Ketika Anak Terlibat Masalah

Versi printer-friendly
September


Salah satu hal yang menakutkan adalah mendengar berita bahwa anak kita terlibat masalah. Ada anak yang terlibat narkoba, masalah pencurian, masalah seks bebas hingga kehamilan. Sewaktu mendengar berita ini, pasti kita merasa bahwa dunia telah runtuh. Setidaknya ada beberapa reaksi umum yang dialami oleh orangtua yang berada dalam situasi seperti ini:

  1. Reaksi marah, karena perbuatan anak yang buruk ini menimbulkan kesan buruk pada kita orangtuanya. Kita merasa dipermalukan dan harga diri kita diinjak-injak oleh anak lewat perilakunya itu.
  2. Berusaha untuk menutupinya - apabila masih memungkinkan. Kita akan berusaha mengurangi dampak kerusakan supaya tidak menyebar dan tidak diketahui oleh banyak orang. Misalkan, jika anak kita hamil, kita mungkin berusaha mengaborsi bayi dalam kandungannya atau mengungsikannya keluar untuk sementara.
  3. Namun, sebagian masalah tidak dapat disembunyikan. Kita terpaksa harus menghadapinya sebab jika tidak masalah akan makin mengakar dan menimbulkan kerusakan lebih parah lagi.
  4. Pada akhirnya kita bersikap pasrah. Kita tidak lagi peduli dengan pandangan orang dan menerima kondisi keluarga apa adanya.

Sayangnya tidak semua orangtua menghadapi masalah anak dengan baik. Beberapa sikap yang tidak sehat dapat muncul dan malah memperburuk masalah anak. Berikut akan dipaparkan beberapa di antaranya:

  • Tidak mau mengakui masalah. Dengan kata lain menyangkal bahwa masalah telah terjadi dan terus bersikap bahwa semua baik-baik saja dan menganggap pastilah berita tersebut tidak berdasar.
  • Menyalahkan pihak lain. Sudah tentu ada kalanya memang benar bahwa salah satu penyebab masalah bisa jadi karena pasangan kita, namun kita harus melangkah dan berupaya mencari jalan keluar. Kita menolak bahwa anak kita berandil dalam masalah ini.
  • Menyalahkan anak. Ada orangtua yang terus melimpahkan kesalahan pada anak. Tidak menghiraukan penjelasannya. Pada umumnya penyebab utama ialah orangtua terlalu bergantung pada anak untuk kebahagiaannya sendiri.

Jika demikian sikap seperti apakah yang mesti kita perlihatkan sewaktu anak terlibat masalah?

  1. Perhatian pertama yang mesti kita berikan ialah memperhatikan anak kita. Ia tengah dirundung masalah dan kita harus menolongnya. Kita mesti mengesampingkan diri dan pandangan orang terhadap kita. Berikanlah komitmen kepadanya bahwa apa pun yang terjadi kita akan mendampinginya dan tidak akan membuang dia.
  2. Kita mesti menyelesaikan masalah secara sehat dan sesuai dengan jalan Tuhan. Jadi janganlah melakukan tindakan yang berdosa untuk menyelesaikan masalah. Menyelesaikan masalah secara sehat berarti menyelesaikannya sampai ke akarnya. Jangan kelabui diri bahwa sekarang semua baik-baik saja padahal kita tahu bahwa akar masalah masih ada. Jika memang akar masalah ada pada diri kita, akuilah.
  3. Lihatlah ke depan, bukan ke samping atau ke belakang. Maksudnya jangan mengungkit masa lalu dan jangan terus menyalahkan.
  4. Kita harus bersikap realistik. Kadang keputusan terbaik jauh dari ideal, namun tetap itulah keputusan terbaik. Misalkan, oleh karena narkoba anak akhirnya harus meninggalkan bangku sekolah untuk beberapa bulan sehingga tidak naik kelas. Kita mesti menerima pilihan ini ketimbang memaksakannya untuk menyelesaikan sekolah.
  5. Terakhir kita mesti bersabar dan beriman. Kita harus bersabar sebab masalah yang besar sering kali memerlukan waktu yang panjang dan usaha yang besar. Kita pun mesti beriman sebab sandaran kita bukanlah manusia melainkan Tuhan.

Di dalam Markus 11:22-24 dikatakan, "Percayalah kepada Allah! Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya maka hal itu akan diberikan kepadamu."

oleh Bpk. Pdt. Dr. Paul Gunadi
Ringkasan audio T 350 B
Simak di www.telaga.org









PERTANYAAN:

Baru-baru ini bapak membahas tentang masalah perselingkuhan. Anak perempuan saya sudah memiliki 3 orang anak masing-masing berusia 12, 8, dan 4 tahun. Sudah berkali-kali kami menasehati dan meminta bantuan doa oleh pendeta, agar dia tidak berpisah dengan suaminya. Tapi tidak ada perubahan sehingga mereka berpisah dan hidup sendiri-sendiri. Kini, anak saya memiliki pacar laki-laki dan demikian pula suaminya memiliki pacar juga. Cucu-cucu saya ikut papa mereka.

Saya menangis melihat cucu-cucu saya. Sebagai seorang ibu, saya harus bagaimana? Suami saya juga menangis tiap kali melihat cucu-cucu kami datang dan bermain di rumah kami. Namun setelah mereka pulang, suami selalu marah-marah sebab dia kecewa kepada anak kami dan cucu kami yang nakal. Sebenarnya, cucu ingin saya ambil tapi saya tidak ada kekuatan dan juga kami sering sakit-sakitan.


Pertanyaan saya ialah:

  1. bagaimana saya mengatasi cucu dan suami saya yang marah-marah itu?
  2. Apakah benar, jika sudah disatukan Tuhan tak akan diceraikan manusia (mereka menikah di gereja)? Karena saya punya keyakinan itu.
  3. Bisakah mereka bersatu kembali, mengingat mereka sudah menjalani hidup masing-masing?
  4. Apakah saya hanya berdoa menyerahkan ini pada Tuhan dan harus bagaimana saya berdoa agar doa saya berkenan di hadapan Tuhan dan Tuhan mempercepat penyelesaian masalah ini? Sekian dulu, sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawaban Bapak.

JAWABAN:

Ibu NN yang dikasihi Tuhan,
terima kasih untuk sharing Ibu. Ibu sangat ingin anak Ibu memilki keluarga yang sesuai dengan Firman Tuhan; yang rukun dan bersatu namun sekarang harapan itu tidak menjadi kenyataan. Tentu Ibu sedih melihat kondisi keluarga anak Ibu.

Saya berusaha menjawab pertanyaan yang Ibu ajukan kepada Bpk. Pdt. Paul Gunadi, sebagai berikut:

  1. Terhadap cucu, Ibu harus menyadari bahwa mereka belum sepenuhnya memahami arti perpisahan orangtuanya namun sudah harus menanggung akibat perpisahan itu. Bisa jadi kenakalan mereka merupakan wujud protes terhadap situasi yang mereka hadapi. Sebagai nenek, Ibu bisa memberikan: waktu untuk bersama mereka, bermain bersama, mendengarkan cerita mereka, apa yang mereka rasakan, apa yang mereka butuhkan. Namun juga perlu untuk tetap berani menegur/mendisiplin jika mereka melakukan hal yang tidak baik dan benar. Ibu juga bisa mendorong cucu untuk setia mengikuti Sekolah Minggu di gereja agar tetap mendapatkan pembinaan rohani.
  2. Anak dan menantu Ibu bertanggungjawab atas pernikahan mereka. Dalam banyak kasus perceraian faktor manusialah yang menyebabkannya. Pihak istri atau suami memaksakan kehendak masing-masing. Bercerai adalah pilihan manusia; pilihan anak Ibu dan suaminya.
  3. Mengenai mereka bisa bersatu lagi atau tidak, kembali kepada kemauan anak-menantu Ibu. Tuhan tidak akan memaksakan kehendak-Nya tanpa keterlibatan manusia dan dalam hal ini kemauan anak dan menantu Ibu sangat menentukan.
  4. Saya berharap Ibu tetap tidak bosan untuk berdoa. Berdoa dengan jujur atau terbuka pada Allah Bapa atas apa yang Ibu rasakan dan harapkan, baik yang berkaitan dengan anak, menantu, cucu serta keluarga Ibu sendiri. Berdoa agar Allah Bapa membuka hati anak- menantu, memberikan kekuatan dan kesabaran juga kepada Ibu dan suami, pada saatnya kiranya Tuhan melakukan pemulihan relasi yang sudah rusak atau renggang antar anggota keluarga ini.

Tuhan menyertai kita.
Teriring salam: Lortha Gb. Mahanani








  1. Tanggal 1 Oktober kita peringati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Marilah kita tetap mengingat dalam doa untuk situasi dan keamanan NKRI menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden pada tgl. 20 Oktober 2019 yad.
  2. Bersyukur atas inisiatif Bp. Thomas Zacharias akhir Mei 2018 yang lalu, database Telaga telah selesai.
  3. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Ibu Priska Sihalo (Rp 150.000,- dan Rp 315.000,-) dan dari Ibu Gan May Kwee di Solo sejumlah Rp 500.000,-
  4. Bersyukur Bp. Paul Gunadi dan istri telah tiba di Malang dan sepanjang bulan Oktober 2019 akan ada tambahan judul-judul rekaman terbaru. Kita tetap doakan untuk kesehatan Bp. Paul Gunadi.
  5. Bersyukur setelah dihubungi lewat telepon, ternyata ada 2 radio yang masih menyiarkan program Telaga yaitu Radio Agape FM di Semarang dan Radio Bonapit FM di Tarutung.
  6. Doakan untuk Radio Alpha Omega FM di Kertosono yang sejak awal tahun ini tidak mengudara karena kerusakan antena, saat ini masih memerlukan dana +/- Rp 50 juta untuk perbaikan peralatan pemancar yang baru dan berharap akhir tahun ini sudah bisa mengudara kembali.
  7. Tetap doakan untuk pembuatan artikel dari Buku Telaga-7 yang berjudul "Mengapa Menikah" (bekerjasama dengan C.V. Evernity Fisher Media).
  8. Ulang tahun ke-25 dari Yayasan Lembaga SABDA akan diadakan pada hari Senin, 14 Oktober yad. di Orient Convention Hall, Solo dimana Telaga juga diberi kesempatan untuk membuka stand.
  9. Pada hari Minggu, 29 September 2019 telah diadakan survei ke Sidoarjo dan bertemu dengan Sdri. Lie Bing dan timnya. Ada 5 rumah kontrak yang dilihat, tetap doakan untuk pemantapan rencana ini dan kebutuhan dana yang diperlukan.
  10. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari donatur tetap, yaitu dari: 006 untuk 3 bulan - Rp 450.000,- dan 011 untuk 2 bulan Rp 300.000,-








ASAP, TERASI, DAN IKAN GORENG, JIKA TERBAWA ANGIN...


oleh Sdri. Betty Tjipta Sari di www.telaga.org/blog/

Satu kali, tiba-tiba aku rindu ingin makan sambal terasi dengan teri goreng bersama nasi panas. Hm... pastilah lezat. Jadi dengan semangat aku membeli teri di supermarket Asia dan berencana membuat sambal terasi pula di rumah. Sore hari adalah waktu yang biasa dipakai untuk memasak. Biasanya orang Belanda hanya memasak satu kali sehari untuk makan malam, makan pagi dan makan siang adalah roti. Jadi setelah teman serumahku yang kebetulan sedang mendapat kunjungan seorang teman selesai memakai dapur, aku pun dengan semangat empat lima menyiapkan semua bahan dan kemudian menggoreng teri, lalu terasi, dan tiba-tiba temanku berlarian ke dapur sambil berteriak, "Bau apa ini Betty? Apa yang kamu masak? Wow, baunya sungguh tak sedap dan menyengat!" Aku pun terkejut, tersadar bahwa tidak ada satu teman serumahku yang pernah mencium bau teri dan terasi. Spontan aku minta maaf untuk bau yang tak sedap dan menutup pintu dapur. Dia pun beranjak menutup pintu kamarnya agar bau itu tak masuk ruangannya. Mereka bilang kalau mereka sangat kaget dengan bau yang tiba-tiba menyelimuti seisi rumah, dan karena mereka akan pergi ke pesta salsa setelah makan malam mereka. Tampaknya mereka agak kesal karena takut bau terasi akan menempel di tubuh mereka. Aku pun jadi merasa bersalah dan berjanji pada diri sendiri bahwa tidak akan masak teri dan terasi lagi kecuali tidak ada orang lain di rumah.


Bukan hanya soal bau yang bisa mendatangkan masalah karena menggoreng ikan. Aku ingat pertama kalinya aku menggoreng ikan di Belanda adalah minggu pertama aku tiba di Belanda. Aku pikir waktu itu, aku akan masak ikan saja karena ikan mudah dimasak (tinggal digoreng). Namun di minggu pertama aku belum terbiasa menghidupkan penghisap asap di dapur dan tidak menyadari bahwa pendeteksi asap ada di ruangan sebelah dapur. Jadi ketika sedang asyik menggoreng ikan, tanpa sadar asap membumbung ke udara dan tiba-tiba sirene berbunyi kuat memekakkan telinga. Tiba-tiba saja aku kaget sampai benar-benar melonjak dan gugup mencari dimana sumber suara alias alarm rumah dipasang. Kemudian baru aku lihat alarm terpasang di sebelah dapur. Tapi masalahnya aku tidak tahu bagaimana caranya mematikannya dan tidak ada seorang pun di rumah. Terlebih lagi pada waktu itu masih libur musim panas jadi banyak orang tidak ada di rumah karena berlibur ke luar kota atau ke negara lain. Jalan di depan rumah pun sepi, meskipun di dalam rumah telingaku hampir pecah mendengarkan suara alarm asap.


Aku mencari orang yang lewat untuk minta bantuan sambil ‘deg-degan’ memikirkan apa yang akan mungkin terjadi kalau aku tidak dapat mematikan alarm. Lega akhirnya ketika ada seorang gadis Belanda lewat dan mau membantu ketika melihat muka panikku. Sambil mematikan bunyi alarm, dia bertanya dengan tersenyum "Kamu sedang membakar sesuatu ya?" Aku pun menjawab dengan tersipu malu, "Ah, hanya ikan goreng." Dari situ pun, aku berharap hidupku yang tercium oleh orang Belanda di sekitarku, terutama oleh mereka yang tidak percaya, bukanlah bau terasi atau bau asap ikan goreng, tapi bau harum yang membawa mereka mengenal kemuliaan Tuhan?


"Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa." - 2 Korintus 2:15