Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Anak Terkena Skizofrenia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, dikaruniai anak tentu suatu kebanggaan atau sukacita tersendiri bagi keluarga dan tentunya mereka berharap bahwa anak ini akan tumbuh berkembang dengan baik seperti yang mereka harapkan. Tapi kenyataannya tidak begitu, ada yang terkena gangguan fisik atau ada juga yang terkena gangguan jiwa. Kalau kita berbicara tentang anak yang terkena gangguan skizofrenia sebenarnya apa ? Karena ini sesuatu yang belum banyak diketahui dibandingkan dengan autis yang cukup banyak diketahui orang.
PG : Kalau dokter harus berkata kepada pasiennya, "Bu/Pak saya harus memberitahukan anak Bapak/Ibu terkena penyakit yang kita takuti misalnya kanker" maka saya kira tidak mudah bagi seorang dokter untuk menyampaikan berita itu. Saya juga kadang-kadang dalam pelayanan harus menyampaikan berita yang tidak enak kepada orang tua sewaktu mereka menceritakan masalah si anak dan dari cerita itu saya menyimpulkan bahwa gangguan yang diderita oleh anak itu adalah gangguan skizofrenia, itu seperti vonis yang harus diterima oleh orang tua apalagi setelah saya jelaskan sebetulnya apakah penyakit itu dan kira-kira apakah penyakit itu bisa disembuhkan atau tidak dan sebagainya dan apa dampaknya kepada si anak itu, ini adalah hal yang berat untuk disampaikan karena memang gangguan ini adalah gangguan yang berat dalam ilmu kejiwaan.
GS : Orang tua membawa anaknya kepada Pak Paul, dan Pak Paul menyatakan bahwa anak ini terkena serangan skizofrenia, sebenarnya apa yang mendorong orang tua, Pak Paul ?
PG : Biasanya umumnya mereka tidak mengerti kenapa anaknya mulai menampakkan perilaku tertentu yang sebelumnya tidak dimunculkan, sebenarnya dalam kebingungan itu mereka mulai mencari tahu apa yang terjadi pada anak mereka. Baru ini saya mendapatkan telepon dari seseorang yang bercerita bahwa seseorang yang dikenalnya yang sedang studi di sebuah perguruan tinggi tiba-tiba mengalami gangguan atau gejala seperti ini, maka saya harus katakan kalau ini tampaknya gangguan skizofrenia karena yang terjadi adalah seperti itu. Jadi umumnya orang tua itu kaget sewaktu melihat gejala-gejala yang ditunjukkan oleh si anak, sehingga kita perlu memahami sebetulnya apakah yang dimaksud dengan gangguan skizofrenia itu.
GS : Apa itu Pak Paul ?
PG : Kata ‘Skizofrenia’ berarti keterbelahan atau keterpecahan pikiran, mungkin di antara pendengar kita ada yang pernah menonton film The Beautiful Mind, yang dibintangi oleh Russel Crowe tentang seseorang yang bernama John Nash. Ini adalah sebuah kisah nyata, jadi Nash adalah seorang matematikawan yang sangat jenius di usia muda dan dia telah memeroleh gelar doktor dan mengajar di MIT (Massachusetts Institute of Technology) di Amerika Serikat, sebuah perguruan tinggi yang sangat ternama namun karier yang begitu gemilang akhirnya terganggu dan runtuh oleh gangguan skizofrenia yang dideritanya. Tadi saya sudah singgung artinya adalah keterpecahan atau keterbelahan pikiran, disebut demikian karena si penderita hidup dalam dua alam yaitu alam fantasi dan alam realitas yang nyata, masalahnya adalah si penderita tidak selalu dapat membedakan kedua alam ini. Kita juga bisa berfantasi tapi kita tahu bahwa kita berfantasi dan kita bisa keluar dari fantasi itu sehingga kita tahu ada Dunia Fantasi di Jakarta, kita bisa masuk ke Dunia Fantasi dan kita bisa keluar lagi. Demikian juga dengan kita dalam hal kesehatan jiwa kita ini, namun si penderita skizofrenia tidak lagi dapat membedakan kedua alam ini, bagi dia alam fantasi merupakan alam nyata, senyata alam realitas yang kita semua hidupi. Jadi pada akhirnya dia terpenjara di dalam dunianya sendiri. Dalam film itu dan juga dalam kehidupan nyata John Nash meyakini bahwa dia berada dalam sebuah kondisi yang mengancam jiwanya karena ada begitu banyak orang yang memata-matainya dan dia senantiasa hidup dalam ketakutan dan itu membuatnya selalu berjaga-jaga dan curiga, dalam kasus seperti ini John Nash memang menderita gangguan skizofrenia jenis paranoia karena alam fantasinya bertemakan ancaman dan bahaya.
GS : Kalau begitu penderita ini ada sesuatu yang melatarbelakangi sehingga dia terkena skizofrenia ini, Pak Paul.
PG : Gangguan ini sebetulnya gangguan yang terjadi atau bersumber di dalam otak manusia, misalnya orang berkata, "Ini karena lingkungan, karena orang tuanya mungkin kurang perhatian kepada anak dan sebagainya" itu tidak tepat karena ini sebuah gangguan yang bersumber dari otak kita sendiri. Jadi yang perlu kita ketahui adalah kita mengenali gangguan gejalanya supaya kalau ini harus terjadi kita mengetahui dengan cepat bahwa ini kira-kira masalahnya.
GS : Seperti kasusnya dalam film The Beautiful Mind, John Nash ada kaitan korelasi yang cukup jelas dengan pekerjaan yang dia tekuni.
PG : Benar tapi sebetulnya gangguannya tidak ada kaitannya dengan bidang yang ditekuninya itu, dia kebetulan ahli matematika tapi gangguan itu muncul secara mendadak di usia 20 tahun, nanti kita akan lihat ternyata gangguan ini seringkali muncul di usia-usia seperti itu. Jadi benar-benar orang tua kaget karena sebelumnya tidak terjadi apa-apa biasa-biasa saja, tapi sekarang menjadi seperti.
GS : Tapi benihnya sebenarnya dari awal atau tiba-tiba muncul, Pak Paul ?
PG : Sebetulnya sudah ada. Jadi orang-orang ini sudah memiliki kelainan tapi tidak bisa diketahui pada awalnya karena tidak memunculkan diri atau tidak ada gejalanya sama sekali namun pada usia tertentu dan misalkan dengan adanya pemicu tertentu dan tidak harus berat maka muncullah semua itu. Misalkan salah satu pemicu yang seringkali menyerang dan menyebabkan munculnya gangguan ini adalah anak itu mengalami stres, misalkan dia disekolahkan di sebuah tempat dimana dia rasanya sendirian dan tidak diterima akhirnya dalam keadaan itu dia memunculkan gangguan ini. Orang kalau tidak mengerti akan berkata, "Ini dia kesepian, dia tidak bisa menghadapi lingkungan yang baru" sebetulnya bukan, itu hanya pemicu sebab kalau hanya itu penyebabnya maka ketika dia dipulangkan ke rumahnya maka dia akan kembali lagi seperti semula. Tapi tidak begitu dan dia terus memunculkan gangguan itu.
GS : Pak Paul, bagi kita orang-orang yang awam, tentunya ingin tahu apa gejala-gejala yang dialami oleh seseorang sehingga dia terserang gangguan skizofrenia itu, kita bisa golongkan sebagai itu.
PG : Ada beberapa gejala gangguannya, yang pertama adakalanya penderita skizofrenia tidak menampakkan gejala kelainan yang mencolok pada masa pertumbuhannya namun pada umumnya, pada masa pertumbuhannya penderita skizofrenia cenderung memerlihatkan gejala kelainan yang spesifik yakni kekurangterlibatan dan sekali lagi saya tekankan tidak semuanya memunculkan gejala ini tapi cukup banyak di antara mereka pada masa pertumbuhannya secara emosional tidak terlibat dan cenderung berdiam diri atau menarik diri. Misalnya beberapa perilaku yang sering dikaitkan dengan kekurangterlibatan ini atau dalam bahasa Inggris "uninvolved" yaitu tidak bersedia memberikan dirinya artinya dia susah sekali menawarkan dirinya untuk melakukan sesuatu berinisiatif, jadi kurang sekali inisiatif dalam dirinya. Atau takut direpotkan jadi sedikit-sedikit menolak, nyaman dengan dunianya atau aktifitasnya sendiri sehingga tidak suka direpoti. Satunya lagi adalah gejala "uninvolved" tidak bisa terlibat secara emosional adalah tidak suka keramaian jadi sukanya menyendiri, ini adalah beberapa perilaku yang merupakan manifestasi dari ketidakterlibatannya dia secara emosional dengan lingkungan.
GS : Orang yang egois juga menampilkan tanda-tanda seperti ini, Pak Paul.
PG : Memang untuk bisa mendiagnosis gejala seperti ini tidak cukup hanya satu saja, ini hanya salah satu gejalanya. Nanti untuk kita bisa berkata si penderita ini mengalami gangguan skizofrenia, ada beberapa gejala lain yang juga harus kita lihat dalam dirinya.
GS : Apa itu misalnya ?
PG : Salah satunya adalah tidak bisa menguasai emosi. Jadi kadang kita berpikir orang yang menderita gangguan skizofrenia itu pasti diam saja, ternyata tidak. Sebagian memang memunyai emosi yang sangat labil misalnya dia mudah sekali marah, mengamuk atau hiperaktif tidak bisa diam, jalan putar-putar dan bolak-balik, atau hipersensitif terhadap lingkungan jadi tidak suka dengan yang namanya suara atau bunyi. Sangat peka seolah-olah panca inderanya menjadi sangat peka, jadi dia bereaksi sekali terhadap apa yang dicerna lewat panca indera.
GS : Hal itu berlangsung terus menerus atau sesaat saja, Pak Paul ?
PG : Biasanya bisa panjang, jadi emosinya yang labil bisa muncul kalau apa yang diingininya tidak didapatinya, kalau semuanya berjalan sesuai kehendaknya maka tidak terjadi masalah, tapi kalau ada sesuatu yang tidak diinginkannya maka dia bisa marah. Itu adalah salah satu penyebabnya. Atau misalnya dia juga memang memunyai banyak kemarahan sebelum dia benar-benar terlepas dan masuk ke dalam dunia fantasinya, misalnya dia dibesarkan oleh seorang ayah atau ibu yang tidak bersikap baik kepadanya pada masa-masa sebelumnya bisa jadi dalam gangguan ini dia memunculkan begitu banyak kemarahan sebab sedikit-sedikit dia akan mengira bahwa orang ini adalah ibu atau bapaknya yang telah bersikap buruk kepadanya, di dalam alam fantasinya dia sungguh-sungguh melihat ini adalah ancaman sehingga dia menjadi marah dan dia bisa ingat karena bagi dia ini adalah orang yang pernah menyakiti dia.
GS : Apakah ada gejala yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah istilahnya Hipokondriak. Ini adalah istilah menuju kepada orang yang merasa sakit kiri kanan, yang ini sakit yang itu juga sakit padahal tidak sakit, jadi mudah sekali mengeluh tentang sakit. Bisa juga penderita skizofrenia mengeluhkan sakit-sakit pada tubuhnya, dia mungkin mengatakan dia akan mati misalnya ginjalnya sakit dan lain-lain, padahalnya tidak ada penyakit apa-apa.
GS : Tapi seorang anak yang takut datang ke sekolah juga menampilkan gejala seperti itu misalnya tiba-tiba sakit perut, tiba-tiba badannya panas.
PG : Itu adalah reaksi kecemasan, anak dalam kondisi takut akhirnya tubuhnya tidak bisa menahan rasa takut itu dan terkenalah dia. Jadi ada bedanya antara yang kita sebut Hipokondriak dengan gangguan psikosomatik. Kalau gangguan psikosomatik benar-benar orang itu sakit namun penyebabnya adalah psiko alias kejiwaan, jadi masalah dalam kejiwaan misalnya kecemasan yang paling umum memunculkan penyakit tertentu. Jadi benar-benar suatu penyakit. Kalau Hipokondriak berbeda, dia tidak apa-apa tapi rasanya sakit, sedikit-sedikit mengeluh ini dan itu padahalnya dalam tubuhnya tidak ada yang sakit.
GS : Gejala yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Gejala yang lain yang kita sebut Obsessif-Kompulsif jadi artinya Obsessif itu terobsesi dan Kompulsif itu artinya mau melakukan sesuatu. Jadi dia terpaku pada suatu pemikiran tertentu dan untuk menghilangkannya dia harus melakukan perbuatan tertentu hingga dia terjebak ke dalam siklus ritual yang tidak ada. Jadi misalnya contoh yang ada di film The Beautiful Mind dia membangun sebuah tempat persembunyian karena dia merasa kalau dia akan diserang, itu adalah obsesinya, jadi dia tidak bisa melepaskan pikirannya yang akan diserang, jadi untuk dia bisa melindungi diri dia harus membangun benteng. Jadi orang-orang yang menderita skizofrenia juga sering kali memunculkan gangguan ini yaitu terpaku pada suatu pemikiran tertentu, dia harus begini dan begini sehingga dia harus melakukan sesuatu untuk bisa mengurangi atau menghilangkan gangguannya tersebut.
GS : Ada orang kalau malam hari terus memeriksa pintu-pintu rumahnya, khawatir kalau nanti ada pencuri masuk dan sebagainya, dan itu dilakukan tiap kali bukan hanya dirinya sendiri tapi dia akan menyuruh orang lain misalnya istri atau anak-anaknya. Apakah hal itu bisa menjadi gejala awal ?
PG : Tidak. Jadi kita itu memisahkan antara gangguan Obsessif-Kompulsif dengan gangguan skizofrenia namun di dalam gangguan skizofrenia seringkali ada unsur Obsessif-Kompulsif tapi Obsessif-Kompulsif bisa menjadi terpisah yang tidak seserius skizofrenia karena dia masih bisa berfungsi dan sebagainya. Namun dalam gangguan skizofrenia payungnya besar sehingga dalam payung yang besar itu ada gangguan Obsessif-Kompulsif, jadi misalkan dia merasa dia sedang diawasi oleh tetangga di depannya maka dia akan benar-benar mengawasi tetangganya sebab dia merasa tetangganya akan mencelakakannya, dia akan terus mengawasi, kalau ditanya, "Mengapa kamu terus mengawasi dia ?" dan dia bisa berkata, "Sebab kalau saya tidak menatap, saya nanti akan diserang jadi saya harus menatap dan dia tidak berani apa-apa" itu yang disebut Obsessif-Kompulsif terpaku pada satu pemikiran tertentu, jadi dia harus berperilaku tertentu supaya bisa mengurangi ancaman tersebut.
GS : Apakah itu bukan kekhawatiran yang berlebihan, Pak Paul ?
PG : Benar, jadi orang yang menderita skizofrenia seringkali dikuasai oleh ketakutan yang sangat besar, jadi dia memunyai gangguan dilusi atau pemikiran atau anggapan yang tidak realitas, mereka menganggap bahaya ada orang yang mau mencelakakan saya, atau kadang-kadang mereka juga memunyai konsep bahwa mereka itu hebat, mereka itu bisa melakukan banyak hal. Saya masih ingat dalam sebuah kasus yang pernah saya tangani, dia berkata bahwa dia adalah Yesus Kristus padahalnya dia adalah seorang manusia biasa. Jadi konsep dirinya tiba-tiba bisa begitu besar sekali.
GS : Tapi bagi kita yang awam ini kadang-kadang orang yang seperti itu kita sebut gila.
PG : Betul. Inilah yang mungkin terjadi pada banyak orang yang kita lihat di jalanan yang tidak mandi, yang rambutnya panjang dan sebagainya, dapat dipastikan mereka semua terkena gangguan skizofrenia ini. Jadi salah satu gejala lainnya juga adalah pikirannya kacau, orang–orang ini benar-benar pikirannya campur aduk dan berjalan dalam kecepatan yang tinggi sehingga membuatnya tersiksa dan pikirannya seperti punya motor tersendiri, tidak bisa dikuasai lagi, dan juga rasa takutnya yang begitu besar. Jadi benar-benar bagi si penderita ini sebuah kondisi yang menyiksa, bayangkan kalau pikiran kita kacau, campur aduk berjalan cepat dan kita ketakutan kalau ada bahaya yang mengancam.
GS : Kalau kita melihat penampilan dirinya bagaimana, Pak Paul ?
PG : Biasanya penampakan wajahnya itu datar. Kalau kita bisa tersenyum dan sebagainya tapi kalau mereka seperti kertas, hampa emosi kadang-kadang seolah-olah tidak ada reaksi apa-apa dan kadang-kadang kalau dia mengekspresikan perasaannya itu tidak tepat, misalnya orang sedang serius dia tertawa atau sama sekali dia tidak ada ekspresi perasaan sama sekali seperti kertas. Dan kalau dia bicara juga seringkali sukar dicerna karena tidak nyambung, lompat-lompat dan kadang-kadang dia berhenti bicara, diam saja.
GS : Tapi sekali berbicara bisa panjang dan tidak berhenti-berhenti.
PG : Iya.
GS : Kita tidak bisa mengerti apa yang dia bicarakan sebenarnya.
PG : Kadang bisa seperti itu, dia bisa bicara tentang hal-hal yang tidak ada. Saya masih ingat waktu saya bekerja di Rumah Sakit Jiwa, pasien ini bisa bicara dengan televisi, jadi televisi sedang menyala dan dia juga bicara terus dan dia bicara dengan begitu serius karena bagi dia, dia sedang berbicara. Saya tanya, "Kamu sedang apa ?" dan dia menjawab, "Saya sedang bicara dengan orang ini" padahal televisinya sedang bicara. Jadi pikirannya itu bagi kita sangat aneh tidak masuk akal dan dia bicara dengan orang dalam televisi atau dia beranggapan ada orang bisa masuk ke dalam otaknya menaruh alat perekam, dia tidak boleh bicara dan berpikir karena nanti ada orang bisa menyadap pemikirannya, karena ada orang menaruh alat perekam dalam otaknya. Jadi pemikirannya sangat aneh dan akhirnya kita melihat kebanyakan tidak lepas dari realitas, dia akan bicara sendiri dan kita bisa tahu dia mulai hidup dalam dunianya sendiri karena dia sendiri melihat hal-hal yang tidak kita lihat dan dia sungguh-sungguh melihat dan mencium bau atau suara tertentu. Dia bisa mendengarnya berbeda dengan kita, dan sungguh-sungguh alam pemikirannya bukanlah bau yang sesungguhnya, suara-suara ini tidak seperti itu, jadi bisa berbeda dengan kita. Kita bisa mengerti dia bisa bereaksi dengan begitu berbeda karena panca inderanya menangkap juga lain.
GS : Kalau kita ajak bicara apakah dia bisa menangkap kata-kata yang kita ucapkan, Pak Paul ?
PG : Bicara dengan mereka kebanyakan pada awalnya bisa nyambung misalnya kita tanya, "Kamu umur berapa ?" dan dia bisa menjawab misalnya, "Dua puluh satu" dan kemudian kita bicara yang lain, nah di situ sudah mudah berantakan tapi ada juga orang yang memang tidak bisa lagi, ya diam saja. Jadi misalkan kita melihat orang-orang di jalanan yang tidak mandi dan pakaiannya tidak ada, rambutnya panjang, itu sulit kita ajak bicara. Dalam kasus seperti mereka tidak ada yang bisa kita ajak bicara, tenggelam dalam dunianya.
GS : Sebenarnya, jumlah penderita skizofrenia itu banyak atau tidak, Pak Paul ?
PG : Sebenarnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan gangguan lain, tapi kita harus mengerti beberapa hal tentang mereka ini. Misalnya ini menurut data tahun 1960 separuh dari penderita skizofrenia berusaha mengakhiri hidupnya dan hanya 10% yang berhasil. Kenapa mereka mau mengakhiri hidupnya karena merasa terperangkap dan tidak berdaya melepaskan diri, kenapa tahunnya 1960 karena sejak saat itu kemajuan obat sudah sangat canggih sehingga banyak yang tertolong, tidak lagi sampai merasa tidak berdaya melepaskan diri. Dan yang kita juga perlu ketahui adalah kebanyakan penderita yang berhasil mengakhiri hidupnya adalah laki-laki yang telah mengalami siklus sembuh kambuh berkali-kali, jadi mereka bisa mengerti kalau dirinya terperangkap dan tidak bisa lepas, akhirnya mengalami depresi dan mau membunuh dirinya.
GS : Kambuhnya itu karena pengobatan atau perawatan yang belum tuntas atau karena ada sesuatu tekanan emosi yang baru, Pak Paul ?
PG : Memang mencari obat yang cocok bagi mereka juga tidak mudah jadi ada sejumlah obat-obatan yang digunakan yang disebut dengan anti psikotik, itu juga harus dicocokkan karena kalau tidak cocok akan membawa reaksi yang kebalikannya. Jadi memang tidak mudah dan menurut data kira-kira sepertiga dari mereka tidak bisa diobati, akhirnya diberi obat apa pun tidak efektif. Namun ada satu berita yang cukup menyejukkan hati, ternyata sebagian skizofrenia mengalami kemajuan setelah usia 40an, jadi semakin mereka tua makin tenang. Ada orang yang saya kenal, pada waktu masih muda jauh lebih gawat atau agresif sekali dan sekarang usia paruh baya memang menurun, dia lebih tenang dan sebagainya, mungkin sama seperti kita makin tua kita tidak terlalu energetik.
GS : Tapi apakah itu berarti dia sudah sembuh, Pak Paul ?
PG : Belum. Jadi tetap gangguannya ada namun gangguan itu tidak memunculkan gejala yang separah pada waktu dia lebih muda.
GS : Pak Paul, misalnya ada suatu peristiwa yang berskala nasional misalnya kebangkrutan, jadi ada masalah ekonomi. Kadang-kadang banyak korbannya, orang-orang jadi lebih banyak yang terkena skizofrenia ini daripada kalau tidak ada kejadian seperti itu.
PG : Sebetulnya menurut saya tidak. Kalau dalam kondisi seperti itu paling orang menderita depresi, terhadap reaksi tekanan hidup yang besar orang mengalami depresi, kehilangan semangat hidup, putus asa dan sebagainya. Tapi kalau skizofrenia bukan. Kalau skizofrenia itu jarang disebabkan oleh tekanan dalam hidup. Yang kita perlu ketahui juga adalah kapan usia mereka memunculkan gejala ini, ternyata pada laki-laki antara usia 17-30 tahun. Jadi sampai usia 30 tahunan laki-laki masih bisa terkena gangguan ini sedangkan pada perempuan di antara usia 20-40 tahun; jadi intinya pada usia-usia dewasa awal atau remaja akhir.
GS : Kalau anggota keluarga kita ada yang mengalami hal seperti itu, perawatan apa yang bisa kita lakukan, Pak Paul ?
PG : Biasanya kita langsung harus membawanya ke dokter jiwa yaitu psikiater karena kalau tidak, mereka tidak bisa menguasai pikirannya, kita tidak bisa memberitahu dia seperti ini dan seperti itu, karena dia sendiri tidak bisa menguasai pikirannya. Pikirannyalah yang menguasai dia dan pikirannya adalah pikiran yang ngelantur, hidup dalam alam fantasi.
GS : Di beberapa tempat orang-orang seperti ini biasanya dipasung kakinya diikat, apakah ini menolong, Pak Paul ?
PG : Tidak, itu hanya untuk membatasi ruang gerak mereka dan sudah tentu hal yang tidak manusiawi, sebetulnya riwayat pengobatan mereka sangat beragam dan seringkali cukup kasihan; bahkan di masa lampau di negara Amerika dan Eropa kepalanya dilobangi karena dianggap bahwa itulah penyebabnya dan cara menanganinya seperti itu. Jadi kasihan sekali.
GS : Mungkin ada ayat yang ingin Pak Paul bacakan ?
PG : Kita semua menginginkan kehidupan yang lurus, yang baik dan tidak macam-macam tapi kadang-kadang kita dikagetkan dengan berita yang telah kita bahas yaitu anak kita terkena gangguan skizofrenia, maka tidak bisa tidak, kita akan takut dan inilah waktunya kita datang kepada Tuhan dan ingatlah firman Tuhan yang tercatat di 1 Petrus 5:7, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu". Jadi kita juga meyakini anak kita pun dipelihara oleh Tuhan dan Tuhan tidak meninggalkannya, jadi kita tetap berserah kepada Tuhan untuk menolong kita.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Anak Terkena Skizofrenia" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.