Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kudus dan Setia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, berbicara tentang kekudusan, sebenarnya masih banyak pemahaman-pamahaman yang sedikit simpang siur. Ada orang yang mengatakan kekudusan itu harus menyendiri, kekudusan itu harus tidak berdosa lagi dan ini sebenarnya apa, Pak Paul?
PG : Sebetulnya kata kudus itu sendiri berarti hidup berbeda. Jadi misalkan waktu Tuhan berkata di Imamat 20:7 dan 8, "Maka kamu harus menguduskan dirimu, kuduslah kamu, sebab Akulah TUHAN, Allhmu.
Demikianlah kamu harus berpegang pada ketetapan-Ku dan melakukannya; Akulah TUHAN yang menguduskan kamu." Jadi dalam firman Tuhan ini kita bisa melihat bahwa hidup kudus berarti memegang ketetapan Tuhan dan melakukanNya, berarti hidup sekehendak Tuhan. Jadi hidup berbeda dari orang-orang di sekitar kita. Kepada orang Israel Tuhan menuntut kehidupan seperti itu dan kepada kita umat yang telah ditebusnya Tuhan menuntut hal yang sama yaitu hidup sesuai kehendakNya dan hidup berbeda dari orang di sekitar kita.
GS : Tetapi kekudusan itu kita terima dari Tuhan atau harus kita usahakan sendiri, Pak Paul?
PG : Ini adalah kesalahpahaman yang memang sering kita miliki yaitu kita beranggapan bahwa Tuhanlah pemberi kekudusan itu. Memang Tuhan berkata "Akulah yang menguduskanmu, maka kamu harus mengduskan dirimu."
Tapi jelas di sini "Maka kamu harus menguduskan dirimu," memang tadi saya sudah singgung ada ayat-ayat yang berkata, "Akulah Tuhan yang menguduskan kamu," namun ingat firman Tuhan juga dengan jelas berkata, "Maka kamu harus menguduskan dirimu". Jadi kesimpulannya adalah tatkala kita berupaya dengan sekuat tenaga melakukan ketetapan Tuhan, didalam berupaya itulah kuasa dan kekuatan Tuhan diberikan kepada kita sehingga kita bisa hidup sesuai ketetapanNya. Dengan kata lain tidak ada sesuatu manusia pun yang berkata, "Saya tidak bisa hidup sesuai dengan kehendakMu," karena saya tidak mempunyai kekuatan seperti yang Engkau harapkan, karena sewaktu kita berusaha dengan keras hidup sesuai dengan ketetapan Tuhan, di saat itulah kekuatan Tuhan akan diberikan kepada kita untuk mengalahkan godaan atau pencobaan. Jadi kekudusan adalah sebuah usaha bersama antara manusia dan Tuhan.
GS : Tetapi didalam usaha bersama itu ada kemungkinan kita manusia ini masih jatuh didalam dosa lagi.
PG : Tidak bisa tidak, kita manusia tidak selalu kuat ada waktu-waktu kita kuat dan berhasil mengalahkan godaan, tapi ada waktu-waktu kita lemah. Pada waktu kita lemah, itu bukan berarti Tuhan engaja menarik kekuatanNya dari kita.
Itu berarti pada saat kita lemah kita sedang jauh dari Tuhan, kita tidak lagi hidup akrab dengan Tuhan maka kekuatan Tuhan pun pada diri kita berkurang. Jadi sekali lagi tanggung jawabnya ada pada diri kita.
GS : Tatkala kita dalam keadaan lemah dan jatuh didalam dosa, Pak Paul, apakah kekudusan yang selama ini sudah diupayakan kemudian sirna begitu saja atau bagaimana, Pak Paul?
PG : Kekudusan bukanlah sebuah cairan yang dicurahkan kedalam diri kita dan tatkala kita berdosa maka cairan itu akan berkurang. Jadi kekudusan memang adalah sebuah kehidupan yang seturut denga kehendak Tuhan dan berbeda dari orang di sekitar kita, kalau kemarin kita berdosa dan hari ini kita bertekad untuk tidak mau lagi berdosa, kita mau mengikuti kehendak Tuhan maka pada hari ini kita mengikuti kehendak Tuhan hari inilah kita sedang hidup kudus, tidak berarti karena kemarin kita berbuat dosa maka kekudusan kita terus menerus berkurang.
Tapi tatkala kita bertobat, kita mengikuti kehendak Tuhan, di saat itulah kita kembali hidup kudus.
GS : Tetapi dengan hidup kudus bukan berarti kita harus menarik diri dari keramaian kehidupan seperti bertapa dan sebagainya ?
PG : Pemahaman yang seperti itu berasal dari sebuah pemikiran bahwa kita ini dicobai karena melihat, karena berinteraksi, bersinggungan dengan godaan-godaan. Maka kalau kita memisahkan diri dantidak lagi bersinggungan dengan godaan-godaan maka kita akan lebih dapat hidup seturut dengan kehendak Tuhan.
Masalahnya adalah ini bukanlah konsep yang kristiani sebab Tuhan menyuruh kita untuk pergi, untuk keluar dan bukan untuk masuk berdiam diri di dalam rumah, maka Tuhan berkata, "Pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku." Jadi konsep pengudusan adalah sesuatu yang sangat integral dalam kekristenan, justru didalam kita diutus Tuhan keluar bersinggungan dengan hidup ini dan sebagainya. Maka Tuhan akan melimpahkan kekuatan sehingga kita bisa hidup sekehendakNya dan tatkala itu terjadi, kita menjadi sinar, kita menjadi berkat dan menunjuk orang untuk kembali kepada Tuhan. Jadi inilah yang justru Tuhan inginkan.
GS : Dan didalam kehidupan berumah tangga, aspek kekudusan ini pentingnya seperti apa?
PG : Inilah yang ingin saya bahas, Pak Gunawan, yaitu kekudusan sebetulnya berdimensi majemuk. Salah satu dimensinya atau aspeknya adalah kesetiaan dengan kata lain kalau kita kesulitan mengert apa yang disebut kudus, cobalah mengerti setia sebab kita akan melihat nanti bahwa kesetiaan itu sebetulnya merupakan komponen dari hidup kudus, hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Kita tahu baik relasi dengan Tuhan maupun dengan sesama diperlukan kesetiaan. Dalam pembicaraan kali ini kita hanya fokuskan pada kesetiaan pasangan nikah, nanti mudah-mudahan dalam pembahasan ini kita akan bisa menerapkan hidup kudus di dalam pernikahan kita.
GS : Maksudnya setia dengan pasangan ini, apakah yang dimaksud tidak bercerai atau bagaimana?
PG : Sudah tentu wujud akhir adalah tidak bercerai, kita setia kepada pasangan kita. Namun sudah tentu kesetiaan itu lebih dari sekadar tidak bercerai saja. Pertama kita akan melihat Pak Gunawa, apa maknanya itu setia.
Setia itu berarti melakukan apa yang telah dijanjikan, sebenarnya itulah definisi sederhananya. Kalau kita berjanji kita akan menolong pasangan kita atau menolong seseorang waktu orang itu datang meminta pertolongan kita, kita benar-benar mewujudkan janji itu dan kita menolongnya. Itulah sebenarnya tindakan kesetiaan. Sudah tentu termaktub dalam perjanjian adalah melakukan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan atau yang diminta, misalkan seseorang meminta bantuan, "Tolong bantu saya untuk bisa mengkredit mobil" kemudian kita berkata "Ok, saya bantu", kemudian kita bantu dengan memberi sekeranjang buah. Memang kita melakukan sesuatu yaitu memberikan sekeranjang buah namun itu bukanlah yang diharapkan. Jadi waktu kita berkata "Saya berjanji untuk melakukan sesuatu" sudah tentu termaktub dalam perjanjian itu adalah melakukan yang diharapkan oleh pasangan kita atau oleh orang lain. Jadi kalau kita berjanji melakukan sesuatu namun tidak melakukannya berarti kita itu tidak setia. Di dalam bahasa Inggris kata setia itu berasal dari kata iman 'faith' dan kata setia itu 'faithful'. Menurut saya batasan ini sungguh tepat merefleksikan apa yang terkandung dalam kata setia. Kesetiaan tidak bisa dipisahkan dari hidup beriman yang berarti percaya dan tidak melepaskan kepercayaan kita, misalnya kita setia kepada Tuhan karena kita tetap beriman kepadaNya bahwa Ia bangkit, naik dan mengasihi kita kendati situasi tidak mendukung atau kita setia kepada pasangan sebab kita percaya kepadanya bahwa ia baik dan mengasihi kita, kita setia kepada teman sebab kita tahu ia baik dan mengasihi kita dan seterusnya.
GS : Pak Paul, kesetiaan itu apakah juga dipengaruhi oleh sikap pasangan kita, misalnya saya bukannya tidak mau setia, tapi pasangan saya seperti itu.
PG : Sangat dipengaruhi, Pak Gunawan. Jadi sebagai manusia meskipun kita berusaha setia, tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan pasangan dan justru melakukan hal-hal yang diinginkan pasagan dan kita memang memerlukan balasannya.
Kalau balasan yang diterima tidak ada justru malah negatif, lama-kelamaan motivasi dan semangat kita melakukan sesuai dengan janji yang telah kita buat juga akan berkurang.
GS : Itu juga akan mempengaruhi kekudusan kita nantinya, Pak Paul?
PG : Nanti kita akan melihat bahwa kekudusan yang saya maksud jadinya bukanlah hanya dalam hal itu saja, Pak Gunawan, sudah tentu nanti berkaitan juga dalam hal apa, apakah ini akan berkaitan dngan dosa.
Kalau misalnya kita merasakan bahwa pasangan tidak memberikan balasan yang setimpal, kita sudah hidup sesuai dengan kehendaknya, memenuhi permintaannya tapi dia tidak memberikan balasan yang setimpal. Kalau kita berkata "Sudahlah, saya tidak mau lagi menerima, saya tidak mau lagi memberikan toleransi. Maka saya akan mencari pasangan lain." Itu berarti kita memang berdosa dan waktu kita melakukan perbuatan itu, jatuh ke dalam dosa berati kita sudah tidak hidup sesuai kehendak Tuhan, tidak lagi hidup kudus. Namun dalam kondisi dimana kita merasa pasangan tidak memberikan balasan yang setimpal tapi kita tetap bertahan berarti kita tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, di saat itu kita tetap hidup dalam kekudusan.
GS : Pak Paul, Rasul Paulus menggolongkan kesetiaan ini sebagai buah Roh Kudus, dan itu apa maknanya?
PG : Orang yang di dalamnya mempunyai Roh Kudus itu berarti orang yang hidup sesuai dengan ketetapan kehendak Tuhan, maka orang itu adalah orang yang setia. Jadi memang pengertian Buah Roh itu isa kita mudahkan dengan pemahaman seperti ini yaitu kalau kita hidup dalam Roh, dipimpin oleh Roh maka tidak bisa tidak akan muncul kasih dalam hati kita.
Ini juga sama dalam kekudusan, kalau kita hidup di dalam Roh Tuhan dipimpin olehNya, tidak bisa tidak kita akan setia kepadaNya pula.
GS : Pak Paul, apakah kesetiaan ini punya aspek-aspeknya?
PG : Sekurangnya ada tiga aspek Pak Gunawan. Yang pertama, dari firman Tuhan yang telah kita bahas kesetiaan itu selalu mempunyai objek. Kita tidak bisa berkata saya setia! Setia kepada siapa. alau kita berkata saya setia kepada Tuhan, dan jelas di situ bahwa kesetiaan ada objeknya.
Saya setia kepada pasangan, jelas ada objeknya. Kedua, kesetiaan itu mempunyai alasan tertentu "Kenapa kita setia?" dan jawabannya adalah karena dia baik, dia mengasihi. Jadi kebaikan dan kasih biasanya adalah alasan terkuat mengapa kita setia. Kita setia kepada Tuhan oleh karena kebaikan dan kasihNya, kita setia kepada pasangan oleh karena kebaikan dan kasihnya pula. Komponen yang ketiga adalah kesetiaan pada akhirnya melakukan apa yang dikehendaki oleh orang yang kepadanya kita telah berjanji untuk melakukannya. Jadi kalau kita mau setia kepada Tuhan, kita harus melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Kalau kita berjanji setia kepada pasangan, kita harus melakukan apa yang dikehendaki oleh pasangan, dalam pengertian bukan melakukan hal-hal yang berdosa.
GS : Jadi kalau kesetiaan itu dilakukan karena terpaksa, ada orang yang terpaksa setia karena tidak ada pilihan lain, dia sudah menikah kemudian kehidupannya juga tergantung pada pasangannya sehingga dia mengatakan "Saya terpaksa menikah," itu sebenarnya bukan kesetiaan, Pak Paul?
PG : Dalam pengertian itu saya kira itu tetap lebih baik daripada tidak setia meskipun terpaksa karena tidak ada balasan yang setimpal tapi dia tetap setia. Saya kira itu tetap lebih baik, meskpun terpaksa.
Memang kesetiaan akan muncul dengan mudah, dengan lebih bebas kalau kita memang melihat alasannya yang jelas yaitu orang itu baik kepada kita dan mengasihi kita. Kita setia kepada Tuhan sebab Tuhan itu baik kepada kita dan juga mengasihi kita. Dan adakalanya dengan pasangan kita tidak melihat balasan-balasan atau alasan-alasan itu.
GS : Pak Paul, apakah di dalam mewujudkan kesetiaan itu ada tantangan-tantangan yang harus kita hadapi?
PG : Ada. Coba saya mundur sedikit, saya jelaskan. Pernikahan itu dibangun di atas janji yaitu menjadi seperti yang diharapkan pasangan dan dalam konteks kristiani, bukan saja kita berjanji menadi seperti yang diharapkan pasangan tapi juga menjadi seperti yang diharapkan Tuhan, ini sangat penting.
Tantangan terbesar kesetiaan adalah hidup sekehendak kita, bukan sekehendak Tuhan atau pasangan, ini godaan atau tantangan terbesar. Salah satu hal terlupakan dalam pernikahan adalah sesungguhnya tatkala kita menikah, kita berjanji untuk melakukan apa yang diharapkan pasangan. Sudah tentu apa yang diharapkan dapat dan wajib dilakukan namun pada dasarnya itulah jiwa pernikahan, jadi baik hidup dengan Tuhan maupun dengan pasangan kita akan senantiasa menghadapi pergumulan antara melakukan keinginan pribadi atau melakukan apa yang dikehendaki pasangan dan Tuhan. Kesetiaan luntur tatkala kita tidak lagi mengindahkan apa yang dikehendaki Tuhan dan pasangan.
GS : Memang seringkali sangat menggoda Pak Paul, untuk orang yang tidak setia karena melihat sekelilingnya, pasangan-pasangan yang lain tidak setia kenapa saya harus setia?
PG : Sudah tentu lingkungan itu akan bisa memberikan pengaruh buruk kepada kita apalagi sekarang ini makin banyak orang mengambil jalan pintas. "Buat apa bertahan, pisah saja lebih baik cari yag lain."
Jalan pintas memang jalan yang lebih mudah tapi sekali lagi tolok ukur kita bukan mudah atau susahnya tapi apakah ini sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak, jadi itulah yang menjadi tolok ukur. Kalau tidak sesuai dengan kehendak Tuhan jangan lakukan. Jadi kita ini perlu dan harus memelihara kekudusan dalam pernikahan dan kekudusan dalam pernikahan itu dipelihara atau dilakukan dengan cara setia, setia kepada Tuhan maupun dengan pasangan kita.
GS : Di dalam mewujudkan kesetiaan itu Pak Paul, apakah ada cara-cara tertentu yang Pak Paul bisa sampaikan kepada para pendengar kita supaya ini bukan hanya sekadar wacana atau perbincangan tapi juga bisa dipraktekkan secara konkret.
PG : Ada tiga, Pak Gunawan, kiat untuk menumbuhkan dan mengokohkan kesetiaan dalam pernikahan. Yang pertama, kita mesti selalu mengingat bahwa kesetiaan mempunyai objek, dan dalam pernikahan obek kesetiaan itu adalah Tuhan dan pasangan.
Tuhan hadir dalam pernikahan, Ia berfirman "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" di Matius 19:6. Ingatlah bahwa janji yang kita buat di hadapan Tuhan dan manusia, pasangan tidak bisa terus melihat kita karena ia tidak selalu berada di samping kita namun kehadirannya diwakili oleh kehadiran Tuhan, Allah yang selalu ada. Maka kita tetap harus ingat objek kesetiaan adalah Tuhan dan pasangan kita, pasangan tidak selalu ada di samping kita, Tuhan selalu ada di samping kita. Justru kehadiran Allah itu diwakili sebetulnya oleh kehadiran Tuhan, maka tetaplah setia kepada Tuhan dan pasangan.
GS : Apakah mungkin Pak Paul, seseorang itu berkata "Saya tetap setia kepada Tuhan," tetapi kepada pasangannya dia tidak setia?
PG : Tidak mungkin, karena setia kepada Tuhan berarti hidup sekehendak perintahNya dan keinginan Tuhan ialah kita tidak mengkhianati pasangan. Jadi justru kalau kita berkata, "Tuhan tidak mempemasalahkan, Tuhan justru mempertemukan saya dengan orang ini."
Itu tidak mungkin.
GS : Masalahnya seperti ini Pak Paul, orang itu mengatakan bahwa saya tetap setia kepada Tuhan, tetap ke gereja, tetap melayani Tuhan, membaca firman Tuhan dan sebagainya tapi dia tidak bisa setia kepada pasangannya karena pasangannya pun menurut dia tidak layak untuk diberi kasih setia, Pak Paul.
PG : Betul, itu yang kadang-kadang memang terjadi. Godaan untukmenyerah tidak lagi setia kepada pasangan menjadi begitu kuat tapi saya mau ingatkan kesetiaan kita bukan hanya kepada pasangan tai juga kepada Tuhan.
Dan setia kepada Tuhan berarti melakukan yang Tuhan kehendaki dan sudah tentu Tuhan tidak menghendaki kita untuk tidak setia kepada pasangan, malahan membangun relasi baru dengan orang di luar, justru itu yang Tuhan tidak kehendaki. Jadi tidak mungkin kita berkata "Saya setia kepada Tuhan," tapi tidak setia kepada pasangan.
GS : Apakah ada kiat yang lain, Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah kita mesti selalu mengingat bahwa kesetiaan mempunyai alasan dan dalam hal ini alasan pertama dan terutama adalah kebaikan Tuhan, dan kasih setiaNya. Inilah alasan yang sharusnya membingkai kesetiaan kita baik kepada Tuhan maupun pasangan.
Tuhan baik dan setia itu sebabnya kita mau memegang janji yang telah kita buat kepadaNya. Ingatlah juga kebaikan dan kasih setia Tuhan di masa lampau, mungkin ada banyak pengorbanan yang telah dilakukan hanya demi kita, jangan lupakan. Jadikan ini alasan untuk memegang janji yang kita buat kepadanya.
GS : Justru itulah yang agak sulit dirasakan oleh pasangan-pasangan yang mulai kehilangan kesetiaan dengan mengatakan, "Saya tidak lagi merasakan kebaikannya, saya tidak lagi merasakan kasihnya" dan buat apa saya mesti setia.
PG : Betul. Maka tadi saya sudah tekankan kalau kita hanya memfokuskan pada diri kita dan pasangan kita tanpa mengingat Tuhan hadir dalam pernikahan kita, sudah tentu kita mudah terjerumus akhinya masuk ke dalam lembah apatis, tidak mau memikirkan kepentingan pasangan.
makanya kita itu harus selalu mengingat bahwa kita telah membuat janji untuk setia kepada pasangan di hadapan Tuhan dan manusia jadi bukan hanya manusia tapi di hadapan Tuhan, dan kepadaNyalah kita dituntut untuk setia.
GS : Kiat yang lain apa, Pak Paul?
PG : Yang terakhir adalah kita mesti selalu mengingat untuk melakukan apa yang diharapkan Tuhan dan pasangan. Firman Tuhan di Matius 6:33 berkata, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNy, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."
Dalam relasi dengan pasangan berbuatlah yang sama, jika kita saling melakukan yang diharapkan maka relasi nikah akan menguat pula. Inilah resep pernikahan yang kuno namun tetap efektif sampai sekarang, jadi untuk menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan, kita mendahulukan Kerajaan Allah, untuk juga menunjukkan kesetiaan kepada pasangan kita juga mau mewujudkan keinginan pasangan kita.
GS : Masalahnya, yang seringkali dihadapi dalam melakukan apa yang diinginkan pasangan, pasangannya itu menginginkan yang terlalu tinggi, Pak Paul?
PG : Ini merupakan proses penyesuaian yang harus kita jalani dalam pernikahan. Setiap orang akan berkata apa yang engkau minta, ini tidak bisa aku lakukan. Setiap orang yang menikah pasti perna mengatakan hal seperti itu.
Jadi inilah prosesnya, saling mengemukakan pengharapan tapi juga bersedia untuk fleksibel, untuk menunggu, untuk bersabar atau untuk menjelaskan lagi atau untuk mengingatkan lagi. Ini semua adalah proses pernikahan yang mesti kita jalani.
GS : Jadi sebenarnya seseorang yang mulai tidak setia kepada pasangannya, dia sendiri bisa merasakan Pak Paul?
PG : Sebetulnya ya, seharusnya dia tahu meskipun adakalanya kita itu merasionalisasi diri, Pak Gunawan dengan berkata, "Saya masih setia" padahal dalam kehidupannya tidaklah demikian.
GS : Juga pasangannya menanggapi dari suaminya atau istrinya bahwa pasangannya sudah mulai mundur dari kesetiaan?
PG : Betul. Jadi kita itu seperti baju dalam pernikahan. Baju yang mulai luntur akan terlihat, kalau baju luntur tapi dilihat dari jarak yang jauh mungkin tidak kelihatan, tapi bila baju dalam ernikahan luntur maka akan terlihat, cinta yang luntur pun juga akan terlihat.
GS : Itu dari sikap memenuhi janji, jadi kalau kita sering sekali tidak menepati janji, sebenarnya itu adalah tanda bahaya awal yang kita harus waspadai supaya kita memperbaharui kesetiaan kita?
GS : Jadi kesetiaan itu bisa terus-menerus diperbaharui di dalam hubungan keluarga?
PG : Seharusnya ya Pak Gunawan, tidak bisa saya hanya berkata "Saya setia" selesai sampai di situ, karena hidup itu tidak statis, ada hal-hal baru kemudian di situ kita juga harus mencoba menyeuaikan, melakukan seperti apa yang diharapkan oleh pasangan kita.
GS : Tapi kita juga mesti memfokuskan perhatian kita bahwa ini adalah perintah Tuhan agar kita hidup kudus?
GS : Karena hanya dengan kekudusan seseorang itu bisa masuk ke dalam keluarga Allah.
GS : Saya percaya perbincangan ini akan sangat menolong para pendengar kita dan terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kudus dan Setia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.