Kepemimpinan dalam Keluarga
Tuhan memanggil dan menetapkan laki-laki untuk menjadi kepala keluarga. Dengan kata lain, ia mesti memimpin keluarganya. Untuk menjadi pimpinan dalam organisasi atau perusahaan, kita dapat belajar atau bersekolah, namun khusus untuk menjadi pimpinan dalam keluarga, tidak ada sekolah untuk itu.
Sudah tentu ada banyak hal yang dapat dipelajari untuk memersiapkan diri menjadi pemimpin tetapi terutama di antaranya adalah menyadari kelemahan kita. Pemimpin yang buta akan kelemahannya pastilah menjerumuskan orang atau organisasi yang dipimpinnya. Berikut akan dipaparkan beberapa kelemahan laki-laki.
Pertama adalah KEANGKUHAN. Pada umumnya laki-laki mendasarkan harga dirinya atas KEBERHASILANNYA. Itu sebabnya, perkataan "Saya bisa" begitu lekat pada laki-laki sedangkan pengakuan "Saya tidak bisa" begitu sulit keluar dari mulut. Tidak heran, kebanyakan laki-laki tidak suka diberitahu oleh istrinya sebab bagi laki-laki, pemberitahuan identik dengan perkataan, "Engkau tidak bisa." Berkaitan dengan hal ini, laki-laki pada umumnya peka dengan penilaian atas performanya, baik dalam hal SEKSUAL maupun FINANSIAL. Istri mesti mengerti bahwa kegagalan laki-laki untuk berhasil dalam segi finansial dan seksual berpotensi menghancurkan penghargaan diri laki-laki. Itu sebabnya khusus untuk dua hal ini, istri mesti bersikap sensitif. Sebaliknya, setelah menyadari bahwa inilah titik rawannya, laki-laki pun mesti berusaha keras untuk tidak mendasarkan siapakah dirinya sepenuhnya pada kesanggupannya. Laki-laki mesti membiasakan diri mengakui KETERBATASANNYA dan menghargai KELEBIHAN ISTRI. Kegagalan laki-laki mengakui keterbatasannya dan penolakannya terhadap sumbangsih istri, malah akan makin menghancurkan bukan saja usahanya, tetapi juga pernikahannya. Singkat kata, laki-laki mesti berani berkata, "Saya tidak bisa" dan "Saya membutuhkan pertolonganmu." Kedua pernyataan ini bukanlah pernyataan akan kegagalan. Sebaliknya, kedua pernyataan ini memerlihatkan bahwa ia dapat melihat dirinya apa adanya.
Kedua, berkaitan dengan kebutuhan lak-laki untuk menerima pengakuan akan kesanggupannya, BIASANYA LAKI-LAKI SULIT MENGUTARAKAN PIKIRAN DAN PERASAANNYA DALAM HAL-HAL YANG MERUPAKAN TITIK KELEMAHANNYA. Sebagai contoh, laki-laki tidak mengalami kesukaran bercerita kepada istri tentang tantangan yang dihadapi dalam pekerjaannya. Tetapi, ia akan menemui kesulitan bercerita tentang kegagalannya dalam pekerjaan. Daripada mengungkapkannya, ia lebih suka menyimpannya sendiri. Itu sebabnya kebanyakan laki-laki bermasalah dalam hal KEINTIMAN. Sebagaimana kita ketahui keintiman menuntut keberanian untuk menyingkapkan diri sedalam-dalamnya, termasuk kegagalan dan rasa malunya. Tidak heran banyak istri yang mengeluh bahwa suaminya sulit intim secara emosional dan bahwa berbicara dengan suami mirip dengan menggali sumur untuk mendapatkan air. Kesukaran laki-laki mengekspresikan dirinya berdampak pada dua area di dalam hidupnya yaitu hal SEKSUAL dan KEKERASAN FISIK. Oleh karena kesukarannya menyatakan keintiman lewat ucapan, kebanyakan laki-laki cenderung mengkspresikannya melalui relasi seksual. Di dalam hubungan seksual, laki-laki barulah dapat membiarkan dirinya terbuka tanpa perisai dan menikmati kedekatan dengan istrinya. Inilah kesempatan yang baik untuk istri menikmati keintiman dengan suami dan tidak menjauh darinya. Selain dari relasi seksual, laki-laki cenderung mengungkapkan pikiran dan perasaannya lewat kekerasan fisik. Apa yang tak terungkapkan secara verbal akhirnya terlontar secara fisik. Itu sebab dalam berelasi dengan suami, penting bagi istri untuk menjaga agar konflik tidak berkembang ke arah fisik. Berilah waktu kepada suami untuk berpikir dan menjawab sebab memang laki-laki memerlukan WAKTU dan KESIAPAN untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Sebagaimana kita ketahui kedua area ini menjadi titik kelemahan laki-laki. Banyak laki-laki jatuh dalam menghadapi godaan seksual dan banyak keputusan keliru diambil laki-laki dalam kemarahan. Oleh karena tidak mengalami kedekatan dengan istri, akhirnya suami jatuh ke dalam hubungan intim dengan wanita lain. Dan, oleh karena tersinggung dan merasa terhina, dalam kemarahan laki-laki bertindak gegabah dan merugikan banyak orang.
Ketiga, oleh karena laki-laki cenderung menggunakan rasio ketimbang emosi, laki-laki akhirnya menjadi sangat PRAGMATIS dalam bertindak. Masalahnya adalah tindakan yang mengedepankan hasil dan efisiensi akhirnya bukan saja mengorbankan perasaan orang tetapi juga kepentingan orang. Kadang laki-laki bertindak egois oleh karena terlalu berkiblat pada apa yang "terbaik" sehingga lalai melakukan kebaikan kepada istri dan anak-anaknya. Di sinilah kerap timbul konflik antara suami dan istri. Banyak istri merasa frustrasi karena suami sukar memahami perasaannya. Dan, akhirnya kegagalan memahami emosi berakibat buruk—pertengkaran malah menjalar ke mana-mana padahal masalahnya relatif simpel. Laki-laki perlu duduk diam dan berupaya keras merasakan perasaan istri sebab hanya dalam bingkai inilah ia baru akan dapat mengerti mengapa istri melakukan dan mengatakan hal itu.
Keempat dan terakhir, oleh karena kesulitannya masuk ke wilayah perasaan dan kecenderungannya bersikap pragmatis, laki-laki SUKAR MENGEMBANGKAN MINAT TERHADAP HAL ROHANI. Segalanya diukur dari segi kegunaan sehingga ketika hal rohani tidak membuahkan hasil yang diharapkan, ia pun cepat undur dari kegiatan rohani. Memang tidak bisa disangkal ada banyak hal rohani yang melibatkan perasaan, seperti rasa dikuatkan, rasa damai, rasa dijamah Tuhan dan sebagainya. Nah, karena tidak mudah bagi laki-laki menyelami wilayah perasaan, kadang buatnya semua istilah ini tidak beda dengan istilah asing yang tak dipahaminya. Masalahnya adalah, kita kerap mengasosiasikan semua ini dengan kehadiran Tuhan di dalam hidup kita sehingga sewaktu kita tidak mengalaminya, kita pun beranggapan bahwa Tuhan jauh dari kita. Laki-laki mesti menyadari bahwa kehadiran Tuhan lebih dari sekadar perasaan dan tidak mesti melibatkan perasaan. Laki-laki perlu mendasarkan pengalaman rohaninya pada Firman Tuhan dan ketaatan pada kehendak Tuhan. Perasaan boleh datang dan boleh pergi namun kehadiran Tuhan senantiasa bersama anak-anak-Nya yang menaati-Nya.
Berikut akan dipaparkan beberapa langkah yang perlu disiapkan dan diambil laki-laki agar ia dapat menjadi kepala dalam keluarga.
- Laki-laki mesti menyadari bahwa kepemimpinan yang dimaksudkan Tuhan adalah MELAYANI, BUKAN MEMERINTAH. Singkat kata, laki-laki mesti menempatkan kepentingan keluarga di atas kepentingan pribadinya. Dalam pengambilan keputusan laki laki harus senantiasa memikirkan yang terbaik buat istri dan anak-anaknya.
- Laki-laki mengepalai keluarganya bukan dengan cara melebihi istri melainkan MELENGKAPI ISTRI. Jadi, bukannya memikirkan bagaimana membawa lebih banyak uang daripada istri melainkan bagaimana mengerjakan hal-hal yang tidak dapat dilakukan istri dengan baik. Singkat kata, laki-laki memimpin lewat kerelaannya menolong istri dalam kelemahannya.
- Oleh karena laki-laki hanya dapat memimpin dengan dukungan istri, maka laki-laki pun perlu MEMINTA PERTOLONGAN ISTRI, terutama dalam hal yang merupakan kelemahannya. Laki-laki tidak perlu malu atau gengsi mengutarakan kekurangannya atau kebutuhannya sebab pemimpin yang baik adalah seseorang yang menyadari keterbatasannya dan tahu meminta bantuan orang lain.
- Laki-laki memimpin keluarganya dengan cara MELAKUKAN APA YANG MENJADI KEHENDAK TUHAN. Singkat kata laki-laki mesti memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan sehingga apa pun yang dilakukannya merupakan pertanggungjawabannya kepada Tuhan. Terpenting bukanlah melakukan apa yang dikehendakinya melainkan apa yang dikehendaki Tuhan sehingga pada akhirnya satu keluarga turut berjalan di belakang Tuhan.
1 Petrus 5:3 mengingatkan, "Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu." Tuhan telah memercayakan istri dan anak-anak kepada laki-laki, jadi, tuntunlah mereka lewat keteladanan kita.
Ringkasan T358 A+B
Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul lainnya di www.telaga.org
PERTANYAAN :
Salam,
Nama saya JN. Saat ini saya sedang berpacaran dan berencana untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius (menikah). Hanya saja saya memiliki kendala karena orangtua saya merasa kurang cocok dengan calon saya karena kami memiliki marga yang sama, padahal kami tidak memiliki hubungan darah. Saya dan calon istri merupakan keturunan etnis Tionghoa. Menurut kebudayaan, hal ini merupakan hal yang tabu karena dianggap menikahi saudara sedarah dan keturunannya akan mengalami kendala seperti cacat, bodoh, anak nakal dan sebagainya. Meskipun hal ini hanya mitos, terlebih lagi saya memiliki pendidikan berlatar belakang bioteknologi tentu saja saya tahu kalau pendapat budaya ini hanya mitos dan tidak benar. Orangtua saya merupakan orang yang sudah percaya namun khawatir sekali jika mitos ini menjadi benar karena adanya pengalaman-pengalaman pribadi. Saya sudah berusaha menjelaskan ini baik dari segi Firman Tuhan dan ilmu pengetahuan, namun mereka tetap khawatir. Saya ingin bertanya apa yang harus saya lakukan? Saya dan pasangan sudah merasa cocok dan kami bersama mengalami pertumbuhan iman. Apakah saya harus meninggalkan dia hanya karena orangtua tidak setuju? Mohon saran dan dukungannya dalam doa. Terima kasih, Tuhan Yesus memberkati.
JAWABAN :
Saudara JN yang dikasihi Tuhan,
Masalah yang Anda hadapi mirip dengan yang orangtua saya hadapi ketika mereka dulu ingin menjalin hubungan. Kejadiannya sudah lama sekali, sehingga kita bisa membayangkan bahwa pada zaman itu, kondisinya tentu lebih sulit lagi. Kedua orangtua saya bermarga sama dari suku yang sama.
Saya dapat membayangkan bagaimana sulitnya posisi Anda ketika menghadapi masalah ini. Saya juga dapat membayangkan betapa tidak mudahnya beradu argumen dengan orangtua Anda. Mungkin saja semakin berargumen, situasinya akan semakin sulit karena orangtua juga merasa memiliki kepentingan dan otoritas. Perkenankan saya menjelaskan secara singkat disini:
Pertama, dalam budaya kita, menantu perempuan cenderung menjadi orang asing yang akan dijadikan bagian dari keluarga. Tentu situasi ini tidak terjadi pada semua keluarga dan ada perkecualian. Namun jika pandangan ini masih dianut, kemungkinan orangtua akan mencari calon pasangan yang cocok dengan kritetia mereka. Cobalah Anda mencari tahu apakah orangtua memang memiliki kriteria tertentu yang tidak terucap dan akhirnya dinyatakan dalam bentuk penolakan dengan alasan calon Anda bermarga sama dengan Anda. Jika benar mereka sebetulnya tidak cocok dengan pribadi calon Anda, maka penolakan yang sama juga kemungkinan akan muncul sekalipun marga dan suku calon Anda tidak sama dengan Anda. Mohon ketika menguji hal ini, Anda dapat melakukannya dengan lembut dan sabar, dan sedapatnya melalui cara-cara yang tidak langsung agar orangtua Anda dapat menanggapinya dengan cukup jelas dan baik.
Kedua, sebagian orangtua peduli dengan pandangan sosial atau pandangan orang banyak. Ini terutama kalau orangtua Anda banyak dikenal masyarakat. Bila ini yang terjadi, tampaknya akan sulit sekali Anda meyakinkan orangtua Anda mengenai calon Anda. Sebab mereka akan menganggap penting pandangan orang banyak dibanding dengan Anda yang masih muda. Kalau ini yang terjadi, mereka mungkin juga tidak akan menerima contoh yang positif dalam kehidupan saya, yaitu bahwa orangtua saya bermarga sama, namun anak-anaknya sama sekali tidak cacat dan tidak nakal.
Kami dua bersaudara, saya pria dan adik perempuan. Adik saya cukup punya prestasi ketika sekolah dan kuliah dulu, sedangkan saya biasa-biasa saja. Namun saya toh masih dapat menulis surat seperti ini kepada Anda…..maksudnya ya tidak sampai idiotlah…..
Sekarang saya ingin menjawab mengenai apa yang dapat Anda lakukan. Ini sepenuhnya tergantung pada pertimbangan Anda dengan segala risikonya. Namun sebagai gambaran, saya ingin menceritakan secara singkat apa yang dulu ayah saya lakukan. Saya bangga dengan ayah saya ketika ibu saya menceritakan hal ini, yaitu bahwa ayah saya berdoa ketika orangtua ibu saya tidak menyetujui hubungan mereka. Bukan hanya soal marga yang sama, beberapa saudara kandung ayah saya juga mengalami cacat fisik bawaan. Ayah saya tidak memaksakan kehendaknya, namun menjadikan izin atau lampu hijau dari orangtua ibu saya sebagai bagian dari kehendak Tuhan dalam (rencana) pernikaha mereka. Saya diberitahu bahwa ayah saya menunggu dan berdoa selama dua tahun. Kemudian setelah kakek nenek saya dari pihak ibu mengizinkan, ayah ibu saya pun merencanakan pernikahan dalam kondisi keuangan yang sangat terbatas. Dengan demikian, prinsip berikut ini dapat kita terapkan. Pertama, mendoakan relasi pranikah dan rencana pernikahan Anda. Percayalah bahwa Tuhan tetap bekerja untuk kebaikan kita. Tentu tidak semua hubungan berakhir happy end. Namun kita niscaya akan lebih jelas mengenai kehendak Tuhan bagi kita bila kita tekun mendoakannya. Kedua, kita tetap menghargai dan menghormati orangtua kita. Kiranya Tuhan memberkati hidup dan masa depan Anda.
Syalom,
Heman Elia
Pernah mendengar kata demonology? Kata ini adalah gabungan dari kata demon yang berarti setan dan logos atau ilmu. Ya, demonology adalah ilmu yang memelajari tentang setan, darimana asal setan, bagaimana cara kerjanya dan semua hal yang terkait dengan setan. Ilmu tentang setan ini sudah dipelajari sejak lama, mungkin sudah ribuan tahun baik dalam kebudayaan Barat maupun Timur.
Salah satu karakter yang disuguhkan dalam pasal pertama kitab Ayub ini menghadirkan sosok setan atau iblis. Menarik bahwa iblis turut hadir ke hadapan Allah di antara anak-anak Allah. Terlepas dari bagaimana cara setan dapat berada di antara anak-anak Allah, kita dapat melihat bahwa setan memiliki cara pandang dan aktif melakukan pengamatan. Hal itu diperlihatkan ketika Tuhan bertanya kepada setan tentang Ayub.
Apa jawaban iblis terhadap pertanyaan Tuhan itu? Berdasarkan kacamata iblis, kesalehan Ayub berakar dari apa yang dipunyainya. Iblis beranggapan bahwa berkat kekayaan, kemakmuran dan ketentraman yang Tuhan karuniakan kepada Ayub adalah alasan bagi Ayub untuk berlaku saleh. Iblis memiliki keyakinan bahwa bila apa yang dipunyai Ayub itu diambil dari padanya maka kesalehan Ayub akan berubah seketika, Ayub akan meninggalkan Tuhan bahkan mungkin akan mengutuki Tuhan.
Di sini kita diberitahu bahwa sesungguhnya iblis tidak mengetahui kedalaman hati. Iblis tidak dapat menyelami isi hati Ayub dan tidak memahami relasi yang terjalin antara Allah dan Ayub. Kita mendapat informasi bahwa iblis memiliki ketidaktahuan, iblis memiliki keterbatasan. Iblis seolah-olah hanya mencoba meraba, mengamati dengan indranya dan setelah itu menarik kesimpulan berdasarkan apa yang dilihatnya. Jadi iblis hanya mampu melakukan persepsi, yakni menemukan sebuah obyek pengamatan, memelajari obyek tersebut lalu mengumpulkan lebih banyak informasi tentangnya dan membandingkan dengan petunjuk yang sudah ditemukan sebelumnya barulah muncul gambaran terhadap obyek itu, dalam hal ini yang diamati adalah Ayub. Benarkah persepsinya? Salah, sebab Ayub kehilangan semua miliknya, tetap setia dan tidak mengutuki Tuhan.
Saudaraku, jika iblis memiliki keterbatasan ini yakni ia tidak tahu kedalaman hati kita dan tidak tahu bagaimana relasi kita dengan Tuhan, apakah yang perlu kita takutkan? Tidak demikian dengan Allah. Ia menyelidiki hati bahkan apa yang tersembunyi di lubuk hati yang paling dalam dan di pikiran-pikiran kita. Bukan hanya ketidaktahuan, iblis pun memiliki ketidaksanggupan. Ia tidak dapat menjamah begitu saja, siapa saja yang dikehendakinya. Tanpa ijin dari Tuhan tidak ada satu hal pun yang dapat dia lakukan. Jangan takut pada setan….tetap dekatlah pada Tuhan.
Renungan disampaikan oleh :
Ev. Sudarmaji, M.Th.
(Salah seorang konselor PKTK Sidoarjo yang berdomisili di Surabaya)
Tahun 2021 telah 6 bulan kita lewati, masa pandemi Covid-19 masih tetap berlangsung bahkan akhir-akhir ini varian Delta semakin mengganas. Bagi pasien yang terpapar Covid-19 dan perlu dirawat di Rumah Sakit harus antri, ruang jenazah beberapa Rumah Sakit juga penuh, kita semua diingatkan untuk tetap melakukan protokol kesehatan melalui 5 M : Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan dan Membatasi mobilisasi serta interaksi. Pemerintah merencanakan akan melakukan PSBB darurat untuk 44 Kabupaten Kota di Jawa dan Bali mulai awal Juni 2021 ini. Beberapa pokok doa yang bisa kita doakan adalah sebagai berikut :
- Bersyukur untuk buku Telaga-7, berjudul "Mengapa Menikah?" yang dititipkan di sekretariat Telaga telah terjual 27 buku.
- Bersyukur 70% dari rekaman yang ada sudah diedit, tetap doakan untuk Sdri. Lois F. Kristanti yang membantu dalam pengeditan.
- Bersyukur atas anugerah Tuhan kepada Bp.dan Ibu Pdm. Maurits V. Tahya dengan lahirnya seorang putra pada tanggal 29 Juni 2021 yang diberi nama Paul Benedict Tahya. Ibu Rr. Fradiani Eka Yudiarti pernah membantu di Telaga selama 4 tahun.
- Sehubungan dengan melonjaknya Covid-19 di Bajawa, Flores, doakan untuk masyarakat disana. Sesuai dengan informasi dari Pimpinan Radio Pemulihan Kasih FM, ada beberapa desa "lock down" lokal, yang terinfeksi Covid-19 dan positif ada sejumlah 1.047 jiwa.
- Doakan untuk pembukaan program Bina Iman Anak oleh PKTK Sidoarjo dalam bulan Juli 2021.
- Tetap doakan untuk Bp. Heman Elia, salah seorang narasumber rekaman Telaga yang menjalani kemoterapi setiap hari.
- Kita doakan pemerintah yang telah menetapkan PPKM darurat untuk masyarakat wilayah Jawa dan Bali mulai tgl.3-20 Juli 2021, agar bisa dipatuhi dan lonjakan virus Covid-19 varian Delta yang mengganas bisa teratasi.
- Doakan agar seluruh masyarakat di Indonesia bisa bersehati mendukung usaha pemerintah terutama dalam menangani kasus Covid-19 melalui suntik vaksin yang disediakan secara gratis.
- Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari donatur tetap di Malang dalam bulan ini, yaitu dari : 015 – Rp 2.250.000,- untuk 3 bulan
TUHAN YESUS MEMBERKATI
- 1829 kali dibaca