Berita TELAGA

Ironi-Ironi Imam Eli

Versi printer-friendly
Juli


Kehidupan keluarga Imam Eli adalah sebuah tragedi yang sangat pahit dalam keluarga anak Tuhan. Secara singkat, yang menarik perhatian dari latar-belakang kehidupannya adalah ada beberapa ironi yang terjadi yang perlu kita cermati dan bercermin darinya. Imam Eli adalah tokoh pemimpin Israel pada jamannya, yang kata-katanya didengar dan hidupnya diperhatikan banyak orang. Ia dapat dianggap sebagai representasi umat Israel di hadapan Tuhan dan memanjatkan doa serta mempersembahkan korban bakaran bagi orang Israel. Masalah timbul ketika kesaksian hidupnya dirusak oleh anak-anaknya.


Bagaimana itu terjadi?

Anak-anak Imam Eli ini juga menjadi imam. Tetapi Alkitab berkata bahwa mereka tidak mengindahkan Tuhan dan melanggar batas hak para imam. Mereka merampas yang bukan haknya dengan mengambil bagian yang seharusnya adalah milik Tuhan, yaitu daging yang seharusnya dipersembahkan kepada Tuhan. Mereka juga tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di pintu Kemah Pertemuan. Ini membangkitkan murka Tuhan kepada Imam Eli.


Rupanya ada yang menarik di sini, yakni bahwa Tuhan justru marah kepada Imam Eli. Benar ! Hal ini menarik perhatian, dan menunjukkan bahwa kedudukan orang tua sangat strategis. Pertanggungjawaban tidak hanya dibebankan kepada anak, melainkan juga atas diri orang tua. Anak-anak Imam Eli berbuat amoral, namun yang mendapat teguran keras adalah ayahnya. Kalau begitu orangtua harus bertanggungjawab atas perbuatan anaknya yang tidak baik. Sebenarnya yang dituntut oleh Allah adalah tanggungjawab kita sebagai orangtua, yakni agar kita mengoreksi anak-anak kita ketika mereka menyimpang dari jalan Tuhan.


Jadi ironi yang dapat kita simak adalah :

  1. Anak-anak imam Eli berbuat jahat, tetapi ayahnyalah yang memeroleh kecaman dari Tuhan.
  2. Yang juga kita dapat perhatikan adalah bahwa kedua anak imam Eli, yakni Hofni dan Pinehas dibesarkan dalam suasana keagamaan yang sangat kuat. Tetapi lingkungan agama dan pendidikan yang baik ternyata tidak cukup untuk menghasilkan anak-anak yang baik pula. Kita dapat amati bahwa dalam hal mendidik anak, lingkungan pergaulan maupun lingkungan masyarakat yang baik dan rohani ternyata tidak cukup. Diperlukan orangtua yang tegas dalam mendidik anak. Prinsipnya di sini adalah mendidik anak agar menghormati dan menaati Tuhan, membawa anak kepada Tuhan.
  3. Imam Eli memohonkan berkat bagi orang lain, dan kita dapat melihat Hana yang mandul dibuka kandungannya oleh Tuhan sehingga melahirkan Samuel yang dipersembahkannya buat Tuhan. Di lain pihak, Eli sendiri bersama anak-anaknya memeroleh bencana dari Tuhan.


Eli ini tergolong orang baik dan lembut hatinya. Imam Eli adalah orang yang baik. Kebaikan Eli ini pula yang membuatnya tidak tega memarahi anak-anaknya. Bahkan untuk hal sepenting menghormati Tuhan pun, Imam Eli tidak berbuat apa-apa untuk mencegah anaknya berbuat amoral di hadapan Tuhan. Di sini ada ironi yang luar biasa, yakni bahwa seorang hamba Tuhan yang baik dihukum karena tidak mendidik anak-anaknya untuk takut akan Tuhan.


Jadi apa aplikasinya buat kita yang menjadi orangtua?

Itu artinya kita tidak boleh meremehkan tugas mendidik anak-anak dan memerhatikan pertumbuhan kerohanian mereka. Kita dapat dikenal baik dan bereputasi baik di masyarakat, namun Tuhan lebih memerhatikan apakah kita memimpin keluarga kita untuk takut kepada Tuhan.


Ibrani 12:28-29, "Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan."














Oleh: Heman Elia, M. Psi

Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org dengan kode T 123 A.









Pertanyaan:

Dengan hormat,

Bersama surat ini saya mengucapkan terima kasih atas bantuan doa maupun saran-saran yang Bapak berikan terhadap keluarga saya.

Namun timbul masalah baru lagi yang sulit kami pecahkan persoalannya. Saya dan istri tiap bulan menyisihkan sebagian gaji kami untuk kolekte mingguan, transportasi ke gereja, kartu iuran kematian/PKK, dana sosial gereja dan dana sosial pembangunan gereja. Uang-uang tersebut kami simpan dalam kotak tersendiri.

Anak saya nomor 2 bernama Rudvianny, sekolah kelas 6 SD. Ia sering mencuri uang tersebut hingga dalam jumlah yang besar. Pertama memang tidak terasa uang berkurang lama-kelamaan kurangnya semakin banyak. Kami curiga dengan anak kami tersebut dan kami bertanya akhirnya ia mengaku.

Bapak Paul, kami mohon nasihat dalam menghadapi anak saya ini. Bagaimana sebaiknya? Kami ada rencana menyekolahkan SMP di Surabaya. Tapi kalau kelakuan tersebut tidak dirubah maka kami malu karena ia akan ikut neneknya. Sekian Pak, kami akhiri surat ini dan mohon balasan. Terima kasih.


Jawaban:
Salam sejahtera dalam kasih Kristus,

Terima kasih untuk surat Bapak yang telah kami terima beberapa waktu lalu. Kami turut bersyukur apabila Bapak telah bisa mengatasi persoalan yang Bapak ungkapkan dalam surat yang lalu.

Saat ini Bapak menghadapi masalah lain, yaitu anak yang pernah mencuri. Menurut pendapat kami, langkah-langkah yang dapat Bapak lakukan, antara lain:

  1. Ajaklah anak Bapak berbicara dengan sabar dan penuh kasih, sambil menanyakan mengapa ia melakukan hal tersebut. Apakah ia mengerti bahwa perbuatannya itu tidak baik? Beri anak pengarahan, mengapa ia tidak boleh mencuri. (tunjukkan ayat dalam firman Tuhan yang berkenaan dengan hal tersebut, misalnya Keluaran 20:15). Katakan pada anak Bapak, bahwa ia bukan saja telah bersalah kepada orangtua, tetapi dia juga telah melanggar firman Tuhan (berdosa kepada Tuhan).
  2. Coba Bapak dan istri mengadakan evaluasi, apakah anak Bapak pernah meminta sesuatu dan kebutuhannya itu tidak terpenuhi. Apakah reaksi Bapak/Ibu cukup keras terhadap permintaan anak sehingga anak merasa takut untuk meminta lagi dan jalan pintas yang diambilnya adalah mencuri? Apabila ini masalahnya, maka Bapak/Ibu harus lebih peka terhadap ungkapan kebutuhan anak dan ambil waktu untuk memberi pengarahan/penjelasan, sehingga anak bisa mengerti mengapa misalnya kebutuhannya belum bisa terpenuhi.


Yang perlu ditekankan adalah agar anak dididik untuk merasa takut kepada Tuhan (takut yang benar), bukan takut meminta kepada orangtua (takut yang tidak benar) tetapi berani mencuri.

Demikian hal yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan bisa menolong Bapak dalam mengatasi permasalahan tersebut. Akhir kata, tetaplah jaga hubungan yang baik dengan anak, agar supaya anak tidak segan-segan untuk menceritakan isi hati atau keinginannya. Tuhan menolong Bapak senantiasa!

Teriring salam dan doa kami,,
Tim TELAGA








  1. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari NN di Tangerang 2x dalam bulan ini yaitu Rp 700.000,- dan Rp 600.000,- dan dari Ibu Gan May Kwee di Solo sebesar Rp 500.000,-.
  2. Bersyukur dalam bulan ini telah diadakan rekaman bersama Pdt. Dr. Vivian A. Soesilo sebagai narasumber, sekalipun rekaman diadakan di Jl. Tanggamus 17 Malang, yaitu di rumah salah seorang donatur tetap Telaga, karena di Pastorium sedang diadakan renovasi.
  3. Doakan untuk Ev. Sindunata Kurniawan yang sedang melanjutkan studi di Manila dan hari-hari ini sedang berusaha menyelesaikan penulisan bab-bab dari Doctoral Qualifying Paper (DQP). Doakan juga untuk rencana rekaman lanjutan selama berada di Malang setelah minggu ke-3 bulan Agustus 2019.
  4. Doakan untuk kerjasama dengan C.V. Evernity Fisher Media yang rencanakan akan menerbitkan 1 buku berjudul “Mengapa Menikah ?”
  5. Tetap doakan untuk kebutuhan dana dan tenaga yang mengoperasionalkan Radio streaming El-Ayit di Ambon.
  6. Bersyukur setelah digarap sejak tahun yang lalu, program database Telaga sudah 90% selesai, doakan untuk penyelesaian secara tuntas dalam bulan Agustus yad.
  7. Pada tanggal 24 Juli 2019 yang lalu, Ev. Hannah Elia telah meninggal dunia setelah menderita sakit beberapa bulan lamanya. Ev. Hannah Elia adalah mama dari Bp. Heman Elia, M.Psi., salah seorang narasumber Telaga dan juga konselor. Kiranya penghiburan dari Tuhan dirasakan oleh keluarga besar yang ditinggalkan.
  8. Tahun ini sudah kita lewati 7 bulan, doakan agar ada tambahan radio yang bersedia bekerjasama menyiarkan program Telaga.
  9. Radio Nafiri FM di Tasikmalaya telah kembali mengudara sejak bulan Mei 2019 yang lalu namun ada perubahan kepengurusan, sehingga bahan rekaman Telaga baru-baru ini dikirim ulang dari awal. Doakan agar dalam rapat yang diadakan oleh kepengurusan yang baru, program Telaga tetap bisa diudarakan.
  10. Bersyukur untuk sumbangan dari donatur tetap di Malang yang diterima dalam bulan ini, yaitu dari :
    010 – Rp 3.500.000,- untuk 7 bulan









January 24, 2011 at 4:47pm

Dari kemarin aku berdoa untuk kemungkinan melanjutkan kuliah hingga selesai dengan kenyataan bahwa dana tidaklah cukup sampai akhir semester ini. Ibarat berjalan dalam gelap, Firman Tuhan seperti lentera yang membuatku dapat melangkah beberapa meter ke depan, tanpa tahu apa yang terjadi setelah itu. Aku bahkan tidak tahu ke mana Tuhan akan membawaku ke depan setelah study S2 ini. Yang aku lakukan hanya berusaha untuk taat dan mempercayakan diri pada-Nya, tanpa mengerti sama sekali atau pun memahami situasi di sekitarku.


Hari ini aku mencoba mengingat apa yang telah Tuhan lakukan buatku beberapa waktu yang lalu saat Tuhan menuntun untuk pergi ke negeri kincir angin ini. Dan inilah pertama kali dalam hidupku, aku tidak merencanakan apa yang di depan, namun belajar mendengar suara Tuhan saat demi saat, satu hari demi satu hari. Tidak mudah, tapi aku percaya.


I do not know anything about the future, but I can remember what God has done. Here is His story : BECEK, ‘KAN ADA BECAK ATAU OJEK!


Kalau hujan dan dingin begini saat berada di luar kota selama bekerja di Indonesia, mungkin buatku akan lebih nyaman untuk bepergian menggunakan taksi. Namun aku tidak sedang ada di kota di Indonesia, tapi sedang belajar menetap di Belanda dan tidaklah mungkin naik taksi karena harga jasa taksi sangatlah mahal. Aku pernah naik taksi dari pusat kota ke rumah sepulang gala dinner dengan memakai gaun panjang dan hak tinggi sehingga tidak mungkin untuk naik sepeda atau berjalan kaki. Waktu itu sudah lewat tengah malam sehingga tidak ada lagi bus kota. Bayangkan saja berjalan dengan hak runcing melewati pusat kota Maastricht di atas jalan yang usianya sudah 1000-an tahun dan terbuat dari batu-batu. Waktu berangkat siang tadi saja, hak sepatuku sempat tersangkut di antara batu-batu itu dan butuh usaha lumayan untuk menariknya dari himpitan batu supaya hak sepatuku tidak rusak (jadi terbayang sebuah iklan dengan wanita yang hak sepatunya patah he he..). Untuk naik taksi pulang ke rumah, saya bersama rekan yang tinggal seapartemen harus membayar hampir 40 euro (setara Rp 600.000,- dan dapat aku pakai untuk makan selama 2 minggu), padahal kalau naik sepeda hanya 15 menit saja.

















Karena biaya transportasi yang mahal, sehari-hari aku harus naik sepeda atau jalan kaki ke mana pun, tidak peduli bagaimana pun cuacanya. Entah hujan angin atau badai salju, tetap harus naik sepeda. Bus pun kadang tidak dapat beroperasi dengan normal jika terlalu banyak salju, sehingga jalan kaki atau naik sepeda lebih menjadi pilihan terbaik, terutama jika ingin datang on time saat ujian. On time di Belanda artinya paling lambat lima menit sebelum jadwal harus sudah di tempat duduk. Jadi kalau jadwal ujian jam 13.00 dan kita datang tepat jam 13.00, itu sudah terlambat.


Aku ingat beberapa kali di semester pertama saya (musim gugur dan musim dingin pertama), aku sering berdoa di atas sepeda saya meminta Tuhan untuk sejenak menghentikan angin kencang dan hujan karena sudah kepayahan mengayuh sepeda saya. Tuhan memang murah hati dan menjawab doaku waktu itu. Namun akhirnya aku juga berpikir bahwa aku harus belajar beradaptasi dengan cuaca yang bakal kuhadapi beberapa tahun ke depan dan tidak manja, jadi aku berdoa bahwa aku tidak lagi meminta kemudahan dengan meminta Tuhan menghentikan hujan dan angin kencang, namun menolongku untuk belajar menghadapi angin kencang, hujan, suhu dingin dan salju. Karena di sini meski angin kencang, salju, hujan dan becek, tidak ada becak maupun ojek. Ternyata kemudahan-kemudahan yang bisa kudapat di Indonesia membuatku agak manja, kurang mau menggerakkan kakiku untuk bersepeda atau berjalan. Bagaimana tidak? Ojek dan becak murah, jadi meskipun cuma 15 menit jalan kaki jaraknya, orang di Solo memilih naik becak. Jadi dapat dibilang, tubuhku lebih sehat di Belanda karena lebih banyak bergerak. Aku pun terheran-heran, "Kok bisa ya, selama 4 tahun di Belanda, hanya satu kali aku sakit panas demam sampai tidak bisa bangun 2 hari di musim dingin pertamaku di sini. Setelah itu sama sekali tidak pernah sakit, padahal banyak kehujanan, kedinginan, berjalan di bawah hujan salju. Tuhan memang hebat dan adil! Di negeri yang cuacanya kurang bersahabat, dia membuat tubuhku lebih sehat untuk menghadapi segalan macam cuaca di sini ?


"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya". (Efesus 2:10)

Dikutip dari: http://telaga.org/blog/remembering_what_god_has_done

Blog Telaga di telaga.org oleh Betty Tjipta Sari

Halaman