Melindungi Anak dari Jerat Dunia Digital

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T472A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, MK
Abstrak: 
Perkembangan dunia digital begitu pesat. Sayangnya, bersamaan dengan dampak positif kemajuan teknologi yang terjadi, dampak negative juga muncul, khususnya bagi anak-anak. Anak-anak yang terpapar gadget terlalu dini dapat mengalami gangguan otak, emosi, dan relasi social. Oleh karena itu perbincangan kali ini akan mengungkapkan apa saja yang bisa orangtua lalukan untuk melindungi anak dari dampak buruk dunia digital.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Dunia digital semakin marak bahkan anak-anak pun tidak terlepas dari dunia digital.

Para arsitek industri digital menjauhkan anak-anak mereka dari komputer.

Nama Silicon Valley, Lembah Silikon, julukan di daerah California, Amerika Serikat yang merupakan sentra industri bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang komputer dan semikonduktor, di antaranya Apple, Google, Intel, Hewlett-Packard dan Yahoo, di harian "New York Times" edisi 22 Oktober 2011 mengekspos bahwa para arsitek dan pekerja perusahaan-perusahaan ini justru menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah Waldorf dimana sekolah tidak menyediakan komputer bagi siswa. Baru di kelas 3 SMP kira-kira usia 15 tahun para siswa mulai dengan perlahan belajar komputer. Untuk TK hingga 2 SMP lebih ditekankan pada eksplorasi kegiatan fisik dan belajar lewat kreativitas pekerjaan tangan, menggunakan pena dan kertas, jarum rajut dan tanah liat, sama sekali tidak ada komputer dan layar LCD.

Alasannya sederhana: komputer tidak cocok digunakan di sekolah. Pendidikan dasar lebih difokuskan pada pengembangan pola pikir kreatif, ketrampilan berelasi dan ketrampilan fisik. Komputer hanya akan menjadi penghambat. Kebalikan dengan sebagian anak-anak kita di Indonesia yang berusia 4-5 tahun tapi sudah canggih untuk membuka-buka internet. Sebagai tambahan informasi, di negara Perancis, murid SD dan SMP dilarang menggunakan ponsel sedangkan di Jerman dan Finlandia, anak-anak dibatasi dalam penggunaan ponsel.

Bahaya Gadget bagi Otak Balita

Masa 0-3 tahun merupakan masa kritis pembentukan otak, dan dibutuhkan sekali stimulasi sentuhan kasih sayang orang tua untuk mengaktifkan otak, emosi dan relasi sosial anak. Jika pada usia keemasan ini, orang tua kurang memerhatikan dan menyerahkan gadget sebagai sahabat anak maka otak, emosi dan relasi sosial tidak berkembang dan bahkan bisa mengalami kerusakan. Tidak mengherankan jika kita menjumpai anak-anak yang kecanduan gadget sejak usia dini, dalam masa perkembangan berikutnya mengalami kesulitan untuk membaca emosi diri dan orang lain, serta kesulitan berelasi dengan orang lain. Dia menjadi pribadi asosial. Selain itu, anak-anak yang terekspos gadget dan dunia digital sejak dini serta kemudian mengalami kecanduan, akan berhenti kemampuannya untuk berpikir kreatif. Secara umum gadegt dan game hanya menjadikan anak konsumen pasif dan tidak memberi stimulasi untuk berpikir kreatif. Akibatnya tumbuhlah mereka menjadi anak-anak yang lebih banyak berpikir linier dan prosedural. Sisi lain, anak-anak balita sangat rentan untuk kecanduan gadget. Anak balita sangat suka dengan rangsangan yang diberikan gadget. gambar yang menarik, berwarna, cepat berubah dan disertai bunyi-bunyi yang beragam. Maka, tak heran dengan cepat anak lengket dengan gadget dan akan rewel/menangis ketika dipisahkan.

Beberapa perlindungan yang perlu dicermati yaitu :

  1. Mengulur waktu sejauh mungkin anak terekspos dengan gadget

    Sebaiknya paling dini sekali usia 6 tahun anak baru mulai bersentuhan dengan gadgeti, komputer dan game. Jika bisa, tunda lagi sampai usia 8-9 tahun. Di usia 8-9 tahun kemampuan anak untuk memahami instruksi dan batasan-batasan lebih bagus lagi daripada usia 6 tahun. Dan sepanjang usia 0 hingga 6 , 8, 9 tahun pertama, orang tua perlu mengisi tangki cinta anak dengan cinta yang utuh secara melimpah serta menemani anak lewat stimulasi-stimulasi permainan fisik, imajinatif dan melibatkan orang lain. Dengan cinta utuh yang melimpah, anak akan memiliki struktur hidup yang kokoh dan mantap untuk mengerti batasan yang orang tua akan berikan berkenaan penggunaan gadget dan game, serta anak lebih terhindar dari potensi kecanduan karena tangki cinta emosi sudah terisi penuh.

  2. Membatasi waktu penggunaan. Penggunaan game elektronik hanya 1 minggu sekali. Termasuk menonton televisi-non-iklan maksimal 1 jam/ hari. Penggunaan media sosial hanya saat malam setelah belajar mandiri usai dan terbatas 1 jam. Jika sangat amat dibutuhkan sekali ponsel/ HP, anak hanya diberikan HP biasa dan bukan ponsel cerdas/ smartphone. Sedapatnya anak tidak dibiasakan untuk menggunakan internet.

  3. Orang tua mensosialisasikan latar belakang pemikiran orang tua berkenaan pembatasan: menghindari kecanduan gadget, game dan media sosial, bahwa gadget hanyalah alat bantu dan bukan pengisi kebutuhan emosi dan relasi, bahwa game elekronik hanyalah salah satu dari banyak permainan yang membangun anak, bahwa anak perlu menjauhi dan melaporkan saat menemukan game yang mengandung konten eksploitasi seks, kekerasan dan mistik. Berteman secara kasat mata lebih sehat daripada terkonsentrasi berteman secara virtual, bahwa ada etika khusus saat bermedia sosial.

  4. Membuat kesepakatan bersama yang ditandatangani anak dan orang tua. Butir-butir di atas dimasukkan dalam kesepakatan bersama dan bisa diperbarui di kemudian hari.

  5. Perlindungan dengan keteladanan orang tua sendiri saat bersama anak, yang tidak mempertontonkan keranjingan menggunakan gadget dan game.

  6. Perlindungan dengan orang tua mengenal lebih dulu jenis-jenis game yang akan dan sedang dimainkan anaknya. Orang tua menyensor lebih dahulu, orang tua bisa mengecek batasan usia untuk tiap game elektronik di internet.

  7. Perlindungan dengan kesetiaan orang tua memantau anak dan berelasi hangat setiap saat sebagai pengisi tangki cinta utuh anak. Orang tua memantau pertemanan anak, peka dan tanggap dengan setiap perubahan tampilan fisik dan emosi anak, dan orang tua aktif mendampingi anak bergaul dengan Allah lewat doa, firman dan pujian rohani. Orang tua memuridkan anak secara intensional.

Kebenaran Firman Tuhan yang mendasari topik ini diambil dari Amsal 29:17, "Didiklah anakmu maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu dan mendatangkan sukacita kepadamu". Sebelum menuai ketenteraman dan sukacita, orang tua perlu menabur dulu, mendidik anak dan berproses bersama-sama dengan anak.