Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini kami beri judul "Ketakutan dan Cinta". Kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, di dalam Alkitab khususnya surat pertama dari Yohanes 4 : 18, di sana saya membaca, "Di dalam kasih tidak ada ketakutan, kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan. Sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut ia tidak sempurna di dalam kasih." Nah, sebenarnya apa makna dari ayat ini Pak Paul?
PG : Makna ayat ini kalau kita melihat konteksnya adalah pertama Tuhan mengingatkan kita bahwa Dia mengasihi kita. Dan di dalam kasih-Nya yang begitu besar dan sempurna tidak akan ada dan tiaklah seharusnya ada ketakutan dalam diri kita sewaktu menghadap Dia.
Maka di ayat yang sebelumnya dikatakan kita memiliki keberanian untuk datang kepada-Nya, jadi rasa dikasihi, pengetahuan yang jelas bahwa kita dikasihi oleh Tuhan dengan begitu sempurnanya akan membuat kita merasakan kedamaian, ketenangan untuk berani datang kepada-Nya apa adanya. Namun ayat ini juga memberikan kita suatu pengajaran bahwa terhadap sesama, kita pun bisa juga mencontoh Tuhan yakni waktu kita mengasihi orang apa adanya dan sepenuhnya, maka dalam kasih yang begitu besar ternyata tidak ada lagi ruang untuk ketakutan sebab kasih yang begitu besar akan mengusir pergi segala jenis ketakutan.
GS : Tapi itu masih sering terdengar bahwa istri yang takut kepada suaminya, tapi ada juga suami yang takut kepada istrinya, itu bagaimana Pak?
PG : Betul Pak Gunawan, jadi ternyata dalam pernikahan di mana seharusnya tidak ada ketakutan justru banyak ketakutan. Kekuatan yang dapat menghalau ketakutan adalah kemarahan dan kasih, karna waktu kita takut tujuan kita hanyalah ingin menyelamatkan diri, maka saya katakan ketakutan berfokus pada diri sendiri.
Sebaliknya kemarahan dan kasih berfokus pada orang lain, saya kembali lagi pada tadi yang saya katakan bahwa dua hal yang bisa menghalaui ketakutan ialah kemarahan dan kasih. Bukankah waktu kita marah kita tidak merasa takut, namun Alkitab mengatakan bahwa waktu kita mengasihi kita pun tidak merasakan takut. Jadi ada dua hal yang bisa menghalau ketakutan, namun kedua hal ini tidak sama, ada perbedaan yang besar antara kemarahan dan kasih. Kemarahan itu ingin melukai atau menghancurkan orang, sebaliknya kasih bertujuan membangun orang. Nah, yang Tuhan minta kita lakukan untuk menghalau ketakutan bukanlah dengan kemarahan tapi dengan kasih. Yang sering kali terjadi dalam pernikahan kita adalah kita menghalau ketakutan dengan kemarahan. Kita memarahi pasangan kita, dan dengan cara itulah kita menghalau ketakutan kita, takut kehilangan dia, takut tidak dihargai oleh dia, daripada mengakui ketakutan itu dan membereskannya kita mengeluarkan respons marah.
GS : Tetapi orang yang dimarahi itu 'kan layak untuk takut Pak Paul?
PG : Orang yang dimarahi memang layak untuk takut, karena misalkan ada hal-hal yang dia telah perbuat. Tapi kalau ini yang menjadi ciri utama relasi kita, berarti hampalah relasi kita itu dai kasih.
Maka kita bisa simpulkan dari firman Tuhan yang telah kita bahas bahwa ternyata kasih dan ketakutan berbanding terbalik, artinya kalau yang satu banyak, yang satu itu sedikit, kalau yang satu tinggi, yang satu akan rendah. Kalau kasih besar, ketakutan kecil ; kalau ketakutan besar, kasih akan kecil.
GS : Nah, tentunya kita mau khususnya di dalam pernikahan kita atau di dalam rumah tangga kita kasih itulah yang menjadi besar. Tetapi bagaimana itu diwujudnyatakan di dalam rumah tangga?
(1) PG : Saya kira yang pertama kita mesti menyadari penyebab umum munculnya ketakutan dalam pernikahan. Yang pertama rasa malu Pak Gunawan, jadi kalau kita memiliki rasa malu akan seuatu tentang diri kita dan kita ini berpikir kalau sesuatu itu diketahui pasangan kita, maka kita akan ditolaknya, dihinanya maka yang kita lakukan adalah kita mulai bersembunyi di belakang topeng.
Kita sengaja memamerkan atau menonjolkan sisi tentang diri kita yang sebetulnya bukan diri kita, dan kita berusaha menutupi aib itu. Nah, rasa malu itu sering kali adalah penyebab ketakutan dalam pernikahan.
GS : Ya tetapi apakah ada alasan yang lain selain merasa malu itu Pak Paul?
PG : Selain rasa malu yang menimbulkan ketakutan ialah kesalahan. Ada orang yang telah melakukan kesalahan tapi istrinya atau suaminya tidak tahu, biasanya respons kita adalah kita menutupi esalahan itu.
Atau kalau misalkan diketahui dan mulai dikonfrontasikan oleh pasangan kita, kita menyangkal. Nah, sekali lagi kesalahan yang kita lakukan membuat kita takut.
GS : Dan itu biasanya berkaitan erat Pak Paul, kalau kita melakukan kesalahan dan ketahuan kita akan malu.
PG : Betul, jadi rasa malu dan kesalahan memang sangat berkaitan meskipun yang malu belum tentu salah. Jadi memang keduanya itu memunculkan ketakutan dan sekali lagi yang ingin saya tekankan waktu ketakutan itu muncul, kasih merosot turun.
Jadi orang yang ketakutan karena dia telah berbuat salah, susah mengasihi pasangannya dengan segenap hati. Orang yang malu dan menyimpan aib, dan berpikir jangan sampai diketahui pasangannya, sebetulnya tanpa disadari kasihnya itu sudah mulai berkurang karena adanya rasa malu yang dia sembunyikan yang membuatnya ketakutan.
GS : Juga kekhawatiran bahwa pasangannya nanti akan meninggalkan dia Pak Paul.
PG : Ya, jadi hal ketiga yang menjadi penyebab adalah ketergantungan kita kepada pasangan, yang tidak sehat adalah yang terlalu bergantung. Kita tidak bisa hidup tanpa dia, jadi harus ada di dalam hidup kita.
Biasanya kalau kita mempunyai ketergantungan yang begitu besar, kita mencoba untuk menguasai pasangan kita agar dia juga bergantung pada kita. Sebab dengan dia bergantung pada kita, kita merasa aman, kita tidak akan kehilangan dia. Atau kalau kita gagal membuat dia bergantung pada kita, kita akan kuasai dia dengan keras supaya dia tunduk kepada kita. Nah, waktu dia tunduk kepada kita dia tidak akan ke mana-mana dan kita tetap bisa bergantung kepada dia. Ini kadang-kadang yang dilakukan oleh misalkan istri, luar biasa galaknya si suami, istri ketakutan tidak bisa ke mana-mana, tidak bisa mengambil keputusan sendiri, semua diatur oleh si suami. Nah, dengan cara seperti itu suami bisa bergantung kepada istri untuk tetap di rumah, untuk tetap menjaga anak-anak, untuk tetap menghormati dia jadi dengan kata lain memenuhi kebutuhan dia. Dan sebetulnya dia takut sekali kehilangan si istri, dia tidak bisa bayangkan kalau istri meninggalkan dia, tapi dia mendapatkan si istri itu dengan cara yang salah. Dia memanipulasi, dia memaksa si istri untuk tunduk kepada dia yang sebetulnya semua dimunculkan oleh ketakutan.
GS : Tapi juga ada seorang Pak Paul, sebetulnya dia bisa mandiri karena dia bekerja dan bisa mendapatkan penghasilan, tapi dia sangat takut kalau suaminya meninggalkan dia sehingga ke mana-mana istri ini selalu mengikuti dan bahkan ada rasa curiga terus kalau si suami berbincang-bincang atau bergurau dengan lawan jenisnya, itu bagaimana sebenarnya Pak Paul?
PG : Sebebenarnya ketakutan itu benar-benar sudah menghalau pergi cinta, kalau saya boleh gunakan firman Tuhan lagi. Jadi orang yang menguasai pasangannya sedemikian rupa sehingga pasanganny itu tidak lagi bisa berkutik, sebetulnya yang memotivasi bukan lagi cinta tapi ketakutan.
Ketakutan akan kehilangan pasangannya, pasangannya mungkin akan menoleh kepada orang lain, jadi dia harus kuasai nah firman Tuhan katakan tidak ada lagi kasih. Sebab ketakutan itu akan benar-benar menghalau cinta kasih.
GS : Si suami ini karena merasa diperlakukan seperti itu dia malah kasar dan berbuat lebih ekstrim lagi.
PG : Sering terjadi, justru kalau terlalu dikontrol dan semua dibatasi akan membuat si orang ini, misalnya si suami ini mencari lubang, dia mencari celah bagaimana dia bisa menyelinap keluardan pasti akan ketemu celah itu.
Jadi tinggal menunggu waktu sajalah sebelum si suami itu akhirnya menyelinap keluar dan mendapatkan orang yang dia inginkan.
GS : Tapi sebenarnya ketakutan menurut si istri itu positif. Dia tidak mau pernikahannya itu hancur Pak Paul.
PG : Jadi ketakutan itu boleh ada tapi jangan sampai menguasai seseorang, ketakutan bahwa suatu hari mungkin saja pasangannya akan meninggalkan dia. Perasaan seperti itu saya kira masih waja, tapi kalau menjadi begitu besar menguasai dirinya itu sangat tidak sehat karena dia tidak lagi bisa mempercayai pasangannya.
Dia membatasi pasangannya seolah-olah dia akan mematahkan sayap pasangannya supaya pasangannya tetap berada di samping dia. Nah, itu tidak akan berhasil, mungkin secara fisik dia akan kuasai tapi secara hati tidak, dan sebetunya tidak akan ada lagi kasih antara mereka berdua.
(2) GS : Berdasarkan ayat dalam firman Tuhan tadi Pak Paul, hal-hal apa yang bisa kita pelajari di sana?
PG : Yang pertama adalah langsung saya terapkan tentang penyebab ketakutan, yang pertama yaitu rasa malu. Ternyata kasih menerima yang tidak sempurna dan yang memalukan. Saat Yohanes mempunyi tema sentral yaitu kasih, kasih Allah kepada manusia yang begitu besar, dan yang kedua temanya adalah karena kita adalah anak Allah jadi kita harus mencontoh Bapa kita yang di Sorga yaitu mengasihi orang juga dengan sepenuh hati.
Nah, kasih Allah kepada kita kasih yang menerima kita apa adanya meskipun kita mempunyai aib, meskipun ada hal-hal yang memalukan yang pernah kita lakukan, tapi Allah tetap menerima kita, kasih-Nya tidak terhalangi oleh aib yang telah kita lakukan. Oleh hal yang memalukan yang telah kita perbuat, jadi kita belajar yang pertama adalah kasih menerima yang tidak sempurna bahkan yang memalukan. Nah, pelajaran buat kita sebagai suami dan istri adalah biarlah kita juga belajar mengasihi pasangan kita, mengasihi dia yang tidak sempurna, dan memalukan mungkin. Jangan sampai pasangan kita mempunyai akhirnya prasangka bahwa dia hanya berharga di mata kita kalau dia melakukan hal-hal yang luar biasa mulianya dan hebatnya dan mengagumkannya, tidak. Saya kira keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dalam hati hanya ada jika pasangan kita tahu bahwa apapun, siapapun dia, selemah apapun dia kita tetap menerimanya.
GS : Mungkin kalau kekurangan atau bahkan cacat atau memalukan, orang masih bisa tetap mengasihi Pak Paul. Sering kali yang terjadi di dalam hubungan suami-istri kalau salah satunya melakukan kesalahan yang cukup fatal.
PG : Nah, ini kita kembali ke point berikutnya yaitu tentang kesalahan yang kita perbuat. Kesalahan membuat kita takut dan di mana ada takut, kasih itu akhirnya akan sirna, apa yang bisa kit lakukan.
Hal kedua yang kita bisa petik dari firman Tuhan ialah kasih mengampuni kesalahan sebab sekali lagi tema sentral I Yohanes adalah kasih Allah kepada kita. Dan kita tahu di pasal 1 dikatakan kalau kita berdosa, jangan ragu datang kepada Tuhan mengakui dosa kita, Dia akan mengampuni segala dosa kita. Jadi kasih Allah kasih yang mengampuni kesalahan, kasih kita pun kepada pasangan haruslah kasih yang mengampuni kesalahan. Ada orang yang tidak bisa hidup dengan tenteram dalam pernikahannya takut sekali berbuat kesalahan, karena apa? Karena pasangannya tidak bisa mengampuni kesalahan, satu kesalahan yang kecil habis dimarahi, dimaki-maki, bahkan ada yang dipukul. Nah, bagaimanakah bisa ada kasih dalam keluarga itu sebab tidak ada pengampunan atas kesalahan, dan sering kali kesalahan itu bukannya yang besar, bukan bersifat moral, mungkin sebuah kelupaan atau apa, tapi tanpa adanya pengampunan akan adanya kesalahan, kasih tidak mungkin bertunas dalam pernikahan itu.
GS : Adakalanya pengampunan itu sudah diberikan Pak Paul, tetapi dia melakukan hal yang salah itu lagi, hal yang sama yang salah di mata pasangannya.
PG : Sudah tentu kita harus melihat jenis kesalahannya misalkan kelupaan-kelupaan yang kecil, saya kira itu tidak bisa disamakan dengan berselingkuh dan tidak pernah menyadari dan bertobat aan kesalahan itu.
Saya kira untuk jenis kesalahan yang bersifat moral yang besar, harus ada ketegasan tidak! Sekali sudah lebih dari cukup. Engkau sudah berselingkuh, sekarang engkau mau berselingkuh lagi saya tidak akan toleransi itu. Jadi saya kira untuk hal-hal yang bersifat moral dan yang besar seperti itu diperlukan ketegasan. Pengampunan dosa atau pengampunan kita bisa kita berikan, namun untuk menyelamatkan pernikahan ini diperlukan tindakan yang lebih tegas tidak bisa hanya kita berkata sudah terserah, sudah saya diamkan, orang itu tidak akan belajar dan dia akan tetap mengulang kesalahan yang sama. Yang saya maksud di sini adalah kesalahan-kesalahan yang bukan bersifat moral yang kadang-kadang kita sebagai suami istri lakukan, jangan sampai kita terlalu memfokuskan pada kesalahan. Orang yang terlalu disoroti akan kesalahan-kesalahan kecilnya, justru akan hidup dalam ketakutan dan akan cenderung melakukan hal yang sama. Tapi kalau kita bisa abaikan atau kita lupakan, kita ampuni dan kita mencoba menolong dia untuk tidak melakukannya justru dia akan lebih dikuatkan.
GS : Mungkin ini Pak Paul ada suami lupa mengunci pintu luar kalau malam. Sekali, dua kali memang istrinya itu masih mau mengingatkan dia dan masih mau mengampuni atau memaafkan kesalahannya, tetapi itu berulang-ulang kali sehingga setiap malam di keluarga ini ada ketegangan terus. Si istri tidak percaya lagi pada suaminya bahwa dia sudah mengunci pintu, kemudian menuduh si suami, jadi malam itu suasananya sudah tidak enak lagi Pak Paul.
PG : Dalam hal seperti itu memang kita harus melakukan beberapa kiat, kiat pertama kita memang meminta suami kita untuk turun mengunci pintu lagi, misalkan dia bilang sudah, tolong dicek sekli lagi.
Sebab bukankah sering kali engkau berpikir sudah, namun ternyata belum. Kalau tetap bilang sudah, OK.......mari turun berdua kita lihat, apakah sudah atau belum. Nah, itu langkah pertama, jadi dengan cara itulah kita membuat si suami itu lebih sadar waktu mengunci pintu atau waktu belum mengunci pintu. Yang kedua adalah ini kadang-kadang harus dilakukan oleh para suami-istri yakni berpikir bahwa apakah selayaknya kita meributkan hal ini sampai sedemikian besarnya. Daripada mengingatkan dan akhirnya terlibat dalam pertengkaran, dia sendiri yang mengecek pintu itu dan menguncinya kalau belum dikunci habis perkara. Jadi akan ada toleransi untuk hal-hal yang seperti itu juga.
GS : Yang di situ itu yang agak sulit Pak Paul, biasanya pasangannya itu yang tidak mau mengalah, sekali itu tugasnya ya harus diselesaikan dengan baik jadi ada semacam tanggung jawab yang diberikan.
PG : Betul, dan memang perlu waktu dan kesabaran untuk akhirnya menyepakati hal apakah yang bisa dilakukan oleh pasangan kita dan hal apakah yang bisa kita lakukan sendiri. tidak semua orangsetelah menikah langsung bisa menemukan hal-hal seperti itu dan kadang-kadang perlu waktu yang agak panjang.
Nah kalau kita sudah menyadari bahwa OK-lah memang dia lemah dalam hal itu, ya sudah kita pun tidak menuntut dia lagi, sedangkan hal-hal yang bisa dia lakukan itulah yang kita minta dia lakukan, dan kita tidak mempersoalkannya lagi.
GS : Ada juga pasangan yang selalu mengawasi pasangannya Pak Paul, di kantor di telepon, sore terlambat setengah jam sudah ribut, ini sebenarnya apa Pak?
PG : Itu adalah kasih yang seolah-olah kasih, tapi yang menguasai. Dan sekali lagi firman Tuhan berkata: yang menguasai seperti itu sebetulnya bukan kasih lagi tapi ketakutan. Sebab justru ksih itu lebih membebaskan, memerdekakan.
Contoh yang paling jelas adalah Tuhan sendiri, Tuhan begitu mengasihi dunia, begitu mengasihi manusia tapi meskipun Dia tahu manusia akan menolak Dia dan akan memilih untuk berdosa tetap itu tidak mengubah rencana Tuhan untuk menciptakan manusia, Dia tetap menciptakan manusia. Dan benar seperti yang Dia sudah tahu karena Dia adalah Tuhan, manusia berdosa, memilih dosa dan tidak memilih Dia. Tapi kasih membebaskan, kasih tidak membuat seseorang itu tunduk sepenuhnya tanpa mempunyai hak untuk memilih. Nah, saya kira dalam pernikahan ini juga harus ada, sudah tentu masing-masing pihak harus tahu diri. Namun setelah itu atau yang lebih penting ialah kasih memberikan kebebasan karena kebebasan itulah dasar dari atau wujud nyata dari kepercayaan. Nah, kasih baru bisa bertumbuh dalam suasana yang bebas seperti itu. Kalau kita diawasi, harus diketahui kita ke mana, kita ke mana setiap detik harus bisa diperhitungkan dan dipertanggungjawabkan. Yang akan mematikan kasih yang muncul dengan subur adalah ketakutan. Jadi sekali lagi firman Tuhan sudah sangat jelas berkata kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan, sebab ketakutan mengandung hukuman, jadi orang yang ketakutan itu sudah berpikir dia akan dihukum, tapi kasih yang sempurna justru mengatakan: "Tidak, saya ampuni engkau, saya tidak akan menghukum engkau."
GS : Ya tentunya setiap kita menginginkan kehidupan tanpa ketakutan, tapi memang hal-hal itu terus terjadi dalam kehidupan rumah tangga kita Pak Paul.
PG : Dan fokusnya bukan bagaimana mengenyahkan ketakutan, tapi bagaimana menambahkan kasih karena dalam kasih kata firman Tuhan tidak ada ketakutan. Nah, kasih seperti apakah yang harus kitatambahkan dalam pernikahan kita, kasih yang menerima, menerima yang tidak sempurna bukan hanya kita mau menerima yang sempurna, yang terbai, tidak.
Kita menerima yang tidak sempurna dan kasih yang mengampuni kesalahan, jangan terus menyimpan dendam, menyoroti kesalahan-kesalahan dan yang terakhir kasih yang melepaskan dan yang memerdekakan bukan kasih yang menguasai. Dengan adanya kasih yang seperti ini, ketakutan itu akan dihalau pergi.
GS : Dan kita hadir di dalam keluarga itu sebagai pembawa kasih, sumber kasih yang bisa dinikmati oleh pasangan kita dan orang-orang lain di sekeliling kita.
PG : Betul, dan dengan kita memberikan kasih, pasangan kita akan bertumbuh, bertunas menjadi orang yang sepenuhnya sebagaimana Tuhan kehendaki.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini.
Dan Para pendengar sekalian terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara "Ketakutan dan Cinta. Kami percaya tema ini akan sangat bermanfaat bagi Anda sekalian. Namun bagi Anda yang masih ingin tahu lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.