Kendorkan Kendali, tetapi Jangan Lepaskan

Versi printer-friendly
November



Memasuki bulan November, kita memeringati Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November, siapa dan bagaimana pahlawan dalam keluarga ?

KENDORKAN KENDALI TETAPI JANGAN LEPASKAN

Membesarkan anak mengharuskan kita untuk bersikap fleksibel. Misalkan, tidak seharusnya kita memerlakukan semua anak sama, sebab pada kenyataannya mereka tidak sama. Ada anak yang langsung takut mendengar teguran, tetapi ada pula anak yang tidak takut. Itu sebab kita mesti fleksibel. Selain dari itu, kita pun mesti fleksibel dalam pengertian, tidak seharusnya kita menerapkan sistem kendali yang sama pada setiap fase kehidupannya. Pada kesempatan ini secara khusus kita akan menyoroti fase dewasa awal, yaitu fase usia antara 18-30 tahun. Inilah fase di mana anak mulai berkuliah — ada yang tinggal di rumah, ada yang tidak — dan bekerja.

Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah makin ketat kita mengendalikan anak di fase-fase sebelumnya, makin besar kecenderungan anak akan memberontak di fase dewasa awal. Sesungguhnya belum tentu anak memberontak terhadap nilai-nilai kehidupan yang telah kita tanamkan dan anut. Biasanya pemberontakan anak lebih dikarenakan ia tidak nyaman dengan cara kita mengendalikannya yaitu searah dan memaksakan, kurang memberi ruang berdialog. Ada pelbagai bentuk perilaku yang digunakan anak untuk memberontak. Misalkan, ada anak yang menolak untuk menekuni bidang tertentu yang selama ini kita arahkan dan sarankan. Atau, bila anak berkuliah di luar kota, ia menolak untuk menghubungi orang tua sesering yang diharapkan. Ada pula anak yang berhenti pergi beribadah seperti yang selama ini dilakukannya. Atau, ada anak yang bergaul atau bahkan berpacaran dengan teman yang tidak kita setujui. Semua adalah contoh bentuk pemberontakan yang umum dilakukan anak, pemberontakan yang lebih ditujukan terhadap cara kita mengendalikannya, bukan terhadap nilai kehidupan kita. Itu sebab penting bagi kita untuk mulai mengendorkan kendali mulai dari anak remaja. Jangan sampai anak merasa dikungkung dan tidak diberi ruang untuk menjadi dirinya sendiri. Bukalah pintu dialog dan dengarkanlah keluhan serta pendapatnya. Mulai percayakan untuknya mengambil keputusan meski tidak sesuai dengan keinginan atau selera kita. Selain itu batasi ruang gerak anak hanya untuk hal-hal yang penting, seperti relasinya dengan Tuhan, respek terhadap kesucian, hormat terhadap sesama dan berhikmat dalam bersikap serta bertindak.

Hal kedua yang perlu kita ketahui adalah fase dewasa, terutama seusainya kuliah, adalah masa dimana anak berkesempatan untuk menjadi dirinya sendiri, tanpa harus takut kehilangan restu dan dukungan orang tua. Bila di masa remaja dan di masa perkuliahan anak masih bergantung pada orang tua, maka di masa dewasa anak tidak lagi bergantung dan dapat berdikari. Jadi, di saat ini anak baru dapat menyatakan sikapnya apa adanya tanpa rasa takut terhadap orang tua. Itu sebab bila kita bereaksi keras dan mengeluarkan ancaman kepadanya, biasanya anak malah makin berani dan makin menantang. Jadi, jagalah emosi; jangan sampai keluar perkataan yang merendahkan anak. Ingatkan anak akan konsekuensi keputusannya tetapi jangan menekannya.

Di usia remaja anak mencoba-coba identitas dirinya, mana yang cocok, mana yang tidak cocok. Di usia dewasa awal, anak baru mulai mengenakan dan menguji identitas dirinya sesuai dengan keyakinan, nilai kehidupan, cita-cita dan kariernya. Masalahnya, tidak selalu identitas diri itu sesuai dengan harapan kita. Alhasil kita tidak setuju dan tergoda memaksanya mengubah haluan.

Di fase ini, salah satu hal yang kadang mesti kita hadapi adalah adanya kemungkinan anak mengambil keputusan yang salah. Sebagai orang tua tidak mudah bagi kita melihat anak mengambil jalan yang salah; kita berusaha keras agar ia sadar dan kembali ke jalan yang benar. Tetapi pada akhirnya kita harus menerima kenyataan bahwa anak yang sudah dewasa adalah pribadi yang terpisah dan mandiri. Tidak selalu kita bisa menjauhkannya dari bahaya atau menjaganya terjerumus ke lubang yang dalam. Di usia dewasa ia berada di luar kendali kita.

Walaupun semua ini adalah kenyataan yang mesti dihadapi dan terdengar menakutkan, namun, mesti kita ingat bahwa walau ia berada di luar kendali kita, ia tidak pernah berada di luar kendali Tuhan. Pendeta Greg Laurie dari Amerika pernah mengalami gejolak berat dalam keluarganya sewaktu anaknya memberontak dan hidup jauh darinya dan dari Tuhan. Namun, dengarlah apa yang dikatakannya tentang anak yang memberontak dan lari dari Tuhan, "Engkau bisa lari dari kami, tetapi engkau tidak bisa lari dari doa kami". Ya, meski tampak tak terkendali, ia tetap berada di dalam kendali Tuhan. Meski ia lari dari kita, ia tidak bisa lari dari doa kita.

Satu hal lagi yang mesti kita camkan adalah bahwa Tuhan belum selesai dengannya. Ibarat rumah, Tuhan masih membangunnya. Tepat seperti lagu yang dinyanyikan oleh Bill Gaither, "Kids under construction, maybe the paint is still wet. Kids under construction, the Lord might not be finished yet." Kadang kita putus asa menantikan perubahan pada anak dan mungkin kita ragu apakah anak akan kembali ke jalan yang benar. Tuhan belum selesai; jadi, tunggulah. Satu hal yang tidak boleh kita abaikan adalah menjalin relasi dengannya; kita tetap mengasihinya.

Terakhir, kadang kita mesti bersikap tegas terhadap anak. Kita tidak boleh mengiyakan atau menutup mata terhadap keputusan-keputusan salah yang dibuatnya. Kita harus berdiri tegak di atas perintahTuhan dan kebenaran-Nya. Kita tidak boleh mengasihi anak lebih daripadaTuhan. Kita pun mesti berani menegurnya dan jangan takut kehilangannya. Sewaktu anak melihat kita takut kehilangan dirinya, ia akan bertambah berani dan hidup semaunya. Jadi, tegaslah.

Memang tidak mudah menggabungkan kasih dan ketegasan, penerimaan dan pendisiplinan. Jadi, senantiasa berdoa, mintalah hikmat dan kehendak Tuhan untuk dapat berjalan di jalan kasih dan ketegasan. Kadang, untuk tegas, kita mesti bersikap tega dan membiarkan. Meski hati menjerit kasihan, tetapi adakalanya itulah yang mesti kita lakukan. Adakalanya kita harus berdoa, "Tuhan, pukullah anakku sesuai takaran-Mu agar ia sadar". Sebab, seringkali itulah yang harus terjadi: Tuhan harus memukul anak kita yang tersayang supaya ia kembali ke jalan Tuhan yang terbaik. Bila kita menutup mata dan membiarkan, ia justru makin jauh dan sesat.

Membesarkan anak di usia dewasa awal ibarat membawa bola ke gawang. Tidak lurus, sering harus berbelok dan meliuk; acapkali harus bijak menghindar dari bahaya, tetapi kadang mesti menerobos bahaya. Kita tidak bisa memastikan apa pun kecuali, memastikan bahwa sejak kecil kita telah mendoakannya dan mengajarkannya tentang jalan dan keselamatan dari Allah melalui Yesus. Dengarlah pesan Paulus kepada Timotius, anak rohaninya, "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus" (2 Timotius 3:15).

Ringkasan T598A
Oleh: Pdt.Dr.Paul Gunadi
Simak judul-judul kategori "Orang Tua dan Anak" lainnya di www.telaga.org



PERTANYAAN :

Anak saya dari kelas 1 dan sekarang sudah naik kelas 2, tetap saja takut untuk masuk kelas dan harus ditemani orang tua. Lalu kepala sekolah anak saya tidak mengizinkan lagi untuk saya menemani anak saya sekolah walaupun hanya duduk di luar kelas, dan akhirnya anak saya dikeluarkan dari sekolah, sedangkan anak saya ingin sekolah asalkan saya menemaninya walaupun hanya di luar kelas agar bisa dilihat oleh anak saya. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana dan apa yang harus saya lakukan sebagai orang tua? Terima kasih.

Salam : S.F.

 JAWABAN :

Shalom,
Setelah membaca apa yang Ibu tulis, menurut saya perlu diketahui terlebih dahulu apa yang membuat anak enggan berpisah dari orang tuanya. Apakah mungkin pernah terjadi sesuatu peristiwa yang traumatis pada waktu kelas 1? Apakah pada waktu kelas 1 anak pernah tidak dijagai oleh orang tua dan kemudian terjadi sesuatu? Atau mungkin terjadi sesuatu pada orang tua di tempat lain yang membuat anak berpikir bahwa lebih aman buat orang tua dan dirinya kalau mereka ada di tempat yang sama.

Selama kelas 2 ini apakah sudah pernah dicoba untuk anak dilatih berpisah dari orang tua? Kalau sudah pernah, apa yang dilakukan anak ketika tahu bahwa orang tuanya tidak bersama-sama dia? Apakah pernah anak dipersiapkan dulu (diberi pengertian) ketika naik kelas bahwa setelah naik kelas kemungkinan besar orang tua sudah tidak boleh mendampingi?

Saran yang dapat kami berikan adalah :

Latih anak berpisah dari orang tua secara bertahap. Misalnya 1 jam kemudian meningkat menjadi 2 jam dan seterusnya. Beri pujian ketika anak mampu bertahan pada rentang waktu yang telah ditentukan; bisa juga beri stempel di kertas yang kalau sudah terkumpul sejumlah tertentu, anak mendapat hadiah (hadiah sederhana). Janjikan kegiatan tertentu bersama orang tua apabila anak berhasil berpisah dari orang tua. Misalnya membuat/menghias kue yang dia sukai dan lain-lain.

Demikian tanggapan yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan dapat membantu.

Salam : Ferry H.



I Love You More, Mama!

Oleh: Anita Sieria (KonselorTelaga Kehidupan)*)

Belakangan ini, salah satu anak saya sering mengajak saya berdebat. Ia berkata, "I love you Mama, I love you more than you love me!" Wajahnya penuh senyum usil dan kebanggaan, yakin bahwa saya tak akan bisa mengalahkan besarnya rasa sayangnya kepada saya. Saya pun dengan mantap menjawab, "No, I love you more!" Perdebatan seru pun terjadi, karena ia tetap teguh menyatakan, "No, I love you even more!" dan saya pun tentu tidak mau kalah. Meski terlihat lucu dan menggelikan, kejadian ini akhirnya membuat saya merenung.

Orang tua saya pernah berkata, "Cinta kasih itu seperti air terjun—mengalir dari atas ke bawah. Orang tua akan selalu lebih menyayangi anak-anaknya dibandingkan anak kepada orang tuanya." Kini, setelah menjadi orang tua, saya memahami kebenaran perkataan tersebut. Namun, ekspresi kasih dari kedua anak saya membuat saya berpikir ulang.

Dalam berbagai kesempatan, saya sering berkata, "Tidak ada orang tua yang sempurna, begitu pula tidak ada anak yang sempurna". Kalimat ini bukan hanya ditujukan bagi pendengar, tetapi juga sebagai pengingat bagi diri saya sendiri. Sebagai orang tua, saya hanya dapat melakukan bagian saya dengan sebaik-baiknya. Anak pun memiliki peran dan tanggungjawabnya sendiri.

Namun, ada orang tua yang datang kepada saya dan bertanya, "Bu, saya sudah melakukan yang terbaik, tapi mengapa anak saya masih melakukan hal-hal yang tidak seharusnya? Kami sudah berusaha mengasihi, memberikan waktu bersama, dan menanamkan karakter yang baik, tapi mengapa ia malah bertindak sebaliknya?"

Salah satu jawabannya adalah bahwa setiap anak memiliki cara sendiri dalam merespons kasih dan pengorbanan orang tuanya. Mereka juga memiliki persepsi yang berbeda tentang apa yang diberikan orang tua. Apa yang terbaik di mata orang tua, belum tentu dirasakan anak sebagai yang terbaik untuk mereka. Misalnya, saat orang tua mengajarkan tata krama, anak mungkin merasa itu terlalu kaku. Ketika orang tua melarang makanan tertentu, anak menganggapnya terlalu membatasi. Ketika orang tua peduli dan bertanya tentang kehidupan mereka, anak merasa orang tua terlalu ikut campur. Ketika orang tua membatasi penggunaan gawai, anak merasa mereka tidak asyik. Ketika jam keluar rumah dibatasi, anak merasa terlalu dikekang. Daftar ini tentu masih bisa kita tambah.

Namun, di sisi lain, saya juga sering mendengar keinginan anak-anak dari berbagai usia. Di antara cita-cita dan impian mereka, ada satu hal yang hampir selalu sama: mereka ingin membanggakan dan membahagiakan orang tua mereka. Suatu hari, saya melihat boneka ulat yang menggemaskan. Ketika saya berkata, "Wah, lucu sekali," anak saya langsung berkata, "Mama beli aja, nanti aku yang bayarin, jadi Mama nggak perlu keluar uang". Meski saya tahu uang yang akan digunakan sebenarnya uang saya juga, kepolosannya menyentuh hati saya. Ia ingin membuat saya bahagia.

Dalam kesempatan lain, saya bertanya kepada mahasiswa, "Apa impianmu?" Jawaban mereka sering kali sama, "Saya ingin sukses, Bu, supaya bisa membahagiakan orang tua. Saya ingin mereka tidak perlu bekerja keras lagi."

Namun, kenyataannya, ada orang tua yang mengeluh alih-alih merasa bangga. Maksud hati anak untuk membuat orang tua bahagia tidak selalu terlihat jelas. Ketika anak kecil membawa minuman untuk membantu, tapi malah menumpahkannya, yang tampak di mata orang tua adalah kerepotan yang diakibatkan oleh niat baiknya. Ketika remaja mencoba mandiri, yang terlihat adalah kecerobohannya. Saat pemuda membangun hidupnya, hasilnya tak selalu seperti yang diharapkan. Namun, hati mereka sama: mereka ingin membuat orang tua bangga.

Melalui tulisan ini, saya mengajak kita semua untuk melihat "hati" dan "niat baik" di balik setiap tindakan, baik sebagai orang tua maupun anak. Saya juga ingin menyemangati kita semua untuk terus melakukan bagian kita, meskipun niat baik kita kadang tidak selalu dipahami seperti yang kita harapkan. Ingatlah, "Tidak ada orang tua yang sempurna, begitu pula tidak ada anak yang sempurna". Yang ada adalah orang tua yang dengan kasih mendalami ngin melihat versi terbaik dari anaknya, dan anak-anak yang dengan hati tulus ingin membahagiakan orang tuanya. Di tengah ketidak sempurnaan itu, ada Kristus yang kasih dan campur tangan-Nya sempurna bagi kita.

*) Ketua Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo

Berikut kumpulan ayat Alkitab tentang bersyukur:

Yunus 2:9, "Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!"

Filipi 4:6, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur".

1 Tesalonika 5:16-18, "Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu"..

2 Tesalonika 1:3, "Kami wajib selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara. Dan memang patutlah demikian, karena imanmu makin bertambah dan kasihmu seorang akan yang lain makin kuat diantara kamu"




PENTINGNYA MENJAGA KESEHATAN MENTAL di ERA MODERN

Oleh: Rindy Fiorentika Yonad, S.Psi.

(Konselor Telaga Pengharapan)

Kehidupan di era yang modern yang semakin berkembang banyak sekali tuntutan yang terjadi dalam hidup, kesehatan mental menjadi isu yang tidak bisa kita abaikan. Walaupun, tidak banyak orang menganggap bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

Apa itu Kesehatan Mental?

Kesehatan mental adalah kondisi manusia yang memiliki kesejahteraan dalam aspek emosi, psikologis, dan sosial. Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik tidak berarti bebas dari masalah emosional, namun orang tersebut mampu mengelola emosi dengan cara yang benar. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dimana individu mampu bertahan dalam menghadapi tekanan hidup, produktif dalam pekerjaan serta berkontribusi dalam masyarakat.

Mengapa Kesehatan Mental sangat penting?

  • Memerkuat Efektivitas Kerja
  • Menunjang Keselarasan Hidup
  • Mengurangi Masalah secara Fisik (gangguan makan, tidur, penyakit jantung, darah tinggi)
  • Mempererat Hubungan Sosial

Mengurangi Stigma tentang Kesehatan Mental

Salah satu tantangan terbesar dalam menjaga kesehatan mental adalah stigma yang melekat di masyarakat. Banyak orang enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau "tidak normal".

Untuk mengatasi stigma ini, kita perlu:

  • Edukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental.
  • Mendorong percakapan yang terbuka tentang kesehatan mental.
  • Memberikan dukungan kepada mereka yang sedang berjuang.

Upaya Menjaga Kesehatan Mental:

  • Berbicara dengan Orang yang Dipercaya
  • Lakukan Aktivitas Fisik
  • Praktikkan ‘Mindfulness’; Meditasi dan teknik pernapasan membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesadaran diri.
  • Atur Pola Hidup Sehat
  • Cari Bantuan Profesional

Ciri-ciri Kesehatan Mental yang terganggu:
  1. Menghindari kontak fisik dengan orang lain
  2. Merasa putus asa dan tidak berguna
  3. Pola tidur dan pola makan yang berantakan
  4. Tidak memiliki minat lagi untuk aktivitas yang disukai
  5. Larut dalam kesedihan dan rasa cemas yang terlalu lama

Kita akan memasuki bulan terakhir dari tahun 2024. Musim penghujan sudah kita rasakan, bahkan di beberapa daerah terjadi banjir. Pada tanggal 10 November 2024 kita telah memeringati Hari Pahlawan dan pada tanggal 25 November 2024 diperingati sebagai Hari Guru Nasional.

Beberapa doa syukur dan doa permohonan adalah sebagai berikut :

  1. Bersyukur untuk PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) serentak di seluruh Indonesia yang telah diadakan pada tanggal 27 November 2024 dan kita menunggu hasil yang akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 15 Desember 2024 yang akan datang.
  2. Bersyukur untuk sumbangan yang telah diterima dari NN di Tangerang sebesar Rp 1.500.000,- yang dimaksudkan untuk membantu pertumbuhan LBKK.
  3. Doakan apabila Tuhan berkenan menjelang akhir tahun 2024 diadakan 1x lagi rekaman bersama Pdt.Dr.Paul Gunadi sebagai narasumber.
  4. Doakan untuk kesehatan Pdt.Dr.J.H.Soplantila di usia 82 tahun sebagai penderita diabetes sejak tahun 1990 yang lalu, agar Tuhan memimpin dan memberikan jalan keluar terbaik bagi hamba-Nya ini. Demikian pula kita tetap mendukung kesehatan Pdt.Dr. Rahmiati Tanudjaja dan Bp. Heman Elia.
  5. Bersyukur untuk pertambahan klien-klien baru yang Tuhan percayakan pada bulan Oktober dan November 2024 pada Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo. Doakan agar Tuhan memampukan kami untuk menolong dan melayani mereka. Pertambahan klien baru pada periode ini meningkat signifikan dari jumlah klien baru periode bulan Agustus dan September 2024.
  6. Bersyukur untuk pelaksanaan modul JERNIH dalam Young Adult Leaders Summit di Gereja ICA (International Christian Assembly) di Surabaya pada bulan November 2024 ini. Doakan agar Tuhan terus memakai dan menyertai setiap pemimpin yang telah mengikuti acara ini. Doakan juga agar Tuhan terus berkenan memakai modul JERNIH untuk menjadi berkat bagi semakin banyak orang. Modul JERNIH adalah modul yang kami rancang untuk menolong peserta dapat mengambil jeda dan masuk dalam proses refleksi pribadi, sehingga diharapkan peserta dapat lebih jernih melihat dirinya juga melihat dan mengalami Tuhan dalam prosesnya.
  7. Bersyukur untuk pelatihan Konseling awam yang telah terselenggara pada bulan Oktober 2024 di Gepembri Kemurnian Jakarta dan pada bulan November 2024 di GBI New Life Surabaya. Doakan agar makin banyak gereja menyadari pentingnya pembekalan konseling awam dan makin banyak orang diperlengkapi untuk dapat memberikan pertolongan pertama bagi orang-orang yang sedang bergumul dalam lingkup gereja dan orang-orang terdekat.
  8. Telaga Kehidupan sedang menjajaki kerjasama dengan satu tempat layanan lansia di Surabaya Barat dan satu sekolah di Surabaya Timur. Doakan agar kerjasama ini dapat berjalan dengan baik untuk program-program di tahun 2025 mendatang. Juga doakan agar Tuhan memberikan hikmat serta memimpin. Kami rindu dapat menjangkau dan menolong lebih banyak jiwa melalui kerjasama ini. Kami juga sedang merencanakan untuk pelayanan misi tahun 2025. Kiranya Tuhan memimpin dan kami diberi kepekaan untuk mengerti dan melakukan kehendak-Nya.
  9. Doakan juga untuk penambahan mitra konselor yang akan bergabung di tahun 2025. Kiranya Tuhan mempertemukan dengan orang-orang yang tepat.
  10. Bersyukur Bara Ministry dan Majelis Pendidikan Kristen (MPK) mengundang Sri Wahyuni untuk menjadi narasumber dalam YouTube Live Streaming pada tanggal 7 Desember 2024 dengan topik "Membangun Resilience vs. Endurance Anak" dan pada tanggal 21 Desember 2024 dengan topik "Membangun Konsep Diri Anak". Berdoa kiranya Tuhan memberkati persiapan Dian Mailina sebagai moderator dan Sri Wahyuni sebagai narasumber serta acara ini menjadi berkat.
  11. Bersyukur Ruang Pojok Sharing Center bekerjasama dengan Telaga Pengharapan mengadakan Trauma Support Group pada tanggal 30 November 2024 – 20 Maret 2025, setiap hari Kamis pk.19.00 – 21.00 WIB (8x pertemuan) via zoom. Berdoa untuk persiapan tim konselor dalam memersiapkan modul Support Group dan para peserta yang membutuhkan layanan ini.
  12. Bersyukur Telaga Pengharapan telah melakukan kunjungan perkenalan ke GKJW Jember pada tanggal 25 November 2024. Puji Tuhan hamba Tuhan dan pengurus menyambut dengan baik. Kiranya Tuhan Yesus menolong agar terjalin relasi dan kerjasama yang baik antara Telaga Pengharapan dan GKJW Jember.
  13. Bersyukur Sekolah Dian Harapan mengundang Sri Wahyuni menjadi narasumber dalam Seminar Orang Tua dan Anak pada tanggal 13 Desember 2024. Kiranya Tuhan memberkati Sri Wahyuni dalam persiapan dan memakai acara ini untuk memerlengkapi orang tua dan anak.
  14. Bersyukur Tuhan telah menolong kami menyelesaikan renovasi rumah pelayanan Telaga Pengharapan dan mengurus perpanjangan kontrak rumah melalui notaris. Kiranya shalom Tuhan hadir dan memenuhi rumah pelayanan Telaga Pengharapan.
  15. Bersyukur atas kesediaan Rindy Fiorentika Yonad bergabung sebagai konselor, pembina anak dan sekretaris di Telaga Pengharapan, Jember. Kiranya Tuhan Yesus menolong Rindy beradaptasi dalam pelayanan dan lingkungan kota Jember.
  16. Doakan Tim Panitia sedang memersiapkan HUT Telaga Pengharapan ke-2, yang direncanakan pada tanggal 23 Januari 2025. Kiranya Tuhan menolong permohonan izin peminjaman gedung di GKJW, narasumber, para undangan serta persiapan acara.
  17. Doakan Tim Telaga Pengharapan sedang menyusun Program Kerja Layanan Konseling dan Pembinaan periode 2025, kiranya Tuhan memberi hikmat dan ide-ide kreatif dalam mengembangkan pelayanan pekerjaan Tuhan di Telaga Pengharapan.
  18. Berdoa untuk Sarah yang sedang menyelesaikan desain gambar emotion card yang ke-4. Tuhan tolong agar Sarah diberi kemampuan untuk menuangkan kreativitasnya.