Oleh: Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.,M.Phil.
Kata kunci: Pola hidup sehat melalui minum air putih, perbanyak makan sayur dan buah, utamakan memasak sendiri untuk menjamin kualitas gizi dan higienitas, hindari memanaskan makanan sisa, makan besar 3x dan 2x kudapan, sedapatnya makan bersama orang lain dalam suasana interaktif, ambil makanan sesuai porsi untuk dihabiskan, hindari obat sebagai jalan pintas mengatasi pantangan makan
TELAGA 2021
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara Telaga, TEgur sapa gembaLA keluarGA. Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil., beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Tuhan Di Piring Makanan" bagian kedua. Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y: Pak, sebelum kita lanjutkan bisakah Pak Sindu memberikan ringkasan apa yang kita perbincangkan di bagian yang pertama?
SK: Bahasan kita dalam bagian pertama menjelaskan tentang titik awal bahasan "Tuhan di Piring Makanan" yaitu berangkat dari pernyataan firman Tuhan dalam I Korintus 6:19, "Tubuhmu adalah Bait Roh Kudus" dan dalam pasal berikutnya, I Korintus 10:31, "Jika engkau makan atau jika engkau minum atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah". Disini menegaskan sekali bahwa tubuh milik Allah, apa yang kita lakukan dengan tubuh ini juga menggambarkan apakah kita sedang memuliakan Allah atau tidak. Dengan demikian teologi tubuh ini sesungguhnya akan melahirkan teologi asupan yang benar dengan kita memahami tubuh kita milik Allah, maka apa yang kita makan dan minum, dengan sendirinya sepatutnya didedikasikan untuk memuliakan Allah lewat pemeliharaan kesehatan. Maka kalau kita semberono dalam pola makan kita, bukankah yang penting jiwaku sudah masuk surga berarti kita sedang melawan Allah yang memiliki tubuh kita ini, maka disinilah urgensi titik kritis, titik pentingnya pertobatan yang perlu kita lakukan di piring makan kita masing-masing dengan menghadirkan Tuhan secara nyata di piring-piring makan kita.
Y: Lalu Pak, bisakah memberikan kepada kita tips-tips yang nyata bagaimana kita menjaga pola makan, pola hidup yang sehat dan tubuh kita memuliakan Tuhan ?
SK: Yang pertama, biasakanlah dalam sehari minum air putih minimal 1,5 liter sampai 2 liter. Jadi air putih yang kita minum ini akan memastikan ginjal kita dibersihkan. Dengan kita rajin minum dalam satu hari, minimal 1,5 liter sampai 2 liter, itu juga selain membersihkan ginjal akan menolong mengurangi asupan makan. Kalau perlu kita bisa menakar dengan memakai botol, sekarang ada botol-botol dari bahan plastik yang bagus untuk menyimpan air dengan baik, pakailah botol yang 1,5 atau 2 liter, diisi air sehingga kita tahu kita minum dari botol itu, sehingga memastikan pasti takaran itu akan kita habiskan. Minumlah saat bangun tidur minimal satu gelas sampai tiga gelas, jadi mungkin tidak sekaligus, tidak apa-apa kalau terlalu banyak kita mual. Mulai dulu dari 1 gelas, berapa menit minum lagi sampai 2 atau 3 gelas. Paling cepat 15 menit setelah minum air putih itu barulah kita sarapan dan minumlah setelah makan paling cepat 1 jam.
Y: Berarti salah ya Pak, kalau biasanya langsung makan habis begitu langsung minum.
SK: Betul, saya belajar tips ini ketika saya menyimak buku yang membahas tentang ‘food combining’, mengkombinasikan makanan, salah satu pola pengaturan makan yang saya pelajari dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Itu salah satu tips yang dipakai dan saya pikir itu tips yang baik, karena memang kalau kita makan dan minum, makanan itu belum sempat diserap oleh usus, sudah ibaratnya dibuang ke jamban. Kalau kita makan tanpa minum itu menolong makanannya akan lebih tertahan di pencernaan kita, dimaksimalkan penyerapan nutrisinya, baru satu jam kemudian kita minum, baru mungkin akan terdorong untuk ke jamban. Pasti awalnya susah, karena tidak biasa. Tapi saya mengalami dan saya praktekkan sudah sekian tahun, bisa. Termasuk saya minum pagi hari 2-3 gelas langsung tidak mual, karena ada kebiasaan. Awalnya pelan-pelan, lama-lama akan terbiasa. Kalau keluar rumah karena ada kegiatan, memang tidak sempat minum, ya akhirnya makan dan minum sekaligus, karena terlalu haus, tapi kalau sehari-hari saya tidak seperti itu, saya bisa mengatur, memberi jarak supaya memastikan makanan yang saya makan tidak sia-sia. Kemudian sejalan dengan itu, Bu Yosie, kita perlu menghindari sedapat mungkin minuman bersoda, atau air yang berkarbonasi, ….cola, apa pun itu minuman botol dari pabrik, memang enak sensasinya, tapi sayangnya bila itu dijadikan pola, kalau sesekali tidak apa-apa, variasi, tapi bila itu dijadikan kebiasaan mingguan kita atau bahkan harian, itu sudah pasti, riset membuktikan bahwa itu menyebabkan obesitas, kegemukan dan itu akan meningkatkan risiko kita mengalami yang disebut sindrom metabolik, gangguan kadar gula darah, tekanan darah yang tinggi, kadar kolesterol jahat yang tinggi yang akan meningkatkan risiko kita mengalami serangan jantung.
Y: Ya benar, makanan kita yang menentukan sakit penyakit kita. Baik Pak, yang kedua ?
SK: Yang kedua, perbanyaklah makan sayur dan buah, minimkan makan daging. Sedapat-dapatnya berusahalah kalau belum dilakukan tidak apa-apa, mulailah merintis untuk makan makanan organik, tanpa dimasak, tanpa direbus, asal dicuci bersih tentunya, itu mengandung banyak nutrisi seimbang seperti mineral, vitamin, protein, enzim, serat dan lemak. Dengan memilih menu makanan, atau bahan pangan yang sedekat mungkin dengan alam, itu akan membuat tubuh kita akan sehat dan mengalami gizi yang berimbang. Jadi ini memang sesuatu yang tidak lazim, saya yakin pendengar, termasuk saya mengalami, mayoritas kita terbiasa dari sejak bayi, dari sejak balita, makanan akan selalu antara direbus, dikukus dan digoreng dan semuanya itu menghilangkan sebagian besar nutrisi yang menyehatkan tubuh kita. Kalau mau sehat, sayur dan buah jangan dimasak. Sesuatu yang tidak lazim, tapi mari kita mulai. Saya coba memulainya dengan cara, misalnya saya makan sayur sawi, pakai air panas dimasak, pakai bawang putih dan garam sedikit, setelah mendidih 100 C, saya matikan, sayur sawi yang sudah dicuci dan dicacah dimasukkan, tutup dengan tutup panci. Sudah, itu pun jauh lebih baik daripada dimasak terus. Istilahnya setengah matang, saya belum bisa makan sawi mentahan, kecuali gado-gado atau lalapan, itu mungkin cocok tapi tidak apa-apa, mulailah untuk kesehatan. Kemudian buah jangan di-juice, tapi paling jauh diblender, seratnya kita butuhkan. Malah kalau makan buah asli, misalnya apel, pir, kita kupas kulitnya, karena kadang mengandung lilin, pestisida yang belum bersih, kita makan isinya itu akan memicu air liur enzim dari mulut kita akan muncul, itu menyehatkan tubuh kita daripada kita makan blenderan buah apel atau pir. Lebih sehat kalau kita langsung makan apa adanya. Dalam hal ini, saya sepakat dengan yang dikatakan oleh Dr. Tan Shot Yen, pilihlah menu makanan berdasarkan apa yang tubuh butuhkan, bukan sekadar berdasarkan apa yang mulut inginkan.
Y: Wah, ini harus revolusi mental.
SK: Ah, betul. Apa yang saya katakan ini, misalnya makanan organik belum menjadi gaya hidup saya, tapi saya sedang memulai karena kembali saya ingin hidup sampai masa tua dalam kondisi sehat, bisa produktif untuk Tuhan sebelum saya masuk surga. Saya tidak mau sakit-sakit, dalam kasih karunia Tuhan, ada bagian Tuhan, ada bagian kita, itu tidak bisa digantikan oleh Tuhan, itu tanggungjawab kita. Maka dalam hal ini, Bu Yosie, kita perlu juga perkenalkan pada anak-anak, mungkin kita masuk generasi telanjur, telanjur apa-apa digoreng, apalagi digoreng itu merusak lebih parah lagi, itu menimbulkan kolesterol jahat yang tinggi dan kanker. Salah satunya gorengan atau bakaran, masih agak lebih baik sedikit direbus atau dikukus daripada digoreng. Padahal, saya juga mengalami, saya sahabat gorengan, salibnya terlalu besar tapi ya apa boleh buat.
Y: Semua bila digoreng itu pasti enak, Pak. Misalnya bunga kol digoreng saja enak.
SK: Ini saja sudah membuat saya lapar. Anak-anak kita apalagi bila anak kita masih balita, beranilah mulai mendidik lebih makan organik, sementara kita pun memberi keteladanan tentunya. Kita tidak bisa ekstrem seketika mengubah pola lama kita supaya anak kita lebih sehat lagi daripada kita. Jadi disini perlunya anak diajari, didampingi makan sayur. Semakin susah anak makan sayur daripada zaman kita kecil?
Y: Ya, semakin susah.
SK: Menurut Bu Yosie karena apa ?
Y: Karena terlalu banyak pilihan makanan enak. Kalau dulu saya terpaksa makan itu karena mama hanya masak itu.
SK: Dan kalau pun ada televisi, mungkin tidak beriklan.
Y: Tahunya itu, kalau sekarang anak-anak kita, makanan internasional yang Jepang, Italia, mereka lebih senang mie, pasta, sushi, yang menarik, yang enak.
SK: Ini tidak bisa kita biarkan. Kita serahkan, karena bicara obesitas, diabetes, itu juga sahabat anak-anak, menakutkan dan mengerikan, padahal kalau kita mau ‘googling’ bisa ketemu berita-berita, orang Indonesia, anak Indonesia, umur belasan tahun meninggal dunia karena diabetes, maaf ini keterlaluan. Anak umur 20 atau 30 tahun, diabetes meninggal, itu sudah keterlaluan apalagi kalau anak kecil, itu ‘salah asuhan’ jadi ini tanggungjawab kita di hadapan Tuhan, anak titipan Tuhan dan akan kita pertanggungjawabkan miliknya Tuhan. Kita hanyalah manajer, jongos yang dipercayakan untuk mengasuh anaknya Tuhan. Orangtua perlu memantau pola makan anaknya, mengenalkan berbagai variasi makanan, termasuk mengedukasi, menjelaskan manfaat bagi tubuh anak dan anak didorong untuk mau. Misalnya seperti anak saya, dari sejak kecil sampai sekarang remaja, "Yang penting apa?" "Sehat, rasa enak itu nomor dua". Selalu dan puji Tuhan dia mau pikul salib makan sayur, sekalipun saya tahu saya pun mengalami, sayur itu bukan makanan terfavorit tapi demi kesehatan tubuh, demi Tuhan yang kita muliakan, sayur, buah yang segar sedapatnya kita utamakan.
Y: Memang mendidik, mengasuh, bukan masalah mental ya Pak, tapi tadi, ternyata tubuh, nutrisi itu penting.
SK: Itu bagian dari iman, iman itu bukan hal-hal yang tidak nampak, tapi iman harus jadi perbuatan.
Y: Firman menjadi daging.
SK: Amin, jadi bukan hanya "omong doang" (bicara saja), hal-hal yang surgawi yang tidak mumpuni itu, keliru tentunya.
Y: Siap, pak, habis ini saya berubah, makan buah dan sayur. Silakan yang selanjutnya.
SK: Yang ketiga, utamakan untuk memasak sendiri, baik kalau kita membujang sendirian, ngekost, atau pun tinggal di rumah sendiri atau pun kita memasak sendiri untuk keluarga kita. Alasannya apa? Demi keterjaminan kualitas gizi dan higienitasnya, kebersihannya dan tentu pasti lebih ekonomis. Terutama kalau rombongan keluarga, tiga empat orang satu rumah kita masak sendiri lebih hemat daripada kita pesan secara daring, pesan antar atau pun makan di warung atau rumah makan. Menu sehat berimbang bisa kita atur bila kita masak sendiri, dan nutrisi diri, nutrisi keluarga akan lebih tercapai. Yang keempat, hindarilah sedapat mungkin memanaskan makanan sisa.
Y: Ini yang sering dilakukan ibu-ibu termasuk saya. Mengapa tidak boleh, maksudnya dihindari ?
SK: Ternyata dari informasi terpercaya, bukan kebohongan, minimal ada 6 makanan yang memang pasti tidak bisa dipanasi ulang, karena kalau dipanasi ulang senyawa gizinya bukan hanya hilang tapi malah menjadi racun atau zat karsinogen, zat yang menyebabkan timbulnya sel-sel kanker. Ini buat saya juga mencengangkan, misalnya sayuran dengan nitrat yang tinggi, seperti bayam, sayuran berdaun hijau, wortel, lobak, seledri yang mengandung nitrat yang tinggi, ketika dipanaskan kembali, bukan hanya sekali panas untuk masakan tapi karena disimpan kemudian dipanasi lagi maka itu akan memproduksi lagi zat beracun yang bersifat karsinogenik yang artinya menimbulkan sel-sel kanker, menghasilkan radikal bebas berbahaya yang menyebabkan banyak penyakit termasuk ketidaksuburan, infertilitas, kemandulan dan kanker. Kedua, nasi, jadi memang penelitian dari Badan Standard Makanan di negara Inggris ditemukan bakteri yang ada pada nasi yang tersimpan lama ketika dipanasi, malah bakteri itu menghasilkan spora beracun sehingga bisa menimbulkan keracunan makanan dan yang kedua kadar gulanya semakin tinggi menjadi kontributor memberi kemungkinan orang untuk mengalami diabetes millitus, kalau sudah makan nasi saja bisa menyebabkan diabetes millitus, apalagi bila nasi yang dipanasi kedua kalinya. Telur, ayam juga. Ayam mengandung protein yang kalau dipanasi ulang bisa mengganggu pencernaan kita, termasuk kentang, termasuk apalagi jamur, ketika dipanasi dimasak yang kedua kalinya, bukan hanya struktur protein yang dihancurkan tapi juga menghasilkan keracunan jamur atau orang kadang mengalami karena gas yang muncul yang membuat perut tidak enak dan itu menimbulkan nitrogen yang teroksidasi dan radikal bebas.
Y: Sungguh-sungguh saya harus bertobat, Pak. Karena sebagai ibu-ibu kadang sayang dibuang, masih ada nasi saya masukkan kulkas, dipanasi besok.
SK: Saya mengalami, nasi sisa betul, saya masukkan kulkas dan saya sebagai ayah, saya yang makan dengan cara, pagi saya keluarkan, satu dua jam kemudian saya jadikan untuk sarapan saya.
Y: Jadi tidak boleh dipanasi ?
SK: Saya caranya begitu, komprominya, daripada membuang, saya masukkan kulkas tapi besoknya dikeluarkan, satu dua jam kemudian saya makan sekalipun ada kerasnya, minimal tidak dipanasi, yang kedua tidak dibuang, apa boleh buat, karena itu saya memastikan dalam kondisi di rumah tangga, masak sesuai dengan porsi berapa orang. Lebih baik masak untuk kedua kalinya daripada dipanasi.
Y: Berikutnya, Pak.
SK: Yang kelima, Bu Yosie, tips yang bisa kita kembangkan dan perlu kita kembangkan, makan besar tiga kali, makan camilan atau kudapan dua kali. Mengapa orang mengalami obesitas dan berbagai gangguan lainnya? Karena melebihi porsi, jadi makan cukup 3x, pagi siang malam, di antara pagi dan siang, misalnya jam 10, di antara siang dan malam misalnya jam 4 sore, tidak apa-apa camilan, tapi bukan makan besar. Waktu makan berusahalah dengan lambat, dikunyah benar-benar, jangan makan langsung telan, itu akan menolong di antaranya enzim yang keluar dari mulut kita, akan menolong waktu masuk ke pencernaan rasa kenyang lebih muncul daripada langsung masuk mulut dan telan. Makanlah dengan dinikmati, dikunyah benar-benar, setelah selesai makan sedapatnya 3 – 5 menit tetap duduk baru berdiri dan berjalan, itu memastikan kembali pencernaan, rasa kenyang itu muncul. Jangan berhenti makan baru setelah merasa kenyang, karena rasa kenyang butuh sekian menit, jadi makanlah sesuai porsi, misalnya porsi sehat kita 1 piring itu atau terbiasa 1,5 piring ya sudah, jangan tambah terus, tunggulah 5 menit, 10 menit baru kita nambah. Kemudian makan terakhir sedapatnya 2 jam, bahkan beberapa orang menyarankan katakan, jam 7 malam makan terakhir supaya jam 9 atau jam 10 tidur, jadi 2 atau 3 jam sebelum tidur adalah makan terakhir, supaya pencernaannya maksimal dan kita tidak mengalami obesitas. Yang keenam, sedapatnya makan bersama orang lain, dalam suasana yang interaktif dengan keluarga atau rekan kita, karena penelitian membuktikan makan dengan bersama orang lain, sambil berbincang rileks membuat ketegangan kita karena kita bekerja, stressor karena hal-hal lain akan lebih mereda, karena orang merasa lapar bukan semata-mata karena lapar biologis, sebagian antara lapar mata atau lapar psikologis. Lapar mata karena lihat, "Wuih enak ya, ingin makan", padahal tubuh ini tidak lapar tubuh ini, yang lapar mata. Atau kedua stres, tertekan, sakit hati, pelariannya makan padahal tidak lapar sesungguhnya. Kalau makan dengan orang lain, minimal sehari 1x, makan dengan istri, suami anak, atau sahabat teman kerja, kita akan menikmati, jadi makan bukan hanya kenyang secara biologis tapi kenyang secara psikis, sehingga kita tidak lari ke makan terus, termasuk kalau kita makan dengan keluarga, edukasi, keakraban, kepada anak, bisa memantau pola makan anak itu akan menolong. Yang ketujuh, bagian dari penguasaan diri, buah Roh Kudus, ambillah makan sesuai porsi untuk dihabiskan. Berani mengambil makanan, berani menghabiskan, karena ini menyedihkan sekali, kita Indonesia menurut Bu Yosie, negara yang super makmur atau negara yang masih bergumul tentang kecukupan pangan bagi seluruh warga?
Y: Masih bergumul, masih banyak yang kelaparan.
SK: Tapi data empiris, data faktual membuktikan, tahun 2011 bahwa kita adalah salah satu negara terbesar penghasil limbah makanan.
Y: Ironis sekali, ya Pak.
SK: Jadi datanya tahun 2011 sudah sekian tahun yang lalu, limbah makanan Indonesia per orangnya adalah 300 kg per tahun, sementara Arab Saudi yang jauh lebih makmur 427 kg per tahun per orang, Amerika Serikat yang secara umum lebih makmur dari Indonesia, ternyata di bawah kita, 277 kg per tahun per orang. Kembali kita ini, 300 kg per tahun per orang, jadi kita berani mengambil, kemudian sebagian saja yang kita makan, selebihnya dibuang. Ini merusak alam, mengkhianati alam karena ketika kita makan itu berarti ada alam yang dirusak dan ini juga mengkhianati saudara-saudara kita yang masih hidup berkekurangan. Menghina Tuhan, maka beranilah membatasi makanan, kalau itu makanan baru, iciplah dahulu, suka atau tidak, tidak suka tidak usah ambil, kalau suka ambil secukupnya. Lebih baik tambah daripada menyisa dan membuang. Ajarkan itu pada anak-anak kita sejak dini. Hormati petani, hormati Tuhan, hormati orangtua yang bekerja lewat berani makan, berani ambil, berani habiskan. Yang terakhir, yang kedelapan, hindari pemakaian obat medis, sebagai jalan pintas untuk mengatasi pelanggaran tantangan makan yang kita lakukan. Jadi begini, oh tidak boleh makan ini karena kolesterol tinggi, tidak boleh makan ini karena tekanan darah tinggi, tidak boleh makan ini karena diabetes dan ada obatnya. Tidak apa-apa saya langgar, toh ada obatnya. Itu pelanggaran berat, bukan pelanggaran ringan. Tubuh itu tidak bisa dikhianati, pikiran kita bisa kita bohongi, oh tidak apa-apa ada obatnya. Kita memanipulasi pikiran kita bisa tapi maaf tubuh yang diciptakan Tuhan sudah ada hukumnya, kita langgar-kita langgar, kita bisa beri obat kimiawi itu bisa mengalami gagal ginjal karena terlalu banyak racun obat kimiawi dan juga tubuh-tubuh kita yang bagian dalam tetap ada daya toleransinya, kalau dilawan, ditabrak nanti jebol juga. Saya mengalami, sedikit demam, yang memainkan manipulasi obat ini, apa yang terjadi ? Gagal ginjal, sebagian menderita lebih parah, sebagian meninggal di usia yang lebih dini. Tubuh tidak pernah bisa kita bohongi, pikiran kita bisa.
Y: Baik pak, bisa memberikan satu dua kalimat terakhir, sebagai pesan ?
SK: Mari sesuai tema kita dari dua bagian ini, hadirkan Tuhan secara nyata di tiap piring makanan kita dengan penuh ucapan syukur, dengan penuh rasa hormat juga kepada tubuh kita, mari makan untuk tubuh bukan tubuh untuk memberhalakan makanan, supaya Tuhanlah yang benar-benar satu-satunya kita sembah dan bukan makanan itu.
Y: Amin, terima kasih banyak Pak Sindu.
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., M. Phil. dalam acara Telaga, TEgur sapa gembaLA keluarGA. Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tuhan Di Piring Makanan" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK, Jl. Cimanuk 56 Malang atau Anda dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.