Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Stella akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Orang Dewasa, Belajarlah!". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, biasanya yang disuruh-suruh belajar adalah anak-anak kecil sampai anak kuliah. Tema kita kali ini adalah orang dewasa yang disuruh belajar. Kenapa kita perlu membahas topik ini, Pak ?
SK : Seperti yang Bu Stella sampaikan, belajar memang dikonotasikan untuk anak-anak dan juga untuk pelajar dan mahasiswa. Itu memang untuk tugas kehidupan, untuk mandiri, memiliki pekerjaan dan keterampilan hidup. Tetapi rupanya, belajar itu tidak cukup hanya berhenti sampai menjadi mahasiswa karena kalau kita berhenti belajar maka kita akan terjebak pada kehidupan yang sudah mapan ini, fokus pada rutinitas keseharian – bekerja, menjadi suami atau istri, menjadi ayah atau ibu – komunitas hobi, rekreasi dan kegiatan bersosialisasi, dan hidup kita ibarat menggelinding, kita berhenti belajar dan sebagai akibatnya kita akan mengalami beberapa kerugian.
St : Apa kerugiannya jika kita sebagai orang dewasa berhenti belajar ?
SK : Yang pertama, mengalami penuaan dini. Salah satunya adalah penuaan dini pada fisik. Jika kita tidak belajar keterampilan baru dengan tangan dan kaki kita, kemungkinan keterampilan tangan dan kaki kita jadi terbatas. Khususnya kalau selama ini pekerjaan kita tidak memanfaatkan tubuh, lebih sekadar mengandalkan otak atau kemampuan berpikir abstrak. Penuaan dini juga terjadi di otak. Mungkin pekerjaan kita menghitung atau berpikir. Tetapi karena kita melakukannya berulang-ulang dari tahun ke tahun – belasan dan puluhan tahun – akhirnya sel otak kita tidak mendapat rangsangan. Itu membuat kita masuk ke dalam kepikunan. Sebagian orang menjadi pikun karena faktor keturunan, tapi bisa dicegah atau diminimalisir kalau kita aktif dalam menggunakan otak kita belajar hal-hal baru terlebih di usia 40 tahun ke atas. Itu akan membuat otak kita segar, daya ingat kita akan tetap tajam dan kemampuan berpikir kita jernih bahkan bertambah jernih.
St : Jadi walaupun usia makin bertambah tidak berarti pasti akan pikun ya ? Bisa diakali dengan cara belajar lagi dan belajar lagi.
SK : Betul. Penuaan dini juga bisa berkenaan dengan kemampuan emosi dan kemampuan bersosialisasi. Ketika kita tidak belajar, kalau emosi kita terbatas pada hal-hal yang sudah akrab dengan kita, maka spektrum emosi dan jejaring sosial kita, kemampuan kita untuk bergaul dan bersosialisasi, bisa jadi akan terbatasi. Kita hanya mengenali dan menghayati emosi sebatas yang telah kita kenali sampai pada usia 20-an. Atau dalam kontak sosial kita, karena kita tidak mengasah belajar dalam beberapa segi, maka kemampuan percakapan kita hanya di kalangan – kalangan usia 20-an tersebut, atau 30-an maksimal. Kita tidak bisa terlalu berkembang. Akhirnya kita merasa seperti, "Ya sudah, saya terperangkap dengan radius yang semakin lama semakin sempit." Sejalan dengan usia, usia makin bertambah namun ruang penjelajahan kita menyempit. Sebenarnya ini tanda-tanda mempercepat penuaan dini yang seharusnya masih bisa kita tunda jika kita aktif belajar di masa dewasa.
St : Selain itu, Pak, kalau kita tidak belajar, apakah kita akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama ?
SK : Betul. Jika kita berhenti belajar, kita akan mengulangi kesalahan yang sama. Salah satu akibatnya adalah kita frustrasi dengan diri kita. Marah pada diri. Menimbulkan rasa jengkel pada orang lain - terutama pasangan, anak-anak kita, rekan kerja atau lingkungan pergaulan kita. Akhirnya muncul citra-citra negatif dan sikap-sikap apatis. Ini membuat kita lumpuh tak berdaya padahal sebenarnya kita masih mampu bangkit. Tapi kita lumpuh di masa sesungguhnya kita masih bisa berjalan dan beraktifitas secara psikis.
St : Saya jadi ingat pengalaman teman saya. Dia mengatakan bahwa cara didik orang tuanya kepadanya tidak baik yaitu sering memarahi dan memaki dengan kata-kata kasar. Tetapi ketika dia memiliki anak, dia pun melakukan hal yang sama ! Apakah itu karena dia kurang belajar memperlengkapi diri sebagai orang tua ?
SK : Betul. Mengulang-ulang kesalahan membuat sesuatu yang buruk menjadi tambah buruk. Dampak yang lebih jauh lagi, kita mewariskan keburukan itu. Seperti cerita Bu Stella tadi tentang orang tua yang marah-marah tidak bisa mengungkapkan emosi dengan lebih kaya. Saya prihatin, ayah sedih kalau kamu begini, ayah senang kalau kamu belajar dan sukses. Itu ‘kan kalimat-kalimat yang perlu kita pelajari sebagai orang tua bila semasa kecil kita tidak pernah mendapatkannya dari orang tua kita. Kalau itu tidak dilakukan, malah setiap ada sesuatu kita marah-marah, akhirnya anak-anak kita akan mengulangi kesalahan yang sama di masa dewasanya. Itu akan diulangi oleh anak kita, cucu kita, canggah kita, dan akan turun temurun masuk dalam kesuraman relasi orang tua dan anak. Itu baru satu hal. Belum lagi hal-hal yang lain. Jadi, ketika kita berhenti belajar, sebenarnya kita sedang (maaf) menciptakan takdir yang buruk bagi anak, cucu, cicit, canggah dan keturunan berikutnya. Mungkin juga nanti keturunan kita akan mengenang kita, "Saya begini gara-gara ayah saya, karena kakek saya. Kami diwarisi pola ini turun temurun." Mereka tidak punya kisah baik tentang generasi di atasnya yang belajar dan bertumbuh melainkan tentang generasi di atasnya yang berhenti belajar dan akhirnya menyebabkan masalah dari generasi ke generasi.
St : Tujuannya untuk apa kita belajar, Pak ?
SK : Kita bisa rumuskan sasaran belajar ini adalah untuk menjadi manusia yang utuh, manusia yang benar-benar manusia. Maksudnya adalah manusia yang diciptakan sesuai dengan desain rancang bangun awal mula, yaitu saat penciptaan. Dengan kata lain, belajar itu menolong kita untuk menjadi manusia yang benar-benar sesuai dengan gambar, pola, patron yang sudah Allah desain dari awal. Kalau kita belajar bertumbuh dan berkembang terus menerus, sekalipun sudah usia dewasa bahkan sampai usia lanjut, maka sejalan dengan proses belajar, pertumbuhan dan perubahan-perubahan positif, berarti kita makin memantulkan kemuliaan Allah dalam diri kemanusiaan kita. Itulah keberhasilan, kemuliaan kita sebagai manusia. Bukankah kalau sebuah benda-misalnya benda teknologi-dikatakan berjalan baik kalau melakukan fungsi desain awalnya. Bila ternyata dia tidak berfungsi sesuai desain awalnya, berarti dia rusak. Demikian juga manusia. Manusia sukses, bahagia, mencapai puncak kehidupannya ketika dia hidup memancarkan gambar Allah dan itu bisa dicapai ketika manusia terus menerus belajar dan bertumbuh.
St : Jadi, salah satu sasaran belajar adalah sifat-sifat kita makin hari makin mirip dengan sifat-sifat Allah ?
SK : Ya ! Kalau kita jabarkan menjadi manusia yang utuh, yang memancarkan kemuliaan Allah, yang sesuai dengan gambar Allah, salah satunya adalah manusia yang memantulkan sifat-sifat Allah.
St : Misalnya apa, Pak ?
SK : Sifat Allah, yaitu dalam soal kebenaran. Allah adalah kebenaran, tidak ada kepalsuan, tidak ada kebohongan, tidak ada penipuan, tidak ada ketidakjujuran. Kalau kita tumbuh dalam hal menyampaikan kebenaran, hidup dalam kebenaran, konsisten dalam kebenaran, kita belajar menjadi diri yang konsisten, belajar menjadi pribadi yang berterus terang, belajar menjadi diri yang memertahankan prinsip dalam hidup kita, berarti kita memancarkan sifat Allah ini.
St : Mungkin seperti Allah adalah kasih. Kemudian dalam I Korintus 13 dijabarkan bahwa kasih itu sabar, murah hati dan seterusnya. Kita perlu bertumbuh di dalam aspek-aspek itu ?
SK : Betul. Sifat Allah itu beragam ya. Seperti kasih, kesabaran, kekudusan, belas kasih, kemurahan, kepedulian. Sifat-sifat Allah ini menjadi sasaran belajar kita, sehingga kita dari tahun ke tahun kehidupan, orang akan semakin melihat, "Kamu berbeda ya. Dulu kamu seperti ini, sekarang kamu tambah baik ya. Kamu kok tambah mirip seperti Yesus yang selama ini saya dengar lewat khotbah atau saya baca lewat Alkitab. Kamu mirip Tuhan yang kita sembah ya !" Nah, itulah tanda kita belajar, bertumbuh, memantulkan kemuliaan Allah dan Allah dimuliakan lewat diri kita.
St : Dengan Allah dimuliakan lewat diri kita, pastinya ada perubahan di dalam lingkungan hidup kita ya, misalnya di lingkungan pekerjaan kita ?
SK : Betul. Yang kedua, sejalan dengan yang dilontarkan oleh Bu Stella, menjadi manusia yang utuh dan memancarkan kemuliaan Allah dan sesuai dengan gambar Allah adalah kita belajar untuk terus menerus mengubah lingkungan kerja dan lingkungan hidup kita, membawa kebaikan. Jadi, kita belajar hal-hal perkembangan ilmu dan tehnologi, kita mau belajar. Sekarang komputerisasi, maka kita belajar, sekalipun kita sudah usia 40-an kita mulai belajar menggunakan komputer. Dengan kita menggunakan komputer, kita akan lebih bisa berkomunikasi dengan lingkungan kerja yang baru itu dan berkomunikasi dengan orang lain. Kita melakukan perubahan-perubahan positif ketika kita mau belajar. Itu memberi kebaikan bagi lingkungan kerja kita, lingkungan pergaulan, keluarga ataupun masyarakat dimana kita tinggal. Memberi transformasi.
St : Transformasi ini juga akan menjadi warisan bagi generasi selanjutnya ya ?
SK : Betul. Jadi, dengan sasaran belajar menjadi manusia yang utuh, memancarkan kemuliaan Allah, maka kita sesungguhnya meninggalkan warisan kehidupan kepada generasi berikutnya, baik anak kandung, cucu, ataupun generasi-generasi yang lebih muda dari kita. Ini sebenarnya sebuah hal yang indah. Manusia diciptakan bukan sekadar meninggalkan benda mati - uang, harta yang akan hilang. Tapi kehidupan dalam bentuk pengaruh lewat karakter kita yang bertumbuh, semangat kita memperbaharui diri dan lingkungan. Akhirnya itu tontonan yang menjadi tuntunan bagi anak kita. "Ayah saya bisa berbuat salah. Tapi ayah saya bersedia minta maaf kepada saya anaknya. Ayah saya juga mau belajar untuk berubah dan dia berjuang untuk itu sekalipun dia sudah berusia 50-an tahun. Saya juga seumur hidup akan menjadi seperti ayah saya. Belajar, mengaku salah, bertumbuh tanpa mengenal batasan waktu." Nah, itu akan diwariskan ke cucu, cicit dan generasi berikutnya. Bukankah itu indah ? Karena manusia tidak ada yang sempurna, Bu Stella. Inilah sebuah warisan kekal yang bisa kita lakukan.
St : Kalau begitu apa saja yang perlu kita pelajari ?
SK : Belajar bisa kita bedakan menjadi dua hal. Yang pertama ‘belajar tentang’ dan yang kedua ‘belajar menjadi’.
St : Apa maksudnya, Pak ?
SK : ‘Belajar tentang’ artinya belajar yang berkenaan dengan hal-hal yang melengkapi diri kita, tambahan-tambahan yang kita tempelkan pada diri kita, bisa berkenaan dengan topik-topik atau pengetahuan dan wawasan. Jadi, sisi kognitif. Misalnya kita belajar tentang dunia politik, pemerintahan, dunia sosial kemasyarakatan, dunia budaya, perkembangan teknologi mungkin melalui bacaan media cetak – Koran, majalah - ataupun media digital – berita-berita di internet. Atau kita belajar tentang dunia science ilmu-ilmu pengetahuan – sosiologi, psikologi, antropologi, filsafat, teologi. Inilah ’belajar tentang’ yang berkenaan tentang pengetahuan dan wawasan.
St : Selain berkaitan dengan pengetahuan dan wawasan, apakah ‘belajar tentang’ ini berkaitan dengan hal-hal lain ?
SK : ‘Belajar tentang’ juga berkenaan dengan topik-topik efektifitas diri, relasi dan pergaulan. Jadi, bagaimana agar hidup kita efektif dan berelasi dengan efektif. Misalnya ‘belajar tentang’ bagaimana berpikir kreatif, bagaimana merumuskan sebuah masalah dan memecahkan masalah (problem solving), bagaimana mendengarkan secara efektif - ketika kita mendengarkan, kita mendengar dengan tepat dan merespon dengan tepat, bagaimana menyampaikan pesan dengan efektif, berkomunikasi dengan efektif, bagaimana mengelola sebuah perbedaan pendapat atau konflik, bagaimana menghadapi kedukaan dan kehilangan. Ini efektifitas diri. Bagaimana menetapkan sasaran hidup, mengelola waktu, mengelola keuangan. Bagaimana menghadapi budaya yang berbeda-beda. Ini sebuah ‘belajar tentang’, yaitu berkenaan dengan efektifitas diri, relasi dan pergaulan.
St : Apakah kita juga bisa belajar tentang hal-hal spiritual, Pak ?
SK : Betul. Yang ketiga menganai ‘belajar tentang’ adalah belajar topik-topik berkenaan dengan kehidupan rohani atau spiritualias dan pelayanan. Misalnya, bagaimana intim dengan Allah, bagaimana bersaat teduh, bagaimana berdoa, bagaimana berpuasa, bagaimana menjadi saksi Kristus, bagaimana mengenal kehendak Tuhan. Ini ‘belajar tentang‘ yang berkenaan dengan spiritualitas dan pelayanan. Termasuk ‘belajar tentang’ yaitu menghibur orang lain, bagaimana memuridkan atau menjadi mentor.
St : Selain itu kita perlu belajar tentang apa, Pak ?
SK : Selanjutnya, ‘belajar tentang’ topik-topik berkenaan keterampilan karier dan pekerjaan. Jadi, kalau kita mau naik karier, ingin memperluas lingkup pekerjaan kita, bukankah kita perlu belajar, Bu Stella ? Misalnya ada sebuah sistem pendataan yang baru, sistem pengarsipan, sistem manajemen, sistem pembukuan keuangan akuntansi. Bagaimana mendekati sebuah pengendalian atau sistem kontrol, bagaimana mengefektifkan tim kerja. Ini ‘belajar tentang’ karier dan pekerjaan. Kalau kita mau belajar dan terus belajar berkenaan dengan karier dan pekerjaan, maka hampir pasti karier kita akan menanjak. Kita akan siap dipercayai jabatan-jabatan yang lebih tinggi dan pekerjaan kita pun akan semakin berkembang cakupannya, kemampuan kita untuk mengolah sebuah pekerjaan atau sebuah usaha. Itu juga butuh kita mau belajar mengasah diri.
St : Apakah kita juga perlu belajar tentang aktifitas sehari-hari atau hobi, Pak ?
SK : Ya! Itu juga termasuk. Misalnya kita tidak pernah bercocok tanam, maka kita mau coba bercocok tanam. Misalnya tanaman hidroponik, tanaman bonsai. Tentang hobi, misalnya futsal, bermain tenis meja, menyulam, termasuk mereparasi alat elektronik. Semua ini baik dan kalau kita kembangkan akan mengasah otak kita. Kita makin menjadi pribadi yang kaya, tertantang untuk hal-hal yang baru.
St : Jadi, aspek ‘belajar tentang’ ini sangat luas ya. Bisa tentang pengetahuan, bisa tentang diri dan relasinya dengan orang lain, tentang karier, tentang spiritualitas, maupun tentang hobi dan olahraga. Selain ‘belajar tentang’, Bapak sebutkan tentang ‘belajar menjadi’. Apa maksudnya ‘belajar menjadi’, Pak ?
SK : Kalau ‘belajar tentang’ lebih pada sesuatu yang ditambahkan, ‘belajar menjadi’ itu berasal dari dalam, menjadi bagian dari sisi karakter dan kepribadian kita. ‘Belajar menjadi’ ini misalnya, saya mau belajar menjadi guru yang sabar, saya mau belajar menjadi siswa yang bertanggung jawab, saya mau belajar menjadi suami yang mengasihi istri, saya mau belajar menjadi istri yang tunduk pada suami, saya mau belajar menjadi anak yang menghormati orang tua, saya mau belajar menjadi sahabat yang berempati, saya mau belajar mengenal dan mengasihi diri, saya mau belajar mendahulukan kepentingan orang lain.
St : Jadi, karena cakupan belajar ini begitu luas, belajar harus dilakukan setiap hari dan seumur hidup kita ?
SK : Betul.
St : Bagaimana caranya agar kita bisa belajar, pak ?
SK : Pertama, rumuskan sasaran belajar kita, topiknya apa. Kalau kita mau belajar semua hal, nanti kita akan pindah-pindah, tidak fokus, akibatnya tanpa disadari kita berputar-putar di tempat yang sama. Tetapkan satu atau dua hal per 4 atau 6 bulan. Per kuartal atau semester maksimal dua hal. Kedua, carilah pembimbing atau mentor, atau ikutlah sebuah kelas. Bisa kelas akademis perkuliahan atau kelas yang bersifat kursus yang mungkin bersertifikat ataupun tanpa sertifikat, karena yang dikejar adalah topik belajarnya itu. Bisa lewat membaca buku, sumber belajar lain seperti membaca artikel di internet, YouTube, AudioBook. Langkah ketiga, kita juga bisa membuat kelompok belajar atau kelompok pertumbuhan. "Ayo, kita diskusi buku. Ayo kita memelajari keterampilan ini." Atau langkah yang keempat untuk kita bisa belajar adalah ganti pekerjaan, Bu Stella.
St : Wah, itu langkah yang besar ya, Pak.
SK : Betul. Tentu ada perhitungan keuangannya ya, perlu dipersiapkan jika kita melakukan langkah ini. Ada beberapa orang yang melakukan hal ini dan memang baik. Dengan berganti pekerjaan, suasana segar, tertantang hal-hal yang baru, hidupnya mendapat gairah baru. Tentu tidak semua orang harus mengambil langkah ini, tapi ini menjadi salah satu pilihan.
St : Karena dengan berganti pekerjaan, mau tidak mau kita belajar untuk menekuni hal yang baru dan belajar untuk melatih keterampilan yang baru dan menyesuaikan.
SK : Betul.
St : Pak Sindu, ayat firman Tuhan apa yang mendasari tentang belajar ini ?
SK : Saya bacakan dari Kolose 1:10 demikian firman Tuhan, "Sehingga hidupmu layak di hadapanNya serta berkenan kepadaNya dalam segala hal dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah." Penggalan ayat ini menggambarkan bagaimana firman Tuhan menuntun kita untuk bertumbuh, belajar dan bertumbuh terus menerus agar kita menjadi pribadi yang berkenan, menyenangkan hati Allah, memberi kebaikan dalam semua yang kita lakukan, memberi buah dalam hal-hal yang baik. Dengan demikian kita memuliakan Allah, jadi belajar sebagai orang dewasa berarti tindakan rohani. Jadi, mari jangan menghindari belajar dalam berbagai hal yang baik ini. Justru dengan belajar, kita segar, kita memuliakan Allah, kita menjadi berkat buat generasi berikutnya.
St : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Orang Dewasa, Belajarlah!". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.