Mengendalikan Berkat

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T601A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Allah yang pemurah mencurahkan berkat-Nya atas kita, berkat harus dikelola dengan bijak, Tuhan menggunakan berkat untuk menguji hati manusia, sadari bahwa tidak semua berkat untuk kita, kita hanyalah penyalur berkat dan berkat memunyai masa berlaku
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

Berkat adalah untuk diterima dan disyukuri. Pernyataan ini benar, tetapi tidak lengkap; selain diterima dan disyukuri, berkat pun mesti dikelola dengan bijak. Dengan kata lain, kita harus mengendalikan berkat, bukan sebaliknya, kita dikendalikan oleh berkat. Meski berkat berasal dari Tuhan, kita tidak boleh membiarkan berkat menguasai kita sehingga akhirnya kita malah jauh dari Tuhan atau jatuh ke dalam dosa. Mari kita bahas hal berkat dengan lebih saksama.

Pertama, Tuhan adalah Allah yang pemurah dan sebagai Allah yang pemurah, Ia mencurahkan berkat-Nya atas kita. Namun, itu tidak berarti kita boleh lepas tangan dan menggampangkan berkat yang kita terima; kita harus mengelolanya dengan bijak. Tuhan menghujani Mesir dengan berkat yang melimpah selama tujuh tahun. Kalau bukan karena Yusuf, mereka akan menghabiskan semua berkat yang Tuhan curahkan di tujuh tahun itu, tanpa sisa. Kalau bukan karena Yusuf, mereka sudah mati kelaparan karena tidak punya persediaan gandum. Tuhan memakai Yusuf, bukan saja untuk menyelamatkan Israel, tetapi juga Mesir, dari kelaparan. Yusuf tidak menghabiskan berkat, sebaliknya, ia menabung berkat. Ia menggunakan berkat secukupnya dan menyimpan selebihnya. Jadi, berkat mesti dikelola dengan baik dan bijak.

Kedua, Tuhan menggunakan berkat untuk menguji hati manusia. Berkat yang Tuhan curahkan atas Raja Salomo melebihi berkat yang Tuhan limpahkan atas Raja Daud. Sayang, berkat yang melimpah membuat Salomo melupakan Tuhan dan malah menyembah ilah-ilah yang disembah oleh istri-istrinya. Kemakmuran kerap membuat kita lupa Tuhan dan bersandar pada diri sendiri. Tuhan menguji seberapa besar kasih dan kebergantungan kita pada-Nya melalui berkat yang berlimpah. Bila kita tetap mengasihi dan bergantung pada Tuhan walau diberkati dengan melimpah, itu menunjukkan betapa besar kasih dan kebergantungan kita pada-Nya. Jadi, buktikanlah kasih dan kesetiaan kita pada Tuhan di tengah hujan berkat.

Ketiga, kita mesti menyadari bahwa tidak semua berkat adalah untuk kita. Kadang kita mesti menolaknya bukan karena kita tidak menghargai Tuhan melainkan karena kita sadar bahwa kita belum siap untuk menerima berkat itu. Seyogianya Saul sadar bahwa sesungguhnya ia belum siap menjadi raja. Seharusnya ia merelakan takhtanya dan membiarkan Tuhan menggantinya dengan Daud. Sayang, ia tidak menyadari keterbatasannya; ia tidak rela menyerahkan takhtanya sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan. Ia beranggapan, ia adalah seorang pemimpin yang baik; ia siap dan seharusnya menjadi raja. Alhasil Saul mata gelap dan berubah kejam dan jahat. Ia tidak segan-segan membunuh imam Tuhan, ia bahkan hampir membunuh putranya sendiri, Yonatan, yang dianggapnya berpihak pada Daud. Dan ia memburu Daud, berniat menghabisi nyawanya walau pada kenyataannya, Daud berjuang mati-matian bagi Saul. Bila kita tidak sadar diri dan ingin menguasai berkat, maka celakalah kita dan celakalah orang di sekitar kita.

Keempat, kita pun mesti menerima kenyataan bahwa adakalanya berkat yang kita terima bukanlah untuk kita melainkan untuk orang lain. Kita adalah penyalur berkat semata; Tuhan memberkati orang lain melalui kita. Ini tidak mudah untuk kita cerna. Kalaupun kita bersedia memberi, biasanya kita beranggapan bahwa berkat ini adalah untuk kita. Porsi yang kita bagikan kepada orang hanyalah sebagian dari berkat yang kita terima. Porsi terbesar adalah buat kita. Sewaktu Abraham memberi kesempatan kepada Lot keponakannya, untuk memilih tanah yang diinginkannya, pada hakikinya Abraham menyerahkan semua berkat kepada Lot. Tanah di dataran Yordan adalah tanah yang subur sedang tanah Negeb yang ditempati Abraham adalah tanah yang tidak subur. Abraham rela memberikan tanah yang subur itu kepada Lot; itu membuktikan bahwa ia melihat dirinya sebagai penyalur, bukan pemilik berkat Tuhan. Dan kita lihat apa yang terjadi: Akhirnya Lot kehilangan semua, sedang Abraham memeroleh semua.

Kelima, kita pun harus menyadari bahwa berkat memunyai masa berlakunya. Bukan saja tidak selamanya Tuhan memberkati kita secara berlimpah, tetapi juga kita mesti bersedia berkata bahwa masa kita mencicipi berkat telah habis. Sekarang tibalah saatnya orang lain yang mencicipi berkat itu. Kita tidak berlaku selamanya; berkat Tuhan juga tidak berlaku selamanya. Musa menerima kenyataan bahwa sekarang ia tidak lagi sekuat dulu; masa kepemimpinannya sudah berakhir. Walau Tuhan masih terus memberkati kepemimpinannya, Musa sadar masa berlaku berkat Tuhan atasnya dengan menjadikannya pemimpin telah berakhir. Ia tahu ia bukanlah orang yang tepat untuk membawa Israel masuk ke Tanah Kanaan. Sebaliknya dengan Kaleb; walau ia masih sehat dan kuat, ia rela mundur, karena ia tahu bahwa masa berlaku berkat Tuhan atasnya sebagai seorang panglima perang telah berakhir.

Berkat memunyai masa berlaku dan kita harus menerimanya. Berkat tidak berlaku selamanya. Kenyataan bahwa Tuhan masih memberkati kita, tidak berarti bahwa kita boleh terus bercokol. Bila kita tidak sadar diri, dan terus ingin menduduki takhta, maka Tuhan akan menurunkan kita dengan tidak terhormat. Kadang Tuhan menghentikan berkat, bukan karena Ia tidak berkenan kepada kita, melainkan karena masa berlaku kita sudah habis. Sudah saatnya kita berhenti.

Amsal 4:23 mengingatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Berkat harus dikendalikan, sebab kalau tidak, kita akan dikendalikan olehnya, dan malah makin dijauhkan dari Sang Pemberi Berkat. Berkat yang tak terkendali sering kali mencemarkan hati, membuat kita menekankan dan mengejar berkat. Kalaupun kita mencari Sang Pemberi Berkat, itu pun untuk tujuan mendapatkan berkat. Itu sebab, kita harus menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, termasuk waspada terhadap berkat. Berkat yang tak terjaga kerap berubah menjadi ilah yang kita sembah. Hargai berkat tetapi jagalah, jangan sampai kita tamak dan mengilahkan berkat.