkan ketertarikan dengan sesama jenis. Atau apabila anak perempuan mengalami pelecehan seksual dari laki-laki, mereka dapat mengembangkan rasa tidak suka kepada laki-laki dan mengembangkan ketertarikan dengan sesama perempuan. Singkat kata, pelecehan seksual berpotensi menciptakan identitas seksual yang rancu. Memang saya tidak mengatakan bahwa semua orang yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenis pasti memiliki atau mengalami pelecehan seksual. Tidak ya. Saya hanya mau mengatakan bahwa pelecehan seksual berpotensi menimbulkan jati diri seksual yang tidak jelas serta membingungkan. Karena akhirnya untuk melindungi diri, untuk menghindar dari perbuatan yang sama yang tidak mengenakan itu, dia akan lari ke tempat atau ke orang yang dianggapnya aman. Jadi, kalau dia dilecehkan oleh laki-laki, dia maunya mencari wanita. Padahal dia sendiri adalah seorang wanita. Jadi, akhirnya menimbulkan atau dia akan memunculkan ketertarikan kepada sesama jenis.
GS : Jadi berpotensi untuk menjadi homoseksual atau lesbian itu ya.
PG : Betul. Ini salah satunya. Meskipun memang tidak semuanya.
GS : Tetapi potensi itu ada karena pengalaman masa lalunya, pengalaman masa anak-anaknya terutama ya.
PG : Betul sekali.
GS : Iya. Apakah ada suatu kemarahan di dalam diri anak yang menjadi korban ini ?
PG : Biasanya ada, Pak Gunawan. Meskipun tidak selalu kemarahan itu dimunculkan. Sesungguhnya pelecehan seksual menimbulkan kemarahan tapi berhubung mereka masih kanak-kanak, mereka tidak berdaya dan tidak dapat mengungkapkan kemarahannya. Sebagai akibatnya kemarahan terpendam, namun siap meledak kapan saja. Tidak heran sebagian korban pelecehan seksual pada akhirnya memunyai kehidupan emosional yang tidak stabil. Turun naik sekali. Dan kalaupun ia tidak meledak-ledak dengan kemarahan, seringkali kehidupan emosionalnya itu turun naik. Karena memang di dalam dirinya sebetulnya ada kemarahan yang mesti dikendalikannya. Tapi ada juga yang memang mengekspresikan menjadi seorang yang kasar, yang sinis, yang pemarah sekali.
GS : Biasanya ini berlangsung lama atau hanya sementara waktu ketika dia baru mengalami itu, Pak Paul ?
PG : Bisa lama, Pak Gunawan. Saya bisa cerita sedikit, ini bukan klien saya, ini adalah seorang rekan kerja saya dulu. Dia adalah korban pelecehan seksual sewaktu dia masih kecil oleh tokoh rohaniwan dalam kehidupannya. Akhirnya dia mengembangkan kebencian terhadap hal-hal yang bersifat rohani. Kemudian dia juga memiliki ketertarikan kepada sesama jenis. Karena perbuatan yang dilakukan oleh tokoh rohani itu akhirnya dia terbiasa dengan hubungan seksual dengan orang yang sesama jenis. Akhirnya setelah dia besar, dia menjadi orang yang seperti itu. Tapi saya masih ingat sekali waktu saya bertemu dengan dia di tempat kerja saya dulu, saya langsung merasakan orang itu luar biasa tidak ramah dan penuh dengan kemarahan, kasar sekali. Mula-mula saya tidak mengenal, tidak mengerti apa yang terjadi. Akhirnya baru saya ketahui ini yang terjadi. Tidak heran kalau mulutnya tajam sekali, tidak ramah terhadap orang. Rupanya untuk waktu yang sangat lama dia menyimpan kemarahan. Sedangkan waktu saya ketemu dia, usianya sudah 40 tahun lebih, Pak Gunawan.
GS : Jadi, dia memendam dan terus mengembangkan kemarahan di dalam dirinya, ya.
PG : Betul sekali.
GS : Tapi masalah itu sulit untuk diselesaikan karena sudah lewat bertahun-tahun, Pak Paul.
PG : Ya. Rupanya dalam kasus seperti itu ya apa yang terjadi ternyata tetap menimbulkan dampak yang segar, meskipun sudah berjalan waktu bertahun-tahun tetap saja sepertinya baru kejadian kemarin.
GS : Tapi apa memungkinkan anak korban pelecehan ini suatu saat nanti dia tidak menyukai sama sekali tentang seks ?
PG : Bisa. Dia bisa menimbulkan ketakutan yang sangat besar atau phobia terhadap seks. Dia sangat tidak suka kalau misalnya, dia wanita, suaminya mau berhubungan seksual dengan dia, dia selalu menghindar. Karena dia melihat ini sebagai sesuatu yang menjijikkan.
GS : Jadi dia tidak mempunyai gairah untuk berhubungan dengan lawan jenisnya.
PG : Betul. Ada yang seperti itu, Pak Gunawan. Mereka sangat terganggu sekali, bahkan setelah menikah.
GS : Apakah ada bentuk yang lain, Pak Paul?
PG : Ada. Dampaknya adalah masalah seksual. Sebagian korban pelecehan seksual mengembangkan masalah seksual. Ada yang menjadi terobsesi dengan seks. Kebalikan dari yang kita bicarakan tadi ya. Memang ada yang menghindar, merasa jijik, tapi ada yang terobsesi. Akhirnya mereka itu selalu mencari-cari seks. Sebab apa ? Sebab bisa jadi bagi dia cara yang dikenalnya untuk merasa dekat, untuk merasa disayang adalah lewat seks. Karena itulah dulu yang diterimanya dari si pelaku. Karena dia mungkin kurang mendapatkan kasih sayang, si pelaku memberikan kasih sayang, tapi kasih sayangnya lewat hubungan seksual. Maka setelah si korban ini besar, bahasa inilah yang dikenalnya, yaitu bahasa seks. Kalau orang mau mengasihi dia berarti harus berhubungan seks dengan dia. Dia menjadi sangat terobsesi. Namun ada satu lagi dampak yang juga sering terjadi pada korban pelecehan seksual, yaitu mereka mengembangkan problem dalam menjaga batas relasi. Artinya, ada yang menjauh dari orang secara berlebihan, ada yang mendekat dengan orang tanpa batas. Jadi, mereka sulit sekali menjaga batas itu. Akhirnya ya karena mudah dekat dengan orang, dia bisa jadi korban lagi. Atau yang bahkan menjadi pemangsa. Dia yang melakukannya kepada orang lain.
GS : Iya. Bagi mereka yang terobsesi dengan seks, bukankah mudah sekali untuk menjadi pelacur ?
PG : Bisa. Memang itu bisa terjadi. Tapi sebetulnya dalam kenyataannya tidak terlalu banyak, Pak Gunawan. Karena bagaimanapun juga ada konotasi sosial yang buruk terhadap seorang pelacur. Biasanya meskipun dia mungkin saja tergoda, tapi karena ada konotasi sosial yang buruk, mereka tidak melakukannya.
GS : Tapi kalau didesak oleh kebutuhan ekonomi ya bisa jadi.
PG : Oh iya, bisa jadi ya. Karena dia memang membutuhkan sumber pendapatan, bisa saja dia langsung ke situ.
GS : Modalnya sudah ada yaitu terobsesi dengan seks itu tadi, Pak Paul.
PG : Iya.
GS : Kita sudah bicara banyak tentang dampak-dampak dan bentuk-bentuknya. Lalu sekarang bagaimana kita bisa berbuat sesuatu atau menolong korban dari pelecehan seksual anak ini ?
PG : Kita sebagai orang tua kalau kita mengetahui anak kita telah menjadi korban, kita mesti merangkulnya. Tidak boleh kita memarahinya apalagi menyalahkannya. Tidak boleh. Kita mesti bersedia mendengarkannya, baik pengakuannya maupun perasaannya. Nah, jika memungkinkan, bawa anak ke seorang konselor supaya dampak buruk akibat pelecehan dapat diminimalkan. Terpenting adalah kita mesti memberikan perlindungan kepada anak agar si pelaku tidak memunyai akses kepadanya lagi. Jika memungkinkan, laporkan perbuatan si pelaku kepada pihak berwajib agar dia tidak mengulangi perbuatannya.
GS : Merangkul ini bukan hanya secara fisik tetapi lebih emosional ya ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Kalau kita melaporkan si pelaku itu kepada yang berwajib dan anak yang menjadi korban ini melihat, apakah itu tidak berdampak negatif, Pak Paul ?
PG : Kita mesti jelaskan kepada anak. Kenapa kami melaporkan ? Karena kami mau menghentikan orang itu dari perbuatannya. Jangan sampai dia melakukannya lagi kepada anak-anak yang lain. Jadi kita mesti jelaskan dulu baru kita laporkan kepada pihak berwajib.
GS : Iya. Yang terpenting kita tetap dekat dengan anak ini ya. Supaya kalau ada keluhan atau apa anak ini bisa menyampaikannya kepada kita.
PG : Betul.
GS : Disini kalau korbannya itu anak laki-laki, itu lebih baik dia bicara dengan ibunya atau dengan ayahnya, Pak Paul ?
PG : Sebetulnya dalam hal ini tidak jadi soal, dengan siapa juga sama ya, karena yang penting dia mendapatkan respons yang positif, yang hangat, yang menerima.
GS : Hal kedua yang bisa kita lakukan apa ?
PG : Bersabarlah dan tunjukkanlah pengertian kepada anak yang berada dalam proses pemulihan. Besar kemungkinan anak akan mengembangkan masalah baik secara emosional maupun perilaku. Mungkin ia mudah marah bahkan berteriak-teriak. Mungkin dia mudah bersedih dan mengurung diri. Bahkan mungkin dia mau membunuh diri. Atau dalam kemarahannya dia mau membunuh orang. Nah, proses pemulihan anak korban pelecehan seksual tidak mudah dan membutuhkan waktu yang panjang.
GS : Ya. Disini kalau anak yang menjadi korban sudah usia remaja bukankah berdampak sampai dia pemuda atau bahkan sampai usia untuk menikah tapi sulit untuk menikah. Bisa seperti itu ?
PG : Bisa, Pak Gunawan. Dia tidak bisa percaya orang, tidak mau dekat dengan orang, dan akhirnya memilih untuk hidup sendiri.
GS : Iya. Jadi yang kita lakukan kepada korban ini hanya bisa bersabar ya. Karena pemulihannya ini tidak bisa dipaksakan.
PG : Betul. Memang akan makan waktu, Pak Gunawan. Tapi ada satu lagi yang bisa saya bagikan. Jikalau kita sebagai orang tua melihat bahwa iya, sedikit banyak kita punya andillah – kita sering pergi, kita sering keluar - jangan ragu untuk meminta maaf kepadanya. Mungkin kita kurang mengawasinya, mungkin kita kurang memberi perhatian, mungkin kita kurang memperlihatkan kasih sayang, nah kekurangan itu telah membuka celah terjadinya pelecehan seksual kepada dirinya, jadi jangan ragu untuk berkata, "Ayah dan Ibu minta maaf. Kami juga salah disini."
GS : Iya. Bisa jadi korban ini juga karena keteledoran dari orang tua. Karena kurang pengawasan atau memang lingkungannya mendukung untuk itu. Bukankah ada orang tua yang suka melihat film-film porno dan anaknya melihat ? Mau tidak mau itu juga berpengaruh.
PG : Iya. Betul. Anaknya melihat.
GS : Sebaiknya orang tua memang harus berani meminta maaf. Tidak hanya menyalahkan anaknya saja.
PG : Betul, Pak Gunawan.
GS : Tapi apakah ada hal lain yang bisa dilakukan, Pak Paul ?
PG : Usahakanlah untuk memelihara batas yang jelas dengan anak korban pelecehan seksual. Sebagaimana telah dijelaskan ya, ada kecenderungan anak tidak dapat menjaga batas secara jelas. Terlalu dekat atau terlalu jauh. Sebagai orang tua kita mesti dekat dan membiarkannya dekat dengan kita tetapi kita pun tidak mau membuatnya bergantung pada kita. Jadi, untuk sementara biarkan dia untuk mendekat dan bergantung. Namun secara perlahan, doronglah dia untuk mandiri. Pada akhirnya tugas dan peran kita adalah berjalan di sampingnya, bukan menggendongnya.
GS : Artinya supaya anak ini bisa melindungi dirinya sendiri juga ya ?
PG : Betul sekali. Jadi, jangan sampai karena dia takut menghadapi hidup ini, dia bergantung pada kita dan kita membiarkannya terus, tidak mendorongnya untuk menghadapi hidup, nantinya itu akan merugikan dia.
GS : Tetapi sebagai orang beriman tentu kita lebih condong supaya anak ini lebih mempercayakan dirinya kepada Tuhan, Pak Paul.
PG : Betul. Kita harus terus menguatkan anak, mendorongnya untuk memperoleh kekuatan dari Tuhan. Kita mesti terus mengingatkannya bahwa siapakah dia ditentukan bukan oleh apa yang dialaminya atau apa yang dikatakan manusia melainkan oleh apa yang dikatakan oleh Tuhan, bahwa Tuhan mengasihinya dan bahwa dia adalah anak Tuhan yang berharga. Jadi, kita ingatkan anak bahwa masa depannya ada dalam tangan Tuhan, bukan tangan orang yang telah melukainya.
GS : Ya. Namun biasanya ada perasaan berdosa dalam diri anak ini dan merasa tidak layak datang kepada Tuhan. Ini yang agak sulit bagi orang tua.
PG : Betul. Jadi kita terus harus mengingatkan si anak bahwa yang berdosa yang kotor adalah si pelaku kejahatan itu. Dia adalah korban. Jadi, Tuhan tidak akan melihat dia sebagai orang yang bersalah atau orang yang kotor. Tuhan tahu dia adalah korban.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Habakuk 3:17-19 mengatakan, "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,… namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku. Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." Sudah tentu kabar bahwa anak telah menjadi korban pelecehan seksual adalah kabar yang bukan saja menyakitkan tapi juga menghancurkan ya. Kita merasa hari depan anak pasti kelam. Tidak ya. Tuhan sanggup membuat kaki anak kita kuat kembali. Ia sanggup membuat anak kita kuat mendaki bukit kehidupan.
GS : Memang ada beberapa korban pelecehan seksual pada masa anak-anak yang ternyata sekarang bukan hanya bisa eksis tetapi juga berhasil untuk mengatasinya dan cukup berkarir dan berguna bagi orang lain di dunia ini.
PG : Betul, Pak Gunawan.
GS : Kita kembalikan itu semua pada pertolongan Tuhan ya. Makanya sangat penting mendidik anak-anak ini mulai kecil untuk percaya kepada Tuhan.
PG : Betul.
GS : Baik, Pak Paul. Terima kasih untuk perbincangan kali ini.
GS : Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Dampak Pelecehan Seksual pada Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.