Kasus-kasus Khusus Dalam Berpacaran

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T390B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Semua orang tua dan semua pasangan pastilah berharap bahwa masa berpacaran akan berlangsung secara mulus sampai pada bangku pelaminan. Namun, pada kenyataan tidaklah selalu demikian.Kadang ada saja masalah yang timbul yang memerlukan perhatian dan tindakan khusus.Berikut dipaparkan beberapa kasus yang membutuhkan perhatian khusus, salah satunya adalah Long Distance Relationship.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Semua orang tua dan semua pasangan pastilah berharap bahwa masa berpacaran akan berlangsung secara mulus sampai pada bangku pelaminan. Namun, pada kenyataan tidaklah selalu demikian. Kadang ada saja masalah yang timbul yang memerlukan perhatian dan tindakan khusus. Berikut akan dipaparkan beberapa kasus yang membutuhkan perhatian khusus.

Berpacaran Jarak Jauh

Pada masa sekarang di mana perkenalan dapat terjadi secara on-line, tidak jarang berpacaran pun dilakukan secara on-line, alias jarak jauh. Sudah tentu waktu pertemuan tatap muka menjadi terbatas dan sebagai akibatnya pengenalan terhadap pasangan juga berkurang. Setidaknya ada tiga hal yang mesti menjadi pertimbangan sebelum kita memutuskan untuk menjalani relasi jarak jauh.

(1) Berpacaran jarak jauh berpotensi menciptakan kesan dan akhirnya kesimpulan yang tidak tepat.

(2) Berpacaran jarak jauh tidak memberi kita ruang yang cukup untuk mengenal pasangan secara menyeluruh.

(3) Berpacaran jarak jauh membuat kita sulit mengembangkan keteramplan memecahkan masalah bersama-sama. Alhasil setelah menikah barulah kita berkesempatan mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah bersama-sama dan mengambil keputusan bersama-sama. Masalahnya adalah oleh karena kita tidak begitu paham maka besar kemungkinan kita akan harus jatuh bangun belajar memutuskan persoalan dan mendamaikan konflik bersama-sama. Itu sebabnya pada umumnya pasangan yang berpacaran jarak jauh harus berjuang keras menyelaraskan diri satu sama lain. Jadi, sebaiknya sebelum memutuskan menikah, hendaklah pasangan yang berpacaran jarak jauh menyempatkan diri untuk tinggal satu kota supaya perkenalan dapat berlanjut dan berkembang.

Kehamilan

Kendati sudah berusaha untuk menjaga batas, adakalanya anak-anak Tuhan tetap jatuh ke dalam dosa perzinahan yang mengakibatkan kehamilan. Apakah yang mesti diperbuat? Biasanya hal pertama yang terpikir adalah menggugurkan kandungan. Dengan kata lain berupaya menyelesaikan masalah dengan cara menghilangkannya. Saya percaya sesungguhnya kita semua tahu bahwa mengaborsi janin bukanlah tindakan yang menyenangkan hati Tuhan. Sebab, bagaimanapun anak itu adalah pemberian Tuhan. Jadi, janganlah melakukannya. Pilihan kedua biasanya adalah langsung menikah. Apabila relasi berpacaran itu memang sudah mencapai titik kematangan dan kecocokan, sudah tentu pilihan ini adalah pilihan yang baik. Namun jika tidak, pilihan ini bukanlah pilihan yang baik. Pada akhirnya relasi yang belum matang dan belum cocok itu menjadi ladang subur bertumbuhnya masalah. Dan, acap kali akan ada sekurangnya satu pihak yang merasa terpaksa menikah. Alhasil bukan keharmonisan dan kebahagiaan yang dicicipi melainkan konflik dan penyesalan. Bila pernikahan bukan pilihan yang sesuai, tindakan terbaik adalah memelihara janin sampai kelahiran. Untuk mengurangi ketertekanan, kita dapat memindahkan anak kita ke tempat yang lain sampai melahirkan. Dan, jika memang pilihan untuk menikah tetap bukan yang terbaik, kita dapat menyerahkan bayi itu untuk diadopsi oleh pasangan lain yang merindukan dan siap untuk mempunyai anak tetapi belum dikaruniakan anak. Singkat kata, janganlah kita menyelesaikan masalah dengan cara menciptakan masalah lain yang jauh lebih besar.

Kekerasan

Kadang pada awal berpacaran kita belum dapat melihat sisi kekerasan pada pasangan kita namun setelah melewati suatu kurun, barulah kita menyaksikannya. Mungkin kita melihat pasangan memukul atau membanting barang; mungkin kita melihat kecenderungan yang tinggi untuk meledak. Dan mungkin kita pun menjadi korban kekerasannya. Apakah yang mesti dilakukan?

Langkah pertama adalah kita mesti melihat pasangan secara utuh, dalam pengertian, apakah memang secara keseluruhan ia adalah seorang yang bertemperamen keras dan labil. Bila ya, sudah tentu perlu dipertimbangkan dengan serius. Namun bila tidak, besar kemungkinan reaksi kekerasannya merupakan cetusan frustrasi karena tidak dapat berkomunikasi dengan kita atau membuat kita mengerti atau menerima perkataannya. Apabila kita mendapati bahwa memang ia dibesarkan dalam kekerasan dan cenderung mengeluarkan reaksi keras serta sangat mudah terpicu, saya menyarankan agar pertunangan atau pernikahan ditunda. Masalah ini perlu diselesaikan terlebih dahulu sebelum keputusan untuk menikah dibuat. Kita mesti menyikapi masalah kekerasan secara serius bukan saja karena perlakuan itu membahayakan keselamatan kita pribadi, tetapi juga anak-anak. Tidak jarang anak-anak pun menjadi korban kekerasan. Atau, kalaupun tidak, mereka terekspos kekerasan yang berdampak buruk pada pertumbuhan diri mereka.

Penemuan Hal Baru

Tidak jarang setelah menjalani relasi berpacaran, kita menemukan hal-hal yang baru tentang pasangan, yang tadinya tidak terlihat. Sebagai contoh kita baru menyadari bahwa ia adalah seorang yang sangat kikir. Atau, kita baru melihat betapa terikatnya ia pada keluarga asalnya. Atau, ternyata ia dililit utang dan sering berutang, tanpa menunjukkan sikap bertobat. Atau, kita menemukan bahwa ia adalah pecandu pornografi atau penjudi. Singkat kata, semua yang muncul ke permukaan adalah masalah karakter atau perilaku yang buruk. Sudah tentu kita perlu menyadari bahwa kita pun adalah sesama orang berdosa dan tidak lepas dari kelemahan. Itu sebab langkah pertama bukanlah memutuskan relasi melainkan memberikan pengampunan. Setelah pengampunan, ada satu lagi yang mesti diberikan yaitu kepercayaan. Namun sebelum kepercayaan diberikan, ia mesti memperlihatkan pertobatan terlebih dahulu. Ia harus dapat menunjukkan penghentian semua perbuatan tersebut untuk suatu masa yang panjang, misalkan setidaknya selama dua atau tiga tahun. Apabila pada masa yang panjang itu ia berhenti melakukan perbuatan yang buruk itu, barulah kepercayaan dapat dipulihkan kembali. Sungguhpun demikian, saya tetap harus mengingatkan bahwa pada umumnya sesuatu yang telah menjadi bagian hidup untuk waktu yang lama tidak mudah untuk hilang. Jadi, kita tetap harus membuka mata lebar-lebar dan memintanya untuk hidup dalam relasi pertanggungjawaban, baik dengan kita maupun rohaniwan.

Pada dasarnya ada dua jenis masalah yang mesti kita perhatikan sebab keduanya tidak mudah lepas atau berubah yaitu KARAKTER dan KECANDUAN. Sewaktu kita membicarakan tentang karakter, sesungguhnya kita juga tengah membicarakan tentang kebiasaan hidup. Masalah kecanduan juga bukan masalah sepele. Berjudi, minum alkohol, dan pemakaian narkoba adalah problem yang mengakar sehingga sering kali keinginan untuk lepas tidak kuasa untuk menahan hasrat. Dan, tidak jarang masalah kecanduan akhirnya berkembang menjadi masalah karakter. Kesimpulan : Amsal 19:14 berkata, Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang tetapi istri yang berakal budi adalah karunia Tuhan. Di sini Firman Tuhan membandingkan dua hal yakni (a) mendapatkan rumah dan harta, dan (b) mendapatkan pasangan hidup. Perbedaan di antara keduanya adalah mendapatkan rumah dan harta dapat dilakukan dengan kemampuan manusiawi sedangkan mendapatkan pasangan hidup yang sesuai, tidak bisa dilakukan dengan kemampuan manusiawi.

Mendapatkan pasangan hidup yang baik--yang berakal budi atau berhikmat--memerlukan campur tangan Tuhan sendiri.