Kata kunci: Allah yang pemurah mencurahkan berkat-Nya atas kita, berkat harus dikelola dengan bijak, Tuhan menggunakan berkat untuk menguji hati manusia, sadari bahwa tidak semua berkat untuk kita, kita hanyalah penyalur berkat dan berkat memunyai masa berlaku.
TELAGA 2024
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada. Kita bertemu kembali dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Necholas David, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengendalikan Berkat". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
ND: Pak Paul, dalam kesempatan ini kita akan berbicara mengenai berkat Tuhan, kita semua tentunya senang ketika menerima berkat dari Tuhan, tetapi bagaimana seharusnya sikap kita, Pak Paul, dalam menyikapi berkat-berkat yang kita terima dari Tuhan?
PG: Berkat adalah untuk diterima dan disyukuri, Pak Necholas, jadi pernyataan ini benar tetapi tidak lengkap. Selain diterima dan disyukuri, berkat pun mesti dikelola dengan bijak. Dengan kata lain, kita harus mengendalikan berkat, bukan sebaliknya, kita dikendalikan oleh berkat. Meski berkat berasal dari Tuhan, kita tidak boleh membiarkan berkat menguasai kita, sehingga akhirnya kita malah jauh dari Tuhan atau jatuh kedalam dosa. Jadi, mari kita bahas hal berkat ini dengan saksama, Pak Necholas.
ND: Ya, baik. Jadi ada beberapa hal yang harus kita waspadai, ketika kita menerima berkat dari Tuhan. Apa saja, Pak Paul, hal-hal yang perlu kita ingat?
PG: Pertama, Tuhan adalah Allah yang pemurah dan sebagai Allah yang pemurah, Ia mencurahkan berkat-Nya atas kita, namun itu tidak berarti kita boleh lepas tangan dan menggampangkan berkat yang kita terima. Kita harus mengelolanya dengan bijak. Tuhan menghujani Mesir dengan berkat yang melimpah selama tujuh tahun, kalau bukan karena Yusuf, mereka akan menghabiskan semua berkat yang Tuhan curahkan di tujuh tahun itu, tanpa sisa. Kalau bukan karena Yusuf, mereka sudah mati kelaparan karena tidak punya persediaan gandum. Nah, Tuhan memakai Yusuf, bukan saja untuk menyelamatkan Israel, tetapi juga Mesir dari kelaparan. Yusuf tidak menghabiskan berkat, sebaliknya ia menabung berkat. Ia menggunakan berkat secukupnya dan menyimpan selebihnya. Jadi sekali lagi, berkat mesti dikelola dengan baik dan bijak.
ND: Jadi ini berkenaan dengan cara kita mengatur, mengelola apa-apa saja yang sudah kita terima dari Tuhan.
PG: Betul, Pak Necholas. Kadang kita berpikiran pendek, karena kita berkata, "Tuhan pemurah, Tuhan memberkati kita", ya sudah kita benar-benar terima, syukuri, kita pakai sampai habis. Besok bagaimana? Oh, Tuhan pasti akan sediakan, Tuhan akan hujani kita dengan berkat pula. Kita lupa bahwa Tuhan juga menuntut kita untuk bijaksana. Tidak selalu berkat itu untuk dihabiskan satu hari ini, kadang kita justru harus menabungnya, menyimpannya. Contoh yang tadi kita lihat di Mesir, waktu Yusuf ada disana adalah contoh yang mengingatkan kita bahwa ada masa Tuhan memberkati kita, ada masa Tuhan seolah-olah menahan berkat-Nya, maka kita harus memakai berkat yang telah kita tabung di hari-hari yang lampau itu.
ND: Jadi kita tidak boleh berasumsi bahwa kita akan terus menerima jumlah atau besaran berkat yang selalu sama dari Tuhan.
PG: Tepat sekali, Pak Necholas. Kita bukan berpikir bahwa Tuhan itu hemat, kikir, tidak memberikan kita dengan berlimpah, bukan. Tuhan sayang kita, Tuhan mau kita juga bertumbuh menjadi matang, menjadi dewasa dan salah satu ciri kedewasaan adalah kita sanggup mengatur berkat yang Tuhan berikan.
ND: Namun selain itu, apalagi Pak Paul, yang Tuhan inginkan dari kita, selain kita belajar untuk mengelola berkat yang kita terima?
PG: Yang kedua adalah Tuhan menggunakan berkat untuk menguji hati manusia. Berkat yang Tuhan curahkan atas raja Salomo melebihi berkat yang Tuhan limpahkan atas raja Daud, sayang berkat yang melimpah membuat Salomo melupakan Tuhan dan malah menyembah ilah-ilah yang disembah oleh istri-istrinya. Kemakmuran kerap membuat kita lupa Tuhan dan bersandar pada diri sendiri. Nah, Tuhan menguji seberapa besar kasih dan kebergantungan kita pada-Nya melalui berkat yang berlimpah. Bila kita tetap mengasihi dan bergantung pada Tuhan, walau diberkati dengan melimpah, itu menunjukkan betapa besar kasih dan kebergantungan kita pada-Nya. Jadi buktikan kasih dan kesetiaan kita pada Tuhan ditengah hujan berkat.
ND: Tampaknya seperti pedang bermata dua, ya Pak Paul. Satu sisi bisa menjadi hal yang baik, tapi satu sisi juga kita perlu waspadai.
PG: Betul, sebab memang kita tahu Tuhan memakai berkat untuk menguji kita, ya, apakah kita akan ingat Dia atau kita akan lupa Dia. Apakah kita nantinya akan tenggelam didalam berkat, tidak lagi melihat Dia ataukah kita akan berhasil keluar,
naik berada di atas berkat dan melihat Tuhan yang memberikan berkat kepada kita. Jadi sekali lagi, seringkali Tuhan memakai berkat untuk menguji kesetiaan kita, kasih kita kepada-Nya.
ND: Seperti ada ayat Alkitab bahwa kita kalau setia dalam perkara kecil, kita juga akan dipercayakan hal yang lebih besar.
PG: Betul, jadi Tuhan mau kita ini membuktikan diri setia dalam hal-hal yang kecil, setelah itu barulah Dia memberikan kepada kita kepercayaan akan hal-hal yang lebih besar. Sama juga dengan berkat, bila Tuhan melihat kita ini bisa dipercaya, dapat memertanggungjawabkan diri kita dengan berkat yang Tuhan limpahkan, biasanya Tuhan nanti akan tambahkan berkat, supaya nanti lebih besar berkat yang kita terima, kita juga lebih cakap untuk mengelolanya, menggunakannya. Nah, Tuhan tahu berkat ini tidak menjauhkan kita dari-Nya. Berkat ini tidak membuat kita melupakan-Nya. Makin Dia melihat kita seperti itu, layak dipercaya dan dapat bertanggungjawab, makin Dia akan limpahkan berkat.
ND: Dengan demikian tentunya berkat itu bukan hanya untuk diri kita sendiri, ya Pak Paul.
PG: Betul, Pak Necholas, jadi ini adalah hal ketiga yang mesti kita sadari yaitu tidak semua berkat adalah untuk kita. Kadang kita mesti menolaknya, bukan karena kita tidak menghargai Tuhan, melainkan karena kita sadar bahwa kita belum siap untuk menerima berkat itu. Seyogyanya Saul sadar bahwa sesungguhnya ia belum siap menjadi raja. Seharusnya ia merelakan takhtanya dan membiarkan Tuhan menggantinya dengan Daud. Sayang ia tidak menyadari keterbatasannya, ia tidak rela menyerahkan takhtanya sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan. Ia beranggapan, ia adalah seorang pemimpin yang baik, ia siap dan seharusnya menjadi raja. Alhasil, Saul mata gelap dan berubah kejam dan jahat. Ia tidak segan-segan membunuh imam Tuhan, ia bahkan hampir membunuh putranya sendiri, Yonatan, yang dianggapnya berpihak pada Daud dan ia memburu Daud dan berniat menghabisi nyawanya, walau pada kenyataannya Daud berjuang mati-matian bagi Saul. Bila kita tidak sadar diri dan ingin menguasai berkat, maka celakalah kita dan celakalah orang di sekitar kita.
ND: Disini kita diharapkan juga bisa memilih dan mawas diri apakah memang berkat yang kita inginkan itu betul-betul berkat dari Tuhan.
PG: Betul, jadi memang kita mesti menerima kenyataan, bahwa adakalanya kita menerima sesuatu belum tentu itu adalah dari Tuhan. Kadang kala memang itu adalah pemberian dari si jahat, si iblis yang ingin mencobai kita pula. Jadi misalnya orang yang hidupnya tidak benar, menggunakan cara yang tidak benar, mendapatkan sesuatu untuk dirinya. Nah, dia tidak boleh berkata ini dari Tuhan, ini berkat Tuhan. Tidak, sebab caranya dia, cara yang berdosa, cara yang tidak berkenan kepada Tuhan, maka yang diperolehnya sudah pasti bukan berasal dari Tuhan. Nah, tentang raja Saul yang kita ingin pelajari adalah bahwa kita mesti sadar diri, kita mesti tahu keterbatasan kita. Kalau memang kita belum siap ya kita harus katakan kita belum siap. Kadang kita mesti berani, mesti bisa berkata, "Tuhan, ini bukan untuk saya, bukan untuk saya", meskipun kita misalnya yakin ini dari Tuhan, tapi kalau kita sadar saya belum siap. Kalau saya menerima ini, ini makin membuat saya nanti takabur, saya makin jauh dari Tuhan, saya bisa menyalahgunakannya, lebih baik kita berkata, "Tuhan, saya belum siap, berikan saja kepada yang lain". Bukannya kita mau lari, bukannya kita tidak bersyukur, tapi kita menyadari keterbatasan kita.
ND: Selain dari kita mawas diri, kemudian kita menyadari bahwa Tuhan menggunakan berkat untuk menguji hati kita dan yang tadi juga kita diharapkan untuk belajar mengelola berkat dengan baik, hal lain apalagi yang perlu kita waspadai, Pak Paul?
PG: Keempat, adalah kita pun mesti menerima kenyataan bahwa adakalanya berkat yang kita terima bukanlah untuk kita melainkan untuk orang lain. Bahwa kita adalah penyalur berkat semata. Tuhan memberkati orang lain melalui kita, ini tidak mudah untuk kita cerna, Pak Necholas. Kalau pun kita bersedia memberi, biasanya kita beranggapan bahwa berkat ini adalah untuk kita. Porsi yang kita bagikan kepada orang hanyalah sebagian dari berkat yang kita terima. Porsi terbesar adalah untuk kita. Kita coba lihat contoh di Alkitab. Sewaktu Abraham memberi kesempatan kepada Lot, keponakannya untuk memilih tanah yang diinginkannya, pada hakikinya, Abraham menyerahkan semua berkat kepada Lot. Tanah di dataran Yordan adalah tanah yang subur, sedang tanah Negeb yang ditempati Abraham adalah tanah yang tidak subur. Abraham rela memberikan tanah yang subur itu kepada Lot. Itu membuktikan bahwa ia melihat dirinya sebagai penyalur, bukan pemilik berkat Tuhan. Dan kita lihat apa yang terjadi, akhirnya Lot kehilangan semua, sedang Abraham memeroleh semua.
ND: Betul, Pak Paul. Seringkali kita berpikir berkat itu adalah untuk diri kita yang kita boleh ambil sesuai kehendak kita, baru sisanya kita bagikan pada orang lain, tetapi dalam kasus Abraham ini, Abraham justru memberikan yang terbaik kepada keponakannya, Lot.
PG: Betul, jadi kita lihat Abraham tidak memunyai rasa kepemilikan, keinginan menguasai, tidak merasa seharusnyalah dia yang mendapatkan ini, bukankah dia adalah paman, dia adalah pihak yang lebih senior, yang lebih tua, bukankah dia yang mengajak Lot untuk ikut pergi bersamanya, itu tidak ada dalam benak Abraham. Jadi kita bisa simpulkan, berkat yang diterimanya, benar-benar buat dia adalah titipan Tuhan. Dia tidak memunyai hak kepemilikan atas berkat itu. Maka waktu dia dan Lot harus berpisah, dia menawarkan kepada Lot, silakan kamu ambil dimana pun tempat yang kamu sukai. Dan waktu Lot memilih tanah yang subur itu, Abraham tidak berkata, "Kamu tidak ‘fair’, kamu tidak pikirkan saya, sisanya tanah ini di Negeb, tidak ada kesuburannya sama sekali". Tidak, Abraham tidak berkata seperti itu sama sekali, dia relakan. Disini kita melihat iman, Pak Necholas. Abraham tahu hidupnya bukan bergantung pada tanah yang subur, tapi pada Allah yang baik, yang memeliharanya. Sebab kenyataannya adalah meskipun dia di tanah yang tidak subur, di Negeb, Tuhan pelihara dan tadi saya sudah singgung, kita tahu dari cerita Sodom dan Gomora, Lot kehilangan semuanya. Lot yang tidak memikirkan orang, hanya memikirkan diri sendiri, akhirnya harus melepaskan semua. Semua diambil kembali oleh Tuhan dan akhirnya Lot harus mengungsi tinggal di tempat yang dipelosok, tersembunyi. Nah, jadi kita lihat iman ini. Mesti memiliki iman yang besar untuk percaya bahwa berkat ini bukan untuk saya, tapi untuk orang. Kita tahu kita tidak akan kehilangan berkat, Tuhan nanti bisa menggantinya.
ND: Ya, indah sekali, Pak Paul, kisah Abraham ini. Tampaknya Abraham memang betul-betul meyakini dirinya sebagai saluran berkat, jadi apa yang dia terima langsung dia salurkan saja.
PG: Maka kita bisa lihat alasan, mengapa Tuhan memilih Abraham. Inilah pola hidup Abraham yang kita bisa lihat dari awal hingga akhir, maka waktu Tuhan memanggil dia, kita bisa baca ini di Kejadian pasal 12, apa yang Tuhan katakan kepadanya adalah lewat Abraham semua bangsa di bumi akan diberkati. Jadi kita lihat Tuhan melihat Abraham itu adalah penyalur, maka bukan saja berkat materi yang akan nanti disalurkan oleh Abraham, tapi juga berkat rohani. Dia menjadi Bapa orang beriman di seluruh dunia ini.
ND: Kalau kita mau belajar dari Abraham, bisa menjadi betul-betul penyalur berkat dari Tuhan, ya tadi itu, Pak Paul katakan, kita harus beriman, kita harus percaya bahwa Tuhan juga mampu terus memelihara kita, meskipun berkat yang kita terima ini kita salurkan semua.
PG: Betul sekali, Pak Necholas.
ND: Selain itu, kira-kira apa lagi, Pak Paul, hal yang perlu diingat setiap kita, ketika kita menerima berkat dari Tuhan?
PG: Kelima dan terakhir adalah kita pun harus menyadari bahwa berkat memunyai masa berlakunya, bukan saja tidak selamanya Tuhan memberkati kita secara berlimpah, tetapi juga kita mesti bersedia berkata, bahwa masa kita mencicipi berkat telah habis, sekarang tibalah saatnya orang lain yang mencicipi berkat itu. Kita tidak berlaku selamanya, berkat Tuhan juga tidak berlaku selamanya. Musa menerima kenyataan bahwa sekarang ia tidak lagi sekuat dulu, masa kepemimpinannya sudah berakhir. Walau Tuhan masih terus memberkati kepemimpinannya, Musa sadar masa berlaku berkat Tuhan atasnya dengan menjadikannya pemimpin telah berakhir. Ia tahu dia bukanlah orang yang tepat untuk membawa Israel masuk ke tanah Kanaan, sebaliknya dengan Kaleb walau ia masih sehat dan kuat, ia rela mundur karena ia tahu bahwa masa berlaku berkat Tuhan atasnya sebagai seorang panglima perang telah berakhir. Jadi berkat memunyai masa berlaku dan kita harus menerimanya, berkat tidak berlaku selamanya, kenyataan bahwa Tuhan masih memberkati kita tidak berarti bahwa kita boleh terus ‘bercokol’ (berada di satu tempat). Bila kita tidak sadar diri dan terus ingin menduduki takhta maka Tuhan akan menurunkan kita dengan tidak terhormat, kadang Tuhan menghentikan berkat bukan karena Ia tidak berkenan kepada kita, melainkan karena masa berlaku kita sudah habis, sudah saatnya kita berhenti.
ND: Jadi disini Pak Paul ingin sampaikan bahwa berkat itu tidak hanya dalam bentuk harta benda, tetapi juga berkat yang berupa jabatan atau kuasa dan pengaruh.
PG: Betul sekali, Pak Necholas jadi berkat juga bisa memang dalam bentuk kepercayaan atau tanggungjawab atau posisi. Nah, kita jangan berkata bahwa, "Oh, selama ini Tuhan memberkati", berarti saya masih bisa terus. Tidak, tidak, ada waktunya kita berkata bahwa sudah selesai, masa berlaku ini sudah selesai. Jadi waktu Kaleb dia berkata dia masih kuat, artinya apa? Bukan saja badannya masih sehat, yang dimaksud dia masih kuat untuk pergi bersama Israel untuk berperang dan besar kemungkinan memang dia masih sanggup mungkin berperang secara langsung atau setidak-tidaknya mengatur strategi berperang. Jadi dia masih sanggup, Tuhan masih memberkati tapi dia tahu waktunya sudah habis, jadi dia lepaskan, dia relakan. Sama dengan Musa juga, dia tahu waktunya sudah habis, meskipun selama dia memimpin Israel, dia diberkati Tuhan luar biasa, tapi dia tahu, dia sekarang sudah tidak sanggup lagi membawa Israel masuk, perlu generasi muda yang melanjutkannya, dia relakan itu. Jadi kita mesti juga ingat berkat memunyai masa berlaku, sebagaimana kita pun memunyai masa berlaku di dunia ini.
ND: Lalu selain itu kira-kira apa lagi Pak Paul, hal yang perlu diingat setiap kita ketika kita menerima berkat dari Tuhan?
PG: Disini diperlukan relasi dengan Tuhan yang akrab, Pak Necholas, jadi kita dalam doa, didalam perenungan, kita mesti peka dengan suara Tuhan. Bila kita jelas mendengar Tuhan menunjukkan tanda-tanda atau keinginan-Nya untuk kita berhenti, untuk kita menyerahkan tanggungjawab kita kepada orang yang lain, kita ikuti, kita lakukan. Jangan kita memaksakan diri dan berkata, "Ini belum waktunya, saya masih kuat, saya masih sehat". Sebab kalau pun kita masih bisa meneruskan, kalau masa berlaku berkat itu sudah habis, selebihnya itu tidak akan lagi menjadi berkat seperti yang kita bayangkan.
ND: Jadi intinya adalah kepekaan akan suara Tuhan dan relasi hubungan kita dengan Tuhan setiap hari yang membuat kita mampu mengetahui kapan seharusnya kita berhenti.
PG: Tepat sekali, begitu Pak Necholas.
ND: Namun hal ini tentunya tidak mudah, Pak Paul, karena kalau kita sudah punya jabatan, kuasa dan pengaruh apalagi dalam waktu yang sudah cukup lama, tentunya sulit bagi kita untuk bisa mengetahui kapan kita harus mundur dan memberikan kesempatan kepada orang lain.
PG: Tepat sekali, begitu Pak Necholas.
ND: Baik, Pak Paul, apakah ada firman Tuhan yang boleh dibagikan kepada para pendengar supaya kita bisa lebih lagi menghayati materi yang sudah kita pelajari ini?
PG: Amsal 4:23 mengingatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena disitulah terpancar kehidupan". Berkat harus dikendalikan sebab kalau tidak, kita akan dikendalikan olehnya dan malah makin dijauhkan dari Sang Pemberi Berkat. Berkat yang tak terkendali seringkali mencemarkan hati, membuat kita menekankan dan mengejar berkat. Kalau pun kita mencari Sang Pemberi Berkat, itupun untuk untuk tujuan mendapatkan berkat, itu sebab kita harus menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, termasuk waspada terhadap berkat. Berkat yang tak terjaga kerap berubah menjadi ilah yang kita sembah. Jadi hargai berkat, tapi jagalah jangan sampai kita tamak dan mengilahkan berkat.
ND: Jadi kita perlu menjaga hati kita dalam memandang berkat dari Tuhan, juga menjaga hubungan kita dengan Tuhan, karena jika tidak salah-salah kita hanya menginginkan berkat dan bukan menginginkan Tuhan.
PG: Betul sekali, kita bisa makin jauh dari Tuhan, kita malah keluar dari rencana Tuhan dan ini yang tadi saya sudah singgung juga, yang sering saya saksikan akhirnya berkat yang berkelimpahan yang tak terkelola, tak terkendali dan dibiarkan menjadi ilah malah menghancurkan kita. Terlalu banyak kita lihat contoh-contohnya orang yang dihancurkan oleh berkat-berkat yang seharusnya justru berkat-berkat itu membangun, tapi karena ketamakan akhirnya berkat malah menghancurkan orang-orang itu.
ND: Baik, terima kasih banyak, Pak Paul atas materi yang sudah kita dengar pada hari ini dan kiranya ini bisa menjadi berkat bagi kita sekalian.
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (TEgur sapa gembaLA keluarGA), kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengendalikan Berkat". Jika Anda berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org; saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.