Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu tentang "Hidup Bergoncang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, karena perbincangan kita kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kita yang lalu tentang hidup yang bergoncang. Supaya para pendengar kita mempunyai gambaran yang lebih jelas tentang pembicaraan kita saat ini, mungkin Pak Paul bisa menguraikan sejenak apa sebenarnya yang dialami oleh seseorang ketika masalah itu datang ?
PG : Pak Gunawan, pembicaraan kita ini keluar dari sebuah konteks bahwa kita ini dalam dunia, dalam hidup mencari damai sejahtera. Namun kita berpikir bahwa damai sejahtera hanya ada tatkala prblem itu tidak ada.
Itu adalah damai sejahtera yang semu, yang dangkal, karena sangat bergantung pada faktor-faktor eksternal dan Tuhan menjanjikan damai sejahtera yang lain yang bukan seperti diberikan oleh dunia ini, tapi damai sejahtera yang memang hanya didasari oleh kebergantungan penuh pada-Nya. Jadi atas dasar inilah, pada waktu yang lampau kita membicarakan secara praktis apa yang terjadi pada diri kita dan apa yang bisa kita lakukan sewaktu derita atau masalah muncul dalam hidup kita, supaya kita bisa tetap memiliki damai sejahtera. Kita telah membaca Mazmur 94:17-19 yang berkata, "Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi. Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku. Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Di sini kita belajar pada kesempatan yang lampau bahwa biasanya waktu kita menghadapi masalah yang berat maka kita itu merasa kesunyian. Itu sebabnya firman Tuhan berkata, "Jika bukan Tuhan yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi." Sebab derita itu memang mempunyai sifat seperti benteng atau tembok yang akan memisahkan kita dari orang lain, dan kita akan merasa bahwa orang tidak mungkin mengerti kita, orang tidak akan bisa merasakan yang kita rasakan. Akhirnya kita merasa tersimpan di dalam tembok ini maka kita akan terus merasa kesepian. Apa yang harus kita lakukan ? Tidak bisa tidak kita harus datang kepada Tuhan, mengalami pertolongan-Nya mungkin bukan pertolongan tuntas seperti yang kita harapkan, mungkin ini pertolongan-pertolongan kecil yang kita akan terima dari Tuhan tapi dari yang kecil-kecil itu menandakan Tuhan bersama kita, Dia mendengarkan setiap doa kita, tangan-Nya diulurkan untuk memberikan kepada kita kekuatan. Dari situlah kita akan mendapatkan penghiburan dan kita tidak lagi sendirian. Dan kita juga jangan sampai mengurung diri, kita mesti keluar mencari bantuan, bercerita kepada orang, supaya orang lain juga bisa mengetahui masalah-masalah yang kita hadapi dan menawarkan bantuannya kepada kita. Dengan datangnya orang-orang yang Tuhan kirim untuk mendampingi kita, maka kita pun juga tidak lagi merasa kesepian.
GS : Selain seseorang itu pada saat mengalami goncangan kehidupan dia merasakan kesepian, apakah ada hal lain yang dialami oleh orang itu ?
PG : Di Mazmur 94:17-19 yang telah kita baca, firman Tuhan juga berkata, "Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku." Dari sini kita bisa melihat bahwa ewaktu masalah berkunjung, kaki kita goyang, kenapa ? Sebab umumnya awalnya kita mencoba bertahan tapi daya tahan kita tidak selalu tersedia, akhirnya setelah melewati satu kurun kita merasa makin lemah dan pada umumnya di saat lemah itulah kita mulai goyah.
Maka saya bisa simpulkan bahwa waktu kita menghadapi masalah yang memang tidak cepat hilang, tidak cepat meninggalkan kita maka yang kita juga akan lewati adalah ketidakstabilan. Dan nanti kegoyahan ini akan memberikan dampak-dampak lagi dalam hidup kita.
GS : Rupanya kegoyangan kita itu atau ketidakstabilan kita itu tidak hanya pada tubuh kita misalnya kalau berjalan tidak bisa lurus lagi, tapi perasaan dan bahkan iman kita juga ikut goyah, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi misalkan waktu kita ini goyang, tidak stabil, ini yang biasanya kita juga harus waspadai karena biasanya muncullah pikiran-pikiran yang meresahkan. Misalnya seperti yangpertama kita tidak yakin kalau ada jalan keluar dan masih ada pengharapan dan kita mulai berpikir bahwa masalah ini akan terus menghimpit dan kita akan terus tertindih.
Dengan kata lain, kita mulai putus asa dan kita mulai beranggapan bahwa masalah ini akan terus bersama kita sampai akhir hayat kita.
GS : Karena kita tidak tahu persis sampai kapan penderitaan ini, hal ini yang berat untuk seseorang, tidak ada kepastian.
PG : Betul sekali. Jadi memang karena kita belum bisa melihat ujungnya maka kita tidak pasti apakah kita akan keluar, dan umumnya setelah melewati waktu yang agak lama kemudian kita berkesimpuln bahwa tidak ada lagi pengharapan.
Sudah tentu tatkala kita meyakini diri kita bahwa tidak ada lagi pengharapan maka ini akan makin menindih kita, perasaan kita akan makin jatuh ke bawah.
GS : Bahkan pertolongan dokter atau orang-orang yang dekat dengan kita pun tidak ada artinya lagi.
PG : Biasanya waktu kita merasakan ketidakstabilan, kita juga mulai meragukan semua upaya atau pertolongan yang diberikan orang kepada kita, kita mulai sering berbantahan dengan dokter dengan rang-orang yang merawat kita, dengan orang-orang yang mengasihi kita dan kita akan berkata, "Semua ini sia-sia, tidak akan membawa perubahan."
Jadi ini salah satu masalah yang menjadi duri dalam perawatan, sebab seorang dokter atau seorang perawat tatkala sedang merawat kita, mereka itu mengharapkan kerjasama kita bahwa kita percaya kepada pertimbangannya dan ini akan memudahkan mereka untuk menjalankan tugasnya. Tapi biasanya waktu kita sedang dalam keadaan yang susah, nasehat-nasehat yang orang berikan kepada kita kemudian kita tampik semuanya dan kita berkata, "Semua percuma" mungkin anak kita sedang bermasalah, ada orang yang berkata, "Cobalah kamu bicara dengan si ini" dan kita menjawab, "Tidak perlu minta bantuan lagi". Kenapa ? Sebab kita sudah ragu bahwa akan ada orang yang menolong kita.
GS : Seringkali juga ditemukan orang-orang seperti itu, perasaannya sangat peka sehingga mudah sekali marah, Pak Paul.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi pada saat tidak stabil perasaan kita mudah sekali tersinggung dan marah. Memang kita tahu orang itu berniat baik mau menolong kita, tapi kita tetap bisa marah dan ita marah kepada orang karena kita menganggap orang itu tidak melakukan tugas dan bagiannya untuk meringankan beban kita.
Kadang-kadang didalam penderitaan, tuntutan kita kepada orang menjadi tidak realistis. Kita berharap orang itu seharusnya menelepon, seharusnya tahu, seharusnya menawarkan ini dan itu. Jadi kita mempunyai tuntutan-tuntutan yang sangat tinggi kepada orang, mungkin saja kita tidak ungkapkan tapi itu ada dalam hati kita, maka kita marah dan kita pun kadang-kadang marah kepada Tuhan karena sudah berdoa, tapi Tuhan tidak menjawab doa kita dan kita kecewa, "Kenapa Tuhan membiarkan kita masuk ke dalam lumpur ini dan tidak bisa keluar". Jadi umumnya dalam kondisi tidak stabil kemarahan dan kekecewaan itu mewarnai semua perasaan kita.
GS : Berarti dalam kondisi seperti ini sebenarnya seseorang itu makin sulit untuk dimotivasi datang lebih dekat kepada Tuhan, bersandar kepada Tuhan dan itu akan sangat sulit sekali, Pak Paul.
PG : Memang tidak mudah, Pak Gunawan. Apalagi kalau orang itu tahu bahwa tidak seharusnya dia merasa seperti ini, yaitu marah dan kecewa. Dia malah menjauh dari Tuhan, dia malah berkata, "Saya idak perlu datang kepada Tuhan, diri saya sudah kotor, tidak benar, marah, kecewa kepada Tuhan maka tidak perlu lagi datang kepada-Nya."
Justru kita mesti datang kepada Tuhan dengan kemarahan dan kekecewaan, sebab Tuhan tidak akan lari mendengarkan kekecewaan kita kepada-Nya. Justru Tuhan ingin kita datang kepada-Nya membawa beban kecewa dan beban marah itu dan Dia berjanji akan memberi kepada kita kelegaan. Apa yang biasanya terjadi? Waktu kita berdoa datang kepada-Nya dengan rasa marah dan kecewa kemudian kita membaca firman-Nya, Tuhan biasanya akan berkata-kata kepada kita, dia akan kembali mengingatkan kita bahwa Dia mencintai kita, di saat itulah kita disadarkan "Tuhan tidak seperti yang kita pikirkan, Tuhan tidak berdiam diri". Memang ada yang sedang dilakukan-Nya yang kita tidak mengerti, tapi itu semua keluar dari kasih setia-Nya kepada kita, barulah di saat itu kita mendapatkan penghiburan. Jadi jangan sampai karena rasa marah dan kecewa, kita malah makin menjauhkan diri dari Tuhan, itu adalah tindakan yang keliru !
GS : Seringkali orang yang seperti ini cenderung menyalahkan dirinya sendiri, mencari-cari dosa apa yang telah dia lakukan kepada Tuhan.
PG : Betul. Seringkali waktu kita menghadapi banyak masalah kita mencari penyebabnya. Apa penyebabnya? Kalau di luar tidak ketemu penyebabnya, kita salahkan diri. Bisa jadi kita memang mempunya kesalahan, ada andil kita dalam masalah ini, tapi hendaklah introspeksi ini kita lakukan dengan proporsional, jangan berlebihan dengan menuduh diri dan sebagainya.
Sekali lagi saya kira ini keluar dari kegoyahan atau ketidakstabilan yang membuat emosi kita naik turun, karena emosi kita terus naik turun terombang-ambingkan maka pertimbangan kita pun tidak lagi tepat. Selain dari pada diri kita efeknya itu juga pada orang lain, karena emosi kita sudah tidak lagi terkontrol akhirnya relasi dengan sesama terganggu, orang-orang tidak tahu lagi suasana hati kita dan takut membuat kita marah. Akhirnya mereka berhati-hati dan akan mulai menjauh karena tidak mau terkena marah atau disalahkan oleh kita. Jadi kita mesti berhati-hati dengan emosi jangan menuntut orang untuk mengerti perasaan saya, harus menerima semuanya. Tidak seperti itu ! Karena orang juga punya perasaan, tidak bisa terus-menerus terkena marah kita. Jadi kita mesti tahu diri tatkala sedang menghadapi derita.
GS : Di dalam ketergoncangan ini, Pak Paul, seringkali orang termasuk kita sendiri mencari jalan keluar yang cepat, karena ini adalah situasi yang tidak menguntungkan dan tidak mengenakkan. Jadi lebih baik saya cepat-cepat meninggalkan ini dan semua cara akan dihalalkan, Pak Paul.
PG : Saya tidak bisa sangkal Pak Gunawan, dalam derita yang berat akan muncul pikiran-pikiran yang menggoda, pikiran-pikiran yang salah. Itu sebabnya banyak anak-anak Tuhan tatkala sedang ditera badai hidup justru jatuh ke dalam dosa karena mengambil jalan pintas yang salah.
Jalan pintas itu seperti ada terpikir untuk mengakhiri hidup atau ada yang menghubungi paranormal, melihat nasibnya, meminta pertolongan-pertolongan kuasa gaib, atau ada yang mencari bentuk-bentuk pertolongan lain yang tidak berkenan di hati Tuhan. Justru di dalam masalah dimana kita sangat tergoda mencari jalan pintas disitulah kita sedang diuji Tuhan, apakah kita ini akan tetap setia kepada-Nya ataukah kita akan menggunakan jalan pintas yang tidak berkenan kepada-Nya, hendaklah kita tetap menggunakan cara Tuhan, jangan menggunakan cara lain yang tidak berkenan kepada Tuhan.
GS : Pak Paul, didalam hal ketidakstabilan kita ini apakah firman Tuhan yang juga mengarahkan kita bagaimana kita itu bersikap ?
PG : Di Mazmur 94 yang telah kita baca tadi, firman Tuhan mengingatkan, "Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku." Memang benar pada saat kita goyah kta harus mengingat kasih setia Tuhan, jangan sampai kita meragukan kasih setia-Nya, ingatlah perbuatan-Nya di masa lampau dimana Ia dengan kasih dan setia menolong dan memberkati kita.
Sewaktu kita tergoda menggunakan cara yang tidak diperkenankanNya, ingatlah kasih setiaNya, jangan tinggalkan Tuhan dan Penyelamat kita, Tuhan Yesus Kristus.
GS : Ini tentu suatu arahan yang patut kita perhatikan karena Tuhan sendiri yang mengatakan demikian. Pak Paul, apakah ada kondisi lain yang dialami oleh seseorang ketika hidupnya tergoncang ?
PG : Berdasarkan firman Tuhan di Mazmur 94 yang berkata, "Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Saya kira kondisi yang berikutnya adalah kita ini enjadi kalut, begitu banyak yang harus kita pikirkan dan selesaikan namun begitu terbatasnya kemampuan kita mencernanya.
Sebagai akibatnya pikiran kita menjadi sarat dengan beban, kita merasa letih namun pada saat seperti itu, tidur pun tidak akan sanggup untuk meredakan keterhimpitan, kita makin tertindih dan makin kalut.
GS : Kekalutan ini merupakan satu bentuk kepanikan seseorang karena goncangan ini seolah-olah tidak ada habisnya. Sebenarnya sumber-sumber apa yang membuat kita kalut ?
PG : Jadi ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama misalnya kita ini umumnya merasa kalut karena memikirkan jalan keluar, kita berusaha lepas dari lilitan masalah, kita memeras otak untuk bebas amun kerap kali makin kita berpikir makin buntu pikiran kita.
Kendati kita memang harus memikirkannya namun dalam suatu titik kita mesti berhenti dan beristirahat, kita harus berkata, "Saya tidak bisa memecahkan masalah ini dengan kekuatan saya," dan di saat itulah kita mesti berserah sepenuhnya kepada Tuhan bahwa Ia akan sanggup menolong kita dengan cara yang tidak terpikirkan oleh kita.
GS : Apakah itu suatu bentuk keputusasaan, Pak Paul ?
PG : Saya kira pasrah dan putus asa memang bertetangga dekat, tapi bedanya adalah putus asa tidak bisa melihat apakah nanti akan ada jalan keluar dan akan ada pertolongan Tuhan. Pasrah memang ampir sama dengan putus asa yaitu seolah-olah kita menabrak tembok dan buntu, namun kita masih berkata, "Di balik tambok ada pertolongan, sekarang memang saya belum melihatnya tapi di balik tembok ada pertolongan."
Sudah tentu kita sebaiknya tidak putus asa, meskipun kita tidak bisa lagi berbuat apa-apa, tapi kita tahu Tuhan bisa berbuat sesuatu dan nanti akan datang pertolongan dari-Nya.
GS : Padahal kita sudah menantikannya cukup lama, orang itu sudah lama menantikan pertolongan dari Tuhan itu tapi karena tidak datang-datang akhirnya muncul kepanikan itu tadi.
PG : Betul. Meskipun kita tidak melihatnya namun disinilah iman diuji sebab iman adalah suatu kepastian atau jaminan akan hal yang tidak bisa kita lihat. Jadi meskipun kita tidak melihatnya, kia tetap percaya bahwa kita semua masih ada di dalam kendali Tuhan dan tidak keluar dari tangan Tuhan dan nanti akan ada yang Tuhan akan lakukan lewat semua ini.
Dengan cara itulah kita berhenti berpacu dengan waktu mencarikan jalan keluarnya, kita benar-benar berkata "Tuhan, saya tidak bisa lagi, sehingga saya serahkan sepenuhnya kepada Engkau."
GS : Sumber kekalutan yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Biasanya kita kalut karena kita terus membangun hipotesis seperti ini, "Kalau saja... maka..." artinya pikiran kita terus dipenuhi skenario yang berusaha mengubah situasi atau memperbaiki asalah.
Jadi kita beranggapan bahwa masalah seharusnya bisa dicegah, kalau saja kita telah melakukan sesuatu. Jadi kita berpikir seandainya... seandainya..., kita pada akhirnya harus mengakui bahwa masalah telah terjadi dan kita tidak dapat mengubah jalan sejarah. Kadang-kadang ini susah kita lepaskan, masih saja berandai-andai, itu tidak bisa ! Karena semua sudah terjadi. Makin dipikirkan dengan cara pikir berandai-andai, maka hati kita makin tergerogoti oleh rasa penyesalan atau marah dan itu tidak produktif membuat kita makin lumpuh, tidak bisa menyelesaikan masalah kita itu.
GS : Mungkin itu yang dikatakan orang bahwa penyesalan datangnya selalu terlambat, tapi mau tidak mau kita akan memikirkan hal itu, Pak Paul. Maksudnya supaya hal itu jangan terulang kembali pada waktu yang akan datang.
PG : Kita memang tidak bisa mencegah pikiran itu muncul, tapi jangan biarkan pikiran itu terus bersarang, karena itu akan makin melumpuhkan kita.
GS : Sumber kekalutan yang lain mungkin masih ada, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir adalah kita kalut karena kita marah dan kecewa serta menyalahkan pihak lain sebagai penyebab timbulnya masalah, mungkin masalah yang dihadapi memang benar disebabkan oleh orag lain tapi menyalahkan pun tidak akan mengubah apa pun.
Kadang kita berpikir dengan kita menyalahkan pihak lain maka masalah akan pergi dengan sendirinya. Pada faktanya tidaklah demikian, kendati ada pihak yang bersalah, kita tetap harus menanggung derita itu, menyalahkan hanya menambah kemarahan dan membuat kita lumpuh tidak tahu apa yang harus dilakukan. Jadi sedapatnya buanglah keinginan untuk menyalahkan, sebaliknya berusahalah dengan pertolongan Tuhan mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Makin cepat mengampuni, makin bersih hati kita dan makin jernih pula pemikiran kita.
GS : Kalau pun masalah itu timbul karena kesalahan kita sendiri, apakah perasaan ini masih ada, Pak Paul ?
PG : Pada dasarnya kita ini memang manusia yang susah untuk menyalahkan diri sepenuhnya meskipun kita berkata, "Ya memang saya yang salah," tapi ada kecenderungan kita tetap mencari-cari orang ain atau faktor lain yang bisa kita salahkan.
Sudah tentu kita bisa saja menemukan kesalahan orang lain atau faktor lain, tapi sekali lagi tidak ada gunanya menyalahkan kanan atau kiri. Menyalahkan bukan berarti menyangkal andil kita atau andil orang lain. Tapi kita perlu melihat penyebab atau andilnya, kalau ada andil orang lain, ada andil diri kita juga dan kita harus akui. Tapi yang ingin saya tekankan adalah setelah kita akui maka kita tinggal jalan, kalau kita terus menyalahkan maka itu akan makin merusak. Berapa sering kita melihat orang terkena musibah atau masalah dan terus menyalahkan kanan kiri dan pada akhirnya memutuskan tali relasi dengan sesamanya. Akhirnya tidak ada yang mau dekat lagi karena takut kalau nantinya disalahkan olehnya. Jadi akhirnya orang menjauh jangan sampai nantinya dia berpikir bahwa kita adalah penyebabnya.
GS : Apalagi kalau penderitaan kita disebabkan oleh orang lain, Pak Paul ? Misalnya karena ditabrak lari atau ditipu orang sehingga harta kita habis, rasa marah ini luar biasa besarnya, Pak Paul.
PG : Sudah tentu akan ada rasa marah dan itu adalah reaksi wajar, kita mesti akui ini telah terjadi memang andil orang yang membuat kita seperti ini. Tapi setelah kita akui atau kita lihat masaahnya dengan jernih siapa yang salah dan sebagainya maka kita tetap harus jalan lagi.
Kita tetap harus berkata, "Ini sudah lewat, sudah menjadi sejarah dan kita tetap harus menghadapi masalah ini, menyalah-nyalahkan tidak akan memperbaiki masalah kita sama sekali."
GS : Pak Paul, dari perbincangan kita yang terdahulu maupun yang kali ini, apakah ada kesimpulan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Pak Gunawan, firman Tuhan menegaskan di Mazmur 94 tadi. Jadi "Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Penghiburan Tuhan berasal dari firman-Nya jadi bacalah firman-Nya, juga jangan meninggalkan persekutuan dengan sesama orang percaya, sebab mereka bisa memberikan kekuatan kepada kita pula.
Lewat pujian, lewat firman, lewat persekutuan kita akan memperoleh penghiburan Tuhan, tidak jarang Tuhan menghibur kita lewat orang lain, akan ada hal-hal kecil yang bisa dilakukan orang yang membuat kita terhibur. Kita pun terhibur tatkala kita memutuskan berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita tidak lagi meratapi hidup dan mempertanyakan kemungkinan yang ada. Kita percaya bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna. Dan kita nanti akan melihat kebenaran-Nya bahwa iman yang berserah akan menerima penghiburan dari Tuhan. Saya akan tutup dengan firman Tuhan, dari 1 Petrus 5:7 "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." Ini janji yang sangat indah, Tuhan memelihara kita. Jadi apa pun yang sedang melanda kita, Dia akan menghadapi karena Dia pemelihara kita, bukan manusia pemelihara kita, tapi Tuhan pemelihara kita. Jadi kita bisa dengan aman mengatakan, kita bisa menyerahkan kekuatiran kita kepada-Nya.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini dan saya yakin akan sangat bermanfaat bagi kita semua khususnya para pendengar setia acara Telaga ini karena kita hidup di dalam suatu situasi yang sangat menggoncangkan hidup ini, terima kasih Pak Paul. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup Bergoncang" bagian yang kedua dan yang terakhir. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 12/01/2009 - 9:41pm
Link permanen
Hidup Bergoncang II
TELAGA
Jum, 16/01/2009 - 1:21pm
Link permanen
Kami mengerti pergumulan