Mengarahkan Perasaan Anak dengan Tepat
Sebagai orang tua, kita perlu mengenal dinamika kehidupan anak-anak kita termasuk perasaan-perasaan mereka. Tapi bukankah kita sering bingung apa yang sebenarnya sedang dialami oleh anak kita, apakah ia sedang sedih, malu, marah, takut atau lainnya. Dan tidak jarang kita juga bingung bagaimana menolong mereka mengatasi perasaannya.
Di bawah ini ada beberapa cara yang mungkin dapat Anda gunakan dalam rangka menolong anak mengatasi perasaan-perasaannya.
Mengatasi Perasaan Bersalah
Shanty merasa bersalah kepada teman-temannya karena ia tidak berhasil membawa nama baik kelasnya dalam pertandingan bulu tangkis di sekolah.. Sepanjang hari dia merasa murung dan beberapa kali mengatakan: "Kenapa sih aku begitu bodoh, tidak bisa membuat kelasku menjadi juara."
Ini adalah perasaan bersalah yang kurang tepat dan sebab itu membutuhkan pengarahan dari orang tua. Pada saat anak merasa bersalah, yang perlu dilakukan orang tua adalah menolong anak membedakan apakah perasaan bersalahnya benar dan tepat atau salah/semu. Dalam kasus tersebut di atas, orang tua dapat mendorong Shanty agar mau membicarakan tentang pertandingan tersebut. Shanty perlu ditoong untuk menyadari bahwa dalam setiap pertandingan pasti ada yang kalah dan itu adalah hal biasa. Kalaupun teman-teman Shanty mempersalahnnya, dan ia serta temannya merasa kecewa, itu pun hal yang wajar saja. Shanty perlu belajar bahwa kekalahan dalam suatu pertandingan adalah masalah kesempatan dan tantangan untuk latihan lebih keras yang tidak ada hubungannya dengan dosa. Peran orang tua dalam hal ini adalah menolong anak untuk dapat membedakan antara citra diri sebagai ciptaan Allah yang berharga dan perilaku dosa yang memang harus ditinggalkan.
Junior tanpa sengaja menumpahkan segelas susu di atas sofa teman ayahnya, ketika bertamu. Bukan hanya Junior, ayah ibunya juga merasa sangat malu dan merasa bersalah. Ayah Junior yang bijaksana tahu persis bahwa tumpahnya susu di atas sofa itu saja sudah merupakan siksaan bagi Junior, walaupun ingin rasanya ia menumpahkan rasa malu dan bersalahnya dengan cara memakin dan menghukum Junior di hadapan temannya itu. Sebagai ayah yang bijaksana ia berusaha menahan perasaannya sendiri supaya ia bisa mengarahkan perasaan bersalah anak pada arah yang tepat. Maka, ayah dengan segera mengajak Junior untuk membersihkan tumpahan susu itu. Setelah selesai, ayah terlebih dahulu meminta waktu kepada temannya untuk bicara secara pribadi dengan Junior sebelum ia minta Junior minta maaf. Ia katakan: "Junior, seperti yang kamu rasakan papa juga kaget dan merasa sangat bersalah. Papa merasakan apa yang kamu rasakan karena kamu adalah anak Papa. Papa tahu sulit sekali minta maaf kepada om karena kamu malu, akan tetapi semua kesalahan harus dihadapi, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Papa akan temani kamu minta maaf dan percayalah om dan Papa mengampuni kamu, karena kami tahu betul kamu tidak bermaksud untuk merusak sofa om. Dan hari ini kamu sudah belajar untuk lebih berhati-hati lagi.
Mengarahkan perasaan bersalah anak bukan hanya menolong anak agar bisa membedakan perasaan bersalah yang benar dan yang salah/semu, tapi juga mengasah hati nurani anak agar merasa bersalah ketika dosa menguasai perilaku mereka.
Mengatasi Rasa Malu
Setiap orang normal pasti pernah mengalami peristiwa memalukan dan pernah merasa malu. Akan tetapi tidak semua orang bisa menghadapi rasa malunya dengan sikap yang sehat. Ada orang yang menjadi marah, menangis atau mengambil sikap menghindar karena rasa malunya.
Di suatu pesta pernikahan, Jeni tiba-tiba menggandeng tangan seorang bapak yang memakai kemeja persis seperti kemeja ayahnya. Jeni merasa sangat malu ketika ia sadar bahwa itu bukanlah ayahnya. Ibunya mengamati dari jauh dengan tersenyum-senyum. Peristiwa itu sangat lucu bagi ibunya, tapi Jeni sangat malu. Sebagai ibu yang bijaksana, terpaksa ia menahan hatinya dari menceritakan peristiwa itu kepada teman-teman di tempat pesta walaupun rasanya ingin sekali. Ibunya sadar Jeni perlu seorang teman yang memahami rasa malunya. Maka segera didekatinya Jeni, lalu ia berbisik: "lain kali mama harus hati-hati beli baju untuk papa, supaya mama juga tidak salah gandeng orang." Jeni terkejut dan segera membenamkan wajahnya yang merah dalam pelukan sang ibu. Maka dengan singkat ibunya berbagi peristiwa memalukan yang pernah ia alami ketika ia salah memeluk orang yang disangka ayahnya. Setelah mereka tertawa bersama, maka ringanlah perasaan Jeni dan ia dapat menunjukkan kembali wajahnya kepada dunia di sekitarnya karena ia tahu ternyata bukan hanya dia yang pernah mengalami hal itu.
Sebenarnya salah satu obat manjur untuk mengatasi rasa malu adalah menertawakan diri sendiri. Anak yang terbiasa hidup dalam keluarga yang dapat diajak tertawa bersama akan tumbuh menjadi anak yang memiliki sikap positif bahkan ketika ia tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Tertawa bersama memiliki arti yang berbeda dengan 'ditertawakan'.
Sudah hampir seharian Tomy tidak keluar dari kamar sejak pamannya datang ke rumahnya. Penyebabnya sebenarnya sangat sepele. Minggu lalu ketika pamannya datang, Tomy yang baru masuk usia pubertas diledek habis-habisan karena ada jerawat di wajahtnya. Tomy marah karena malu dan membuang muka. Ayahnya yang kurang peka, ikutan nimbrung meledek Tomy yang marah. Satu keluarga menertawakan Tomy bahkan mereka tidak sadar bahwa yang sedang ditertawakan ada di dalam kamar sedang mencoret-coret kertas untuk melampiaskan kekesalannya. Semuanya bersumber hanya pada satu hal: malu terhadap jerawat.
Bagi orang dewasa, sebutir jerawat adalah hal remeh. Tapi bagi seorang anak remaja, dunia seolah mau runtuh ketika ia bercermin dan melihat sebuah jerawat ada di wajahnya. Orang tua yang bijaksana akan melihat sesuatu dari perspektif anak agar dapat memahami perasaannya.
Ketika Anak Bersedih
Kesedihan seorang anak dapat disebabkan oleh: faktor di dalam diri dan faktor di luar diri. Kesedihan yang disebabkan faktor di dalam diri misalnya ketika keinginannya tidak dituruti, atau ia tidak berhasil mencapai apa yang diharapkannya.
Kesedihan yang disebabkan faktor dari luar diri misalnya ketika ia kehilangan orang yang dicintai, atau seseorang telah melukai hatinya.
Kemampuan anak rasa sedih sangat ditentukan oleh kemampuan menghibur diri dan kemampuan menyelesaikan masalah. Anak yang terbiasa mendapatkan apa yang diharapkan dengan menangis cenderung lebih mudah bersedih dan menangis dapat dipakai untuk mencapai apa yang ia inginkan.
Randy terus-menerus menangis karena ia tidak diizinkan main ke rumah oma. Ibunya sudah menjelaskan bahwa Randy masih ada pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Biasanya setelah menangis cukup lama, oma akan turun tangan dan ibu akhirnya meluluskan permintaan Randy. Tapi kali ini, ibunya tidak mau mengulangi kesalahannya. Dengan tegas ibu Randy minta oma untuk membiarkan dia berbicara pada Randy dan dengan tenang dan tegas ia berkata: "Mama tahu kamu sangat senang main di rumah oma dan mama juga senang kalau kamu bisa main di rumah oma, akan tetapi bukan untuk hari ini. Kamu memang sedih karena di rumah kamu harus belajar, dan kamu menangis supaya mama akhirnya mengizinkan kamu. Hari ini mama ingin kamu belajar bahwa dengan menangis kamu tidak akan mendapatkan apa yang kamu mau, karena itu kamu harus tetap masuk ke dalam mobil. Kamu boleh lanjutkan menangis di dalam mobil."
Kesedihan dari dalam diri dapat diatasi dengan disiplin dan kelembutan kasih yang tegas dari orang tua. Yang sulit adalah menghadapi kesedihan yang disebabkan oleh hal di luar diri anak, apalagi jika anak belum sanggup memakai rasio untuk mengatasi kesedihannya. Dalam hal ini orang tua hanya bisa mendampinginya dan menerima kesedihan hatinya.
Tina sangat kehilangan opanya yang meninggal dunia beberapa minggu yang lalu. Tina jadi lebih sering berdiam diri, kadang ia duduk di kursi goyang opanya sambil melamun. Ibunya mengerti apa yang dirasakan Tuna. Suatu hari ibu mengajak Tina pergi ke pantai, kebetulan ada seekor kepiting mati di pantai. Ibu memakai kesempatan ini untuk membicarakan hal mengenai kematian. Ternyata Tina memiliki banyak sekali pertanyaan tentang kehidupan setelah mati. Setelah membicarakannya, Tina menjadi lebih gembira karena ia sudah membagikan masalahnya kepada orang lain dan ia menggantinya dengan pengharapan untuk bertemu opa di surga nanti.
Mengatasi Rasa Takut
Jeni sangat takut dengan badut. Dia gemetar dan menangis ketika badut menghampirinya. Ibunya segera mendekati Jeni, memeluknya erat-erat dan mengajaknya untuk berbicara tentang badut dari kejauhan.
Seperti juga rasa malu, rasa takut adalah perasaan negatif yang tidak mudah diusir dengan suatu perintah. Rasa takut datang begitu saja dan hanya dapat diusir jika ada rasa aman yang menggantikan posisinya.
Penting bagi orang tua sejak dini menempatkan Kristus di dalam hati anak-anak sehingga perasaan takut yang negatif tidak mudah bertakhta di hati mereka. Penting pula bagi orang tua memberikan rasa aman dan kasih yang cukup sehingga perasaan itu menjadi perisai yang cukup tebal bagi seorang anak untuk menghadapi hal-hal yang menakutkan.
Di sebuah pesawat terbang, seorang anak usia 3 tahun berteriak-teriak minta turun: "Kapten, jangan terbangkan pesawatnya! Saya mau turun. Gendong saya, gendong saya papa!" Dia terus berteriak seperti itu walaupun sebenarnya ia sedang berada dalam gendongan papanya. Ketika saya tanyakan, ibunya berkata ia takut sekali pada saat-saat pesawat tinggal landas. Ayah ibu yang bijaksana ini terus menghibur, memberikan pelukan hangat sambil berkata: "Kamu takut ya? Kamu takut pesawatnya jatuh? Tidak apa-apa koq, ada papa mama yang jaga! Coba lihat tuh ada bendera-bendera dan lampu-lampu, tuh ada mobil yang jagain pesawat" (papa mama terus berbicara mengalihkan perhatian anak sambil terus menggendong erat supaya anak merasa aman).
Tidak jarang pula saya mendengar orang tua ikut panik saat anak panik. Kata-kata yang cenderung keluar dari mulut orang tua adalah: "Nggak usah takut........Jangan nangis!" Kata-kata yang sama sekali tidak menolong anak mengatasi rasa takutnya, malah menambah bebannya.
Beberapa kali Deni tidak mau ke kamar mandi sendiri karena takut. Setiap kali ibunya mengantar Deni ke kamar mandi, setiap kali pula dinasihatinya supaya Deni tidak takut. Ibu juga menekankan bahwa Deni tidak perlu takut karena ada Tuhan Yesus.
Sayangnya perasaan takut berbeda dengan perasaan lainnya. Perasaan takut sering datang begitu saja tanpa bisa dihentikan atau diusir dengan hanya berkata pada diri sendiri "Tidak boleh takut!" Perasaan takut sebenarnya akan pergi pada saat anak merasa aman. Karena itu, saat anak dalam ketakutan, orang tua tidak perlu menasihati dengan berbagai macam ajaran akan tetapi memberikannya rasa aman.
Ketika anak takut dan belum mampu menguasai rasa takutnya, anak perlu terlebih dahulu dijauhkan dari obyek yang menakutkannya. Memaksa anak untuk berani menghadapi obyek yang membuatnya takut hanya akan memperparah rasa takutnya. Ketika anak Balita takut terhadap badut atau boneka, anak tidak perlu dipaksa menghadapinya, tapi ajak anak untuk melihat dan mengamati dari jauh sambil orang tua menjelaskan hal-hal positif dari obyek yang ditakuti. Dan umumnya dengan bertambahnya usia, rasa takut itu akan hilang.
Akan tetapi sering kali orang tua terkecoh antara 'takut yang sesungguhnya' dengan kemanjaan yang diekspresikan melalui rasa takut. Kadang-kadang anak tahu bahwa ibunya akan memberikan perhatian lebih ketika ia takut, maka anak memakainya sebagai senjata untuk mendapatkan perhatian. Dalam hal ini, anak harus diyakinkan bahwa tanpa perlu harus demikian, mereka akan mendapatkan perhatian yang cukup. Biasanya anak memakai alasan takut supaya ia bisa tidur bersama dengan orang tua. Orang tua perlu bijaksana dalam mendorong anak melangkahkan kaki secara lebih mandiri tanpa dihambat perasaan yang disebut 'takut'.?
- Log in dulu untuk mengirim komentar
- 8165 kali dibaca