Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini juga bersama Ibu Wulan, S.Th. akan menghadirkan kehadapan para pendengar yang kami kasihi, sebuah rekaman khotbah dari Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kali ini rupanya kita bukan melakukan suatu perbincangan, tetapi mendengarkan sebuah rekaman. Tapi sebelumnya Pak Paul, apakah Pak Paul bisa memberikan sedikit latar belakang mengenai rekaman ini?
PG : Rekaman ini diambil pada suatu retreat yang diselenggarakan oleh Pelangi Kristus di Surabaya. Judulnya adalah tugas suami yang akan kita bahas nanti. Jadi kita akan melihat firman Tuhan, aa yang firman Tuhan katakan tentang tugas seorang suami.
Nah, mudah-mudahan pada akhirnya dapat meluangkan waktu sedikit untuk membicarakannya.
GS : Terima kasih Pak Paul, dan para pendengar sekalian kita ikuti bersama rekaman yang berikut ini.
Pdt.Dr.Paul Gunadi
Saudara sekalian untuk apakah kita menikah, mengapakah kita menikah? Mungkin sebagian dari kita berkata bahwa kita menikah karena kita mencintai istri kita dan suami kita. Namun saudara, itu adalah alasan kita sebagai manusia kenapa kita menikah. Di mata Tuhan, mengapakah kita menikah mempunyai satu jawaban yang sangat-sangat indah. Kita menikah, sebab Tuhan hendak memberkati kita melalui pernikahan itu. Saudara, Tuhan bisa memberkati kita dengan berbagai cara, tapi salah satu berkat Tuhan yang bisa Tuhan berikan kepada anak-anakNya adalah berkat pernikahan. Ada suatu berkat tersendiri yang bisa kita miliki melalui berkat itu, berkat pernikahan. Jadi Saudara, dengan kata lain Tuhan benar-benar ingin memberkati kita melalui pernikahan ini.
Nah Saudara, apakah artinya berkat. Berkat berasal dari satu kata yang sangat sederhana yaitu sukacita. Maka kalau Saudara membaca kitab, misalnya Matius 5 yakni khotbah di atas bukit, kata yang digunakan adalah berbahagialah. Namun sesungguhnya Saudara, kata berbahagia itu diterjemahkan di dalam bahasa Inggrisnya "Blessed" diberkatilah. Jadi kita bisa melihat bahwa memang kata berkat atau diberkatilah bermakna sama dengan berbahagialah. Jadi Saudara, kalau kita simpulkan kenapakah kita menikah. Kita menjawab, karena Tuhan ingin memberkati kita melalui pernikahan ini. Kita boleh berkata dengan penuh keyakinan bahwa Tuhan menghendaki kita berbahagia melalui dan di dalam pernikahan ini. Itulah asal tujuan yang asli dari pernikahan itu sendiri. Tuhan ingin melimpahkan kebahagiaan di dalam hidup kita melalui istri dan suami kita. Tapi Saudara, untuk bisa mencapai berkat atau kebahagiaan yang Tuhan janjikan bagi pernikahan kita, kita mesti hidup di dalam kehendak-Nya. Kalau kita tidak hidup di dalam kehendakNya, mustahil kehendak atau tujuan mulia dari pernikahan itu digenapi dalam hidup pernikahan kita. Inilah yang menjadi penyebabnya kenapa sebagian dari anak-anak Tuhan tidak mempunyai pernikahan yang diberkati atau tidak bisa mencicipi pernikahan yang membahagiakannya. Alasannya adalah karena kita tidak hidup sesuai dengan kehendakNya. Saudara, malam hari ini saya mengajak kita semua kembali merenungkan dan belajar kehendak Tuhan untuk kita sebagai pasangan Kristen. Saudara, saya akan gunakan istilah janji untuk menguraikan perintah Tuhan atau kehendak Tuhan bagi kita semuanya. Saudara, inilah janji suami yang saya ambil dari firman Tuhan di Efesus 5. Yang pertama adalah sebagai suami seharusnyalah kita berjanji untuk mengasihi istri kita, sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaatNya. Saudara, ini adalah salah satu prasyarat agar pernikahan kita diberkati atau berbahagia. Sebagai suami, Tuhan meminta kita mengasihi istri kita. Saudara, apakah artinya mengasihi. Saya dulu berpikir mengasihi berarti memberitahukan istri saya, saya mengasihi dia, ternyata itu tidak cukup. Ternyata saya pelajari, kasih tidak berdiri di dalam kefakuman. Saya belajar bahwa kasih berdiri di dalam perbandingan. Artinya, saya hanya bisa mengatakan saya mengasihi istri saya, jika saya memperlihatkan atau membuktikan bahwa didalam perbandingan dengan orang lain, saya lebih mengasihi dia. Saudara, kasih mengandung unsur perbandingan. Jadi kasih mengandung unsur mengutamakan atau mendahulukan. Saudara, mustahillah kita bisa berkata bahwa kita dikasihi oleh pasangan kita, tapi pasangan kita jauh lebih sering mendahulukan orang lain daripada kita. Itulah akhirnya yang saya pelajari dalam pernikahan saya. Saya tidak cukup berkata kepada istri saya: "saya mengasihimu". Saya mesti menunjukkan kepadanya, bahwa dibandingkan dengan orang lain, saya lebih mendahulukan engkau. Di saat itulah istri saya baru mengerti bahwa saya mengasihi dia. Saudara, tidak selalu istri kita menunjukkan ketidak-senangan, dengan dia banyak menuntut kita agar terus-menerus lebih mendahulukan dia, di atas orang lain, pelayanan atau pekerjaan atau anak atau mertuanya. Saya menemukan kebanyakan wanita akan puas, kalau saja secara berkala dia melihat bahwa suaminya mendahulukannya. Saudara, misalkan saya berikan suatu contoh, saya seharusnya pergi ke suatu tempat pada hari itu. Tapi saya melihat bahwa sebetulnya istri saya ingin sekali saya berada di rumah dengannya. Saudara, saya menimbang-nimbang pergi-jangan, pergi-jangan, pergi-jangan, akhirnya saya memutuskan untuk tidak pergi. Istri saya terkejut dan berkata: kenapa? Saya berkata: ya tidak apa-apa, saya mau diam di rumah saja dengan kamu. Saudara, apakah setiap kali saya harus pergi, istri saya menahan saya, tidak. Tapi secara sekali-sekali, secara berkala. Sewaktu saya melakukan hal seperti itu, dia diyakinkan bahwa di atas semua orang, dialah yang paling-paling saya utamakan di dalam hidup saya. Saudara mungkin berkata, bukankah kita harus mengutamakan orang tua kita? tidak Saudara. Alkitab tidak pernah memerintahkan suami untuk bersatu kembali dengan orang tuanya. Alkitab meminta suami meninggalkan orang tuanya, bersatu dengan istrinya. Anak dibesarkan oleh orang tua untuk berpisah bukan menyatu. Tapi dua orang pria dan wanita menjadi pasangan suami istri untuk menyatu bukan untuk berpisah. Nah, jadi Saudara, kasih adalah menunjukkan dia paling utama dalam hidup kita. Dan sekali lagi, saya ingin memberikan penghiburan kepada kita yang kaum pria. Jangan takut istri akan menguasai. Menjaga Saudara menuntut tidak ada habis-habisnya, tidak demikian. Justru saya temukan, sewaktu kita memberikan kasih yang cukup kepadanya, dia semakin aman, dia semakin tenteram dan dia semakin tidak banyak menuntut. Justru istri yang merasa tidak amanlah yang terus menuntut suaminya memberikan lebih banyak kasih kepadanya. Itu yang Tuhan minta dari kita sebagai suami. Yang kedua, Tuhan meminta suami untuk menyerahkan diri kita kepadanya dan menanggalkan ego kita. Saudara, Firman Tuhan dengan jelas berkata seperti itu, menyerahkan diri dengan cara seperti apa saudara, menanggalkan ego kita, itu saya ambil dari Filipi pasal 2. Saudara, Tuhan meminta suami menyerahkan dirinya kepada istri. Wah, ini hal yang sedikit menakutkan bagi para suami. Saya tidak mau dikuasai istri saya, saya tidak mau menjadi budak istri saya, saya tidak mau menjadi anak kecil di mata istri saya. Tuhan berkata seperti Yesus Kristus mengasihi jemaatNya dan menyerahkan hidupnya dan jemaat-Nya. Jadi kita perlu menyerahkan diri kita kepada istri kita. Saudara, ini hal yang sedikit sulit. Jangan terlalu berbicara panjang-panjang Saudara. Saya langsung saja mengatakan "to the point", Seberapa banyak dari Saudara yang berani terbuka memberitahukan istri Saudara, berapa penghasilan Saudara. Saya tahu sebagian suami tidak pernah mau memberitahukan istrinya berapa penghasilannya. Bagaimanakah menyerahkan diri, kalau uang saja tidak menyerahkannya kepada si istri. Saudara, menyerahkan diri bukan hal yang mudah bagi pria. Pria mempunyai ego yang kuat, dan memang Tuhan meminta pria sebagai Pemimpin, kepala keluarga. Wow......bagaimanakah sebagai kepala, saya menyerahkan hidup saya, diri saya, kepada istri saya. Justru Tuhan meminta kita menyerahkan diri Saudara. Menyerahkan atau menanggalkan ego kita. Saya ambil ini dalam Filipi 2 saudara. Sebab Tuhan Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sesuatu yang harus dipertahankan, tapi Dia mengosongkan diriNya menjadi manusia. Itulah cara Tuhan mengasihi kita. Mengosongkan diri. "Diri" dalam bahasa Yunaninya itu "ego". Mengosongkan ego. Mungkin saya pernah cerita kepada saudara ya, pengalaman saya beberapa tahun yang lalu. Saya bertengkar dengan istri saya. Malam itu kami bertengkar hebat sekali, waktu kami di Jakarta dan kami tidak tidur bersama. Dia ke kamar anak-anak saya, saya di kamar saya. Saya mencoba tidur, saya tidak bisa tidur karena apa, firman Tuhan dari Filipi 2 mengiang-ngiang di telinga saya. "Paul, engkau mengasihi istrimu, engkau harus menanggalkan egomu, datanglah kepada dia, berdamailah pada dia". " Tidak mau Tuhan, dia yang salah dia harus minta maaf dulu." "Paul, tanggalkan egomu, hampiri dia, berdamai dengan dia", Tidak mau Tuhan, sebentar-sebentar saya dulu yang minta maaf, sebentar-sebentar saya dulu yang minta maaf. Sekarang harus dia, ingat-ingat saya, kok dari dulu saya saja yang minta maaf. sekarang dia yang harus minta berdamai." "Paul, engkau sudah khotbahkan ini, sekarang engkau lakukan," (aduh, makanya jangan sembarangan khotbah, Saudara), Firman Tuhan menegur kita yang pernah mengkhotbahkan itu. Saya akhirnya tidak bisa tidur Saudaraku, bukan karena mau taat. Saya terus diganggu oleh firman Tuhan. Saya menaati Tuhan, sehingga saya ke kamar anak saya. Saya melihat istri saya, duduk di lantai dan menangis. Saya hampiri dia, karena saya tidak punya lagi perasaan marah. Kemarahan tiba-tiba hilang semua. Saya mulai merangkulnya dan saya berkata, "Siang" "saya tidak apa-apa", "saya tidak apa-apa". Kami baikan lagi. Besok paginya baikan lagi, besok paginya baikan lagi. Sekarang kalau ditanya apa sih masalahnya saat itu, tidak ingat Saudara. Tapi saat itu rasanya perang dunia ke II bisa meledak lagi di rumah karena begitu besarnya masalah saat itu, tapi sekarang sudah lupa.
Saudara, perlu keberanian untuk menanggalkan ego sebagai pria. O......Saudara, Tuhan meminta pria menjadi pemimpin melalui satu cara yang sangat-sangat dramatis dan paradoks, berlawanan dengan cara dunia, bukan menguasai, tapi menyerahkan diri. O.....betapa kelirunya kita para pria ini, kita sudah begitu dirasuki oleh budaya bahwa kita sebagai pemimpin harus menguasai yang menjadi bawahan kita, ya 'kan? O....tidak pernah Tuhan berkata begitu, Tuhan memang menempatkan kita sebagai kepala, tapi bagaimanakah kita mengepalai tubuh ini dengan cara menyerahkan diri, menanggalkan ego. Kita berkata: "ah......susah itu Paul", "betul susah", "ah....tidak mungkin itu Paul". "Mungkin", harus dilewati satu pergumulan, demi satu pergumulan. Saya melihat Saudara, banyak pernikahan dihalangi oleh satu hal, satu kata, "gengsi". Itu salah satu racun pernikahan, "gengsi". Nah, sebagai kepala yang Tuhan tetapkan, Tuhan meminta kita sebagai suami menanggalkan ego, mengosongkan ego, menyerahkan diri, rela. Kalau Saudara rela, inilah jalan menuju kehidupan pernikahan yang diberkati, yang berbahagia.
Berikutnya Saudara, Tuhan meminta kepada suami untuk menguduskannya agar ia menjadi istri yang kudus dan tidak bercela. Saudara, Tuhan meminta suami bukan saja mengasihi, bukan saja menyerahkan dirinya. Tuhan meminta suami bertanggung jawab menguduskan istrinya, sehingga istrinya tidak bercacat cela, sempurna. Saudara, Alkitab menggunakan metafor, persembahan. Tuhan memerintahkan orang Israel memberi persembahan yang tanpa cacat. Tidak boleh yang matanya copot, yang kakinya patah, tidak Tuhan meminta umat Israel memberikan persembahan hewan yang terbaik, tanpa cacat. Nah, seolah-olah itulah yang Tuhan minta dari suami. Agar suami bisa mempersembahkan kepada Tuhan istrinya. Nah, Saudara harus ingat baik-baik bahwa nanti di sorga persembahan Saudara yang Tuhan akan tuntut adalah bukan uang, tapi istri Saudara. Bisa tidak kita sebagai suami membawa persembahan yang adalah istri kita tanpa cacat ataukah kita di sorga membawa istri kita yang babak belur, yang hitam legam, yang benjut-benjut, yang penuh luka-luka, yang matanya sembab-sembab karena terlalu sering menangis. Persembahan seperti apakah yang kita akan bawa kepada Tuhan nanti. Saudara, saya berharap kita membawa persembahan istri yang tanpa cacat, yang tidak ada sembab-sembab, babak belur, sempurna. Kenapa? Sebab dia istri yang kita kuduskan, kita jaga. Saudara, kata kudus mengandung arti memisahkan, mengistimewakan, menjaganya, melindunginya sehingga dia terpisah tidak terkena kotoran. Saudara, itulah tugas kita sebagai suami. Saya berharap kita tidak akan malu di sorga mempersembahkan istri kita nanti sebab kita akan membawa istri yang tanpa cacat, yang hatinya tetap bulat bukan terobek-robek oleh karena perbuatan kita.
WL : Pak Paul, kalau saya berpikir banyak wanita dan istri-istri mendengarkan khotbah barusan dari Pak Paul ya, pasti mengidam-idamkan pria atau suami yang seperti Pak Paul jelaskan tadi begitu. Nah, tadi saya berpikir itu bagaimana mengantisipasi untuk dapat suami seperti itu. Apakah sejak pacaran kira-kira, o......ada tipe-tipe tertentu atau kita sudah bicarakan dulu. Kira-kira hal-hal seperti ini yang memang Alkitab tuntut, seperti apa sih Pak Paul?
PG : Bu Wulan, saya sering kali memberikan satu pegangan kepada para kawula muda, bagaimanakah memilih pasangan hidup. Saya berkata carilah seseorang yang mencintai Tuhan dan yang mencintai dirmu.
Sebab waktu seseorang mencintai Tuhan dengan segenap hatinya, dia akan rela mendengarkan Tuhan. Kita semua masih dalam tahap pertumbuhan, kita belum mencapai kematangan tapi modalnya adalah bersediakah kita belajar. Ada orang yang keras hati tidak bersedia belajar, ada orang yang cinta Tuhan dan bersedia belajar. Nah, kita cari yang seperti itu. Dan yang mencintai diri kita, artinya karena dia mencintai diri kita, dia juga rela mendengarkan kita, rela untuk melakukan sesuatu bagi kita pula. Jadi saya kira itu pedoman umum, sederhana mudah-mudahan bisa dititipkan kepada para pendengar kita waktu mereka bertemu dengan orang-orang dan nantinya mereka mungkin akan menikah dengan mereka.
WL : Tapi realitanya Pak Paul, di dalam kehidupan sehari-hari, dia mengatakan dia cinta Tuhan. Tapi realita kehidupan suami-istri, tidak seindah seperti yang tadi Pak Paul jelaskan. Apalagi mendengar kesaksian yang Pak Paul alami sendiri dengan istri. Terus bagaimana firman Tuhan begitu menegur, akhirnya Pak Paul ya "mengalah" terhadap otoritas firman Tuhan itu begitu. Apakah karena memang label Pak Paul sebagai hamba Tuhan, itu tadi yang Pak Paul juga tekankan 'kan makanya jangan sembarangan khotbah begitu". Apakah berarti, kalau begitu kita cari pasangan yang hamba Tuhan sajalah, kan lebih aman. Apakah orang awam tidak bisa seperti itu, atau hamba Tuhan itu jaminan atau bagaimana Pak Paul?
PG : Tidak ada jaminan. Kita semua sebagai anak-anak Tuhan harus bergumul. Saya tidak selalu menang. Jadi kita atasi satu pergumulan, demi satu pergumulan. Adakalanya kita kalah, adakalanya kit menang.
Tapi kita berusaha ya untuk taat kepada Tuhan. Nah, saya sangat percaya bahwa di dalam hidup kita, kita memiliki Tuhan dan kalau kita mendengarkan suara Tuhan, Tuhan akan hidup melalui diri kita. Nah, waktu Tuhan hidup melalui diri kita, dan Tuhan hidup melalui diri pasangan kita, tidak bisa tidak ya, kedua orang itu akan makin menyatu dan kehidupan mereka akan makin diberkati pula.
GS : Sebenarnya setiap suami itu punya tekad awal itu seperti yang tadi Pak Paul sampaikan dalam ceramah itu. Tapi dalam perjalanan memang tadi Ibu Wulan katakan realitanya tidak seindah itu Pak Paul. Jadi ini pergumulan terus-menerus mungkin sampai mati pun belum tentu mencapai ideal itu. Tetapi saya melihat ada satu target, ada satu pedoman yang harus dicapai dari kebenaran firman Tuhan, bukan begitu Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, dan ini nasihat yang bisa menghibur kita semua. "Semakin taat kita kepada Tuhan, semakin lebih mudah taat. Semakin kita bisa taat dalam lebih banyak aspek keidupan kita.
Jadi benar-benar, saya mengutip perkataannya Richard Foster, kepatuhan melahirkan kepatuhan. Semakin kita patuh, lebih mudah patuh. Nah, maka awalnya itu penting sekali kita menunjukkan kita patuh kepada Tuhan. Kita kadang-kadang gengsi dengan pasangan kita, tapi kita tahu ini Tuhan yang meminta kita, jadi kita mungkin bisa berkata kepada pasangan kita, kalau menuruti hati, tidak akan saya berbicara, tetapi saya tahu, saya harus menaati Tuhan. Tuhan menuntut saya untuk berinisiatif, berbicara dulu dengan kamu, maka saya ngomong. Nah, waktu istri melihat suami taat kepada Tuhan seperti itu, yang akan muncul dalam dirinya adalah hormat kepada suaminya, sebab dia tahu suaminya takut kepada Tuhan. Dan suami yang seperti inilah suami yang saleh dan dia lebih mendengarkan suami yang saleh.
GS : Tadi yang Pak Paul bahas, yang disampaikan tadi kan menyoroti sisi suami, Pak Paul. Apakah Pak Paul juga akan bahas dari menyoroti sisi istri itu Pak Paul.
PG : Ya, jadi nanti kita akan melanjutkan lagi diskusi kita Pak Gunawan dan kita akan dengarkan tugas istri yang Tuhan sudah juga titipkan kepada kita.
GS : Terima kasih, Pak Paul juga Ibu Wulan terima kasih. Para pendengar sekalian tentu kita berharap Anda bisa mengikuti acara Telaga ini pada kesempatan yang akan datang karena kami akan mendengar rekaman ceramah lagi dari Pak Paul yang ditinjau dari sisi istri. Dan ini menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan suami-istri. Para pendengar yang kami hormati, terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Anda baru saja mendengarkan sebuah rekaman ceramah dari hamba Tuhan ini. Dan bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang