Siapa yang Harus Berubah...
Berita Telaga
Edisi No. 24 /Tahun II/ Agustus 2006/
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK)
Sekretariat: Jl. Cimanuk 58 Malang 65122 Telp./Fax.:0341-493645 Email: telaga@indo.net.id
Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Lilik Suharmini
Account : BCA.KCP Galunggung no. 011-1658225
SIAPA YANG HARUS BERUBAH...?
Berbicara tentang, "Siapa yang harus berubah?" bisa berlangsung semalaman dan itu pun biasanya tidak selesai. Pada umumnya kita menuding pasangan sebagai pihak yang perlu berubah sebab bukankah kita merasa berada di pihak yang benar? Itu sebabnya penting bagi kita untuk menempatkan masalah "berubah" ini dalam perspektif berbeda agar kita dapat melakukannya, bukan hanya membicarakannya. Setidaknya ada dua hal yang perlu kita pertimbangkan.
KEMATANGAN
Kita tahu bahwa kesuksesan pernikahan bergantung pada kesediaan masing-masing pihak untuk berubah. Kematangan mempunyai tiga dimensi: luas, dalam, dan tinggi.
- Luas. Luas dalam pengertian dapat melihat pelbagai sudut dan tidak terpaku pada satu sudut pandang saja. Inilah bagian dari kematangan yang kerap disebut orang, kematangan berpikir. Jika kita mempunyai kematangan berpikir kita mudah menerima perbedaan dan tidak terlalu bergebu memaksakan kehendak atau pemikiran pribadi pada orang lain.
- Dalam. Dimensi Dalam mengacu kepada kesanggupan untuk masuk ke dalam perasaan orang lain. Bukan saja kita sanggup membaca perasaannya, kita pun bisa merasakannya. Dimensi ini menuntut keterbukaan pribadi terhadap perasaan sendiri. Dimensi Dalam berfaedah besar dalam penyelesaian perbedaan karena kematangan ini memudahkan kita mengerti apa yang sesungguhnya orang rasakan.
- Tinggi. Dimensi Tinggi merujuk kepada tingkat kerohanian yakni berapa dekat dan serupanya kita dengan Tuhan. Definisi kerohanian saya dasari atas buah Roh sebagaimana diuraikan dalam Galatia 5:22-23 yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Dengan kata lain, diri yang matang adalah diri yang sudah diubahkan oleh Roh Kudus dan menghasilkan buah Roh dengan lebatnya.
Jika kita memiliki ketiga dimensi kematangan ini, dapat kita lihat bahwa perubahan untuk pertumbuhan tidak lagi menjadi masalah yang harus diperjuangkan. Kita tidak lagi mementingkan "siapa" yang harus berubah melainkan "apa" yang perlu berubah. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimanakah caranya kita mengembangkan kematangan seperti ini agar perubahan dapat tercipta dengan mulus?
Dimensi luas dari kematangan memang sedikit banyak terkait dengan tingkat kecerdasan. Makin tinggi tingkat kecerdasan, makin mudah kita melihat dari pelbagai sudut. Sungguhpun demikian, kita masih dapat mengembangkan wilayah ini lewat kerendahan hati. Maksud saya, dengan rendah hati kita memohon pasangan untuk memberi penjelasan ulang agar kita dapat memahami akar dan alur pikirnya. Kita pun dapat mengembangkan wilayah ini dengan cara memaksa diri untuk tidak cepat-cepat memutuskan sesuatu sebab besar kemungkinan keputusan itu akan cacat dan tidak utuh.
Berikutnya Dimensi Dalam. Kita bisa memperdalam kematangan dengan cara mendengarkan dengan diam. Tatkala mendengarkan, silakan menengok ke dalam untuk memeriksa perasaan yang tengah dirasakan. Setelah itu, jenguklah perasaan pasangan. Tanyakanlah kepada diri sendiri, apakah yang dirasakannya.
Terakhir Dimensi Tinggi. Kerohanian berangkat dari keinginan berapa besar kerinduan kita untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Makin besar ketaatan pada Firman-Nya, makin rohanilah kita. Makin dekat dengan Tuhan, makin serupa kita dengan-Nya.
KEJELASAN PERAN
Ada banyak alasan mengapa kita saling menuntut perubahan namun di antara semuanya mungkin ada satu tema yang kerap muncul: peran dan tanggung jawab. Banyak masalah pernikahan bertunas dari akar peran dan tanggung jawab. Misalkan, tanpa kita sadari kita mulai menanam kejengkelan karena melihat suami tidak terlibat dalam mengurus anak. Kita letih dan mengharapkan bantuannya namun ia beranggapan bahwa tugas mengurus anak sepenuhnya jatuh pada pundak kita. Alhasil sewaktu ia meminta hubungan seksual, kita langsung menolak. Suami bingung dan marah atas penolakan kita dan selebihnya dapat kita bayangkan, pertengkaran terjadi.
Ada begitu banyak situasi pernikahan yang serupa dan semuanya berakhir dengan konflik. Untuk menghindar dari konflik sudah tentu diperlukan perubahan dan dalam hal ini, perubahan peran dan tanggung jawab. Tuhan menetapkan suami untuk menjadi kepala istri; itu sebabnya Ia menetapkan istri untuk tunduk kepada suami (Efesus 5:22-23). Lebih lanjut, Tuhan menetapkan bagaimanakah suami seharusnya menjalankan perannya mengepalai istri yakni dengan cara mengasihinya (Efesus 5:25).
Untuk sejenak, saya ingin mengajak saudara untuk memfokuskan pada pemahaman bahwa sesungguhnya Tuhan hanya memberi satu perintah-kepada suami untuk memimpin keluarganya dengan baik (dan "baik" di sini berarti dalam dan dengan kasih). Jika kita melihatnya demikian, saya percaya kita akan lebih dapat memahami peran dan tugas masing-masing dengan lebih mudah. Berangkat dari sudut pandang ini, kita bisa menyetujui bahwa peran dan tanggung jawab suami adalah memimpin istri (dan juga anak-anaknya). Lebih lanjut, kita pun dapat menyepakati bahwa masalah dalam keluarga niscaya timbul bila kepemimpinan goyah atau tidak berfungsi semestinya. Jadi, kepada suami saya menyerukan, "Jangan ragu untuk memimpin!" Inilah peran dan tanggung jawab yang Tuhan percayakan.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang peka melihat kinerja orang dalam naungannya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengasihi orang yang berada dalam naungannya sehingga ia tidak ragu untuk turun tangan dan menolong. Namun pemimpin yang baik tidaklah mengambil alih peran dan tanggung jawab orang yang berada dalam naungan kepemim-pinannya. Ia mesti mencarikan jalan keluar namun sebelumnya, ia harus menunjukkan kepeduliannya untuk turun tangan. Sewaktu suami turun tangan, istri harus ulur tangan-menyambut bantuan dan arahan suami.
KESIMPULAN
"Siapa yang harus berubah?" adalah pertanyaan yang mengundang tarik-menarik dan perdebatan. Kematangan-berpikir, rasa, rohani-membuat tarik menarik luluh sebab fokus utama diri yang matang bukanlah siapa, melainkan apa (yang harus berubah). "Siapa yang harus berubah?" juga mesti ditempatkan dalam perspektif peran dan tanggung jawab suami yang benar. Di dalam naungan kepemimpinan yang sehat, masalah "siapa" (yang harus berubah) beralih menjadi bagaimanakah caranya menjalankan peran dan tanggung jawab masing-masing dengan efektif. Dengan kematangan dan kejelasan peran, "berubah" tidak lagi menjadi bahan pemikiran atau pemaksaan. Berubah menjadi sealamiah bernapas.
MENGENAL LEBIH DEKAT
Pembaca tentu tidak akan pernah lupa dengan peristiwa baru-baru ini. Gempa yang menggoncang Yogya masih hangat di ingatan kita. Kita semua warga Indonesia ikut perihatin dan sedih untuk peristiwa yang Tuhan izinkan terjadi ini. Harapan terbesar kita Tuhan memberikan kekuatan kepada Saudara-saudara yang mengalami bencana ini untuk tetap memandang kepada Tuhan yang empunya alam semesta. Peristiwa tersebut membawa ingatan Kami pada salah satu radio yang sudah menjalin kerja sama menyiarkan acara TElaga sejak bulan Mei 1999. Radio PETRA FM yang mengudara lewat frekwensi 105,7 MHz, beralamat di Jl. Pusung II/8 Banteng, Sinduharjo, Ngaglik - Sleman, Yogyakarta. Telaga disiarkan setiap hari Minggu pk. 19.00 WIB. Jangkauan siaran-nya meliputi radius ± 60 Km, meliputi Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya.
KEUANGAN
Pemasukan Telaga bulan ini | |
Hasil penjualan kaset, CD dan booklet | Rp. 526.500,00 |
Total pemasukan sebesar | Rp. 526.500,00 |
Pengeluaran TELAGA bulan ini | Rp.6.274.585,00 |
DOAKANLAH
Bersyukur karena Radio Solagrasia FM. di kota Malang bersedia bekerjasama, menyiarkan Telaga mulai bulan September 2006. Demikian pula Radio Lizbeth FM di Kupang telah memberi tanggapan yang positif, Telaga kembali bisa didengarkan oleh masyarakat Kupang dan sekitarnya mulai September 2006.
Doakan untuk Metanoia Publishing yang dalam proses menerbitkan 7 booklet Telaga.
Radio El Shaddai FM di Solo sudah dihubungi namun masih belum memberikan tanggapan.
Doakan untuk tim rekaman yang sudah mulai mengadakan rekaman pada bulan ini . Doakan juga untuk Bp. Jusuf N.T. yang menggantikan Bp. Yosep sebagai operator. Doakan untuk Bp. Heman Elia yang akan mempersiapkan materi rekaman untuk bulan Oktober yad.
TELAGA MENJAWAB
Tanya:
Saya dilahirkan dalam lingkungan yang keras. Dari kecil yang saya lihat itu-itu saja. Saya tumbuh menjadi anak yang keras, egois. Saya memiliki masalah dengan sikap. Lingkungan selalu menekan dan membuat saya tidak nyaman. Saya dari kecil suka menyendiri mencari tempat yang nyaman. Dulu pernah aktif kegiatan di gereja, tetapi saya kecewa karena tidak ada bedanya dengan lingkungan di luar. Saya pergi, saya ragu untuk kembali. Saat ini saya juga belum bekerja setelah lulus kuliah. Mohon saran dan doanya.
Jawab
Lingkungan yang keras membuat kita keras di luar namun rapuh di dalam. Artinya, kita mudah bereaksi, misalnya marah, namun di dalam kita lemah, dalam pengertian kita tidak dapat menampung stres atau tekanan hidup. Kecenderungan kita adalah melarikan diri dari situasi yang menimbulkan tekanan agar kita dapat kembali hidup tenang. Jika itulah yang terjadi pada diri Anda, kami sarankan Anda untuk tidak menghindar tatkala tekanan datang. Bertahanlah dan berpikirlah dengan jernih akan langkah lain yang dapat Anda lakukan. Berikutnya, kami sarankan agar Anda membicarakan masalah yang Anda hadapi dengan orang lain. Ada dua faedah dari pembicaraan seperti ini. Pertama, Anda tidak lagi tertekan karena dapat mengeluarkan tekanan ini lewat pembicaraan. Kedua, Anda bisa mendengar masukan serta sudut pandang lain yang menambah wawasan Anda dalam menghadapi masalah tersebut. Langkah berikut adalah, Anda menyerahkan akhir atau penyelesaian masalah itu ke tangan Tuhan. Mintalah hikmat dan kekuatan dari-Nya; kemudian percayakanlah hasil akhirnya kepada Tuhan. Tuhan itu ada dan Ia menolong anak-anak-Nya yang berseru meminta pertolongan-Nya (Matius 11:28).
SENYUM WANITA
Toko Suami
Ada sebuah toko yang menjual suami-suami di buka di kota New York, dimana para wanita punya kesempatan untuk memilih seorang suami yang ia inginkan, tetapi hanya ada satu kesempatan bagi seorang wanita untuk masuk ke dalam toko ini. Ada 6 lantai tempat para suami yang dijual ini sesuai dengan ciri-ciri atau kriterianya. Anda juga hanya memiliki satu kesempatan untuk melalui lantai ini. Jika Anda naik ke lantai dua, maka Anda tidak boleh kembali ke lantai satu. Jadi, jika pas, langsung pilih saja.
Suatu ketika, seorang wanita mendatangi Toko Suami tersebut. Di lantai I, ada tulisan terpajang di atas pintu:
Lantai 1 : Pria ini punya pekerjaan dan cinta Tuhan.
Tulisan di pintu lantai 2:
Lantai 2 : Pria ini punya pekerjaan, cinta Tuhan dan sayang anak-anak.
Tulisan di pintu lantai 3:
Lantai 3 : Pria ini punya pekerjaan, cinta Tuhan, sayang anak-anak dan wajahnya tampan sekali.
"Wow," wanita ini berpikir sejenak, tetapi ia masih penasaran untuk terus naik ke lantai berikutnya. Ia naik ke lantai 4.
Lantai 4 : Pria ini punya pekerjaan, cinta Tuhan, sayang anak-anak, cakepnya gila luar biasa dan membantu pekerjaan rumah tangga.
"Ya ampun. Aku sudah gak sabar lagi. Luar biasa sekali." Kata wanita tersebut. Ia pun tidak sabaran naik ke lantai 5;
Lantai 5 : Pria ini punya pekerjaan, cinta Tuhan, cinta anak-anak, cakepnya gila luar biasa, membantu pekerjaan rumah tangga dan sangat romantis.
Wanita ini tidak berhenti untuk memilih pria di lantai 5, ia penasaran dengan pria di lantai 6, lantai terakhir di toko tersebut.
Lantai 6 : Anda adalah pengunjung ke 4.363.012 di lantai ini. Tidak ada pria di lantai ini. Lantai ini hanya untuk wanita yang terlalu suka memilih. Terima kasih telah mengunjungi Toko Suami. Selamat siang! (BT/RB-Wanita-internet)
- Log in dulu untuk mengirim komentar
- 3850 kali dibaca