Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Stella akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Komunitas Kasih Karunia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, gejala yang makin umum sekarang ini adalah kita terbiasa hidup terpisah satu sama lain. Dengan rekan-rekan maupun dengan orang percaya sekalipun di dalam gereja. Bagaimana pendapat Bapak tentang hal ini ?
SK : Ini memang kondisi yang kurang menyenangkan dan menjadi sumber keprihatinan kita pula, Bu Stella. Kita orang percaya pun, warga gereja, ataupun orang-orang yang sudah mengenal kasih Kristus ternyata ikut pola dunia, terseret dengan pola yang kita semakin sibuk dengan diri, merasa tidak aman dengan orang lain, akhirnya kita terpisah atau terasingkan.
St : Maksudnya makin hari kita lebih cenderung memisahkan diri dari orang-orang lain ?
SK : Ya. Kalaupun ada komunikasi sebenarnya komunikasi yang bersifat superfisial, atau komunikasi yang dipermukaan. Sebatas hal-hal ringan, gossip politik, gossip artis, gossip film, atau gossip pekerjaan, atau bicara tentang diri kita tapi sebenarnya bicara hal-hal yang masih aman-aman saja. Itu sebenarnya menyimpan masalah-masalah diri yang kita tidak berani ungkapkan karena tidak merasa aman.
St : Sebenarnya kita ‘kan diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang berelasi. Makanya ini juga menjadi kebutuhan kita untuk berelasi ?
SK : Benar, Bu Stella. Kita diciptakan untuk sebuah keintiman yang sehat, bahkan diciptakan untuk berkomunitas. Relasi dengan Allah itu penting, tapi juga sama pentingnya kita memiliki relasi yang sehat dengan sesama manusia. Maka ketika kita tidak menjalankan hakekat kita, sifat asal kita sebagai ciptaan Tuhan yang berelasi ini, kalau kita hidup terpisah dari orang lain, maka kita rentan dengan kesepian dan artinya juga lebih rentan dengan godaan-godaan dosa – termasuk godaan seksual, keterikatan dengan pekerjaan (workaholic), keterikatan dengan game, gadget, TV, film dan hal-hal lain yang sesungguhnya itu adalah kebutuhan kita untuk berelasi dengan sesama manusia secara sehat dan mendalam tapi karena tidak terpenuhi maka kita alihkan kepada hal lain sehingga membuat kualitas hidup kita semakin rendah dan terpuruk.
St : Jadi apa yang dimaksud dengan komunitas kasih karunia ?
SK : Topik komunitas kasih karunia ini untuk menekankan bahwa pertama, kita butuh komunitas. Kedua, komunitas yang dimaksud ini berlandaskan kasih karunia.
St : Maksudnya kasih karunia itu seperti anugerah dari Allah ?
SK : Betul. Kita akrab dengan istilah Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura, Soli Deo Gloria. Kita diselamatkan hanya oleh anugerah, oleh firman, oleh iman dan segala kemuliaan bagi Allah. Saya menekankan aspek Sola gratia, diselamatkan semata-mata karena anugerah/kasih karunia Allah, tapi seringkali tanpa disadari kita mengerti kasih karunia itu hanya sebatas untuk diselamatkan masuk surga kelak. Tapi setelah kita lahir baru menjadi orang percaya menjadi anak-anak Allah, sepertinya kita tidak butuh kasih karunia. Apa bukti pernyataan ini bisa muncul ? Karena waktu kita lahir baru, kita mewarnai hidup kita dengan usaha dan kerja keras untuk bertumbuh serupa dengan Kristus dan ‘survive’ hidup sehat. Kita takut membuka diri. Kenapa ? Kalau kita membuka diri dengan pergumulan dosa yang masih ada, kegagalan, keterbelengguan kita dengan pola yang tidak sehat, kita kuatir nantinya kita dikecam, dipersalahkan dan dipojokkan oleh saudara-saudara seiman kita sendiri.
St : Mungkin seperti cibiran ya, "Orang Kristen kok masih seperti itu ? Orang Kristen kok masih bergumul seperti itu ?" jadi lebih baik menutup diri.
SK : Betul. Apalagi kalau kita adalah aktivis gereja, majelis, guru Sekolah Minggu, bahkan hamba Tuhan, seorang penginjil atau pendeta. Sesungguhnya manusiawi kalau kita melihat firman Tuhan dan fakta hidup kita, bahwa setelah lahir baru pun kita masih bergumul dengan dosa, dengan pola-pola buruk. Dan itulah kenapa kita perlu bertumbuh ke arah keserupaan dengan Kristus. Sesungguhnya kita butuh komunitas tubuh Kristus, gereja. Saling mendukung, mendoakan, menegur, mendorong dalam kasih dan perbuatan baik. Tapi kita tidak berani melakukannya karena kita akan lebih mudah dihakimi, "Kok kamu hamba Tuhan masih bergumul dengan dosa seperti ini ? Berarti kamu kurang iman, kurang taat. Keluar dari gereja ini. Keluar dari pelayanan ini. Tidak usah jadi majelis lagi. Kamu tidak layak jadi guru Sekolah Minggu". Itulah yang membuat kita malah semakin terpuruk, Bu Stella.
St : Ibaratnya kita seperti berjuang sendiri padahal sebenarnya kita tidak mampu.
SK : Betul. Memang hukum terang dan gelap, artinya firman Tuhan sudah jelas menyatakan ketika kegelapan itu kita pertahankan di dalam kerahasiaan – gelap akan tetap gelap dan makin gelap – karena kita menutup-nutupi kuasa gelap itu makin kuat, kita semakin terpuruk dalam kegelapan dan dosa. Kegelapan itu baru sirna kalau dibawa kepada terang Kristus dan terang komunitas.
St : Maksudnya komunitas kasih karunia ini adalah komunitas dimana kita bisa saling mengaku dosa dan kelemahan serta pergumulan kita ?
SK : Tepat ! Kenapa kita bisa begitu ? Karena kita menyadari saya diselamatkan oleh kasih karunia dan sekalipun saya sudah diselamatkan saya perlu bertumbuh dalam kasih karunia. Ada saling menerima, memberi kasih karunia. Jadi ketika kita mengaku dosa, mengakui kelemahan, mengakui pergumulan kita bukannya ditolak, bukannya dihakimi, bukannya "dirajam dengan batu", bukan. Malah dihujani dengan penerimaan, dukungan untuk kita bertumbuh dari keterpurukan itu.
St : Tapi ada juga rekan-rekan seiman yang reaksinya memang keras. Misalnya tahu temannya ini lemah dalam hal tertentu atau punya pergumulan di dalam dosa, mereka malah langsung menghakimi dan kadang malah menimbulkan rasa bersalah yang kita sendiri malah makin terpuruk. Bagaimana itu, Pak ?
SK : Untuk reaksi awal itu wajar. Bukankah dalam firman Tuhan ada kata menegur. Tapi ingat, menegur dalam kasih. Menegur dalam kebenaran dan kasih, artinya ada kelemahlembutan di dalamnya. Awalnya mungkin kita kaget sehingga kita marah. "Kok bisa kamu jatuh seperti itu ? Kamu ‘kan tahu itu salah ? Kenapa kamu pilih ?" Ok, itu awalnya. Tapi kita tidak boleh berhenti hanya pada kekagetan dan kemarahan kita tapi kita tindak lanjuti. Dalam tindak lanjut inilah yang membutuhkan kasih karunia. Artinya kita tanyakan, "Kenapa kamu bisa seperti ini ? Apa latar belakangnya ?" tentu ada riwayat, ada kerentanan-kerentanan yang tersimpan dalam lubuk hatinya ataupun dalam masa lalunya. Ini butuh kasih karunia untuk orang merasa aman membuka diri dan dilayani lapis demi lapis dari kerentanan-kerentanan itu. Sekali lagi, itu hanya bisa subur, keterbukaan, rasa aman, kalau ada penerimaan, ada kasih karunia Allah yang melandasi percakapan atau interaksi kita itu.
St : Jadi orang bisa berubah bukan karena dia ditakut-takuti atau dimarahi tetapi ketika dia semakin mengalami kasih karunia ?
SK : Betul. Saya bukan mau mengatakan tidak perlu kebenaran Allah, tidak perlu firman Allah, tidak perlu tuntutan. Semua itu tetap. Saya bukan mau berat sebelah ya. Tapi kalau kita lihat firman Allah dengan jeli, kasih karunia dan kebenaran Allah itu berjalan seiring. Satu paket Allah. Allah kita memiliki kebenaran dan standard keadilan. Tapi Allah yang sama juga memiliki sisi belas kasihan dan kasih karunia. Itu sama. Setelah kita lahir baru, kita butuh kebenaran Allah sekaligus kasih karunia.
St : Makanya ketika kita jatuh ke dalam dosa kita mengaku dosa kepada Tuhan dan Dia mengampuni kita dengan kasih karunia-Nya.
SK : Tepat, Bu Stella. Bukankah setelah kita lahir barupun ada namanya jaminan pengampunan dosa ? Kenapa Allah tidak begini: "Sindu, kamu ‘kan sudah Saya lahir barukan dengan Roh Kudus yang Saya utus kepadamu ? Kamu ‘kan sudah menerima penebusan anak-Ku, Kristus, yang sudah mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga ? Kenapa kamu masih jatuh dalam dosa, Sindu ? Kamu bersalah ! Keluar dari keselamatan. Aku coret namamu." Tidak demikian ‘kan ? Ada kasih karunia dalam wujud : "Kamu mengaku dosa, Sindu ? Dalam 1 Yohanes 1:9, "Jika kamu mengaku dosa dengan sepenuh hatimu maka Aku Allah yang setia dan adil, Aku mengampuni dosamu dan menyucikan kamu dari segala kejahatan." Bukankah itu kasih karunia setelah kita lahir baru ? Kenapa kita yang sudah lahir baru kita tidak mau memberi kasih karunia kepada saudara kita yang jatuh dalam dosa, memberi kesempatan kedua, memproses dia ? Inilah mengapa kita butuh komunitas kasih karunia.
St : Bagaimana cara memulai komunitas kasih karunia ini ?
SK : Yang pertama, Bu Stella, kita bisa membagikan ke beberapa teman tentang gagasan ini untuk mengajak dan menemukan siapa yang bersedia berkomunitas.
St : Maksudnya bersedia sama-sama membuka diri dan dibenahi ?
SK : Ya. Bertumbuh.
St : Bertumbuh bersama.
SK : Ya. Kita bisa pilih 3-7 orang. Karena kalau terlalu besar nanti kita sulit mengatur waktu untuk bertemu secara teratur. Kita bisa teratur bertemu 2 minggu sekali.
St : Apakah perlu ada perjanjian rahasia supaya bisa menjaga rahasia di dalam kelompok ini ?
SK : Benar. Memang untuk menumbuhkan rasa aman bahwa ini adalah komunitas yang aman dimana kita bisa membuka diri dan tidak akan dipermalukan atau pergumulan saya tidak akan disiarkan kepada orang luar, maka sebaiknya kita membuat perjanjian kerahasiaan kelompok.
St : Oh, ada yang seperti itu ya. Bagaimana contohnya ?
SK : Ini contoh kalimatnya ya, bisa dibuat seperti ini:
Saya bersedia berpartisipasi penuh dalam kelompok. Karena itu saya berkomitmen untuk menghormati anggota-anggota lain dengan cara:
1. Mengembangkan rasa saling percaya di antara anggota kelompok
2. Bertumbuh dalam keterbukaan untuk membagikan hal-hal yang berhubungan dengan diri pribadi.
3. Memelihara kerahasiaan total tentang hal apapun dan tentang segala sesuatu yang dibagikan dalam kelompok. Jika oleh karena satu dan lain alasan saya perlu membicarakan atau perlu melepaskan diri dari beban yang saya tanggung berkenaan hal yang telah dibagikan oleh anggota kelompok, saya hanya akan melakukannya dengan pendamping kelompok atau anggota kelompok saja. Termasuk dalam hal ini saya tidak akan menyiratkan atau membuka informasi tentang siapapun dalam kelompok dalam kesempatan apapun termasuk saat berkhotbah, mengajar, membagikan kesaksian pribadi, bahkan ketika saya berdoa bersama orang lain.
4. Saling memberi dan menerima kasih karunia di atas landasan kebenaran Allah lewat kesediaan mendengar dengan hati turut berbela rasa memberi penguatan dan bertumbuh mengenal Allah.
Kerahasiaan ini berlaku dengan perkecualian satu hal yakni apabila ada anggota keluarga kelompok yang memperlihatkan niat untuk melakukan aksi yang melukai, membahayakan atau tindakan kriminal terhadap orang lain ataupun terhadap dirinya sendiri, maka setiap anggota kelompok ataupun pendamping kelompok berada di bawah kewajiban untuk memperingatkan orang-orang yang mungkit terlibat dalam niat tersebut.
Saya telah membaca dan sepenuhnya memahami batasan kerahasiaan ini termasuk juga pengecualiannya.
Anggota kelompok
(nama jelas dan tanda tangan)
Tanggal:
Saksi (dari anggota kelompok lain atau pendamping kelompok)
(nama jelas dan tanda tangan)
Tanggal:
Ini salah satu model isi perjanjian kerahasiaan kelompok kasih karunia, Bu Stella.
St : Apa yang dimaksud dengan pendamping kelompok, Pak ?
SK : Istilah pendamping kelompok mengartikan bahwa kelompok itu ada pembimbingnya. Saya pakai istilah pendamping supaya lebih cair dan tidak terlalu terkesan atasan-bawahan. Jadi pendamping ini bukan hebat segala-galanya tapi dia mendampingi. Nama lainnya adalah pembimbing atau pemimpin. Jika tidak ada pemimpin karena ini kelompok sebaya maka kepemimpinan bisa digilir, dan istilah pendamping ditiadakan juga tidak apa-apa. Intinya kelompok ini saling mengolah bersama, pertemuan 2 minggu sekali itu pemimpinnya bisa bergiliran. Atau bisa juga kepemimpinannya bergilir, misalnya per semester atau per tahun. Jadi pemimpin atau pendamping kelompok itu sama.
St : Apa yang biasanya dikerjakan waktu pertemuan komunitas kasih karunia ini, Pak ?
SK : Jadi yang dikerjakan ini yang pertama adalah berbagi pergumulan hidup dan pengakuan dosa. Yang kedua, belajar kebenaran Allah lewat bahan PA – sekarang sudah semakin banyak berkembang dalam bahasa Indonesia karya anak-anak Tuhan dari Indonesia ataupun dari luar negeri, buku-buku terjemahan juga ada – atau belajar kebenaran Allah lewat buku rohani. Maka disini ditekankan aspek berkat pribadi apa yang saya dapatkan waktu membacanya di luar pertemuan, lalu mensharingkannya di dalam pertemuan itu beserta dengan penerapan konkretnya, dan saya berproses untuk bertumbuh bukan sekadar untuk pengetahuan.
St : Kira-kira topik apa saja yang bisa dibahas di dalam pertemuan komunitas kasih karunia ?
SK : Beberapa yang saya usulkan adalah tentang gambar diri/konsep diri (self image), keterlukaan, belenggu dosa dan keterikatan, sisi gelap manusia, uang– seks dan kekuasaan, spiritualitas, batas-batas (boundaries), emosi dan perasaan.
St : Jadi ini adalah topik-topik yang bisa dicari lewat bahan PA ataupun bacaan rohani.
SK : Betul. Saya merekomendasikan topik-topik ini karena termasuk jarang dibahas di kelompok-kelompok PA atau KTB. Ini topik-topik yang rentan dengan kerahasiaan sehingga kita jarang membuka diri untuk hal ini, jarang untuk membahas apalagi membuka diri. Maka topik-topik ini perlu secara sadar, sengaja, dan intensional diangkat menjadi topik bukan hanya untuk pengetahuan tapi untuk kita berkaca pada diri dan membuka diri. Jadi ini bahan untuk kita membuka diri plus kita saling melayani.
St : Jadi pemilihan topik ini juga bisa berdasarkan kebutuhan dari kelompok tersebut ?
SK : Betul. Topik yang saya usulkan itu masih bisa berkembang. Tapi saya usul topik-topik itu dipertimbangkan untuk dicakup dalam komunitas kasih karunia.
St : Apakah dari hal berbagi pergumulan hidup yang tadi Bapak bilang dan pengakuan dosa ini juga terkait dengan topik tersebut atau bebas saja ? Boleh bicara apapun atau mensharingkan apapun di dalam komunitas ini ?
SK : Boleh, bebas. Jadi kita bukan berorientasi pada topik atau buku tertentu. Semua itu media/metode. Tapi komunitas kasih karunia sudah terwakili dengan komunitas. Tekanannya pada manusia. Ada pemberian dan penerimaan kasih karunia. Topik apapun yang dipilih, media apapun yang dipilih, adalah alat bantu. Tapi harus melayani manusia. Melayani anggota-anggotanya. Jadi, membuka diri dengan pergumulan, melayani dalam pemberesan atau pengakuan dosa dan menyelesaikan akar demi akar masalah dosa dan pergumulan ini, itu yang diekspose. Bahan-bahan ini untuk menambah pemahaman dan perspektif kebenaran Allah dan juga sebagai alat bantu untuk menggali membuka diri dalam kasih karunia Allah lewat komunitas itu.
St : Apa saja variasi yang bisa dilakukan di dalam pertemuan komunitas kasih karunia ?
SK : Di antaranya adalah makan bersama. Bukankah Tuhan menekankan relasi, perjamuan kasih, makan bersama. Jadi bisa bergantian bawa snack atau makanan. Tentunya dengan cara yang tidak memberatkan ekonomi keluarga atau ekonomi anggotanya yang mungkin berbeda-beda ya. Ada yang mampu secara ekonomi, ada yang pas-pasan.
St : Bisa juga pergi bersama-sama ya, Pak ? Misalnya menghadiri seminar atau retreat.
Sk : Ya. Itu ide yang baik. Betul. Kita juga bisa berwisata bersama, berolahraga bersama. Intinya adalah relasi. Komunitas artinya aku dan kamu kita bersama kita membagi hidup. Bukan hanya berbagi pengetahuan firman tapi juga berbagi hidup. Ada aktivitas bersama. Tentu perlu dijaga jangan sampai kita posesif dan mendominasi artinya kelompok ini di atas segala-galanya, menjadi penjajah, sehingga anggotanya terperangkap "masuk dalam sekte yang baru. Kalau tidak ikut kegiatan maka aku dikatakan bersalah dan tidak loyal". Makanya perlu waktu libur, Bu Stella.
St : Maksudnya libur untuk tidak bertemu ?
SK : Iya. Tidak apa-apa. Misalnya waktu menjelang Natal kita libur. Misalnya selama Desember kelompoknya libur dan bertemu 1 kali untuk merayakan Natal bersama. Karena anggotanya ada pelayanan Natal, melayani Natal Sekolah Minggu, ada liburan keluarga di masa Natal dan tutup tahun, atau libur sekolah di bulan Juni, libur lebaran – jadi kita bisa libur dulu. Itu bagian dari membangun batas yang sehat. Tetap berkomunitas, tapi ada saatnya kita tidak bertemu tapi kita menikmati kesendirian atau menikmati relasi dengan keluarga inti kita.
St : Jadi maksud Bapak ada batasan dan jarak yang sehat antara bertemu, bersama-sama, dan juga punya kehidupan pribadi sendiri ?
SK : Betul. Jadi kelompok itu tidak mendominasi kita atau kita tidak bergantung pada kelompok itu. Justru kebergantungan inilah yang perlu diselesaikan dalam komunitas kasih karunia. Kenapa orang punya ketergantungan relasi yang tidak sehat ini ? Berarti ada masalah ‘kan ? Nah ini yang perlu diekspose dan diselesaikan.
St : Tapi mungkin ada beberapa yang sulit untuk menyadari kalau mereka terlalu eksklusif. Apakah bisa ada orang yang peka dan mengevaluasi kelompok ini ?
SK : Ya, per semester ada evaluasi, Bu Stella. Saya setuju lebih baik per satu semester dan bukan per tahun karena terlalu lama. Mengadakan pertemuan khusus, saling memberi umpan balik mengenai kelompok, sambil menyusun rencana semester berikutnya.
St : Jadi diharapkan dari evaluasi tersebut bisa memandang kelompok ini dengan lebih objektif.
SK : Betul. Juga menata manajemennya. Karena kita berangkat dari orang-orang yang tidak sempurna, mengakui adanya keterbatasan dan kelemahan, maka evaluasi menjadi ajang untuk memperbaiki diri dan manajemen komunitas kasih karunia ini. Adanya evaluasi, refleksi dan umpan balik untuk kebaikan komunitas juga merupakan bagian dari kasih karunia.
St : Apakah ada kriteria tertentu untuk membentuk komunitas ini ? Misalnya dalam hal aturan tentang jenis kelamin, pasangan atau lajang, seperti itu ?
SK : Ya. Sebaiknya kalau kaum lajang pria-pria, wanita-wanita. Untuk menghindari pacaran lalu memisahkan diri dengan anggota yang lain. Jadi lebih baik terpisah kaum pria dan kaum wanita. Tapi kelompok pria dan kelompok wanita ini boleh sesekali bergabung dalam kelompok besar untuk mengadakan persekutuan. Tapi kalau eksklusif lebih baik sejenis. Kalau pasutri tidak apa-apa dalam satu komunitas pasutri. Tapi perlu diperhatikan batasannya yaitu soal sentuhan fisik ataupun soal curhat pribadi. Suami tidak boleh bertemu berdua dengan istrinya orang untuk saling curhat. Kalau mau curhat lawan jenis lakukanlah dengan konselor atau lakukanlah bertiga. Itu untuk melindungi integritas seksual dan relasi. Sentuhan fisik juga perlu diperhatikan.
St : Maksudnya tidak boleh menyentuh secara fisik walaupun sedang menangis ataupun sekadar bercanda.
SK : Iya. Biasanya kalau wanita merasa akrab dengan pria tertentu maka bahasa tubuhnya santai seperti memukul, menyentuh lengannya. Sementara yang laki-laki ingin merangkul wanita yang menangis. Nah, sebaiknya hal itu dihindari. kalau menangis, maka sodorkanlah tisu biar dia mengambilnya sendiri.
St : Atau kalau memang sudah berpasangan ya kita minta pasangan kita untuk menenangkannya, atau orang itu yang meminta kepada pasangannya sendiri.
SK : Ya. Itu untuk menolong membangun relasi yang sehat dalam komunitas kasih karunia. Sifatnya bukan hukum, bukan soal kaku, tapi ini adalah pertanggungjawaban dan perlindungan. Kasih karunia itu tidak ceroboh. Kasih karunia itu melindungi dari kerentanan yang tidak sehat.
St : Komunitas ini juga menjaga supaya jangan jatuh ke dalam dosa. Jangan sampai dengan adanya komunitas ini malah menyuburkan dosa yang ada ya, Pak ?
SK : Betul. Makanya dalam hal ini silakan terus bertumbuh. Yang jelas jangan merasa cukup, carilah masukan-masukan ketika kita membuat komunitas kasih karunia baik lewat doa ataupun lewat bacaan, lewat seminar, lewat pakar-pakar tertentu yang memberi masukan untuk meningkatkan kualitas relasi dan pertumbuhan dalam komunitas kasih karunia. Saya sendiri juga berada dalam komunitas ini. Jadi saya membagikan ini bukan teori melainkan praktek dan bukannya praktek saya pribadi tapi praktek dari sekian banyak anak Tuhan dan kami menikmati pertumbuhan yang luar biasa karena ada komunitas kasih karunia.
St : Firman Tuhan apa yang mendasari komunitas kasih karunia ini ?
SK : Saya bacakan dari Galatia 6:2, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu. Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Firman Tuhan mendorong kita untuk membagi beban yang kita rasakan. Sementara yang lain mau menerima, saling menolong. Inilah kasih Allah, kasih Kristus, nyata di dalam kasih kita satu sama lain dalam komunitas kasih karunia.
St : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Komunitas Kasih Karunia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.