Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya ditemani oleh Ibu Esther Tjahja, S. Psi., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M. Psi., dan beliau adalah pakar dalam bidang konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang; Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Mengapa Anakku Sulit Belajar". Dan kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Heman, sebagai orang tua tentu kita pernah mendampingi anak kita belajar khususnya yang masih di tingkat Sekolah Dasar, dan itu bukan sesuatu kegiatan yang menyenangkan. Kadang-kadang kita juga jengkel kepada anak yang sudah diberikan soal, dilatih, didampingi ternyata hasil ulangannya juga masih jelek, Pak Heman. Sebenarnya apakah yang membuat anak itu sulit belajar, di samping kita melihat ada anak-anak lain yang hanya belajar sebentar tapi sudah bisa menguasai?
HE : Secara singkat saya ingin mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan anak sulit belajar. Yang pertama yaitu kemampuan intelektual anak ada yang cepat, ada yang lambat. Yang kedua yaiu kesehatan fisik anak, kalau anaknya lemah sering sakit dia juga akan mengalami kesulitan-kesulitan di dalam belajar.
Yang ketiga adalah strategi belajar dan kebiasaan belajar, kebiasaan yang salah akan mempengaruhi hasilnya menjadi tidak memuaskan. Yang keempat adalah masalah lingkungan belajar, kalau lingkungannya tidak menyenangkan, maka anak juga akan terganggu belajarnya. Dan yang kelima adalah rasa tanggung jawab anak di dalam belajar.
GS : Begitu banyak faktor yang mempengaruhi Pak Heman, tetapi secara ringkas sebenarnya dari sekian banyak faktor itu apakah yang paling besar pengaruhnya?
HE : Sulit dikatakan, semuanya mempunyai kepentingannya masing-masing, tetapi di dalam hal intelektual saya kira itu yang kalau misalnya kita menemukan anak kita sulit belajar maka itu adala hal yang pertama-tama harus kita periksakan, harus kita cek apakah intelektual anak kita itu memadai atau tidak.
GS : Tapi bagaimana kita bisa mengetahui bahwa faktor penyebabnya adalah intelektual, kalau sakit fisik mungkin kita tahu badannya panas, atau matanya merah tetapi kalau yang itu bagaimana Pak?
HE : Untuk kemampuan intelektualnya kita bisa membawa anak ke seorang psikolog atau biro konseling untuk memeriksakan anak ini dengan test intelegensi. Cara lain yang lebih sederhana adalah ita mengamati anak kita ketika anak ini di sekolah yang kurang lebih bobot pelajarannya itu sama.
Jadi tingkat kesulitan pelajarannya itu ± sama, mungkin cara atau metode yang digunakan guru untuk mengajar ± sama. Kalau misalnya dia itu pernah mendapatkan prestasi-prestasi yang bagus dan di atas rata-rata atau tergolong rata-rata tapi masih baik dan itu pernah terjadi di dalam suatu jangka waktu tertentu, misalnya ½ tahun atau 1 tahun, kemudian untuk saat ini makin merosot, nah ini ada kemungkinan bukan faktor intelektual, tetapi faktor yang lain. Biasanya kalau hanya faktor intelektual saja yang berpengaruh hasilnya ± akan sama. Ini secara awam kita bisa memperkirakan bahwa tingkat intelektual anak itu cukup baik. Nah dengan catatan ada 1, 2 catatan lagi tentang kemampuan intelektual ini kalau anak mengalami masalah yang spesifik di dalam kemampuan yang lebih spesifik dalam kapasitas intelektualnya. Pada awalnya ada kemungkinan anak-anak ini masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik misalnya di kelas 1, kelas 2 SD. Karena kita biasanya lebih memperhatikan mereka, tetapi semakin besar, ketidakmampuan mereka di dalam hal yang spesifik ini semakin menonjol. Ketidakmampuan spesifik ini misalnya konsentrasi yang buruk, nah pada waktu kecil kita masih bisa awasi itu, mereka belajar dan kita betul-betul mengajar mereka, tetapi ketika pelajaran makin sulit, makin rumit, anak-anak dengan konsentrasi yang buruk akan cenderung mengalami kesulitan yang lebih banyak. Kemudian ada juga anak-anak yang kesulitan di dalam membaca, masalahnya mereka sulit merangkai kata dan kalimat secara cepat, ada anak yang kalau dia membaca satu alinea depannya sudah lupa ingat belakangnya, ingat depannya belakangnya lupa dan seterusnya, ini karena kesulitan di dalam membaca. Kemudian ada juga anak-anak yang kesulitan di dalam koordinasi visual dan motoriknya, jadi antara mata dengan tangannya dan sebagainya itu tidak terkoordinasi dengan baik, nah itu kemungkinan karena anak ini mengalami cacat di bidang koordinasi visual dan motoriknya.
ET : Lalu sebagai orang tua kalau memang ternyata setelah diperiksakan, menemukan anaknya mengalami masalah dalam hal ini, apakah yang bisa dilakukan Pak Heman?
HE : Kalau di dalam kemampuan intelektualnya anak ini terbatas, maka yang kita lakukan kita tidak menyekolahkan dia di sekolah yang tuntutannya terlalu berat, jadi disesuaikan dengan kemampun anak ini.
Kalau misalnya ada kemampuan spesifik yang terganggu kita bisa membawa mereka untuk menjalani terapi perilaku, jadi ada ahli-ahli yang memang dilatih khusus dan mereka mempunyai kemampuan untuk melatih anak-anak ini melalui berbagai pelatihan. Misalnya dengan berbagai macam permainan memasang 'puzzle', kemudian belajar dengan menyulam dan sebagainya, banyak permainan yang bisa dipakai untuk mempertinggi kemampuan anak di dalam kecacatan-kecacatan seperti ini.
ET : Untuk anak-anak yang seperti itu apakah mereka harus dipindahkan ke sekolah yang khusus juga begitu Pak Heman, yang punya masalah dengan kemampuan-kemampuan itu?
HE : Sejauh kapasitas intelektualnya memadai saya kira anak ini cukup dilatih saja, misalnya di sore hari dibawa terapi seminggu 3 atau 4 kali dan seterusnya.
GS : Kalau masalahnya adalah masalah fisik itu, yang tadi Pak Heman juga singgung itu bagaimana Pak?
HE : Masalah fisik contohnya adalah seperti ini karena banyak orang tua sering kali tidak menyadari hal-hal seperti ini, orang tua hanya berpikir anaknya kok prestasinya menurun dan tanpa diadari kita sudah menghukum mereka.
Sebetulnya kita harus cek dulu, kalau masalah-masalah kesehatan yang gampang dilihat, diidentifikasi masih bisa langsung melihatnya. Misalnya penyakit asma, tifus, radang paru-paru dalam bentuk misalnya batuk yang tidak sembuh-sembuh, radang tenggorokan dan sebagainya. Tetapi kita juga harus memperhatikan, nah hal ini sering kali kurang diperhatikan oleh orang tua yaitu gangguan penglihatan. Jadi anak kadang-kadang di kelas kalau mau melihat papan tulis matanya kerkedip-kedip, nah ada kemungkinan dia perlu kacamata, karena kalau tidak memakai kacamata anak ini belajarnya terganggu. Kemudian juga gangguan pendengaran, kadang-kadang karena suatu gangguan atau penyakit tertentu sedangkan anak sering kali tidak bisa mengeluh secara jelas, padahal anak-anak ini tidak bisa mendengar pelajaran dengan baik, siapa tahu anak-anak ini memerlukan bantuan pendengaran. Dan kemudian ada kemungkinan anak-anak yang kekurangan kadar Hb atau bahkan mungkin cacingan, ini juga menyebabkan anak-anak ini lemas dan tidak bisa konsentrasi, dengan pengobatan yang memadai sering kali masalah-masalah ini selesai dan anak kembali lagi berprestasi.
GS : Ya memang kadang-kadang penyakit itu bisa lama Pak, jadi dalam seminggu, kadang-kadang dalam sebulan kadang-kadang anak cuma masuk seminggu saja. Sehingga mau tidak mau prestasinya itu jauh di bawah teman-temannya. Dan dia merasa tidak enak sendiri di lingkungannya itu, itu bagaimana upaya orang tua? Mau disekolahkan anaknya sakit, tapi tidak disekolahkan dia ketinggalan terus pelajarannya.
HE : Ya betul, dalam hal ini memang kita tidak bisa terlalu memaksakan anak, kita mesti memperhatikan gizi anak dan kita memperbaiki kesehatannya dengan lebih banyak berolah raga dan berusah mengobati mereka.
Tapi di lain pihak, (nah ini juga yang perlu diketahui oleh orang tua) karena anak ini ingin menghindari tanggung jawab atau pun karena dia kurang berminat terhadap pelajaran, kalau dia mengalami kesulitan di sekolah maka dia akan melarikannya pada misalnya gangguan fisik dengan keluhan-keluhan fisik, sakit perut dan sebagainya. Nah, kalau ini dia berhasil dia akan cenderung mengulang, mengulang dengan lari dari pelajaran sekolahnya dengan keluhan-keluhan fisik, nah ini perlu orang tua perhatikan. Cuma memang kita jangan sampai misalnya anak yang sungguh-sungguh sakit, kita anggap hanya memanipulasi kita atau sebaliknya anak sedang manipulasi tapi kita pikir dia sakit sungguh-sungguh, sehingga dia bisa lari dari tanggung jawabnya ini.
(2) ET : Tadi selain masalah kemampuan intelektual dan kesehatan fisik, Pak Heman juga menyinggung soal kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar apakah yang biasanya menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar, Pak Heman?
HE : Ada beberapa kebiasaan sebagai contoh saja misalnya anak diharuskan mempelajari bahan pelajaran yang begitu banyak dalam jangka waktu yang sangat panjang. Nah ini memang sebagian disebakan oleh kekhawatiran orang tua kalau misalnya anaknya tidak belajar dengan waktu yang panjang, dia bisa ketinggalan pelajarannya sehingga anak mengantuk pun dipaksa-paksa untuk melêk untuk belajar lebih banyak.
Padahal ini suatu strategi yang salah karena dengan semakin dipaksa anak tidak bisa konsentrasi, otomatis tidak ada bahan pelajaran yang bisa diingat oleh anak lebih banyak, bahkan mungkin yang sudah dipelajari menjadi lupa semua. Kemudian hal yang lain misalnya anak bermain playstation atau nonton televisi sebelum belajar, sedangkan bermain playstasion dan menonton televisi itu bisa menyedot semangat kita cukup banyak sehingga melelahkan. Anak waktu mau belajar dia sudah lelah dan kehilangan minat. Kemudian lagi misalnya kebiasaan anak yang tidak pernah merapikan mejanya, ruang belajarnya, dan dia hilangkan buku pelajarannya, maka akan lebih banyak waktu untuk mencari buku pelajarannya dari pada waktu belajarnya. Jadi di dalam hal ini kita perlu ajarkan juga kepada anak untuk merapikan kamarnya. Selain orang tua sendiri perlu juga merancang atau merapikan rumahnya, sehingga anak ini bisa belajar lebih baik. Nah, kemudian ada juga kebiasaan anak yang suka makan, sebentar-sebentar di dalam belajarnya sambil ke sana, ke sini makan dan sebagainya nah kebiasaan-kebiasaan ini seharusnya dikurangi.
ET : Saya tertarik dengan yang tadi Pak Heman katakan bermain playstasion dan menonton televisi. Kadang-kadang ada orang tua karena susah membujuk anaknya untuk belajar akhirnya tawar-menawa dengan anaknya.
Lalu anaknya mengatakan: "Ya, saya akan belajar, kalau saya diijinkan main, saya akan belajar kalau saya boleh nonton TV dulu, sebenarnya ini bagaimana Pak Heman?
HE : Saya cenderung mengatakan sebaiknya playstasion dan nonton TV itu diletakkan sebagai satu 'reward' artinya setelah anak belajar, kalau dia mempunyai prestasi yang baik baru dia boleh meonton TV lebih banyak atau bermain playstation.
Dan sebaiknya itu diletakkan di hari-hari di mana dia tidak terlalu banyak ulangan. Salah satu contoh misalnya Sabtu malam, dia bebas bermain playstation dan sebagainya, dengan catatan kalau dia mempunyai prestasi yang cukup baik. Di dalam kita menentukan prestasi yang baik ini juga jangan membuat anak frustrasi, anak sama sekali tidak bisa mencapainya sehingga dia tidak peduli lagi diijinkan main atau tidak dan dia melakukan banyak rengekan atau pemberontakan. Nah ini juga kurang baik, ini juga akan mengganggu prestasi belajarnya. Jadi sebaiknya diletakkan di kemudian jangan diletakkan di depan, sebelum anak belajar.
ET : Sepertinya kehadiran dan ketegasan dari orang tua penting sekali di sini, karena biasanya kalau tidak ada orang tua mereka bermain dulu.
HE : Betul, di sini diperlukan ketegasan orang tua, jangan sampai orang tua tidak tega dengan anak dan itu justru menyebabkan anaknya semakin tidak berminat untuk belajar.
GS : Ya, berbicara tentang kebiasaan belajar anak-anak kadang-kadang memang aneh-aneh Pak. Ada yang pulang sekolah dia langsung belajar dan setelah itu dia tidak belajar lagi. Kemudian hasilnya memang cukup memuaskan Pak. Tetapi sebagai orang tua kita menginginkan dia pulang sekolah istirahat dulu, nanti sore belajar lagi atau malam setelah makan belajar lagi. Nah polanya dia atur sendiri. Nah sebenarnya bagaimana peran orang tua itu Pak?
HE : Kalau anak bisa mengatur pola belajarnya sendiri, ini sesuatu yang baik sekali dan kita hanya perlu cek apakah anak masih bisa mempertahankan prestasinya dan kemudian apakah anak sudah erusaha maksimal dalam mencapai prestasinya ini.
Jadi masalah dia tidak tidur siang atau tidur siang, sebetulnya orang tua tidak perlu terlalu banyak mengatur, kalau anak bisa mengaturnya sendiri. Kecuali kalau misalnya anak tidak disiplin, nah kita membantu mendisiplin anak di dalam hal belajar. Jadi memang setiap anak betul ada polanya masing-masing, ada yang bisa atau bahkan harus dengan mendengarkan musik sambil belajar, ada yang maunya tenang sekali, tidak ada suara sedikitpun itu memang cara yang berbeda-beda bagi setiap anak. Nah, di sini kita perhatikan saja tentang rasa tanggung jawab anak itu, kalau anaknya itu bertanggung jawab, orang tua akan dengan lega hati lebih banyak memberikan tanggung jawab dan beban itu kepada anak.
GS : Tetapi saya khususnya sebagai orang tua kadang-kadang merasa tidak pas dengan polanya Pak. Seperti tadi Pak Heman singgung dengan musik, dia memakai headphone memang tidak mengganggu orang lain dan saya tahu itu musik yang cukup keras yang dia bunyikan dan itu dilakukan sambil belajar. Saya tidak bisa mengerti bagaimana sambil mendengarkan musik yang sekeras itu dia berkata dia bisa belajar.
HE : Ya, memang sering kali kita belajar itu dengan gaya kita, sehingga kita tidak bisa membayangkan kenapa anak kita bisa dengan gaya yang berbeda dari kita. Tetapi kita bisa melihat hasilna saja, kalau misalnya hasilnya masih cukup memadai kenapa tidak.
(3) GS : Dan pengaruh lingkungan itu seberapa besar Pak terhadap keberhasilan seorang anak di dalam belajar?
HE : Saya kira besar sekali pengaruh lingkungan ini, umumnya hanya anak-anak tertentu yang tidak terpengaruh. Suasana rumah yang semrawut dan tidak rapi ini membuat anak kesulitan di dalam beajar.
Kemudian rumah yang dipenuhi oleh kebisingan, misalnya suara musik, motor dan sebagainya, nah sekali lagi kecuali anak-anak tertentu. Dan kemudian orang tua yang bertengkar, orang tua tidak harmonis ini banyak sekali membuat prestasi anak merosot. Kemudian juga lingkungan tetangga-tetangga dan teman-teman, banyak teman-teman yang suka datang mengajak anak kita bermain nah ini akan mengganggu. Kemudian juga kakak atau adik dari anak yang bersangkutan suka mengganggu dan sebagainya, ini juga harus dicegah. Kemudian guru itu faktor yang penting, guru yang baik akan membangkitkan minat belajar sehingga membuat prestasi anak meningkat. Dan sebaliknya guru sering kali menjadi faktor yang melemahkan semangat belajar anak, ini beberapa hal dari lingkungan belajar yang mempengaruhi prestasi anak.
ET : Rasanya ada beberapa hal yang bisa dipersiapkan oleh orang tua untuk masalah lingkungan ini. Tetapi kadang-kadang ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak memungkinkan yang menyebabkan ligkungan belajar itu menjadi tidak memadai.
Misalnya seperti tadi faktor guru, faktor tetangga bukankah ini hal-hal yang tidak bisa kita cegah sedemikian rupa, menurut Pak Heman bagaimana mengatasi hal ini?
HE : Kalau soal teman kita tetapkan saja jam di mana anak boleh terima tamu dan tidak. Anak sering kali tidak tega juga atau tidak bisa tegas, jadi orang tua yang membantu. Kadang-kadang oran tua menjadi kambing hitam sementara, tapi saya kira pada usia anak yang masih sangat muda kita perlu bantu mereka, sambil orang tua juga mengajarkan kepada anak untuk mengatakan tidak kepada teman-temannya.
Nah, kalau misalnya anak dari kecil sudah mempunyai kebiasaan yang baik yang ditanamkan orang tua, anak biasanya akan merasa terganggu oleh teman-temannya. Kecuali kalau anak tidak terbiasa disiplin dia lebih mengikuti temannya daripada orang tuanya. Tugas orang tua adalah mendisiplin anak. Nah tentang faktor guru ini lebih sulit, tentang guru ini memang di luar jangkauan kita. Kita bisa melakukan tindakan misalnya dengan menghibur anak ketika kita melihat tindakan guru atau cara mengajar guru tidak sepatutnya. Jadi kita menguatkan anak dan mempertinggi semangat belajarnya, menceritakan misalnya Papa atau Mama dulu juga pernah mengalami seperti ini dan kita pernah mempunyai guru-guru yang tidak disukai, dan kita ceritakan kegagalan kita juga dan juga keberhasilan kita mengatasi perasaan-perasaan tidak suka terhadap guru. Kemudian juga kita bisa membantu anak untuk mencari strategi belajar yang baik, selain itu orang tua juga bisa bertindak sebagai guru, misalnya dengan mencarikan buku-buku yang menarik menurut pelajaran dari anak yang bersangkutan. Buku-buku pengetahuan, buku cerita yang ada sangkut-pautnya dengan pelajaran anak, banyak buku-buku yang baik misalnya tentang sejarah dan sebagainya di dalam bentuk cerita yang menarik saat ini, nah itu bisa membantu anak.
GS : Ada kekhawatiran sebagian orang tua itu tidak mau terlalu jauh mencampuri pelajaran anaknya atau cara mengajar pada anaknya, karena kadang-kadang itu bertentangan dengan cara guru mengajar Pak. Sehingga orang tua mengambil mudahnya yaitu dengan dileskan atau mengikuti pelajaran tambahan, tapi dia sendiri tidak akan terlibat dalam mendampingi anaknya belajar.
HE : Saya tahu ini kesulitan yang luar biasa dan tidak mudah diatasi. Les itu salah satu cara tetapi kita juga perlu mencegah jangan sampai les itu sebagai pelarian dari rasa tanggung jawab aak dan orang tua.
Jadi tetap anak itu sendiri harus punya rasa tanggung jawab untuk mengatasi kesulitan-kesulitannya sendiri. Terutama dia yang harus dituntut rasa tanggung jawabnya, bukan guru lesnya. Nah tentang cara mengerjakan soal yang berbeda, apa boleh buat, kadang-kadang kita harus mengalah meskipun kita juga harus mengajarkan kepada anak bahwa tidak hanya dengan satu cara saja kita bisa mencapai penyelesaian soal seperti itu karena kreatifitas anak juga perlu diperhatikan.
GS : Kalau faktor tanggung jawab itu bagaimana Pak?
HE : Tentang tanggung jawab, pada mulanya orang tua memang perlu membimbing dengan cara mengajarkan strategi dan kebiasaan belajar yang baik. Ketika anak sudah mempunyai strategi yang pas, dimana anak itu bisa dilepas, biarkan dia mengerjakan atau memikul bebannya sendiri.
Pokoknya kalau dia bisa dalam hal tertentu harus dilepas dan orang tua hanya sesekali memantau, seperti itu.
GS : Apakah ada firman Tuhan yang cocok untuk ini Pak, sebagai bekal untuk orang tua atau anak-anaknya.
HE : Dari Amsal 19:2a dikatakan demikian: "Tanpa pengetahuan, kerajinanpun tidak baik." Tanpa pengetahuan, kerajinanpun tidak baik, jadi tidak hanya kerajinan yang harus kita paka-paksa atau kita tekankan kepada anak tetapi kita juga harus mengetahui berbagai hal yang mempengaruhi misalnya strategi belajar, kebiasaan belajar dan seterusnya, itu kita harus juga mendidik atau mengatur dan kita beritahukan kepada anak-anak.
GS : Terima kasih, Pak Heman untuk perbincangan kali ini juga Ibu Esther banyak terima kasih. Para pendengar sekalian terima kasih Anda juga telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Heman Elia, M. Psi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Anakku Sulit Belajar". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.