Jiwa Memberi
Berita Telaga Edisi No. 109 /Tahun X/ Desember 2013
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
Jiwa Memberi
Berkaitan dengan hal memberi, sesungguhnya ada dua jenis orang di dunia ini: Ada yang berusaha untuk memberi dan ada yang berusaha untuk tidak memberi. Orang yang berusaha memberi adalah orang yang mencari kesempatan untuk memberi sedang orang yang tidak memberi, senantiasa mencari alasan untuk tidak memberi. Dengan kata lain, yang membedakan keduanya adalah, yang satu mencari kesempatan sedang yang satu mencari alasan.
Berikut akan dibahas faktor apakah itu yang membuat seseorang berjiwa memberi atau tidak.
Jiwa memberi lahir dari kesadaran bahwa apa pun itu yang ada pada kita berasal dari pemberian-baik dari Tuhan ataupun sesama kita. Ada orang yang beranggapan bahwa apa pun itu yang ada padanya merupakan hasil keringatnya semata. Anggapan seperti ini menyulitkannya untuk memberi sebab baginya, kenapa enak betul orang menerima sesuatu darinya tanpa mengeluarkan setetes keringat pun? (1 Samuel 25).
Jiwa memberi lahir bukan saja dari kesadaran bahwa apa yang ada pada diri kita merupakan pemberian Tuhan dan sesama, kita pun rela untuk melepaskannya kembali sebab kita tidak pernah merasa berhak untuk memilikinya. Baik Daud maupun Saul sama-sama menyadari bahwa apa yang dimiliki mereka takhta kerajaan Israel adalah pemberian Tuhan semata. Bedanya adalah, Daud rela melepaskannya sedang Saul tidak. (2 Samuel 15:25-26) (1 Samuel 9:21)
Jiwa yang memberi lahir dari kesadaran bahwa rencana Tuhan terus bergulir dan bahwa pekerjaan Tuhan terus berjalan dan Tuhan mengundang kita untuk berbagian di dalamnya. Tuhan memakai pelbagai cara untuk menggenapi rencana-Nya, salah satunya adalah lewat partisipasi anak-anak-Nya melalui pemberian yang kita persembahkan kepada-Nya. Nah, kesadaran bahwa pemberian kita tidak terbuang cuma-cuma dan malah dipakai untuk kepentingan Tuhan, dapat memotivasi kita untuk memberi.
Jiwa memberi lahir dari iman bahwa Tuhan akan menyediakan dengan setia. Jiwa memberi berkaitan erat dengan pertumbuhan iman. Bahkan dapat disimpulkan bahwa salah satu ukuran kematangan iman adalah jiwa memberi. Memberi berarti menyerahkan apa yang ada pada kita kepada pihak lain. Jika kita tidak mengimani bahwa Tuhan akan tetap menyediakan kebutuhan kita walau sekarang kita mempunyai kurang dari apa yang semula ada, akan sulit buat kita untuk memberi. Namun ada satu hal yang mesti kita camkan di sini. Cara Tuhan menyediakan belum tentu sama dengan apa yang kita harapkan. Kadang kita beranggapan bahwa oleh karena kita sudah memberi, maka Tuhan berkewajiban memenuhi kebutuhan kita secara pas, tidak boleh kurang dari apa yang telah kita berikan. Namun Tuhan tidak senantiasa melakukannya, bukan karena Ia kejam, tetapi karena Ia menginginkan agar relasi kita dan Dia bertumbuh menjadi relasi percaya dan kasih. Tuhan ingin agar relasi kita dan Dia bertumbuh menjadi relasi anak dan Bapa. Ia sayang kita dan akan menyediakan kebutuhan kita
Jiwa memberi lahir dari kesadaran bahwa bukan saja apa yang ada pada kita merupakan pemberian, tetapi juga bahwa pemberian ini bukan untuk ditimbun melainkan untuk disebarkan. (Kejadian 12:2-3) Jadi, jika kita ingin mempunyai jiwa memberi, kita pun harus selalu mengingat bahwa apa yang ada pada kita sebenarnya diberikan Tuhan kepada kita untuk disebarkan kepada lebih banyak orang, dan bukan untuk kita saja. Lukas 12:16-21.
Jiwa memberi lahir dari kesadaran bahwa memberi tidak mesti ditentukan oleh layak atau tidaknya orang menerima pemberian melainkan oleh kerelaan untuk memberi. Berapa seringnya kita memutuskan untuk tidak memberi oleh karena di mata kita, orang itu tidak layak untuk menerima pemberian kita. Sudah tentu kita harus bersikap bijak namun kita pun mesti berhati-hati agar kita mendasarkan keputusan untuk memberi atas kelayakan orang. Bila inilah tolok ukur yang digunakan, akan ada banyak orang yang tidak lulus uji kelayakan. Singkat kata, kita akan cepat menemukan alasan mengapa orang itu tidak selayaknya menerima pemberian kita. Adakalanya kita mesti tetap memberi meski kita beranggapan bahwa orang itu tidak selayaknya menerima pemberian, sebab hanya dengan cara itu kita dapat terus menyuburkan jiwa memberi
Kesimpulan : Jiwa memberi lahir dari jiwa Tuhan kita Yesus yang penuh kasih karunia. Ia memberi kepada kita walau kita tidak selayaknya menerima apa pun dari-Nya.
Roma 5:8 berkata, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." Tuhan tidak menunggu sampai kita layak baru Ia bersedia mati untuk kita. Ia mati untuk kita di saat kita tidak layak menerima apa pun dari-Nya, apalagi pengorbanan hidup-Nya
Oleh : Pdt.Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T349
Doakanlah
Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Shepherd of Your Soul (SYS) sejumlah Rp 18.337.500,-.
Bersyukur untuk kesetiaan dari 51 radio di tanah air dan 1 radio di Hong Kong yang telah menyiarkan program Telaga selama tahun 2013.
Doakan untuk pembuatan DVD Konseling yang digarap oleh rekan-rekan dari YLSA di Solo.
Doakan untuk staf YLSA yang menangani beberapa perubahan sehubungan dengan judul-judul rekaman yang disinkronkan.
Doakan untuk Ev. Sindunata Kurniawan dan Bp. Hendra, M.K. yang akan melanjutkan rekaman pada tgl. 11 Januari 2014.
Bersyukur untuk penyertaan Tuhan sepanjang tahun 2013 dan biarlah kasih setia-Nya menyertai kita semua, termasuk pelayanan Telaga di tahun 2014.
Bersyukur untuk penerimaan dana dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari :
001 – Rp 100.000,-
003 – Rp 400.000,- untuk 2 bulan
011 – Rp 150.000,-
Telaga Menjawab
Tanya?
Saya seorang pemudi, 21 tahun dengan latar belakang akan digugurkan karena orang tua saya belum siap memiliki anak lantaran melakukan hubungan dengan alasan “mencoba apakah mama saya bisa hamil atau tidak”. Sejak kecil saya dirawat oleh kakek, nenek dan tante. Sejak kecil sampai kuliah saya jauh dari orang tua, sehingga ketika mereka mendekati saya, seakan-akan saya bersama dengan orang lain.
Sekarang saya memiliki pacar dan 3 tahun kami pacaran kami sudah melakukan hubungan seks. Saya mau berhu-bungan dengan- nya karena saya sayang kepada-nya dan berun-tung saya tidak hamil. Rencana- nya setelah lulus kuliah dan setelah memiliki pekerjaan, kami akan menikah. Saya merasa kami sudah menjadi satu. Saya mengerti nafsu dia tinggi. Rasanya saya tidak mau dia menyalurkan itu dengan wanita lain. Dulu sebelum melakukan hubungan ini dia senang menanggapi cewek lain dan memang karena dia ramah. Semenjak melakukan hubungan ini, saya semakin takut kehilangan dia karena saya mengerti bagaimana fantasinya ini. Saya menyuruhnya tidak terlalu berhubungan dengan lawan jenis, yang tanpa persetujuan saya. Tapi seiring berjalannya waktu, dia kasar dalam menjelaskan sesuatu. Saya semakin menyesal karena sewaktu dia berhubungan bisa bersikap lembut dan manja, tapi mengapa saat di luar ranjang dan di lingkungan teman-temannya, dia berbeda, cuek dengan saya. Pertanyaan saya, apakah saya terlalu berlebihan terhadap pacar saya? Apakah saya salah mempertahankan hubungan ini di hadapan Tuhan? Apakah saya tidak mendapat berkat yang katanya di dapat dari pernikahan kudus? Karena saat ini tidak diketahui oleh siapapun kejauhan hubungan ini, apakah nanti saat menikah keluarga akan tahu perbedaan antara pernikahan yang kudus atau tidak?
Jawab!!!
Menjadi hal yang umum terjadi bahwa pria yang sudah melakukan perzinahan, akan memiliki penghargaan yang makin rendah terhadap wanita pasangan perzinahannya. Dalam hati muncul pemikiran, “Kok dia gampang ya memberikan? Jangan-jangan pada pria-pria lain pun dia nantinya mudah memberikan”. Bukankah dalam keseharian kita memiliki pengalaman serupa: hal-hal yang diraih dengan penuh perjuangan dan penantian, akan lebih dihargai, dihormati dan dirawat dengan baik, daripada hal-hal yang diperoleh dengan begitu gampang tanpa perjuangan dan penantian. Ironisnya, wanita yang melakukan perzinahan secara umum cenderung terikat hati dan perasaannya pada pria yang telah menerima kegadisannya karena ia merasa telah memberikan hartanya yang begitu berharga dan mahal. Ketidakseimbangan relasi setelah perzinahan umumnya mengakibatkan sang wanita semakin bergantung dan merendah pada sang pria dan sang pria semakin semena-mena pada sang wanita. Dalam beberapa kasus, terjadilah kekerasan fisik, eksploitasi uang dan harta serta mejadikan wanita sebagai pekerja seks komersial. Rata-rata perzinahan semacam ini berujung pada tidak langgengnya hubungan dan sang wanita rentan untuk melakukan perzinahan dengan pacar-pacar berikutnya karena penghargaan dirinya yang rendah. Sementara sang pria pun juga rentan untuk mengulangi perzinahannya dengan pacar-pacar berikutnya karena merasa sudah semakin memahami celah wanita dan mengeksploitasinya untuk keterikatannya dengan dosa seksual.
Jika tidak ada pertobatan sungguh-sungguh serta dilayani secara pribadi dan intensif, masing-masing akan memiliki kualitas pernikahan yang buruk, rawan dengan perselingkuhan dan anak cucu mereka akan dibayang-bayangi dengan pola dosa seksual serupa. Maka kami sangat mendorong Anda untuk menghentikan total kehidupan perzinahan yang telah dijalani selama hampir tiga tahun ini. Saat ini Anda masih memiliki kesempatan emas untuk memutus tuntas mata rantai pola perzinahan dan penolakan yang minimal sudah dimulai orang tua Anda. Menunda-nunda akan membuat Anda kehilangan kesempatan emas ini dan menjerumuskan Anda ke lembah yang makin dalam.
Artikel
Sejarah Adanya pohon natalPohon natal dimulai dari Jerman. Konon Bangsa Jerman kuno memiliki kebiasaan memasang batang pohon (lengkap dengan cabang-cabang dan daun-daun-nya) di tempat tinggal mereka untuk mengusir „bad spirit?, dan sebagai simbol agar musim semi cepat tiba. Kebiasaan ini telah dimiliki pada zaman dahulu bahkan sebelum kitab-kitab suci dibawa oleh para nabi.
Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk Amerika, mereka pun kerap memasang cemara yang tergolong pohon „evergreen? untuk dekorasi Natal di dalam rumah. Dari catatan yang ada, orang Jerman di Pennsylvania Amerika Serikat memajang pohon Natal untuk pertama kalinya pada tahun 1830-an.
Pada saat orang Kristen menyebar di Jerman, gereja tidak menyukai kebiasaan tersebut dan melarangnya. Sekitar abad ke-12, seorang pemilik bakery memiliki ide untuk menaruh batang pohon tersebut dalam keadaan terbalik dan hal ini disetujui oleh gereja Katolik. Setelah kaum Protestan muncul, Martin Luther King mempopulerkan dengan posisi natural seperti pohon pada umumnya dan dihiasi dengan lilin-lilin untuk menunjukkan pada anak-anaknya bagaimana bintang-bintang berkilauan di langit yang kelam. Dan seiring dengan waktu, pohon natal pun didekorasi dengan hiasan-hiasan menarik seperti lampu-lampu, malaikat, bahkan cokelat dan apel.
Pohon natal pertama di Inggris datang karena raja Georgian yang berasal dari Jerman. Pada saat itu rakyat Inggris kurang bersimpati pada monarki Jerman sehingga trend tersebut tidak merakyat di kalangan mereka.
Pada tahun 1846 ratu Victoria dan pangeran Jermannya, Albert digambarkan oleh London News berdiri beserta kedua anak mereka mengelilingi pohon natal. Karena ratu Victoria sangat populer di hati rakyat, segeralah pohon natal menjadi trend di kalangan rakyat Inggris bahkan menyebar hingga ke pantai Timur Amerika. Pohon natal pertama di Amerika konon bermula di Pennsylvania yang dipopulerkan oleh pendatang yang berasal dari Jerman.
Secara tradisional, pohon natal di Jerman dipasang dan dihias pada tanggal 24 Desember saat malam natal, hingga setelah dua belas hari yakni tanggal 6 Januari. Tetapi ada juga pendapat yang menyatakan bahwa kebiasaan memasang pohon natal pertama kali di Amerika dipopulerkan oleh tentara Jerman Hessian.
KELUARGA BESAR LEMBAGA BINA KELUARGA KRISTEN (LBKK) & Telaga
mengucapkan
“Selamat Natal 2013 & Selamat Tahun Baru 2014”
- Log in dulu untuk mengirim komentar
- 3416 kali dibaca