Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Yosie akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini mengenai topik "Kepribadian Antisosial". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Pak Sindu, kalau kita bicara tentang "Kepribadian Antisosial" sepertinya masih belum terlalu sering kita dengar. Silakan Pak, apa yang ingin Bapak sampaikan.
SK : Benar, Bu Yosie, istilah ini belum terlalu familiar, akrab di telinga kita atau maupun kita membacanya. Tapi, mungkin beberapa kita pun sudah pernah mengenal istilah ini. Jadi, kepribadian antisosial itu dengan kata dasarnya sosial. Dari kata sosial, artinya berelasi dengan orang lain, maka muncul istilah prososial, asosial, antisosial. Prososial artinya berpihak kepada relasi dengan orang lain. Prososial itu artinya, orang yang prososial orang yang suka menolong, perilaku prososial perilaku yang baik, yang memerhatikan dan menolong orang lain. Sementara asosial, a itu tidak, jadi orang asosial kepribadian asosial artinya orang yang tidak nyaman untuk berelasi dengan orang lain. Jadi, kalaupun ngomong ia mungkin lebih suka tidak tatap mata, merasa canggung, kikuk untuk bertatap mata, dekat, bergaul dengan orang lain dan ini pernah kita bahas tentang jenis kepribadian yang lain ya, yang suka menarik diri, suka menghindar, nah itu asosial. Sementara yang terakhir ini yang kita bahas saat ini, antisosial kalau kata anti bagi Ibu Yosie, "Kesannya apa? Konotasinya kata anti itu identik dengan apa?".
Y : Tidak suka…melawan.
SK : Tepat ! Melawan, jadi melawan sosial, melawan masyarakat, melawan orang lain. Jadi memang kepribadian antisosial ini adalah sebuah pola yang tumbuh dari masa kecil, karena melihat perilaku-perilaku kekerasan atau bahkan mengalami dan kemudian pada usia 15 tahun sudah mulai menunjukkan pola yang mendarah daging, dimana orang tersebut tidak menghormati orang lain bahkan melanggar hak-hak orang lain. Ini gambaran umumnya, jadi ini memang sangat terkait dengan kejahatan kriminalitas yang terjadi di sekitar kita.
Y : Yang dia lakukan ya, Pak.
SK : Iya. Jadi ‘kan memang kalau kita mengamati ada berbagai situasi kriminalitas di Indonesia dan di dunia yang menggemparkan, karena sang pelaku kriminal itu ternyata punya pengalaman tindak kriminalitas yang begitu banyak, sampai-sampai kita memertanyakan apakah orang tersebut punya hati nurani atau tidak.
Y : Karena… sepertinya kok tega, tega sekali begitu ya Pak, dengan tindak kriminal yang begitu banyak yang dia lakukan begitu ya.
SK : Betul.
Y : Dan ternyata, itu karena dia memunyai gangguan kepribadian antisosial ya, Pak?
SK : Benar.
Y : Nah menarik sekali, silakan Pak diteruskan lagi.
SK : Jadi, memang seperti salah satu pembunuhan berantai yang terkenal di dunia tahun 1974 sampai tahun 1978 ada seorang bernama Ted Bundy, ia memperkosa dan membunuh puluhan wanita dalam rentang waktu hanya 4 tahun, tetapi yang unik, bahwa orang ini memang punya daya tarik yang bisa menipu orang lain.
Y : Yang menipu korbannya tadi ya, Pak.
SK : Seperti orang yang innocent, tidak punya rasa bersalah, wajahnya wajah yang baik, orang intelektual dan ketikapun ia ditangkap sampai di pengadilan dan masuk kepada lembaga permasyarakatan ataupun saya tidak tahu apakah akhirnya mengalami hukuman mati, sama sekali tidak ada rasa penyesalan atas kejahatannya.
Y : Mengerikan sekali ya Pak, saya jadi bertanya-tanya motifnya atau mengapa ya Pak, bisa terjadi seperti itu?
SK : Betul. Itu yang kita akan bahas pada saat ini. Maka tentu kita akan melihat ciri-cirinya Ibu Yosie tentang orang bagaimana yang terkategori mengalami gangguan kepribadian antisosial.
Y : Iya, Pak. Seperti apa Pak ciri-cirinya? Supaya kita juga bisa mungkin tidak se-ekstrem pembunuhan Ted Bundy, tadi kita bisa mengenali orang-orang yang di sekitar kita yang membutuhkan pertolongan.
SK : Betul. Yang pertama yaitu orang yang cepat marah dan agresif, termasuk di dalamnya cepat untuk memulai, atau masuk dalam situasi perkelahian atau penyerangan yang berulang-ulang.
Y : Jadi agresif ya, Pak.
SK : Iya, jadi memang kembali pointnya, ada rasa tidak hormat dan mendarah daging yang sudah menyatu dalam pribadinya yaitu ditunjukkan dengan tindakan ketidaktaatan pada hukum, ketidakjujuran dan sikap perilaku yang impulsif, bertindak semaunya sendiri, agresif, berlaku seenaknya sendiri tanpa menunjukkan penyesalan. Yang kedua, tindak penyerangan yang berulang-ulang di point pertama itu sebagai penyebab masuk penjara.
Y : Karena tadi melanggar hukum ya, Pak, melanggar aturan sosial dan aturan hukumnya yang berlaku ya.
SK : Betul. Sebuah perkiraan angka, 40 sampai 75% orang yang berada di penjara mengalami gangguan kepribadian antisosial.
Y : Cukup besar ya Pak, hampir separuh sampai separuh lebih ya, Pak?
SK : Iya, hampir separuh sampai separuh lebih. Jadi, maka tidak heran kalau kita melihat ada kasus-kasus penjahat kambuhan, residivis. Bahwa masuk penjara karena memang dia antisosial kemungkinan besar. Sehingga, sudah masuk penjara sekian tahun, sekian belas tahun masih mungkin untuk melakukan kejahatan yang serupa, dan dalam hal ini pria dan wanita boleh dikatakan sama saja, kesannya ‘kan kalau agresif antisosial itu pasti laki. "Tidak…", perempuan pun juga bisa antisosial.
Y : Dan bisa berakibat sangat agresif, kemudian masuk penjara dan sebagainya begitu ya.
SK : Betul. Sekalipun Bu Yosie bukan berarti semua orang yang berkepribadian antisosial adalah penjahat. Jadi beberapa atau bahkan sebagian besar orang tingkat antisosial itu dinyatakan dalam tindakan-tindakan yang tidak berhubungan dengan kekerasan fisik.
Y : Dengan hukum, pelanggaran hukum.
SK : Iya. Jadi bisa lebih ke dalam soal pekerjaan, masalah relasi, dengan teman, relasi pasangan, jadi tidak selalu ujungnya kriminal dan masuk penjara. Point ketiga, orang yang berkepribadian antisosial ditandai dengan ketidakjujuran, seperti berbohong, memalsukan identitas, menipu orang lain demi keuntungan dan kesenangan pribadi.
Y : Misalnya berarti apa, Pak?
SK : Jadi, orang-orang seperti ini dengan gampangnya membohongi orang lain. Jadi dia berkata dengan lembut, memanipulasi rasa belas kasihan orang lain, "Tolong Bu Yosie… Saya tidak makan, ayah ibu saya meninggalkan saya, mereka pergi, sekolah pun saya tidak punya uang sekolah, tolong saya minta uang, atau ini saya dikejar-kejar orang, dimintai uang".
Y : Iya, iya. Ada Pak, salah satu, dua orang.
SK : Begitu ya dan dia melakukannya bisa pada beberapa orang dengan nyamannya.
Y : Tanpa rasa bersalahnya begitu ya, Pak.
SK : Betul. Ketikapun ketahuan ya tidak masalah.
Y : Ya tidak masalah, yang penting saya sudah untung tadi untuk kepentingannya pribadi ya Pak, keuntungannya. Nah, walaupun ini tidak berkaitan dengan dengan masuk penjara ya Pak, maksudnya mungkin karena penipuannya dalam tanda petik kecil-kecilan, sehingga ia tidak cukup kuat untuk dimasukkan pasal begitu ya Pak, yang membedakan dengan nomor dua, Pak.
SK : Jadi orangnya manipulatif, mempermainkan rasa simpati, berkomunikasinya… pintar berkomunikasi, piawai, terkesannya intelek, bahkan beberapa orang pria dan wanita ini bisa memang memunyai penampilan yang menarik, cantik, tampan dan punya rasa penghargaan diri yang besar, kesannya PD saja. Yang keempat, orang yang berkepribadian antisosial itu ditandai dengan sifat impulsif dan gagal membuat rencana masa depan.
Y : Seperti apa maksudnya ya, Pak?
SK : Jadi, impulsif ini artinya bertindak spontan berdasarkan dorongan hati sesaat dengan tanpa pertimbangan. Orang-orang yang demikian ini Bu Yosie, selalu membutuhkan rangsangan. Artinya begini, kalau situasinya yang dia sedang jalani sehari itu rasanya datar, damai, tenang… rasanya gatal.
Y : Malah kepingin sesuatu yang menantang begitu mungkin ya, Pak?
SK : Betul. Membuat gara-gara, tiba-tiba memukul, misalnya memukul orang lain, "Kamu kenapa sih pukul aku?" "Aaarrkhh, kita ‘kan teman". Tiba-tiba, atau mungkin dia jalan, sambil merentangkan tangannya, padahal kena orang yang di kanan kiri, orang yang tidak dikenal. Kemudian dua orang kanan kirinya marah, langsung ia dengan mata melotot, "Kamu nantang ya, ayo kita berkelahi sekarang!!".
Y : Cari gara-gara benar itu, Pak.
SK : Maka tidak heran orang-orang demikian ini susah untuk membuat rencana masa depan. Orientasinya ya masa sekarang, pikirannya pendek, tidak bisa berpikir panjang. Nomor lima, tanda dari orang yang berkepribadian antisosial tidak menghargai keselamatan diri dan orang lain.
Y : Wah, berarti nekad ya, Pak? Cenderung sembarangan tadi yang di ciri-cirinya juga ya.
SK : Betul. Jadi, intinya apa yang dia kehendaki seketika itu juga harus dilampiaskan, "Aku perasaannya tidak nyaman, ya aku teriakkan, aku lakukan". "Apa yang aku mau aku suarakan dan aku lakukan". "Perkara kamu tidak suka itu urusan kamu". "Kamu mau ajak berkelahi, ayo ! Saya pun mungkin badannya kecil, orang yang berhadapan besar, hadapi saja, hajar saja, "Blueerr"". Jadi memang benar-benar seperti banteng yang gelap mata, tidak peduli, maka tidak heran ya akhirnya dia bisa babak belur atau orang lain babak belur, dan dia masuk penjara, orang lain masuk Rumah Sakit, EGP (Emangnya Gue Pikirin).
Y : Yang penting terlampiaskan tadi ya, ini impuls sesaatnya.
SK : Betul. Dan bahkan merasa itulah bikin-bikin lebih hidup. Tanpa itu datar, monoton, hambar. Yang ketujuh tanda dari orang yang berkepribadian antisosial.
Y : Keenam sepertinya Pak.
SK : Oh, maaf. Yang keenam, selalu tidak bertanggung jawab, seperti berulangkali gagal melakukan pekerjaan.
Y : Seperti tidak ada keinginan untuk mau membuktikan diri bahwa saya bisa.
SK : Iya. Jadi bagi dirinya tanggung jawab itu seperti sebuah tuntutan, sebuah represi, tekanan jiwa.
Y : Dan dia tidak suka mengatasinya ya, Pak?
SK : Betul. Jadi ini memang ada hubungan dengan seperti ini Bu Yosie… "Otoritas", jadi nanti kita akan melihat, bahwa orang-orang yang berkepribadian antisosial mereka bermasalah dengan otoritas.
Y : Bermasalah dengan otoritas begitu ya.
SK : Tepat! Sehingga tidak heran namanya tanggung jawab, kedisiplinan, keteraturan, itu seperti sebuah musuh yang harus dilawan dan dikalahkan.
Y : Ya, ya, saya mulai paham. Ternyata manusia benar-benar ini ya, "Dalam". Kalau kita mau bahas.
SK : Betul. Yang ketujuh, orang yang berkepribadian antisosial kurang ada rasa penyesalan, termasuk ketika dia tidak menyukai orang lain, memerlakukan orang lain dengan buruk pun tidak ada rasa bersalah.
Y : Karena fokusnya diri sendiri ya, Pak. Jadi dia tidak peduli dengan orang lain tadi. Justru dia yang penting go happy tadi ya, yang penting gue enak, tidak peduli orang ya Pak.
SK : Benar. Selain itu juga Bu Yosie adalah matinya hati nurani, persoalannya hati nuraninya seperti shutdown, seperti sudah dalam kuburan. Jadi seperti manusia ("maaf"), bahkan tidak heran orang-orang antisosial itu seperti berperikebinatangan, tidak ada nurani, tidak ada rasa belas kasihan.
Y : Mengerikan ya. Lalu apa, Pak, kalau kita melihat cirinya dan sebetulnya dampaknya kepada orang lain yang cukup mengganggu ya. Apa penyebabya? Sehingga dari penyebabnya ini, nanti kita bisa memikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk menangani mereka.
SK : Jadi, penyebabnya ini memang ada pertanyaan, "Sejauh manakah faktor keturunan ini memberi sebab?", yang biasanya muncul dalam percakapan pembahasan tentang gangguan kepribadian antisosial. Memang dari sebuah penelitian, studi terhadap 200 hampir 200 pria dan wanita, yang mengadopsi anak yang terpisah dari orangtua biologisnya, sesaat setelah dilahirkan dilaporkan bahwa memang sebagian adalah faktor keturunan, artinya anak yang dari orangtua memunyai kepribadian antisosial, yang memunyai potensi lebih besar.
Y : Daripada yang tidak begitu ya?
SK : Tepat! Dan potensi yang lebih besar ini memberikan sebuah kemungkinan untuk lebih lagi anak itu kelak berkepribadian antisosial ketika mengalami situasi keluarga yang tidak sehat, keluarga yang bermasalah. Sementara, anak dari pasangan orangtua yang tidak berkepribadian antisosial, anak tersebut ketikapun dalam keluarga yang kurang sehat belum tentu dengan mudah menjadi antisosial sebagaimana anak dari orang-orang yang memunyai sejarah antisosial.
Y : Bibitnya begitu ya, Pak. Dengan gampangnya ya, Pak?
SK : Tapi memang kita bukan berarti memastikan Bu Yosie, "Oh orangtuanya kriminal, mamanya papanya masuk penjara, penjahat masyarakat dan seterusnya.
Y : Pasti, anaknya nanti sama seperti bapaknya.
SK : Iya itu salah. Jadi, anak ini sebatas memiliki potensi lebih besar. Tetapi asal diasuh, dirawat, diarahkan dengan sehat, dengan tepat. Potensi itu hanya sebatas potensi.
Y : Kalau begitu sangat penting ya Pak? Peran keluarga, peran pendidikan anak terhadap kepribadian, perkembangan kepribadian di masa dewasanya ya, Pak?
SK : Betul. Jadi memang sumbangsih yang kentara adalah soal ketidakharmonisan suami istri, orangtua yang suka cekcok apalagi di depan anaknya ya, dengan kekerasan fisik, kekerasan emosional, lewat kata-mengatakan, maka itu akan membuat anak dari sejak bayi, sampai umur 10-12 tahun, hidup dalam suasana ketegangan jiwa. Itu yang membuat akhirnya dia nyaman dengan ketegangan jiwa.
Y : Makanya impulsif tadi itu ya, Pak?
SK : Iya, dia seperti kecanduan ketegangan yang tidak sehat. Dia di sekolah akan membuat gara-gara, di gereja, di masyarakat sampai dewasapun.
Y : Mencari ketegangan tadi ya, Pak?
SK : Tepat. Yang kedua yaitu penelitian memerlihatkan ketidakkonsistenan disiplin orang tua, itu juga bisa membuat anak tumbuh punya potensi antisosial. Artinya begini, untuk hal ini dilarang, untuk hal yang lain hal yang sama dibolehkan. Dipukul, dihajar secara fisik, dengan kata-kata.
Y : Nanti lain kali disayang, dikasih reward begitu ya, Pak.
SK : Betul. Jadi akhirnya dia tidak punya batasan apa yang benar, apa yang salah, tidak mengerti, kabur. Sehingga itu membuat batasan moralnya hancur.
Y : Karena seakan-akan orangtua itu memberi pesan yang membingungkan, apa yang boleh, apa yang tidak, apa yang salah, apa yang benar begitu ya, Pak?
SK : Tepat. Yang ketiga penelitian juga memerlihatkan penderitaan yang dialami pada masa kanak-kanak, memiliki potensi yang besar untuk membentuk menjadi orang dewasa yang antisosial, karena dipukul, dihajar secara fisik, secara kata-kata harga diri dihancurkan, mental akhirnya dia menjadi bisa jadi betul begini "Aku harus kuat" matikan perasaan, "Aku harus belajar kungfu, bela diri, pencak, karate", dia orientasinya harus berani, dia akan seperti orang yang berdarah dingin, matikan perasaan fisik yang main. Kekuatan fisik itu yang utama aku kalah atau aku menang. Aku kalah, orang lain menang atau aku menang, orang lain kalah.
Y : Akhirnya hitam putih ya, Pak. Kalau aku tidak menang aku mati nih. Untuk hidup aku harus berani, aku harus melawan begitu ya.
SK : Betul. Akhirnya kecanduan kekerasan fisik dan emosi, yang berikutnya adalah memang ada faktor kekurangan gizi.
Y : Nah ini menarik, kenapa Pak? Apa memang secara fisik ada yang kekurangan atau mengganggu perkembangan tubuh?
SK : Ya kekurangan gizi ini terutama, penelitian memerlihatkan usia 3 tahun. Jadi, usia balita betapa pentingnya orangtua berani memunyai anak, memunyai bayi, beranilah juga memastikan kecukupan gizi-gizinya, selain gizi psikis. Kekurangan gizi fisik pada usia 3 tahun membuat akhirnya anak itu lebih agresif dan aktif dalam masa tumbuh kembangnya. Dan anak ini memunyai potensi untuk menjadi anak yang memunyai gangguan perilaku dan nanti kesempatan lain kita akan bahas tentang gangguan perilaku atau dalam bahasa Inggrisnya conduct disorder. Anak-anak agresif ini, yang salah satunya karena kekurangan gizi, salah lainnya adalah karena faktor keturunan. Itu seringkali, "Kamu nakal","Mengapa kamu hancurkan mainan ini?", "Kamu ganggu saja".
Y : "Kamu cari gara-gara terus".
SK : Jadi ada tipe anak yang memang agresif secara fisik dan emosi. Seringkali diberi label nakal, kurang ajar, tidak tahu aturan. Di rumah, di sekolah, di gereja, di masyarakat harga dirinya buruk. Harga dirinya turun. Dia cari teman, teman yang sama-sama berkepribadian buruk, sama-sama akhirnya dia membuktikannya lewat tindakan kekerasan. Karena prestasi sekolah mungkin anak-anak disini sebagian sulit berkonsentrasi, sulit untuk berprestasi secara akademis.
Y : Jadi dia mencari perhatian dalam bentuk yang berbeda juga, boleh dikatakan begitu ya, Pak.
SK : Benar. Jadi inilah beberapa hal penyebab mengapa kepribadian antisosial bisa terbentuk.
Y : Iya, iya. Saya semakin mengerti ini Pak, lalu yang terakhir Pak. "Bagaimana menanganinya? Apakah orang-orang dengan kepribadian seperti ini bisa berubah?".
SK : Benar. Secara populasi lebih banyak memang sulit diharapkan, orang berkepribadian antisosial karena ketika dibawa kepada psikolog atau konselor cenderung manipulatif, "Oh iya, Pak konselor", "Oh iya, Bu psikolog" begitu. Tapi ia hanya berdrama, bersandiwara, karena biasanya ketika mereka menjalani konseling dengan psikolog-konselor itu lebih karena perintah pihak yang berwajib. Dia tidak menyadari punya masalah.
Y : Jadi, misalnya memang diwajibkan untuk konseling, terapi gitu ya Pak.
SK : Jadi memang akhirnya ketika diperhadapkan dengan psikolog atau konselor. Maka psikolog atau konselor itu pendekatannya lebih memakai pendekatan konfrontatif, untuk memperburuk perasaan orang tersebut.
Y : Berarti juga dilema ya Pak, kalau kita konfrontasi kepada dia, dia akan merasa lebih buruk tetapi kalau kita memang menerima, dia semakin menyuburkan manipulasi dia.
SK : Maksudnya begini memang, itu kesannya kontroversi ya. Memperburuk perasaan artinya begini ya, menunjukkan bahwa "Kamu itu memang orang yang tidak bisa dipercaya", "Kamu itu orang yang banyak bohong", "Kamu telah begini-begini". Dengan tujuan agar dia menunjukkan, "Kamu itu memang benar-benar bermasalah", "Hidupmu itu hancur", "Kamu jangan berpura-pura bahwa dirimu merasa baik, kamu itu bermasalah, kamu butuh pertolongan", artinya itu.
Y : Nah, baru dari situ diangkat pelan-pelan gitu ya, Pak.
SK : Iya, termasuk inilah memakai pendekatan terapi kelompok, sangat membantu proses ini. Harapannya… dalam kasih sayang Tuhan muncul rasa penyesalan, rasa bersalah atas sikap, perilaku antisosial selama ini. Dengan adanya perasaan putus asa dan sedih inilah yang tadi Bu Yosie timpali, ada harapan untuk membuka jalan bagi perubahan perilaku.
Y : Sejauh mana terapi kelompok berperan Pak?
SK : Terapi kelompok berperan, jadi ‘kan memang kata orang-orang sekitarnya ya, "Kamu bermasalah lho…", "Kamu itu orang yang banyak bohong", "Hidupmu itu tidak seindah yang kamu kira, kalau kamu tetap bertahan dengan gila". Kalau yang bicara hanya terapis, atau psikolog, atau konselornya satu orang itu ‘kan pandanganmu, pendapat pribadimu saja. Tetapi kalau yang bicara 3-4, nyaris seluruh anggota kelompok mengaku.
Y : Itu akan menguatkan.
SK : Betul. Itulah kekuatan kelompok. Iya…, "Group Pressure" tekanan kelompok yang sehat, inilah kenapa konseling pribadi baik tapi juga ada konseling kelompok mempunyai sisi baik yang tidak dimiliki konseling pribadi.
Y : Justru karena dia antisosial perlu pendekatan sosial tadi, kelompok itu ‘kan seperti sosial mini… mini sosial, boleh meng-counter perbuatannya.
SK : Betul…betul.
Y : Baik Pak, untuk terakhir apakah ada kesimpulan sedikit dari ayat firman Tuhan yang menguatkan kita?
SK : Saya bacakan dari Amsal 16:29,32, "Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya dan membawa dia dijalan yang tidak baik. Sementara, orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota". Mari kita kalau punya sisi-sisi antisosial, mari sadari kekerasan tidak pernah memberi solusi. Mari kita bersedia mencari pertolongan, karena justru kepahlawanan kita, kekuatan, kehebatan kita dibuktikan ketika kita bisa sabar, menguasai diri. Demikian juga dari para orangtua untuk mendidik anak dalam kesabaran, mendidik penguasaan diri. Tuhan memberkati.
Y : Amin. Terima kasih banyak Pak Sindu untuk penjelasannya, yang pasti memberi pencerahan kepada kita sekalian.
Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kepribadian Antisosial". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.