Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Dan perbincangan kami kali ini tentang "Orang Percaya dan Politik" (bagian kedua). Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Pak Sindu, kita sudah membahas tentang "Orang Percaya dan Politik" bagian pertama. Bisakah Bapak mengulang sedikit untuk langsung masuk ke bagian yang kedua.
SK : Pada bagian yang pertama bisa diringkas, Bu Yosie, bahwa Perjanjian Baru khususnya Roma pasal 13 yang kita bahas dan juga tentang kehidupan gereja mula-mula dan juga zaman Yesus muncul di publik selama 3,5 tahun bisa kita ringkas bahwa sesungguhnya Perjanjian Baru itu sangat menegaskan bahwa Injil tidak bisa dipisahkan dari politik. Jadi ada kesatuan yang terjadi dimana Injil lahir, tumbuh, berkembang, menyebar, disanalah ada situasi politik yang melekat di dalamnya.
Y : Kita tidak bisa menyerahkan ya, Pak, politik kepada yang kita anggap orang dunia dan kita orang surga.
SK : Betul, dalam hal inilah peran serta kita akhirnya penting, bahwa sepatutnya karena kehidupan gereja, kehidupan sebagai orang percaya, kehidupan pelayanan itu melekat juga di dalamnya situasi pergulatan politik, maka sepatutnya pun orang percaya bukannya menjauhi tapi malah mendekati dan menceburkan diri pula dalam kehidupan politik.
Y : Kita telah membicarakan banyak tentang politik pada bagian pertama tetapi apa makna politik itu sendiri? Sejauh mana kita bersikap tepat ?
SK : Jadi politik itu dari kata Yunani "politika" dan politika muncul dari kata Polis. Polis itu adalah negara kota. Jadi kita mengetahui kota Athena di antaranya, itu adalah negara kota di zamannya filsuf Aristoteles, Plato, Socrates. Dari sanalah muncul kata polis dan muncul istilah politik. Dari kata Polis yang artinya negara kota muncul kata politik yang artinya adalah usaha yang ditempuh oleh warga kota atau usaha yang ditempuh oleh warganegara untuk memunculkan kebaikan bersama. Jadi politik adalah upaya untuk mengelola kekuasaan di masyarakat agar terjadi pemerintahan yang membawa kebaikan bersama bagi warga yang tinggal di dalamnya. Jadi pengertian ini, Bu Yosie, maka kita lihat, apakah positif atau negatif kata politik ini ?
Y : Positif sekali.
SK : Iya positif, karena ini bicara tentang pengelolaan, manajemen suatu kota, satu negara supaya bisa membawa kebaikan, ketertiban, kedamaian, kesejahteraan, kemakmuran bagi seluruh warga yang tinggal di kota atau negara itu. Karena itu berbicara politik adalah berbicara kebaikan kita juga. Tidak heran, jangan lupa ada satu bagian firman Allah di Perjanjian Lama, dikatakan bahwa, "Usahakanlah kesejahteraan kotamu". Negeri dimana aku buang karena kesejahteraan kota dimana kamu tinggal, kesejahteraan dimana negeri kamu tinggal, itu juga kesejahteraanmu sendiri, kalau saya tambahkan kesejahteraan keluargamu, anak cucumu juga. Itulah politik ! Disini muncul sebuah undangan pula supaya orang percaya juga terjun langsung dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Bukan hanya sebatas penonton dan penggembira tapi sebagai pelaku aktif.
Y : Karena hidup bersama tadi membutuhkan pengaturan, ya Pak. Kalau kita sebagai orang percaya tidak mau terlibat dalam pengaturan itu, maka bisa-bisa orang lain yang mengatur nasib kita tadi. Kesejahteraan kita ditentukan oleh orang lain, kita tidak memunyai kekuatan untuk terlibat di dalamnya.
SK : Iya, kita hanya sebagai korban. Kadang kita bicara, "Mengapa kita sebagai orang percaya serba dibatasi? Mengapa terjadi ketidakadilan sebagai orang percaya seperti ditekan dan cuma sekadar ‘pelengkap penderita’, disuruh bayar pajak tapi soal bicara hak, kita tidak diberi hak yang sama dengan kelompok masyarakat yang lain", tapi ternyata berpolitik bagi orang percaya bukan sekadar menuntut hak perlindungan untuk kepentingan kita, tetapi juga jangan lupa Yesus sendiri, Tuhan kita memberi identitas orang percaya sebagai garam dunia dan terang dunia. Dalam injil Matius 5:13-14 dikatakan, "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? …..Kamu adalah terang dunia……Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga". Kira-kira demikian bunyi teks firman Tuhan ini. Jadi menjadi garam dan terang dunia, dengan kata lain, Tuhan sudah menggariskan identitas kita, jati diri kita, sejak kita lahir baru bahwa kita dipanggil, diminta, diinstruksikan oleh Tuhan untuk membawa pengaruh Kristus untuk memberkati seluruh lapisan dunia dimana pun kita berada, dengan pelbagai agama, kepercayaan, budaya daerah, strata sosial ekonomi agar supaya diberkati dimana pengaruh Kristus nyata. Dengan perkataan lain, berani menjadi orang percaya, beranilah untuk bermasyarakat, beranilah untuk berpolitik. Menjadi garam dan terang dunia tidak dapat dilepaskan dengan panggilan untuk berpolitik, bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara.
Y : Benar sekali, Pak. Saya disadarkan karena jujur saya sendiri cukup takut kalau mendengar kata politik atau harus terjun di dunia politik. Menurut Pak Sindu apa latar belakang orang percaya menjadi orang yang apolitik, seperti saya misalnya.
SK : Sesungguhnya kehidupan kita tidak bisa dipisahkan dari kehidupan politik. Muncul sikap apolitik artinya sikap menolak campur tangan, sikap cuci tangan dari kehidupan politik, menghindari. Itu dilatarbelakangi karena munculnya sebagian orang-orang percaya tanpa sadar menyerap pikiran yang tidak Alkitabiah. Pikiran yang tidak Alkitabiah adalah pikiran dikotomi, pikiran dualisme, ada dua yang terpisah, tubuh dan jiwa. Tubuh itu barang fana, barang kotor, materialistik.
Y : Politik itu kotor ! Kita ‘kan suka bicara seperti itu, Pak.
SK : Termasuk politik di dalamnya. Jiwa, roh termasuk suci dan mulia. Itu pikiran dalam dunia fisafat, filsafat Plato…..Platonisme, itu bukan konsep Alkitab. Dengan adanya pemisahan ini, muncullah orang-orang yang memisahkan diri, jadi rahib bertapa di gunung-gunung, tidak mau bergaul, karena itu cara untuk menguduskan diri. Sayangnya sekalipun itu kelihatan begitu saleh, itu tidak Alkitabiah, bukan pikirannya Tuhan. Kalau kita melihat Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu, maka terlihat pikiran Allah itu disimbolkan seperti lingkaran konsentris, dimana ada lingkaran yang terkecil, di luar lingkaran kecil itu bagian dilingkupi dengan lingkaran yang lebih besar kemudian di luarnya ada lingkaran yang lebih besar lagi. Jadi lingkaran dalam lingkaran dalam lingkaran dalam lingkaran. Lingkaran yang terkecil adalah Kristus, lingkaran yang kedua yang menutupi/menyelimuti lingkaran yang terkecil tadi adalah kehidupan pribadi. Kemudian lingkaran yang lebih di luar lagi adalah kehidupan keluarga, lingkaran yang lebih di luar lagi adalah kehidupan Rukun Tetangga, kemudian lingkaran yang lebih di luar lagi lingkungan Rukun Warga, kemudian muncul Kelurahan, muncul Kecamatan, Kota, Kabupaten, Provinsi, muncul negara. Itulah yang Alkitabiah, pikiran Kristus pikiran Alkitab kalau disimbolkan adalah berupa lingkaran konsentris. Kita hidup berpusatkan pada Kristus termasuk dalam Kristus sebagai pusat ada kehidupan kota, kehidupan politik, kehidupan negara. Jadi bukan pemisahan tapi ada sebuah integrasi, satu kesatuan dimana Kristus sebagai pusat. Dalam hal ini kita juga dapat melihat pada pandangannya Yohanes Calvin atau orang menyebutnya juga John Calvin, dimana Yohanes Calvin adalah salah satu tokoh reformasi gereja, seorang teolog dan reformator Perancis dimana sebagian besar gereja di Indonesia merupakan gereja-gereja Calvinistik, muncul dari misi Belanda terutama, bahkan muncullah berbagai Sinode besar di Indonesia yang dipengaruhi dengan teologi/pandangan Calvin. Calvin sendiri punya pernyataan yang menarik dalam buku "Institutio Christianae Religionis" atau yang dikenal buku pengajaran agama Kristen, dimana didalam uraiannya mengenai pemerintahan sipil, Yohanes Calvin memaparkan dua hal mendasar yaitu pemerintahan negara dan Kerajaan Kristus. Calvin mengatakan, Kerajaan Kristus itu berada dalam jiwa dan batin manusia serta memiliki hubungan dengan hidup kekal. Sedangkan pemerintahan negara bermaksud menetapkan tata kehidupan yang benar dari segi sipil serta lahiriah yang memiliki hubungan dengan kekinian hidup manusia. Dalam pernyataan yang lain dikatakan oleh Yohanes Calvin bahwa, "Maka oleh siapa pun tidak boleh diragukan lagi bahwa kekuasaan politik adalah panggilan yang tidak hanya suci dan sah di hadapan Allah tapi kekuasaan politik itu suatu panggilan yang terkudus dan paling terhormat di antara semua panggilan dalam seluruh lingkungan hidup orang-orang fana".
Y : Wow berarti sesungguhnya tidak ada pertentangan antara pemerintahan negara atau politik dengan pemerintahan kerajaan Tuhan atau Kristus meskipun memang keduanya berbeda.
SK : Benar, disini pandangan seorang teolog reformasi gereja bahwa pemerintah negara adalah sesuatu yang penting juga sebagaimana pemerintahan Kerajaan Allah. Siapa yang mau terjun berkarya secara aktif dalam pemerintahan negara, dalam kekuasaan politik itu adalah orang-orang yang kudus. Itulah profesi-profesi yang sangat kudus karena disanalah Kerajaan Allah ditegakkan lewat orang-orang yang terjun dalam pemerintahan di dunia ini.
Y : Jadi bukan orang-orang kotor tadi yang merupakan sebagian anggapan.
SK : Politik itu kotor, itu pandangan yang muncul pada sebagian orang percaya dan pandangan masyarakat di dunia mana pun karena memang ada politisi-politisi yang mempraktekkan cara-cara yang kotor tapi jangan lupa ada juga pilihan untuk kita mempraktekkan cara-cara yang kudus, cara-cara yang benar, bermartabat yang dan berintegritas, sesuai dengan firman Tuhan. Itu pilihan bagaimana kita mau memakai cara, tapi politik itu sendiri boleh dikatakan juga wilayah kudus ketika Allah hadir dengan segala nilai-nilai kerajaan Allah disana pun wilayah kudus, sebagaimana gereja bisakah kita mengelola gereja dengan cara-cara yang kotor?
Y : Bisa saja, tergantung orangnya, tetap ada.
SK : Tepat, jadi bukan karena semata-mata aku pelayanan gereja, pasti apa pun yang aku lakukan semuanya kudus. Kalau kita melayani gereja dengan cara-cara yang kotor kita sedang mengotori diri kita, termasuk dalam politik. Kalau kita menerapkan cara-cara yang kudus dan benar, disanalah juga wilayah dimana Allah hadir dan kekudusan Allah hadir.
Y : Tepat sekali, luar biasa menarik, ya Pak. Bagaimana respons kita secara praktis terhadap politik ?
SK : Disinilah kita perlu untuk berperan serta, Bu Yosie, secara aktif. Kalau kita melihat sejarah negara kita, sejarah bangsa kita, Indonesia, maka kita temukan banyak bertebaran nama-nama orang percaya, anak-anak Tuhan yang berkarya aktif, berperan aktif dalam sejarah bangsa kita, Indonesia.
Y : Para pahlawan yang anak-anak Tuhan, ya Pak ?
SK : Para pahlawan dan tokoh-tokoh nasional, mungkin Bu Yosie bisa ingat sebagian siapakah pahlawan-pahlawan nasional yang adalah orang-orang percaya, anak-anak Tuhan ?
Y : Seingat saya di pelajaran sejarah, Patimura, Christina Martha Tiahahu.
SK : Keduanya adalah anak-anak Tuhan dan kemudian di zaman situasi kemerdekaan Indonesia, kita kenal Dr. Johanes Leimena yang lima kali menjadi Menteri Kesehatan Indonesia dan juga yang menjadi Perdana Menteri dalam satu periode.
Y : Beliau juga yang memerjuangkan Pancasila, Pak.
SK : Yang pasti BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), itu juga ada anak-anak Tuhan, ada orang-orang percaya di dalamnya. Kita kenal juga nama Jenderal T.B Simatupang seorang pemikir perang gerilya, ia juga yang merumuskan ide-ide, perang modern perang gerilya dalam sejarah Pemerintah Indonesia. Mungkin Bu Yosie tahu pencipta lagu kebangsaan, lagu-lagu nasional kita, adakah orang-orang percaya di dalamnya ?
Y : Ada, Pak, lagu kebangsaan kita yang terkenal, Bapak Wage Rudolf Supratman.
SK : Pencipta lagu Indonesia Raya, dia juga anak Tuhan, dia juga orang percaya.
Y : Sangat membanggakan, ya Pak !!
SK : Kita kenal nama Cornell Simanjuntak, lagu "Bangun Pemuda Pemudi", dia juga anak Tuhan. Dalam kemiliteran, ada Jenderal Urip Sumohardjo, ada Laksamana Yos Soedarso (Yos itu singkatan dari Yosafat). Dari dunia Angkatan Udara, Ade Sucipto, Brigjen Slamet Riyadi, salah satu pahlawan revolusi, D.I. Panjaitan. Dalam kementerian, Radius Prawiro, J.B. Sumarlin dan masih banyak lagi anak-anak Tuhan yang bertebaran dalam sejarah kemerdekaan, sejarah politik pemerintahan berkarya secara nyata.
Y : Dipakai Tuhan untuk juga menguatkan hak-hak kita sebagai orang percaya, Pak.
SK : Betul dan mereka juga membawa kebaikan bagi umat yang lain. Disini orang percaya berpolitik, terjun dalam pemerintahan, bukan hanya untuk kepentingan orang percaya semata, tapi untuk memberkati seluruh komponen bangsa Indonesia. Ini juga panggilan Tuhan menjadi garam dan terang dunia, menjadi garam dan terang di Indonesia.
Y : Memerjuangkan kemerdekaan Indonesia, kebenaran Indonesia waktu G-30-S PKI, yang tadi Bp. D.I. Panjaitan berjuang menentang PKI, menyelamatkan Indonesia, tidak hanya orang percaya tapi seluruh rakyat Indonesia.
SK : Disini dapat kita simpulkan, Bu Yosie, bagi orang percaya dunia politik bukanlah panggung haram.
Y : Itu yang harus digarisbawahi, Pak.
SK : Sesungguh-sungguhnya panggung yang sangat halal, panggung yang sangat kudus kalau mengutip pernyataan dari bapak reformasi gereja, yaitu Yohanes Calvin. Malah ini menjadi sangat penting untuk panggung politik dan pemerintahan, panggung ketatanegaraan untuk kita tekuni, gumuli demi kemajuan bangsa Indonesia, demi kebaikan seluruh komponen masyarakat Indonesia. Menjadi birokrat, teknokrat, politisi juga menjadi panggilan hidup dan sepatutnya juga menjadi salah satu cita-cita mulia yang dicita-citakan kita atau anak cucu kita untuk bersaksi di tengah-tengah dunia Indonesia Raya.
Y : Itu juga wujud pelayanan kita sebagai anak-anak Tuhan.
SK : Tepat, pelayanan bukan sebatas di dalam gedung gereja, apa yang disebut sebagai pelayanan rohani. Rohani itu bukan area tapi orangnya, ketika orang yang hidup rohani mengerjakan sesuatu di area-area yang membawa kebaikan, disanalah juga rohani. Dunia politik menjadi dunia rohani, dunia pemberian menjadi dunia rohani.
Y : Yang membawa kemuliaan bagi Tuhan kita. Kalau begitu masukan Pak Sindu secara praktis apa yang dapat dilakukan kita sebagai keluarga, sebagai gereja, sebagai orangtua terhadap konteks politik ini, Pak ?
SK : Yang pertama sepatutnya gereja, berbagai komunitas pelayanan dan keluarga orang percaya, ajarkan kebenaran ini. Bahwa Injil dan Politik sangat berkaitan erat. Menjadi orang percaya berarti dipanggil Tuhan untuk menjadi garam dan terang di dunia politik, dunia bermasyarakat, dunia berbangsa dan bernegara dan pemerintahan. Ajarkan hal ini dalam kurikulum bina iman, dimana pun kita berada berjemaat dan melayani. Atau pun dimana anak, sejak anak-anak kesadaran ini ditanamkan. Ikut sertakan diri kita, anak kita, jemaat kita, komunitas kita, keluarga kita dalam percakapan-percakapan, dialog-dialog dan juga aksi-aksi konkret dalam kaitan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Libatkan diri dan libatkan orang lain. Misalnya anak-anak kita yang masih kecil, baik ada istilah sekarang berkembang kunjungan studi, ajak ke Gedung DPRD, atau DPR, Parlemen Senayan di Jakarta, di setiap kota dan kabupaten ada gedung DPRD. Ajak ke Balai Kota. Disini juga panggilan mulia, bukan hanya jadi pendeta di gereja, tapi menjadi hamba Kristus di parlemen, di pemerintahan, sama mulianya atau bahkan bisa jadi jauh lebih mulia karena apa? Akan melindungi gereja, akan menjadi berkat bukan hanya dalam lingkungan intern gereja, tapi bagi masyarakat di luar gereja.
Y : Menarik, ya Pak. Bahkan aksi konkret bermasyarakat, punya hati yang peduli dengan sesama, terhadap anak-anak yang lebih berkekurangan, mulai kita tanamkan sejak kecil, supaya mereka sadar perannya sebagai garam dan terang dunia.
SK: Betul, jadi bangunlah kepedulian tentang kota kita, desa dimana kita tinggal. Misalnya kadang kita modalnya hanya mengomel, mengkritik, "Mengapa ini banjir, pohon-pohon ditebangi, oh pemerintah tidak becus, lurahnya atau kepala desanya korupsi, ini bagaimana partai-partainya melempem?". Oke boleh mengeritik dan marah, tapi mari kita sebagai komunitas orang percaya, baik atas nama gereja, jejaring, antar gereja berbeda denominasi atau pun kita komunitas orang percaya bekerjasama dengan kelompok-kelompok iman yang berbeda sebagai satu masyarakat, satu bangsa. Kita terjun aktif, kerja bakti, kita buat aksi-aksi untuk penghijauan lingkungan fisik lewat pohon-pohon yang ditanami. Kita membuat aksi-aksi bagaimana pengentasan kemiskinan yang tadi disebut oleh Bu Yosie. Bagaimana ketertiban terjadi, jadi ada kepedulian nyata. Dalam hal ini politik yang kita dukung bukanlah politik sektarian.
Y : Maksudnya sektarian?
SK : Begini, jadi kita terjun dalam dunia politik dan pemerintahan bukan atas nama sekadar untuk kepentingan kita sebagai gereja lokal, kita sebagai orang percaya hanya peduli untuk itu. Tapi politik yang kita mainkan adalah politik kebangsaan, tentang penegakan, pelestarian NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berbhineka tunggal ika, mengakui keberagaman tapi diikat dalam satu semangat kebangsaan, Pancasila dan dilandasi Undang-Undang ‘45. Itu perlu kita upayakan, bahwa kita mengakui keberbedaan, dalam keberbedaan bukan berarti kita bermusuhan dan saling meniadakan, tapi dalam keberbedaan kita saling mengisi, bersinergi membangun Indonesia Raya. Disinilah politik kebangsaan, gereja tidak perlu lagi merasa takut, mengadakan seminar politik, seminar kebangsaan. Kita undang tokoh-tokoh politik dari berbagai agama, dari berbagai partai politik. Tidak apa-apa, sebagai gereja tidak perlu mencondongkan diri pada salah satu partai politik tapi kita berdiri dan mengayomi di atas semua partai politik untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu politik kebangsaan. Gereja tidak perlu takut malah proaktif mengundang bahkan mengutus jemaatnya untuk berani. Kita pun sebagai orangtua berani untuk mendoakan minimal salah satu anak saya jadi Presiden Indonesia, jadi Gubernur, atau Walikota, atau jadi Kepala Desa.
Y : Jadi menteri BUMN…..
SK : Jadi visinya bukan sekadar visi yang hanya dianggap ini rohani dan di sana rohana. Semua nilai rohani asal kita datang membawa nilai kerajaan Allah dan menjadi berkat buat seluruh komponen masyarakat dan rakyat Indonesia. Disanalah rohani itu terjadi, Allah hadir lewat diri kita menjadi garam dan terang.
Y : Baik, Pak Sindu, menarik sekali. Dari paparan bagian pertama dan bagian kedua, apa benang merah dan penutup yang bisa Pak Sindu bisa sampaikan untuk para pendengar?
SK : Saya kembali ingin menegaskan bahwa ketika kita setia kepada Alkitab, setia kepada Firman Allah, kita akan menemukan kesimpulan bahwa Injil Kerajaan Allah itu sangat melekat di dalamnya tentang kehidupan berpolitik, setiap kita dipanggil oleh Allah, dilahirbarukan menjadi umat Allah. Itu berarti disana juga kita dipanggil menjadi garam dan terang dalam kehidupan berpolitik, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka disini menjadi orang percaya dan menjadi warga Indonesia itu adalah sebuah kehormatan yang kedua-duanya perlu kita wujudnyatakan dimana kita berperan aktif, peduli dan memberi kontribusi secara nyata. Gereja dan berbagai kelompok pelayanan juga keluarga-keluarga orang percaya, mari jadikan percakapan politik, aksi-aksi politik kemasyarakatan menjadi bagian integral, menyatu. Bukan lagi wilayah yang dijauhi, ditakuti, malah dirangkul, kita proaktif disanalah Kerajaan Allah akan nyata lewat kehadiran kita dalam kehidupan masyarakat di wilayah RT. Jadilah Ketua RT, kalau ada kesempatan menjadi Ketua RW, kalau ada kesempatan untuk menjadi anggota parpol dan pemimpin parpol, jadilah atau masuk sebagai birokrat, menjadi tokoh dalam pemerintahan Indonesia. Ambillah itu sebagai panggilan yang kudus untuk membawa kebaikan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Y : Amin. Terima kasih banyak Pak Sindu, untuk pencerahannya dan biarlah ini memotivasi kita, mengubah pandangan kita bahwa politik bukan kotor tapi panggilan yang mulia. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih. Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Orang Percaya dan Politik" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.