Makna dibalik Uang Jajan

Versi printer-friendly
Penulis: 
Dra. Liena Suwito
Sumber: 
Eunike
Abstrak: 
Tidak dapat disangkal bahwa masalah keuangan merupakan salah satu sumber paling potensial dalam memicu perselisihan dan pertengkaran di dalam keluarga. Perselisihan muncul bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti sikap yang berbeda terhadap uang dan cara pengelolaan yang berbeda pula, selain juga karena kurangnya pemahaman dan kemampuan di dalam pengelolaan akibat kurangnya latihan.
Isi: 

Tidak dapat disangkal bahwa masalah keuangan merupakan salah satu sumber paling potensial dalam memicu perselisihan dan pertengkaran di dalam keluarga. Perselisihan muncul bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti sikap yang berbeda terhadap uang dan cara pengelolaan yang berbeda pula, selain juga karena kurangnya pemahaman dan kemampuan di dalam pengelolaan akibat kurangnya latihan.

Menurut Larry Burkett dalam bukunya "Mengatur Keuangan Dengan Bijak", orangtua perlu membimbing anak-anaknya agar mempunyai sikap yang benar terhadap uang. Anak-anak juga perlu dibekali dengan pengetahuan dan prinsip-prinsip dasar mengenai keuangan dan cara-cara pengelolaannya agar mereka tidak berorientasi pada materi.

Bagaimana seharusnya sikap kita terhadap uang? Dalam Lukas 16:12, Tuhan Yesus mengatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." Tuhan Yesus mengatakan hal ini dalam konteks perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur. Jadi, hal kecil yang dimaksud di sini adalah soal uang. Tuhan Yesus menempatkan uang pada proporsi yang sebenarnya dan seharusnya, berbeda sekali dengan orang pada umumnya yang menjadikan uang sebagai pusat kegiatan dan pusat hidup sehingga tanpa disadari kehilangan banyak hal yang lebih berarti.

Di dalam perumpamaan orang muda yang kaya, digambarkan seseorang yang kehilangan kesempatan untuk mengikut Tuhan karena terobsesi dan terikat oleh kekayaannya.

Sikap terhadap uang dan prinsip-prinsip dasar mengenai pengelolaannya perlu ditanamkan kepada anak sejak mereka masih kecil, karena hal itu akan berkembang dan terus berlanjut dalam seluruh hidup mereka di kemudian hari.

Sangat strategis

Pemberian uang jajan sebenarnya bisa menjadi wadah yang tepat untuk anak belajar dan berlatih mengelola keuangannya dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana. Ada beberapa hal yang bisa kita ajarkan pada anak melalui pemberian uang jajan atau uang bulanan.

Pertama, anak diajarkan tentang konsep persepuluhan sekaligus penerapannya. Ketika anak menerima uang jajan, mereka diminta untuk menyisihkan sepersepuluh bagian yang adalah milih Allah. konsep bahwa sepersepuluh adalah milik Allah perlu ditanamkan. Bila anak sejak dini mengenal dan memahami konsep tersebut, mereka umumnya akan menerapkan persepuluhan dalam hidup mereka tanpa mengalami banyak kesulitan. Pada saat kita menanamkan konsep persepuluhan, anak sebenarnya juga belajar tentang kejujuran, yaitu mengembalikan bagian yang menjadi milik Allah. Kita dapat menjelaskan juga tentang penggunaan uang persepuluhan tersebut.

Kedua, anak dilatih untuk membuat anggaran. Hal ini sangat berguna baginya setelah dewasa nanti, yakni setiap kali menerima uang, ia memiliki sebuah anggaran. Dengan adanya anggaran, pengelolaan juga menjadi lebih mudah dan penggunaan uang lebih terkontrol. Untuk anak yang relatif masih kecil misalnya kelas tiga, uang jajan bisa diberikan perminggu. Anggaran yang dibuat juga lebih sederhana misalnya hanya terdiri dari persepuluhan dan sisanya untuk jatah seminggu.

Setelah anak menjadi lebih besar misalnya SMP atau SMA, sejumlah uang bisa diberikan sebulan sekali, tergantung pada kemampuan anak untuk mengaturnya. Karena diberikan sebulan sekali, sering disebut juga uang bilanan. Uang bulanan ini bisa mencakup hal-hal yang lebih luas. Anggaran yang dibutuhkan juga sedikit lebih kompleks dibandingkan sebelumnya. Anggaran bisa terdiri dari persepuluhan, uang sekolah, uang les (kalau ada), transport atau antar jemput, uang jajan,uang untuk kegiatan sosial (HUT teman, menjenguk teman yang sakit, sumbangan, dsb), serta tabungan. Uang kegiatan sosial bisa dimasukkan ke dalam anggaran, atau bisa juga diberikan secara insidentil sesuai dengan kebutuhan. Saat anak ini Univertas, anggaran tentunya akan semakin luas, misalnya perlu dimasukkan anggaran untuk pakaian, sepatu, salon, hiburan (nonton bersama teman misalnya atau rekreasi), fotocopy, uang buku, telepon, kok dan sebagainya.

Ketiga, anak belajar menahan diri, disiplin, dan menentukan prioritas atau memilih. Anak akan belajar bahwa ia tidak selalu bisa membelanjakan uangnya semaunya sendiri sesuai dengan keinginannya. Ada batasan-batasan yang perlu diikuti dan dipatuhi agar pemakaian tidak melampaui anggaran yang ada. Sebab itu, saat anak ingin sekali membeli sesuatu tapi ternyata anggaran tidak memadai, ia akan belajar menahan diri dengan menunda, misalnya kalau barang itu memang sangat dibutuhkannya, atau ia akan melupakannya bila barang itu sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Selain itu, anak juga belajar untuk menentukan prioritas dan belajar memilih mana yang harus didahulukan, mana yang masih bisa ditunda, dan mana yang mungkin dilupakan saja atau diabaikan.

Keempat, anak belajar lebih bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan padanya. Waktu anak diserahkan sejumlah uang untuk dikelola sesuai dengan kebutuhannya, ia merasa dipercaya bahwa ia mampu melakukannya. Dan saat seseorang dipercaya, ia cenderung akan membuktikannya bahwa ia memang bisa dipercaya dan bahwa ia mampu. Dengan kata lain, saat seseorang dipercaya, ia juga cenderung lebih bertanggung jawab, kecuali bila ada masalah tertentu yang dapat menjadi hambatan. Selain itu, dengan adanya anggaran, anak bisa mengevaluasi apakah penggunaannya sudah sesuai, atau terlalu banyak hal yang melenceng sehingga perlu diperbaiki dan diperbaharui.

Kelima, anak belajar menabung. Anak perlu dilatih untuk menabung baik untuk membeli barang-barang yang memang dibutuhkan namun dengan jumlah dana yang cukup besar, ataupun untuk menghadapi situasi atau kebutuhan tak terduga. Dengan menabung, anak juga dipersiapkan untuk menghindari kebiasaan meminjam atau utang yang berpotensi memunculkan konflik di dalam keluarga.

Perlu diperhatikan

Pemberian uang jajan sebaiknya tidak diberikan pada anak yang masih terlalu kecil seperti anak TK (mungkin juga anak kelas satu dan dua) dengan pemikiran mereka belum bisa memahami dan membedakan makanan yang sehat dengan yang tidak sehat, dan makanan yang dibeli sembarangan bisa menjadi ancaman bagi kesehatan karena daya tahan tubuh anak-anak ini masih lemah dan masih rentan terhadap penyakit. Selain itu, mereka juga belum begitu mengenal nilai uang.

Saat kita memutuskan untuk mulai memberikan uang jajan maupun uang bulanan kepada anak-anak kita, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Pemberian uang jajan atau uang bulanan harus selalu disertai dengan supervisi tentang sikap yang benar terhadap uang dan cara pengelolaannya yang benar, jujur, dan bertanggung jawab. " Pemberian uang jajan atau uang bulanan harus sesuai dengan usia dan kemampuan anak untuk mengelolanya.

  2. Pemberian uang jajan atau uang bulanan harus sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak terlalu sedikit sehingga menimbulkan tekanan pada anak. Jangan juga berlebihan sehingga membuat anak menjadi konsumtif dan membuka peluang bagi anak untuk menyalahgunakan dengan mencoba-coba sesuatu misalnya obat-obatan, rokok, atau hiburan-hiburan yang tidak perlu.

  3. Pemberian uang jajan atau uang bulanan perlu disertai dengan pengawasan, misalnya dengan mengajak anak bersama-sama mengevaluasi anggaran yang telah dibuatnya dan membandingkan uang yang kita berikan dengan pengeluarannya.

Melalui bimbingan dan latihan seperti diuraikan di atas, anak-anak kita diharapkan akan lebih siap di saat mereka memasuki kehidupan berkeluarga dengan anggaran yang tentunya jauh lebih luas karena kebutuhan yang semakin banyak dan kompleks. Mereka juga diharapkan mempunyai sikap yang benar terhadap uang sehingga tidak terjebak dalam mengejar perkara-perkara kecil (yaitu uang) dan kehilangan banyak hal yang lebih berarti atau perkara-perkara besar dalam hidupnya.

Pada akhirnya, mereka diharapkan menjadi orang yang jujur dan bertanggung jawab di hadapan Tuhan dan sesamanya.

Dengan berlandaskan pada sikap yang benar terhadap uang ditambah dengan pemahaman dan kemampuan pengelolaan yang lebih baik, banyak masalah keuangan yang berpotensi memunculkan konflik di dalam keluarga dapat diminimalisir.