oleh Ev. Carolina Soputri, MK.
Kata kunci: Orangtua yang tertarik, mau tahu dan mencari tahu tentang kehidupan anak remajanya; menjadi teman bagi remaja merupakan pendekatan yang efektif untuk mengenal remaja; bahasa kasih tiap-tiap remaja bisa berbeda dari orangtuanya, penerimaan yang tepat, aktif mendampingi, sukacita karena di dalam Allah, wakil Allah berarti juga mengenalkan Allah kepada anak remaja.
TELAGA 2019
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Mega, akan berbincang-bincang dengan Ibu Carolina Soputri, M.K. Beliau adalah seorang konselor dan praktisi di bidang remaja. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Komunikasi Orangtua Dengan Remaja". Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
MT : "Komunikasi Orangtua Dengan Remaja" judul ini tentunya cukup menarik perhatian, Ibu Carolina, sebab orangtua dengan remaja sendiri memiliki perbedaan zaman, sehingga gaya komunikasi atau bahasa komunikasi yang dipakai juga berbeda.
CS : Iya. Betul, Bu Mega. Berkomunikasi dengan remaja ini sering sekali menjadi keluhan orangtua dan orang dewasa lainnya. Mereka menilai remaja sekarang tidak mau terbuka dan membagikan permasalahan mereka. Bahkan orangtua mengatakan remaja mulai berjarak, "Beda waktu masih anak-anak dengan keadaan remaja sekarang. Waktu di sekolah juga, terlalu banyak pengaruh teman sampai membuat anak remaja kita berubah" dan lain sebagainya. Dan orangtua menjadi bingung dengan sikap diam dan cuek remaja bila ditanya hal-hal yang ingin diketahui oleh orangtua.
MT : Biasanya mereka akan diam.
CS : Iya.
MT : "Iya biasalah", jawaban biasa.
CS : Betul, itu jawaban umum. Bahkan Bu Mega, orangtua itu jadi kesal. Saya sering dengar curhatan orangtua, bahwa mereka kesal sekali dengan remaja mereka karena terlalu tertutup. Tapi kalau dengan teman mereka akan cerita apa saja. Tapi dengan orangtua sendiri malah tertutup. Ini memang bukan hal yang mudah untuk orangtua maupun remaja dalam berkomunikasi. Seperti ada jarak yang memisahkan. Nah, mengapa hal ini terjadi ? Ini hal yang jadi pertanyaan orangtua dan juga remaja.
MT : Mengapa mereka juga tidak bisa mengungkapkan dirinya atau berkomunikasi dengan baik kepada orangtua. Mereka sendiri juga mungkin mengalami kebingungan ?
CS : Iya, mereka juga mengeluh, "Papa mama saya tidak mengerti. Tidak memahami saya. Mereka sulit sekali diajak komunikasi. Mereka tidak paham ini dan itu". Nah, itu keluhan remaja juga.
MT : Iya. Jadi sepertinya orangtua perlu belajar ilmu komunikasi. Ilmu komunikasi itu tidak hanya di kampus, tidak hanya jurusan tapi memang kita tidak perlu mengambil jurusannya tapi memang perlu dipelajari bagi setiap orangtua yang memunyai anak-anak remaja ini.
CS : Iya. Untuk menjembatani jarak itu tadi, Ibu Mega.
MT : Oke. Kira-kira apa ilmu komunikasinya? Tipsnya bagaimana, bu ?
CS : Tentu saja orangtua perlu memahami mengapa remaja itu sulit terbuka. Yang pertama, orangtua bisa melihat bahwa sebenarnya permasalahan ini dimulai ketika orangtua tidak atau kurang terlibat ketika anak memasuki remaja. Ditambah dengan kesibukan orangtua; pekerjaan, kegiatan orangtua dan juga waktu anak di sekolah cukup banyak tentu saja hal ini membuat semakin banyak jarak. Karena biasanya orangtua setelah anak memasuki remaja itu mulai ‘dilepas’. Saya mengamati kalau di sekolah di masa SD atau TK, playgroup, orangtua masih sering mengantar ke sekolah atau menjemput ke sekolah, atau masih sering bertanya, "Bagaimana perkembangan?". Tapi mendekati remaja orangtua sudah mulai lepas dan ada orangtua–orangtua yang punya pemahaman, "Kalau remaja berarti sudah dewasa, sudah bisa dilepas".
MT : Oke. Apakah ini cukup banyak Ibu, fenomena seperti ini ?
CS : Iya cukup banyak, Bu Mega. Jadi jika orangtua mulai sibuk dan mungkin pekerjaan juga menyita perhatian orangtua, apalagi kalau kedua orangtua bekerja penuh waktu. Ini akhirnya keterlibatan orangtua terhadap usia perkembangan remaja makin sedikit.
MT : Dan itu yang menimbulkan jarak, Ibu. Jadi ini mungkin bisa menjadi alarm tersendiri bagi orangtua-orangtua yang sekarang sedang mendengarkan acara ini. Jadi kalau misalnya memang waktu mungkin kurang, keterlibatan dengan kehidupan anak-anak kurang, itu perlu diwaspadai. Sebab itulah penyebab pertama jarak yang terjadi sehingga mereka juga sulit berkomunikasi dengan anak-anak remaja mereka.
CS : Ini pada umumnya yang saya temukan, Bu Mega. Tapi saya salut dengan orangtua-orangtua yang tidak mau tinggal diam. Jadi tetap mengikuti bagaimana anak mereka memasuki usia remaja. Bahkan mereka ingin tahu kira-kira ketika masuk di usia remaja, perubahan-perubahan apa yang terjadi pada seorang remaja. Nah, itu hal yang sangat baik. Keterlibatan orangtua yang ingin tahu. Ini yang bisa menjembatani, salah satunya.
MT : Oke dan ini yang harus dilakukan ya, Bu ?
CS : Iya. Yang kedua adalah cara berkomunikasi orangtua yang tidak tepat kepada remaja. Sekali lagi kadang-kadang, bahkan mungkin saya katakan seringkali orangtua menganggap remaja itu harusnya sudah dewasa. Tapi orangtua lupa remaja itu masih dalam kategori anak. Jadi belum benar-benar dewasa. Karena itu cara berkomunikasinya tentu saja tidak sama. Nah, ini yang perlu sekali dipahami oleh orangtua; bagaimana berkomunikasi yang tepat kepada remaja. Sehingga remaja bisa berpikir orangtua ternyata bisa mengikuti cara komunikasi remaja.
MT : Ada contoh-contohnya, Bu Carolina ?
CS : Iya. Misalnya begini, ada remaja yang mengatakan atau mereka curhat, "Bu, waktu saya berbicara dengan papa, dengan mama, dia tidak mau mendengarkan saya dulu. Tapi langsung men-judge saya sewaktu saya bertanya mengapa saya tidak boleh mencat rambut saya seperti warna rambut artis favorit, ‘kan hari libur sekolah." Biasanya sekolah tidak memperbolehkan anak untuk mewarnai rambut dengan warna tertentu. "Tapi ini ‘kan hari libur? Boleh dong saya memakai cat rambut dengan warna berbeda", kata si anak. Tanpa memberikan pemahaman yang dimengerti yang dapat menolong remaja dengan sigap lantang orangtua menjawab, "Itu tidak bagus buat kamu, pokoknya mama tidak setuju. Stop ! Titik !", jawaban yang demikian membuat anak enggan untuk berdiskusi lebih lanjut dan kedepannya makin membuat jarak. Makin tertutup untuk berpendapat atau bertanya. Karena si anak merasa orangtua sulit memahami pertanyaan mereka yang artinya sulit memahami diri remaja. Begitu, Bu Mega.
MT : Mereka merasa tidak didengarkan ya, Bu ?
CS : Iya.
MT : Dan kalau bisa ditarik lebih mundur lagi ke belakang, mungkin anak juga merasa tidak dipedulikan. Karena hal-hal seperti ini yang mungkin bagi orangtua tidak penting seperti mengecat rambut atau main games atau apapun itu, tapi bagi anak-anak itu penting sekali. Sebab itu dunia mereka.
CS : Iya. Mereka ingin sekali tahu banyak hal. Sewaktu kecil akan lebih mudah orangtua mengatakan, "Kamu tidak boleh ini, papa tidak setuju. Mama tidak menginginkan kamu begini"; orangtua lebih mudah, lebih gampang menyatakan pendapat seperti itu. Dan anak, usia anak mereka lebih istilahnya "menurut" begitu. Tapi sewaktu usia remaja mereka sudah mulai masuk pada proses berpikir abstrak, berpikir yang, "Mengapa tidak boleh? Mengapa harus begini?". Nah, pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu mereka ketika mereka tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan logika mereka, keingintahuan mereka ini menjadi masalah.
MT : Jadi penting sekali bagi orangtua untuk bisa sebetulnya secara sederhana berperan menjadi teman. Jadi seperti memakai bahasa remaja juga, memahami kehidupan mereka, "Apa yang lagi nge-trend? Apa yang disukai?". Jadi tidak melulu mengajarkan atau menanamkan pola pikir-pola pikir dari orangtua itu sendiri.
CS : Iya, benar sekali, Bu Mega. Orangtua perlu sekali memelajari dunia remaja. Itu sebabnya ini berkaitan dengan yang pertama tadi: keterlibatan orangtua meskipun sesibuk apapun orangtua, mereka harus mau tahu tentang remaja mereka.
MT : Iya, tepat sekali. Dan dengan keingintahuan, dengan keterlibatan mereka juga perlu memahami atau memelajari keahlian-keahlian tertentu supaya remaja-remaja ini bisa dekat kembali dengan orangtua mereka. Kalau anak-anak kecil yang mungkin masih bayi itu akan digendong, diayun-ayun. Kalau anak yang masih usia 2 atau 3 tahun mendapatkan kasih sayang yang cukup, mendapatkan belaian itu cara komunikasi mereka. Kalau remaja seperti apa kira-kira Ibu, pendekatan yang bisa diberikan kepada mereka?
CS : Iya, Bu Mega. Ini menjadi hal yang penting. Saya pikir ini hal yang ketiga untuk orangtua memahami bagaimana berkomunikasi dengan remaja. Pendekatan yang positif. Orangtua sering sekali belum mencoba tapi sudah menyatakan menyerah. Menyerah kepada remaja. Padahal yang saya temukan Bu Mega, anak-anak remaja itu ingin sekali berbagi dengan orangtua. Hal yang terucap dari remaja adalah "Saya ingin papa mama mendengarkan saya. Saya ingin papa mama tahu tentang saya", sebenarnya mereka ingin sekali. Tapi karena pendekatan yang tidak tepat, membuat remaja itu merasa orang tua tidak memahami sehingga jadi berjarak. Terungkap dalam hati remaja mereka ingin orangtua mengenal mereka, tertarik dengan mereka; ini penting sekali. Tertarik dengan remaja.
MT : Oke.
CS : Lalu dari situ mereka akhirnya ketika mulai merasa nyaman karena orangtua mau tertarik dengan dunianya mereka, berarti juga tentang diri mereka sendiri, maka disitulah awal mereka mau menceritakan lebih lanjut tentang diri mereka.
MT : Jadi, orangtua harus menyatakan atau menunjukkan ketertarikan, bukan perintah atau aturan, tetapi ketertarikan ya Bu yang harus diberikan.
CS : Iya. Sama seperti orang dewasa, Bu Mega. Ketika kita merasa bahwa seseorang itu tertarik kepada kita, mendengarkan cerita kita, tertarik ingin tahu tentang kita, maka secara otomatis kita pun ingin berbagi.
MT : Betul sekali.
CS : Betul ya, Bu Mega. Ini pun juga dialami oleh remaja. Ketika orangtua tidak tertarik dengan dunia mereka, tentu saja mereka tidak akan membuka diri lebih luas tentang diri mereka.
MT : Iya, tepat sekali.
CS : Seringkali remaja ingin membagikan tapi karena orangtua tidak berminat membahas hal tersebut dan menghentikan niat mereka dengan pernyataan-pernyataan yang merendahkan atau meremehkan misalnya, "Kenapa punya banyak pengikut di media sosial lebih baik cari banyak uang ?". Lalu remaja berpikir, "Justru karena dengan banyak pengikut, saya bisa cari banyak uang".
MT : Hal itu yang tidak terpikirkan oleh orangtua, sebab orangtua tidak memunyai media sosial sehingga orangtua tidak berpikir ke alasan itu.
CS : Nah, orangtua perlu setidaknya ada beberapa yang dia tahu tentang media sosial apalagi yang nge-trend di kalangan anak muda untuk dijadikan komunikasi.
MT : Sebab saya pikir tidak semua hal atau setiap hal itu tentunya tidak hanya memberikan dampak negatif, pasti hal-hal seperti media sosial pun memiliki dampak positifnya. Hal ini mungkin orangtua perlu belajar. Karena media sosial dengan remaja sudah seperti ‘pinang dibelah dua’ atau sudah seperti ‘uang koin, kiri dan kanan’; sudah tidak bisa dipisahkan lagi.
CS : Iya. Itu seperti identitas remaja; media sosial ini.
MT : Iya tepat sekali.
CS : Nah, disini penting sekali bahwa pernyataan-pernyataan orangtua ini perlu dikaji kembali. Bagaimana orangtua mengungkapkan hal yang tepat supaya remaja bisa menerima dengan tepat. Misalnya kalau remaja, namanya juga remaja yaitu masa perkembangan, mulai tertarik dengan lawan jenis; mulai merasa suka, merasa tertarik. Ini perkembangan hormon yang wajar. Tapi orangtua lupa pernah mengalami hal ini sebagai remaja. Perasaan itu normal, yang perlu dibantu adalah remaja memahami perasaannya; bukan mengikat. Jadi seperti ungkapan, "Kamu berbuat apa ‘kan masih kecil, mengapa mulai ‘suka-sukaan’? Jangan berpikir tentang pacaran". Sebenarnya anak remaja tidak semua ingin pacaran, Bu Mega. Hanya saja mereka ingin berbagi bahwa dia sedang tertarik dan lalu apa yang harus dilakukan ketika dia merasa tertarik; bukan berarti ketika dia mengungkapkan bahwa dia sedang tertarik artinya dia mau pacaran. Tapi orangtua terlalu cepat menyimpulkan kemudian memberikan komentar, "Kamu kenapa pacaran?", seperti itu.
MT : Jadi mungkin remaja ini, ketika mereka sedang mengalami sesuatu dan mereka ingin berbagi sebetulnya mereka itu sedang mencari pertolongan : pertolongan informasi, pertolongan bagaimana mengambil keputusan begitu, Ibu ? Dan itu mungkin yang orangtua tidak memahami tetapi malah memberikan atau menutup dari permintaan-permintaan ini dan mereka tidak memerhatikan itu lagi.
CS : Jadi sebenarnya remaja itu ingin berdiskusi, ingin tahu. Sekali lagi INGIN TAHU! Sewaktu mereka sudah tahu, ya sudah itu cukup. Itu menolong mereka; keingintahuan mereka terjawab. Bukan berarti sewaktu mereka ingin tahu berarti itu yang ingin mereka lakukan. Bukan.
MT : Harus dibedakan ya Bu antara ingin tahu atau ingin melakukan.
CS : Iya. Kalau ingin melakukan mereka tidak akan tanya, Bu Mega. Jadi jangan langsung saja menghakimi mereka.
MT : Jadi justru ketika anak-anak ini membagikan apa yang sedang terjadi dengan dirinya, itu justru bernilai positif. Berarti juga, dia belum melakukan hal-hal yang mungkin sekiranya orangtua tidak inginkan. Jadi sebaiknya untuk orangtua ketika anak-anak datang, remaja-remaja ini datang kepada mereka justru siapkan telinga, siapkan hati, siapkan waktu untuk mulai menanggapi keinginan anak untuk berkomunikasi dengan mereka.
CS : Iya Bu Mega, benar sekali. Nah, dengan demikian hendaklah orangtua bijak dalam menjadi pendidik bagi remaja. Figur yang menjadi teladan orangtua adalah teladan bagi anak-anak mereka. Karena demikianlah firman Tuhan mengingatkan di Kolose 3:21, "Hai bapa-bapa janganlah sakit anakmu supaya jangan tawar hatinya". Mendekati remaja bukanlah hal yang gampang namun tidak berarti hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh orangtua dalam pertumbuhan mereka sebagai remaja, mereka amat membutuhkan kehadiran orangtua untuk membimbing. Keterbukaan orangtua untuk menerima mereka sebagai pribadi yang sedang bertumbuh dan kesiapan orangtua untuk berjalan bersama dengan mereka di dunia ini. Jadi Bu Mega dari ketiga hal yang tadi kita telah diskusikan sama-sama tentang kesulitan orangtua berkomunikasi penyebabnya apa saja, saya menyimpulkan satu pendekatan yang tepat sasaran yang saya singkat P.A.S; pendekatan yang pas.
MT : P.A.S itu berarti tepat. Pas sasarannya. Yang pertama adalah P yaitu PENERIMAAN YANG TEPAT, Bu Mega. Nah, penerimaan ini adalah salah satu proses yang sangat dibutuhkan oleh remaja. Terutama apa yang terjadi dengan dirinya yaitu: perubahan-perubahan yang ada di dalam dirinya; apa yang terjadi di sekitarnya itu membutuhkan orang dewasa untuk menerima mereka dalam kekurangan, kegagalan bahkan juga dalam kelebihan dan keberhasilan mereka. Karena sekali lagi tidak semua orang atau kita, atau bisa dikatakan bahwa setiap kita ini sampai dewasa pun pasti pernah mengalami kegagalan, pasti punya kekurangan. Masalahnya remaja ini karena saat proses pencarian jati diri, mereka tidak disiapkan dengan kekurangan atau misalnya kegagalan. Ini bisa jadi satu proses yang berat buat mereka. Menghadapi kegagalan mereka, menghadapi kekurangan mereka karena itu orangtua atau orang dewasa perlu sekali memberikan penerimaan, "Tidak apa-apa kalau kamu gagal. Tidak apa-apa kalau kamu memunyai kekurangan. Itu bukan berarti bahwa kamu orang yang gagal"; begitu Bu Mega.
MT : Tepat sekali, saya setuju sekali dengan penerimaan yang tepat. Jadi orang tua atau orang dewasa, mereka pun juga belajar untuk menerima atau mereka belajar untuk melihat bahwa kehidupan yang normal memang seperti itu; ‘ada di atas, ada di bawah’, ‘ada kebaikan, ada keburukan’, ‘ada keberhasilan, ada kegagalan’. Jadi hal ini dapat menjadi satu bagian bagi orangtua untuk mewujudkan rasa kasih kepada remaja, ketika kita tidak hanya menerima hal-hal yang baik dari remaja, tetapi kita juga menerima hal-hal yang mungkin buruk atau kegagalan itu dari diri mereka.
CS : Iya, Bu Mega. Satu hal yang saya bisa berikan gambaran, misalnya di sekolah. Ada sekian berapa mata pelajaran yang harus diikuti oleh anak remaja. Secara logika, secara kemampuan kita orang dewasa, kita pun tidak bisa menguasai misalnya sepuluh mata pelajaran dengan hasil yang sama. Pasti ada yang dimana kita kurang nilainya, tidak bisa maksimal. Keterbatasan kita dalam mata pelajaran tertentu, bukankah itu baik-baik saja untuk orang dewasa ? Maka remaja juga perlu diberikan pemahaman bahwa hal itu tidak apa-apa kalau mereka tidak bisa menguasai semuanya. Karena mereka memang bukan ahli untuk semua mata pelajaran.
MT : Sebab guru saja hanya mengajar satu pelajaran, bukan ?
CS : Itu sebabnya guru-guru ini sangat ahli dalam bidangnya.
MT : Betul, karena cuma satu bidang saja yang guru kuasai.
CS : Ini yang perlu dilakukan oleh orangtua yaitu pendekatan-pendekatan yang tepat buat remaja. Diterima keadaan mereka, di-support untuk yang kurang tetapi bukan memaksakan mereka untuk menjadi yang sempurna.
MT : Tepat sekali, Bu. Dan anak-anak remaja ini tentunya juga memiliki bahasa kasih yang berbeda-beda, punya keahlian yang berbeda-beda. Mungkin Ibu bisa jelaskan tentang bahasa kasih ini, Ibu Carolina?
CS : Dalam menerima remaja yaitu keadaan remaja, setiap mereka itu unik, Ibu. Karena mereka unik maka perlakuan kepada mereka atau bentuk penerimaan yang mereka butuhkan juga unik. Setidaknya ada lima; yang pertama itu lewat kata-kata. Ada anak-anak remaja yang merasa ketika dia berhasil, ketika dia gagal, dia kalah, dia menang, dia kurang, dia lebih; kata-kata positif yang membangun itu akan membuat dia merasa diterima. Atau ada anak-anak yang membutuhkan waktu. Jadi ketika dia gagal dia didampingi, tidak dibiarkan sendiri tapi ditemani melalui perasaan gagalnya. Dia akan merasa itu cukup diterima. Atau ada anak-anak yang perlu disentuh, misalnya diberikan pelukan oleh orangtua ketika dia sedih, ketika dia gagal atau misalnya ada usapan di kepala ketika dia berhasil. Itu bagian dari sentuhan; bahasa kasih yang diperlukan untuk remaja ini. Dan juga ada pelayanan, misalnya orangtua-orangtua yang bersedia mengantar, memberikan support, memberikan layanan-layanan yang dibutuhkan remaja. Atau juga pemberian. Ada remaja yang suka sekali ketika dia berhasil ada ‘reward’ yang diberikan, misalnya juga ditraktir atau misalnya diberi hal-hal yang dia sukai tentu saja yang sesuai dan tepat untuknya dan bahasa kasih ini.
MT : Jadi ada lima bahasa kasih yang mungkin bisa dipelajari oleh setiap orang tua, yaitu baik berupa perkataan, atau berupa sentuhan, atau mungkin berupa waktu kehadiran dari orangtua-orangtua ini, dan juga pelayanan, atau mungkin pemberian-pemberian hadiah. Dan itu tugas orangtua untuk melihat anak-anak mereka, remaja-remaja ini berada di kelompok bahasa kasih yang mana sebab tidak semua anak memiliki bahasa kasih yang sama. Dan itu adalah tugas orangtua untuk memelajari itu, sehingga anak juga merasa dikasihi dengan tepat, diterima dengan tepat pula. Orangtua itu bisa memiliki bahasa kasih yang berbeda dengan anaknya. Misalnya seorang bapak, dia merasa dia mengasihi anaknya adalah dengan memberikan segala kebutuhan anaknya. Nah, itu bahasa kasihnya kepada anak. Tapi si anak merasa itu bukan hal yang dia butuhkan. Jadi bahasa kasih anak adalah ketika dia menerima kata-kata positif dari ayahnya, itu yang membuat dia merasa diterima. Jadi hal seperti ini kadang-kadang yang tidak bisa match, tidak bisa menyambung karena bahasa kasih orangtua berbeda dengan bahasa kasih anak. Itu sebabnya orangtua perlu cari tahu; mau tahu dan cari tahu anak itu merasa dikasihi dengan cara seperti apa.
MT : Jadi hal itu tugas orangtua untuk menemukan bahasa kasih anak.
CS : Iya. Lalu langkah yang kedua yaitu huruf A untuk AKTIF MENDAMPINGI. Disini bukan hanya kesanggupan memberi kebutuhan fisik anak seperti makanan, uang jajan, pakaian. Tetapi juga mencukupkan kebutuhan emosi dan jiwa si anak. Mendampingi mereka di kala susah, di kala senang, kehadiran orang tua itu sangat penting dan dampaknya itu besar dalam pertumbuhan mereka.
MT : Mencukupkan kebutuhan emosi ini dan jiwa si anak atau remaja ini berarti ‘kan sama dengan bagaimana kita memberikan bahasa kasih maksudnya bagaimana kita memberikan bahasa atau perlakuan yang tepat kepada mereka sehingga dengan demikian kebutuhan mereka juga tercukupi dengan baik.
CS : Betul, Bu Mega. Jadi bukan hanya penerimaan yang tepat, tapi juga aktif mendampingi lewat bahasa kasih. Nah, kita tidak bisa bilang satu orang itu pasti hanya satu saja bahasa kasihnya. Oleh karena itu perlu kreatifitas dalam pendampingan, dalam kita berelasi dengan remaja. Kadang-kadang perlu kreatif untuk memberikan apa yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan emosi dan jiwa si anak.
MT : Oke.
CS : Yang terakhir Bu Mega ialah huruf S. Huruf S disini adalah SUKACITA KARENA DAN DI DALAM ALLAH; sebagaimana orangtua, berulang kali saya nyatakan bahwa orangtua ini perannya sangat penting bagi remaja, orangtua juga harus menganggap bahwa remaja itu penting. Karena remaja adalah pemberian Allah yang berharga untuk dilayani. Oleh karena itu mengenal dan memahami remaja seharusnya mendatangkan sukacita bagi orangtua. Karena orangtua dipercaya menjadi wakil Allah untuk mengenalkan Allah dan membawa remaja ini kepada tujuan ilahi Allah menciptakan manusia. Jadi harus ada sukacita. Ini saatnya orangtua ‘naik level’ dari mendampingi anak-anak mereka di usia anak, sekarang naik level mendampingi anak mereka di usia remaja, seharusnya itu mendatangkan sukacita. Mengapa ? Karena orangtua adalah wakil Allah yang dipercaya untuk membina anak-anak mereka di usia remaja. Pendekatan yang PAS ini adalah bentuk praktis agar orangtua dapat mengupayakan komunikasi yang lebih efektif dan membangun kepada remaja. Sehingga kehadiran orangtua menjadi kesaksian hidup yang memberkati remaja untuk semakin mengenal Tuhan.
MT : Terima kasih banyak untuk apa yang telah dibagikan pada acara kali ini, Ibu Carolina, tentunya sangat memberkati bagi setiap Pendengar yang sedang mengikuti acara ini. Kiranya setiap orangtua yang telah menerima tugas dan tanggung jawab dari Tuhan untuk menjaga dan juga untuk membimbing setiap anak-anak remaja, boleh diberkati dan boleh bertumbuh bersama melalui acara ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Carolina Soputri, M.K. dalam acara TELAGA (TEgur sapa gembaLA keluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Komunikasi Orangtua Dengan Remaja". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat menggunakan e-mail ke alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.