Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bersahabat dengan Remaja", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Heman, memang setiap orang membutuhkan sahabat, tetapi apakah kita sebagai orang tua juga perlu bersahabat dengan anak remaja. Pengertian anak remaja di sini apakah anak kita sendiri atau anak remaja pada umumnya atau bagaimana?
HE : Dalam konteks tema ini yang lebih saya bicarakan adalah orang tua yang bersahabat dengan anaknya yang sudah mencapai usia remaja.
GS : Karena ada gejala juga orang yang sudah dewasa kumpulannya itu dengan anak-anak remaja yang jauh di bawah usianya. Tetapi justru dengan anaknya sendiri dia tidak akrab, Pak Heman?
HE : Adakalanya seperti itu, tetapi dalam konteks pembicaraan kita saya akan lebih mengarahkan bahwa perlu orang tua atau kita sebagai orang tua menjalin persahabatan dengan anak remaja kita sediri.
GS : Alasan Pak Heman?
HE : Pertama, karena anak yang dulunya masih kanak-kanak sekarang sudah berkembang ke arah dewasa dan pada masa remajanya ini anak mempunyai kebutuhan yang lebih besar untuk bersikap mandiri da untuk mendapatkan ruang yang lebih besar untuk mengambil keputusannya sendiri.
Kemudian yang kedua, pada masa ini remaja sudah memperoleh pengaruh yang lebih besar dari teman-temannya. Nah, kalau kita bisa menjalin persahabatan dengan mereka, pengaruh baik orang tua dapat mencegah remaja terikat pada nasihat teman-temannya yang belum tentu baik dan benar.
WL : Maksud Pak Heman, persahabatan ini baru dimulai pada saat anak mencapai usia remaja atau memang pada usia sebelumnya belum terjadi persahabatan, atau bagaimana?
HE : Tidak persis seperti itu, pada waktu mereka masih anak-anak biasanya cara kita memperlakukan mereka akan berbeda. Kita misalnya lebih banyak memberikan nasihat, kita misalnya lebih banyak enginstruksikan ini dan itu, kita melarang ini dan itu.
Pada saat mereka mulai menjadi besar mereka tidak bisa lagi menerima cara-cara yang kita lakukan pada waktu mereka masih kanak-kanak.
WL : Nah, itu tadi keuntungan buat remaja karena mempunyai kebutuhan untuk dijadikan sahabat, kalau manfaat buat orang tua itu sendiri ada atau tidak, Pak Heman?
HE : Tentu saja ada dan besar sekali manfaatnya. Pertama dengan persahabatan, remaja dapat terbuka soal apa saja kepada orang tuanya, mereka merasa aman, nyaman bercerita. Jadi kita juga bisa sgera mengetahui apa yang mereka alami baik itu hal yang baik maupun hal yang buruk.
Sehingga kalau misalnya terjadi hal yang buruk kita bisa mencegah dari awalnya.
WL : Saya mempunyai teman yang bercerita seperti ini, dia mempunyai anak remaja dua putri, yang satu bisa berbicara seperti yang tadi Pak Heman katakan, dia cerita apa saja. Ada cowok yang naksir dia, atau apa dia selalu cerita kepada mamanya, tetapi anak yang kedua itu selalu tidak mau berbicara apa-apa, walaupun ditanya, dipancing, tidak mau terbuka sampai mamanya khawatir sekali padahal pihak orang tua memperlakukan mereka sama, memperlakukan mereka sebagai orang yang dewasa, bersahabat, mengapa bisa seperti itu Pak Heman?
HE : Kadang-kadang memang ciri anak berbeda-beda, ada anak yang lebih mudah untuk berbicara ada yang lebih sulit. Tetapi tetap kita dapat mencari peluang untuk bersahabat dengan mereka dan tida selalu bersahabat itu berarti berbicara.
Kadang-kadang bersahabat hanya duduk diam, mungkin tidak terlalu banyak yang dibicarakan, tetapi kehadiran dari sahabat kita itu yang penting. Memang adakalanya seperti ini, anak tidak nyaman berbicara pada saat-saat tertentu, tetapi kalau kita sabar menunggu dan kita lebih banyak mendengarkan, saat itu akan muncul dia kemudian bertanya sesuatu, nah itu kesempatan yang lebih baik untuk kita bisa menggali dirinya lebih jauh.
GS : Ada orang tua yang merasa khawatir untuk menjadi terlalu dekat dengan anaknya atau menjadi sahabat buat anaknya. Yang dikhawatirkan adalah nanti kalau sudah terlalu dekat anak ini menganggap orang tuanya seperti temannya, kemudian dia tidak dihargai lagi, tidak dihormati lagi sebagai orang tua atau kurang ajar begitu Pak Heman.
HE : Ya problem itu memang ada kemungkinan bisa terjadi, tetapi kalau kita pernah menanamkan respek kepada anak kita waktu mereka kanak-kanak, sehingga mereka pernah merasakan wibawa orang tua ada waktu mereka kanak-kanak, mereka tidak demikian saja sembarangan dengan kita sekalipun kita adalah sahabat mereka.
GS : Berarti melalui persahabatan itu sebenarnya orang tua tidak perlu merasa khawatir bahwa anak tidak akan menghormati dia lagi, Pak Heman?
HE : Betul, apalagi kita sendiri juga menjaga supaya persahabatan kita dengan mereka itu tidak dimanfaatkan untuk mereka manipulasi.
GS : Jadi sangat dimungkinkan persahabatan antara orang tua dan anak, yang tadinya kita berpikir, kalau anak sahabatnya ya anak, kalau orang tua sahabatnya orang tua.
HE : Betul, mungkin tidak persis bisa disejajarkan tapi bisa dianalogikan seperti persahabatan antara Allah dengan manusia yang percaya, seperti Tuhan Yesus dengan kita. Tuhan Yesus mengatakan alau kamu adalah sahabatKu, kamu menaati perintaKu, seperti itu jenis persahabatannya.
GS : Tapi di dalam setiap persahabatan itu ada hambatannya. Dengan yang sebaya saja kita sering kali menemui hambatan, nah bagaimana hambatan yang muncul antara kita dengan anak remaja kita?
HE : Memang ada beberapa hambatan yaitu, bahwa kita itu berada pada generasi yang berbeda dengan anak kita dan itu sendiri sudah otomatis membuat anak seolah-olah merasa bahwa orang tuanya tida mengerti dunia mereka, nah itu salah satu kendalanya.
Dan hal lain lagi adalah kemungkinan orang tua dahulu pernah memperlakukan anak dan membuat anak sakit hati kepada orang tuanya, entah itu salah paham atau itu memang fakta bahwa kita pernah melakukan sesuatu yang membuat anak sakit hati. Kemungkinan hal-hal seperti itu membuat anak juga kurang bisa dekat dengan kita.
GS : Tetapi memang faktanya kita itu sulit memasuki dunia remaja walaupun itu anak kita sendiri, baik dalam cara bicara, mengambil keputusan atau menggunakan peralatan, kadang-kadang kita sulit untuk memahami mereka.
HE : Ya, dan di sini kuncinya sekali lagi adalah kesabaran. Memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Memang ini adalah dua dunia yang berbeda tetapi kalau kita sabar, anak juga bsa belajar memahami dunia kita ketika kita mulai belajar memahami dunia mereka.
GS : Tetapi buat mereka pun rupanya ada banyak hambatan untuk bisa menjalin persahabatan dengan orang tuanya?
HE : Karena secara natural mereka pada saat ini sudah lebih banyak dekat dengan teman-temannya. Nah, kenapa mereka dekat dengan temannya, antara lain karena teman-temannya mungkin lebih menerim mereka, lebih menghargai mereka.
Nah, orang tua dalam hal ini, nah ini bedanya ketika mereka kanak-kanak. Sebagai orang tua, pada saat mereka remaja kita harus sudah mulai juga lebih banyak menghargai mereka dan menerima mereka, ini tentu bukan hal yang mudah karena mungkin ada hal-hal yang kita kurang sukai. Nah di sini kita perlu membedakan dan memberi toleransi tentang hal-hal yang tidak terlalu prinsip tetapi kita bisa menerima mereka.
WL : Ya, sering kali terjadi kesalahpahaman antara orang tua dan anak remajanya, ketika anak remaja lebih membela teman-temannya apalagi kalau hal-hal itu berlawanan dengan apa yang dilarang oleh orang tuanya. Misalnya model rambut, model baju, pasti anak-anak ini lebih membela teman-temannya bahwa temannya yang benar. Nah, orang tua tidak memahami bahwa ini yang sebenarnya wajar terjadi, bahwa ini gejolak masa remaja, butuh penerimaan dari teman-temannya, jadi orang tua sakit hati. Orang tua harusnya bagaimana Pak, apakah perlu diperlengkapi lagi begitu?
HE : Ya, jadi seperti ini yang sering kali terjadi, tentu kalau misalnya kita bisa menjalin persahabatan dengan mereka, hal-hal seperti ini akan lebih mudah diselesaikan. Nah, gaya kita berbicaa, nada suara kita, itu juga mempengaruhi hubungan kita dengan mereka.
Membuat mereka merasa apakah mereka itu diterima atau tidak, jadi kita tidak perlu serta merta datang langsung dengan nasihat, kita nadanya bertanya dan kita menghargai pendapat-pendapat mereka. Pada suatu saat nanti dia akan meminta sendiri nasihat kepada kita, kalau kita dekat dengan mereka.
GS : Ya ini tentu membutuhkan suatu langkah-langkah awal, kalau ada orang yang memang mau dekat atau menjadi sahabat dari anak remajanya. Pak Heman, mempunyai usulan untuk hal itu?
HE : Ada beberapa hal yang kita harus tahan dari diri kita yaitu yang pertama kita jangan terlalu banyak berkomentar kalau kita berbicara dengan anak. Terutama di dalam hal ini komentar-komenta yang negatif, dan kita lebih banyak menanggapi mereka dengan nada dan suara yang menunjukkan pemahaman atau penerimaan.
Salah satu contoh misalnya, anak berbicara tentang temannya. "Oh......teman saya ini suka iri dengan orang dan sebagainya." Nah, kita tidak perlu memberi komentar: "Ya, belum tentu, kamu periksa dulu apa benar seperti itu, jangan-jangan kamu terlalu banyak curiga." Nah, itu kita tahan dulu, lebih baik kita katakan dengan nada suara seperti ini, "O.....ya, em......temannya begitu ya," supaya ia lebih banyak bercerita. Semakin banyak ini dilakukan, anak semakin terbuka kepada kita.
GS : Tapi kadang-kadang keterbukaan itu Pak Heman, menuntut suatu perhatian yang besar untuk mendengar. Saya pernah digelontor oleh cerita seperti itu dan akhirnya juga tidak tahan, mendengar (yang kebetulan anak perempuan) cerita itu rasanya tidak ada habisnya. Padahal saya sebagai orang tua sulit membayangkan situasi yang dia ceritakan itu.
HE : Ya, di sini keberhasilan Bapak untuk menjalin persahabatan dengan anak Bapak ditunjukkan oleh anak merasa nyaman sekali cerita apa saja. Di lain pihak memang kadang-kadang kita bisa kehilagan kesabaran untuk mendengarkan lebih banyak.
GS : Kesabaran mungkin tidak, tapi konsentrasinya yang hilang, tidak bisa berkonsetrasi lagi hanya didengarkan begitu saja. Kemudian kita mengerjakan sesuatu yang lain yang tidak menyinggung perasaannya.
HE : Ya mungkin kejenuhan, di dalam hal kejenuhan kita bisa saja segera mengalihkan pembicaraan. Atau dengan cara kita melihat ke arah lain seperti agak menunjukkan sedikit bosan dengan topik yng itu.
Tetapi ini jangan sering-sering dilakukan sehingga anak merasa bahwa orang tuanya bosan dengan dia. Tetapi ini petunjuk bahwa anak merasa senang bersahabat dengan Bapak.
GS : Ya, kadang-kadang saya alihkan ke ibunya kemudian dia cerita ke ibunya. Ibunya itu ke mana-mana diikuti terus, sehingga ibunya yang merasa risi, ke dapur, ke kamar cerita terus karena memang agak jarang ketemu, sehingga dilampiaskan semua itu.
HE : Dan mungkin ini yang lebih baik daripada anak tidak pernah cerita apa-apa kepada orang tuanya, karena mungkin merasa orang tuanya tidak dekat dengan mereka.
GS : Saya memberikan batasan, jadi kalau sudah waktunya kita alihkan ke pembicaraan lain dan nanti dilanjutkan. Saya suruh dia untuk simpan dulu, saya berikan waktu lagi beberapa jam kemudian atau keesokan harinya.
HE : Ya kalau misalnya persahabatan sudah terjalin dengan baik biasanya bisa lebih terus-terang seperti itu, tapi pada awalnya biarkan dia bercerita dulu.
WL : Tapi ada beberapa kasus di mana anak justru menolak orang tuanya, tidak seindah seperti yang Pak Gunawan ceritakan. Itu bagaimana Pak?
HE : Kita perlu mengetahui apa penyebabnya, karena kemungkinan sebabnya bermacam-macam. Kemungkinan pertama, anak merasa jera ngomong-ngomong dengan orang tuanya, karena setiap kali ngomong orag tua lebih banyak mencela mereka, kemudian kadang-kadang orang tua terlalu ingin ikut campur dengan urusan mereka.
Nah, untuk yang ini orang tua perlu belajar untuk sabar, tidak terlalu mendesak anak supaya anak bercerita banyak tentang masalah-masalah mereka. Jadi biarkan anak bercerita secara natural nanti, dan orang tua lebih banyak menunggu. Nah, ada hal yang lain yang bagi orang tua seolah-olah seperti penolakan padahal sebetulnya bukan. Misalnya saja pada masa remaja kadang kala anak itu merasa ingin menyendiri, sedang tidak mood dan tidak ingin bicara dengan siapapun. Nah untuk yang demikian memang mereka perlu diberi ruang untuk itu, biarkan mereka menyendiri seperti itu nanti kalau kita merasa mereka sudah lebih baik dan mereka menginginkan kontak dengan kita, kita katakan seperti ini: "Papa atau Mama, melihat kamu hari ini murung," atau dengan cara yang lain, "Kalau kamu suka Papa atau Mama akan mendengarkan pengalaman kamu hari ini." Tapi kalau anak misalnya tetap menolak untuk berbicara, saya kira biarkan saja dan kita menunggu saja.
GS : Pak Heman, ada orang tua itu yang sudah berusaha mendekati anak remajanya untuk bisa menjalin persahabatan, tapi hasilnya tidak terlalu memuaskan dia, sebenarnya kenapa Pak Heman?
HE : Penyebab yang paling umum adalah anak pernah merasa sakit hati dengan kita, baik ini terjadi dengan kita sadari atau tidak. Nah, kadang-kadang juga anak merasa sepertinya orang tua pilih ksih dan dia adalah anak yang tidak dikasihi, nah waktu remaja anak sudah berani memperlihatkan kemarahannya secara terbuka.
Kadang-kadang kalau hal ini begitu sulit untuk diselesaikan, kita perlu minta pertolongan pihak ketiga misalnya konselor yang bereputasi baik, jadi konselor itu bisa menengahi konflik antara orang tua dan anaknya.
GS : Jadi itu ada suatu permusuhan yang tidak disadari oleh orang tuanya, tetapi anak menganggap ada permusuhan, Pak?
HE : Ya, bisa terjadi, orang tua sebetulnya tidak merasa apa-apa tetapi anaknya merasa bahwa ada sesuatu yang menghalangi misalnya rasa sakit hati itu.
WL : Terkadang juga ada kasus-kasus di mana anak merasa disalahpahami oleh orang tua, jadi seolah-olah orang tua sudah berusaha tapi anak tetap jaga jarak, menjauh karena disalahpahami. Ini saya pernah alami sendiri, tapi setelah dewasa baru saya mengerti bahwa itu masa yang wajar, untuk "berontak". Berontak artinya saya berani ngomong, berani protes yang tadinya diam. Akhirnya saya dilabelkan atau disalahartikan bahwa saya ini menjadi anak pemberontak, karena mereka cukup terkejut, sebelumnya saya anak yang diam tapi setelah remaja saya berani ngomong. Sekarang setelah mengerti banyak saya baru mengerti bahwa itu sebenarnya masa yang wajar, karena setelah itu saya reda sendiri setelah masa itu. Tapi waktu saya ingat-ingat masa itu benar-benar bergejolak dan disalahpahami oleh orang tua, Pak Heman.
HE : Ibu Wulan menggambarkan dengan baik sekali pikiran remaja, dan saya kira ini perlu dimengerti juga oleh para orang tua.
GS : Pak Heman, ada orang tua itu yang hubungannya tidak harmonis antara suami-istri. Nah, apakah anak itu tidak akan kesulitan, nanti kalau dia akrab dengan ayahnya, ibunya tidak senang hati tapi kalau dia dekat dengan ibunya, ayah yang tidak senang hati. Sehingga anak ini agak kesulitan.
HE : Saya kira ini point yang penting di dalam kita menjalin persahabatan dengan anak remaja kita, bahwa kita harus mendahulukan atau menyelesaikan masalah-masalah pernikahan kita. Kalau masala pernikahan ini masih berlangsung, ada konflik antara suami-istri yang begitu besar maka memang ada kesulitan yang cukup besar untuk kita bisa bersahabat dengan remaja.
Karena anak remaja kemungkinan tidak akan kerasan di rumah dan dia akan lebih dekat dengan teman-temannya yang lain.
GS : Apakah ada suatu batasan atau ada suatu pedoman bagi kita, kapan kita itu bersahabat dengan anak remaja kita atau kapan kita harus membatasi diri. Karena bagaimana pun juga yang namanya anak remaja statusnya bagi kita masih seorang anak, Pak?
HE : Betul, memang tidak bisa disepadankan antara persahabatan antara orang tua dan orang dewasa yang lainnya dengan persahabatan orang tua dengan anak remajanya. Benar bahwa ada perintah yang elas supaya anak menghormati dan menaati orang tuanya di dalam segala hal.
Adakalanya kita juga perlu memberikan nasihat kepada anak tanpa mereka minta, adakalanya kita meminta atau bahkan memaksa agar mereka taat kalau mereka sudah terlalu jauh dari jalan kebenaran. Tetapi kalau sungguh sudah terjalin hubungan yang erat dengan mereka, segalanya tampak menjadi lebih mudah.
WL : Pak Heman, ada orang tua yang tetap menggunakan pukulan secara fisik terhadap anak yang walaupun sudah remaja. Menurut Pak Heman itu dampaknya seperti apa terhadap anak remaja ini?
HE : Saya berpikir dan saya setuju dengan pendapat Dr. James Dobson seorang Psikolog Kristen yang terkenal, yang berpendapat bahwa pukulan atau hukuman fisik bagi anak remaja itu lebih merupaka penghinaan bagi mereka.
Selain itu hukuman fisik berdampak buruk karena saat ini remaja sudah berani menentang, jadi kita harus meyelesaikan bagian besar dari mendidik anak, mendisiplin anak, itu pada waktu anak belum sampai pada masa remajanya. Dengan demikian persahabatan itu akan terjalin lebih mudah dengan anak remaja.
WL : Jadi lebih banyak memakai omongan.
HE : Dan sungguh-sungguh kita harus berhati-hati dengan omongan kita. Lebih perlu bagi kita menggunakan kata-kata yang menguatkan, menghibur, dan memahami anak remaja.
GS : Pak Heman, apakah ada ayat Alkitab yang mengajarkan kepada kita itu tentang betapa pentingnya suatu persahabatan termasuk dengan anak remaja itu.
HE : Ada suatu nats dari Amsal 17:17 tentang seorang sahabat, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Saya mengartikan alau kita sebagai orang tua harus lebih banyak bersikap sebagai sahabat bagi anak remaja kita, maka kita perlu belajar untuk menjadi seseorang yang mendampingi ketika anak mengalami kesulitan, kesukaran, nah bagian itu yang lebih banyak daripada kita memberikan nasihat-nasihat kita dan perintah-perintah kita.
GS : Memang itu menimbulkan kesan yang sangat dalam, jadi kalau dia mengalami kesulitan dan kita membantunya bahkan menyelesaikan masalah, itu memberikan kesan yang sangat dalam. Misalnya anak saya pernah mengalami kehilangan SIM, saya dampingi terus, sampai ketemu dan dia memiliki SIM lagi dan itu tidak terlupakan buat dia. Jadi terima kasih sekali Pak Heman dan juga Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bersahabat dengan Remaja". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs atau website kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.