Ibu dan Dunianya; Kerja Paro Waktu: Salah Satu Alternatif?

Versi printer-friendly
Penulis: 
Ev. Anne Kartawijaya, M.Div
Sumber: 
Eunike
Abstrak: 
Bagi beberapa ibu yang aktif dan energik, terus menerus diam di rumah merupakan hal yang menjemukan dan terkadang membuat suasana rimah tangga menjadi tidak sehat. Beberapa ibu memilih untuk bekerja paro waktu.
Isi: 

Bagi beberapa ibu yang aktif dan energik, terus menerus diam di rumah merupakan hal yang menjemukan dan terkadang membuat suasana rimah tangga menjadi tidak sehat. Beberapa ibu memilih untuk bekerja paro waktu. Ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan sebelum kita memutuskan kerja paro waktu:

Jarak Lokasi Kerja

Suasana di Jakarta sangat berbeda dengan suasana di kota-kota lain. Harus dipikirkab berapa banyakkah waktu yang tersita di jalan dan berapa banyakkah waktu yang dipakai untuk bekerja. Seringkali bekerja paro wakti di kantor menjadi tidak efektif karena masalah lalu lintas kota Jakarta. Jikalau kota di mana tempat anda tinggal sesibuk kota Jakarta, pikirkanlah hal ini. Sebaiknya kita memilih lokasi kerja yang tidak terlalu jauh dari rumah, sehingga waktu Anda tidak terbuang percuma. Lokasi yang dekat juga menolong Anda untuk segera pulang jikalau anak mendadak membutuhkan kehadiran anda secepatnya.

Fleksibilitas Kerja

Jikalau anak Anda masih balita, apalagi di bawah usia dua tahun, faktor ini penting sekali. Anda sangat membutuhkan fleksibilitas kerja, karena Anda tidak dapat menduga kapan anak Anda akan sakit. Pilihlah jenis pekerjaan yang tidak terlalu menuntut komitmen ketepatan waktu. Beruntung jika Anda punya perusahaan sendiri. Jika Anda kerja di kantor, pastikan dulu apakah bos Anda adalah orang yang meletakkan nilai keluarga sebagai prioritas penting. Jenis pekerjaan lain yang cukup fleksibel misalnya: membuka salon kecantikan di rumah, berdagang di rumah, mengajar privat, membuat sesuatu untuk disalurkan ke toko-toko, menulis atau membuat karya tertentu yang bisa dikerjakan di rumah, dan lain-lain.

Ruang Anak di Tempat Bekerja

Anak-anak sangat mudah sekali salah menafsirkan maksud dari orang dewasa. Ketidakhadiran ibu sebenarnya adalah untuk masa depan anak akan ditafsirkan sebagai suatu penolakan bagi anak-anak. Sekalipun anak-anak belum bisa mengungkapkan perasaannya, ketidakhadiran orang tua di dekat mereka merupakan hal yang sangat menyakitkan bagi mereka. Perpisahan merupakan hal yang sangat mengerikan bagi anak-anak. Oleh sebab itu, khususnya untuk balita penting sekali anak bisa tetap berada di dekat ibu pada saat ibu bekerja. Paling sedikit dia dapat melihat wajah ibu atau mendengar suara ibu ketika ibu sedang bekerja. Jika Anda bekerja di luar rumah dan memutuskan untuk membawa anak, pikirkanlah ruangan di mana anak Anda dapat bermain atau beristirahat. Ruangan tersebut haruslah ruangan yang cukup lapang untuk bergerak, sirkulasi udara yang sehat, dan temperatur yang baik untuk anak-anak. Anda dapat membawa kereta, play-pen, atau matras. Bawa juga mainan kesukaan anak-anak, sehingga anak dapat melakukan kegiatan selama Anda bekerja.

Pengaruh Paro Waktu

Untuk mengawasi anak-anak, Anda bisa meminta pertolongan rekan, famili atau pembantu yang sudah Anda latih sebelumnya. Orang tersebut haruslah orang yang dapat Anda percayai dan dapat melakukan kebiasaan yang Anda bisa lakukan. Sebaiknya orang tersebut adalah orang yang tertentu (tidak berganti-ganti) dan haruslah orang yang mempunyai prinsip Anda, minimal bisa menuruti prinsip Anda. Berhati-hatilah, jangan sampai anak-anak dibingungkan dengan dua macam peraturan.

Bekerja paro waktu memiliki bahaya juga. Beberapa ibu yang sangat suka bekerja dapat lupa daratan. Janganlah keasyikan dengan pengasuh paro waktu dan kemudian ketagihan. Ingatlah, bahwa Anda hanya meminta pertolongan kepada mereka secara fisik dan bersifat sementara saja. Segala macam pendidikan mental, spiritual, sosial dan lain sebagainya, tetap di tangan Anda. Itu berarti, kuantitas waktu keterlibatan Anda tetap diperlukan. Jikalau Anda merupakan orang yang seringkali keasyikan bekerja dan cenderung mengabaikan anak, Anda membutuhkan rekan yang senantiasa mengingatkan. Kalau perlu, tulislah besar-besar di ruang kerja Anda: Kelalaian satu menit membutuhkan kerja keras bertahun-tahun untuk memulihkannya.

Selalu Siap untuk Anak (Availability)

Ketika anak bertumbuh semakin besar, Anda mulai dapat mendidik anak untuk menahan diri. Sedikit demi sedikit anak dapat diajarkan untuk tidak mengganggu orang tuanya ketika sedang bekerja. Akan tetapi kita harus selalu peka terhadap kebutuhan anak. Hal yang sederhana bagi kita kadang kala merupakan hal yang besar untuk anak. Jangan sampai anak-anak menjadi enggan untuk datang pada kita pada saat mereka betul-betul membutuhkan. Dan jangan sampai anak-anak merasa enggan untuk bertanya pada kita hanya karena kita selalu menganggapnya sebagai pengganggu. Kita harus benar-benar peka untuk memberikan penjelasan yang sesuai dengan tahap pemahaman anak. Kadang-kadang kita tidak perlu menunggu anak datang pada kita, untuk mendapatkan kebutuhannya baik kebutuhan fisik, emosional ataupun rasional. Ibu harus selalu available untuk anak. Pekerjaan dapat ditunda, tapi perkembangan anak terus berjalan bersamaan dengan berjalannya waktu.

Jika Anda bekerja paro waktu di luar rumah, tinggalkan nomor telepon kantor, sehingga Anda dapat dihubungi kapan saja diperlukan.

Tanda-tanda Untuk Berhenti Bekerja

Anda harus tetap selalu peka melihat kebutuhan anak. Ada anak-anak tertentu yang sangat membutuhkan perhatian ibu secara intensif bukan hanya dalam hal fisik, tapi juga emosionil. Jika anak Anda sudah sangat rewel, sering melakukan tingkah laku aneh untuk menarik perhatian Anda, sering gelisah atau jika Anda tidak dapat menemukan pengasuh yang cukup baik untuk menjaga anak Anda dari pengaruh negatif (dari dirinya sendiri, dari lingkungan, atau dari media), sebaiknya Anda segera berhenti bekerja. Jangan paksakan anak Anda untuk mengerti kebutuhan Anda, justru Anda yang harus memaksakan diri untuk mengerti kebutuhannya.

KENALI DIRI ANDA SEBELUM MEMUTUSKAN KERJA PARO WAKTU

Sebenarnya masalah bekerja atau tidak bekerja, paro waktu atau penuh waktu, memerlukan pertimbangan dalam beberapa hal:

  1. Kenal Diri
    Kita harus mengenali diri kita terlebih dulu, apakah yang menjadi minat dan panggilan kita. Percuma saja kalau kita terus diam di rumah, akan tetapi hati kita tidak ada di rumah. Menjadi ibu rumah tangga tidak identik dengan menjadikan diri sebagai korban. Sebab, setiap orang yang merasa dirinya menjagi korban akan menuntut dan tidak dapat menjadi berkat. Kita harus menempatkan pengorbanan diri pada posisi yang benar. Jangan sampai akhirnya kita menuntut suami terlalu banyak atau melampiaskan kebutuhan emosi kita terlalu banyak kepada anak, sehingga akhirnya anak yang menjadi korban pemuasan diri kita.

    Setiap ibu mempunyai kemampuan yang berbeda. Bukan berarti jika si A dapat membagi waktu untuk kerja dan anak, maka kita pun bisa. Karakter dan kondisi setiap ibu unik adanya. Kalau si A bisa bekerja sampai larut malam ketika anak dan suami tidur, kita mungkin tidak bisa seperti itu. Janganlah kita memaksakan diri menjadi sama seperti orang lain.

    Gejala yang saya lihat sekarang ini adalah banyak ibu-ibu yang tidak mengenal apakah yang mereka kehendaki, sehingga mereka mengalami frustasi. Dan apa yang dilakukan mereka akhirnya mereka lakukan dengan rasa bersalah dan tanpa sukacita.

  2. Kenal Anak
    menjadi ibu rumah tangga penuh waktu harus disertai dengan pengertian "siapakah anak" bagi Anda. Anak bukanlah objek, bukan pula target hidup kita. Jangan jadikan anak sebagai idola yang mengobsesi kita. Setiap anak unik adanya. Anak pertama berbeda dengan anak kedua, anak kedua berbeda dengan anak ketiga, demikian seterusnya. Setiap anak unik dalam karakternya, juga dalam kebutuhan dan tuntutannya serta kelemahannya. Dengan demikian setiap anak harus diperlakukan secara unik, yang satu harus diperlakukan berbebda dari yang lainnya. Mungkin anak pertama lebih penurut dari anak kedua atau ketiga. Kita harus mengenal setiap anak secara pribadi sejak dia masih bayi, sehingga kita bisa mengukur diri, juga mengukur pembagian waktu antara kerja paro waktu dan mengurus anak.

Saya tidak mengalami masalah untuk membawa anak pertama dan kedua saya ke tempat kerja. Dengan dibantu oleh seorang pengasuh, saya dapat mengerjakan dua tanggung jawab sekaligus. Akan tetapi anak ketiga saya sabgat keras. Dia tidak bisa diperlakukan secara lembut seperti kedua kakaknya. Temperamennya keras sekali. Akhirnya saya putuskan untuk berhenti bekerja, karena pada masa pemberontakannya ia membutuhkan kehadiran saya secara intensif. Untuk mendisiplinkan anak, kita tidak mungkin mengandalkan quality time. Disiplin makan, tidur dan lain-lainnya merupakan kegiatan keseharian.

  1. Sosialisasi Sederajat
    Untuk memelihara keseimbangan hidup setiap ibu rumah tangga harus mempunyai lingkungan sosialisasi sederajat. Di rumah kita hanya berinteraksi dengan anak, pembantu atau pengasuh anak. Sosialisasi sederajat hanya dengan suami. Jikalau kita tidak punya lingkungan lain selain yang ada di rumah, otomatis tuntutan kita kepada suami akan menjadi begitu besar dan akhirnya bisa menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga. Anak pun bisa menjadi sasaran kebutuhan emosi kita.

  2. Faktor Pendukung
    Jika kita mau bekerja paro waktu, kita harus mempunyai faktor pendukung yang tetap. Maksudnya, jangan sampai berganti-ganti pengasuh. Dalam periode masa lekat (0-2 tahun) anak tidak bisa diasuh lebih dari 2 orang. Kalau sampai dalam periode tersebut pengasuh berhenti bekerja, lebih baik kita pun segera berhenti bekerja dan menumpahkan perhatian sepenuhnya untuk anak dan tidak mencari pengasuh lain. Saya belajar hal ini melalui pengalaman dengan anak ketiga. Selain karena temperamen koleriknya yang kental, saya melihat faktor ganti-ganti pengasuh membuatnya semakin keras. Saya bahkan melihat, dalam masa pemberontakan (2-3 tahun), kerja paro waktu [un sulit. Anak memberontak setiap hari, setiap saat. Yang mengerti dia sejak bayi, dan yang dapat mengontrol pemberontakannya hanya kita sebagai ibu.

  3. Kehadiran yang Berarti
    Sekalipun kita menempatkan anak di ruang kerja kita, kehadiran kita tidak akan berarti kalau kita tidak memperhatikan kebutuhannya. Kekerasan hati anak ketiga saya juga disebabkan oleh faktor ini. Saya ada didekatnya, akan tetapi dia tidak merasakan kehadiran saya. Saya pikir lebih baik saya tidak bekerja sama sekali jikalau akhirnya anak saya merasa keberadaan saya tidak berarti baginya. Akhir kata, yang terpenting bagi kita sebagai ibu adalah benar-benar mengenal kebutuhan anak kita pribadi lepas pribadi. Kita tidak dapat menjadi ibu yang sempurna, akan tetapi kita dapat berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan anak yang unik antara satu dengan yang lain.