Dampak Kekudusan pada Pernikahan
Berita Telaga Edisi No. 133 /Tahun XII/Desember 2015
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Rr. Fradiani Eka Y. Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
Dampak Kekudusan pada Pernikahan
Pernikahan didirikan di atas tiga tonggak: percaya, respek, dan kasih. Ketiganya terpisah sekaligus terkait sehingga kehilangan salah satu di antaranya akan menimbulkan goncangan pada relasi. Kekudusan bertalian erat dengan percaya, respek, dan cinta. Kehilangan kekudusan pada masa pranikah akan berdampak pada pernikahan, sebaliknya kekudusan sebelum pernikahan akan memperkokoh kerangka pernikahan. Berikut akan dipaparkan hubungan di antara ketiga unsur ini.
Seks dan Cinta
Kita tahu bahwa Tuhan melarang hubungan seksual di luar pernikahan (Keluaran 20:14). Alkitab memanggilnya, perzinahan. Namun kita pun tidak mudah untuk menguasai gejolak seksual, terutama pada masa berpacaran. Selain dari gejolak yang bersumber dari tubuh itu sendiri, sesungguhnya dorongan seksual berkaitan erat dengan cinta.
Cinta selalu mencari penyempurnaannya dalam keintiman dan kita tahu bahwa keintiman tertinggi adalah penyatuan. Seks adalah ekspresi cinta dan juga simbol penyatuan dua individu. Itu sebabnya dalam kondisi mencintai, kita akan menjumpai dorongan kuat untuk menyatu.
Sungguhpun demikian ada sesuatu yang terjadi tatkala seks dilakukan di luar nikah. Di dalam pernikahan dampak seks ialah menyatukan, tetapi di luar nikah dampak seks adalah menguasai. Di sini kita melihat adanya penyimpangan. Sekilas keduanya (menyatu dan menguasai) tampak sama namun pada hakikinya tidaklah demikian. Menyatu didasari atas cinta sedangkan menguasai didasari atas takut kehilangan. Takut kehilangan yang dibawa masuk ke dalam pernikahan akan berdampak negatif.
Seks dan Percaya
Saling percaya adalah tonggak pernikahan yang mutlak harus ada; tanpa percaya, tidak akan ada pernikahan sejati. Seks di dalam pernikahan seyogianya makin mengokohkan saling percaya sebab seks merupakan keterbukaan dan kerentanan pada puncaknya.
Satu hal yang menarik terjadi ketika seks dilakukan di luar nikah. Ternyata di luar nikah seks bukan memperkuat rasa percaya tetapi justru mengeroposkannya. Sewaktu sesuatu yang tidak seharusnya diberikan, diberikan kepada seseorang, dampaknya pada diri kita adalah kita kehilangan kepercayaan kepadanya. Seolah-olah dengan dia mengambil sesuatu yang tidak seharusnya diambil (meski dengan persetujuan kita), dia telah melakukan kesalahan dan mengkhianati kepercayaan kita kepadanya.
Sebaliknya bila kita dapat menjaga kekudusan pada masa berpacaran, maka rasa percaya akan menguat. Sesuatu yang tidak seharusnya diambil, tidak diambil; sebagai akibatnya rasa percaya kita pun makin bertumbuh.
Seks dan Respek
Respek pada diri maupun pasangan cenderung menurun drastik setelah melakukan hubungan seks sebelum pernikahan. Kendati kita mungkin berpandangan bahwa seks adalah kontak fisik semata, pada kenyataannya tatkala seks dilakukan—apalagi dengan mudah—respek terhadap pasangan merosot. Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa seks berkaitan erat dengan penghargaan diri.
Namun masalahnya lebih jauh dari itu. Bukan saja seks sebelum nikah mengerosi respek terhadap pasangan, seks sebelum nikah juga mengurangi respek terhadap diri sendiri. Sekonyong-konyong kita melihat diri kurang bernilai, bahkan murah. Reaksi ini, tidak bisa tidak, mempengaruhi relasi kita.
Kesimpulan
Tuhan melarang perzinahan untuk kebaikan kita. Ia menghendaki kita untuk saling mengasihi, percaya, dan menghormati satu sama lain. Inilah desain Tuhan untuk kita. Itu sebabnya Ia berfirman, "Kuduslah kamu sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus." (Imamat 19:2).
Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T440 B.
Doakanlah:
Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Pengurus Shepherd of Your Soul (SYS) di USA sebesar Rp 28.020.000,-.
Bersyukur untuk 4 judul rekaman baru yang telah berhasil diselesaikan menjelang akhir tahun 2015 oleh Ev. Sindunata K. dan Ibu Stella.
Bersyukur untuk para donatur tetap dan insidentil yang telah mendukung Telaga selama tahun 2015.
Bersyukur juga untuk beberapa orang konselor yang telah membantu membalas tidak kurang dari 80 surat yang masuk melalui email maupun Facebook Telaga.
Tetap doakan untuk pemasaran dari 2 buku yang masih cukup banyak tersedia di Sekretariat Telaga, yaitu “Memahami Remaja dan Pergumulannya” dan “Memaksimalkan Karier Anda”.
Doakan untuk pembuatan artikel seputar judul-judul tentang berpacaran oleh Bp. Andrew A. Setiawan.
Tahun 2015 hanya ada tambahan 1 radio yang menyiarkan program Telaga, doakan agar dalam tahun 2016 ada radio-radio lainnya yang bersedia bekerjasama.
Doakan untuk rencana membuat VCD dalam bulan Pebruari – Maret 2016 disamping menambah judul-judul baru yang akan direkam.
Bersyukur untuk donasi yang diterima dari donatur tetap pada bulan ini, yaitu dari :
001 – Rp 200.000,- untuk 2 bulan
006 – Rp 300.000,- untuk 4 bulan
011 – Rp 150.000,-
015 – Rp 1.000.000,- untuk 2 bulan
TELAGA Menjawab
Tanya?
Salam sejahtera,
Saya seorang istri yang mengalami konflik dengan suami. Dulu kami berpacaran selama sembilan tahun hingga menikah dan dikaruniai dua orang anak laki-laki. Sejak kami berpacaran, saya sudah menyadari bahwa dia sering berpacaran juga dengan wanita lain. Tabiat itu berlanjut hingga sekarang ini.
Sejak tahun 2007 saya kembali memergoki dia pacaran dengan wanita lain, sebut saja A. Walaupun bukan berhubungan fisik, tapi suami saya sering SMS, telepon, atau bertemu dengan A. Seringkali hingga larut malam dia meladeni SMS atau telepon dari A. Karena A itu karyawan kami, maka saya langsung mendatanginya dan meminta dia tidak berhubungan lagi dengan suami saya.
Namun kondisi ini tidak berubah. Beberapa kali saya memergoki suami saya berhubungan layaknya orang pacaran dengan wanita-wanita lain. Para wanita ini memberi hadiah-hadiah, mengajak makan malam, curhat, dan menghubungi suami saya tanpa mengenal waktu.
Sikap suami terhadap saya juga mulai berubah. Dia jadi sering marah-marah, ponselnya tidak boleh dipegang, tidak bisa ditanya kemana dia pergi, dan sikap-sikap yang tidak mengenakkan lainnya.
Kondisi keuangan kami juga tidak bisa dibilang baik. Saya menjadi tulang punggung keluarga dengan penghasilan pas-pasan sementara suami tidak mau peduli. Suami saya juga melarang saya mengikuti kegiatan ibadah di luar jam ibadah hari Minggu.
Saya sangat tertekan dan mintanya berhenti berhubungan dengan wanita-wanita itu. Namun dia malah menantang saya dan menyuruh saya untuk berubah supaya jadi seperti wanita-wanita itu. Suami berkata kalaupun kami bercerai dia juga tidak akan menikah dengan wanita-wanita itu. Hubungan mereka hanya iseng namun sangat mengganggu pernikahan kami.
Apa yang harus saya lakukan, Pak?
Jawab
Salam sejahtera dalam kasih Kristus,
Terima kasih Ibu bersedia berbagi beban dengan kami.
Kita perlu dua kaki untuk dapat berjalan. Demikian juga pernikahan, dibutuhkan kerja sama suami istri untuk dapat menjalankan roda pernikahan.
Berdasarkan penuturan Ibu, tampaknya suami Ibu sudah tidak bersedia bekerja sama dengan Ibu. Dia tidak bersedia memenuhi permintaan Ibu untuk berhenti berhubungan dengan wanita lain.
Pada kondisi ini sesungguhnya relasi pernikahan sudah tidak ada lagi. Yang ada hanyalah ikatan nikah berdasarkan hukum. Ia menantang Ibu untuk menceraikannya dan dia tidak memberi hak kepada Ibu untuk melarangnya berhubungan dengan wanita lain. singkat kata, dia tidak memperlihatkan respek kepada Ibu dan pernikahan ini.
Pilihan Ibu hanya dua: bertahan dalam pernikahan ini atau bercerai.
Tuhan menuntut suami dan istri hidup kudus dan setia Sekarang sudah tidak ada lagi kekudusan dan kesetiaan dalam pernikahan Ibu. Namun sebelum Ibu bertindak, mohon perhatikan dan persiapkan dampak perceraian bila ini yang Ibu pilih. Adakalanya perceraian memang menyelesaikan masalah namun menimbulkan masalah lain.
Bila Ibu memutuskan untuk bertahan, sedapatnya jangan menegurnya lagi. Teguran tidak akan mengubahnya. Sebaliknya menangkan suami Ibu lewat perbuatan Ibu (1 Petrus 3:1-6). Apabila Ibu ingin menegur wanita yang berhubungan dengan suami Ibu, katakan, “Saya mengasihi suami saya dan ingin memelihara keluarga saya. Saya tidak ingin kehilangan suami saya. Anak-anak kami juga memerlukan ayahnya. Jadi saya minta Anda meninggalkan suami saya”.
Demikian saran kami, Tuhan menolong Ibu.
Salam: Pengasuh Program Telaga
- 5020 kali dibaca