Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Lima Faktor Kepribadian Sehat". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, banyak orang menaruh perhatian besar terhadap kesehatan tubuhnya, tetapi tentang kepribadiannya sendiri sebenarnya juga dibutuhkan sehat supaya menjadi orang yang utuh, begitu ya, Pak Paul. Apakah ada cara bagaimana kita bisa mengetahui kepribadian saya ini sehat atau tidak, begitu Pak Paul. Kalau kita sedang sakit jasmani terasa, sedang flu atau apa, kalau kepribadian ini bagaimana mengukurnya, Pak Paul ?
PG : Nah untungnya ada, Pak Gunawan, sebagaimana kesehatan fisik atau jasmani itu dapat ditentukan berdasarkan tolok ukur tertentu, misalkan suhu badan sampai titik berapa itu sehat, terlalu paas atau terlalu dingin berapa, itu tidak sehat.
Nah kesehatan jiwa juga masih bisa diukur meskipun standardnya itu lebih relatif tidak selugas seperti ilmu medis. Ada beberapa hal yang bisa dilihat, dijadikan tolok ukur. Dalam sejarahnya, kepribadian manusia itu diteliti dan diteliti terus oleh para ahli jiwa, misalkan dulu sekali dikatakan ada tiga point besar, ada tiga tolok ukur besar terus belakangan berkembang menjadi 16 tolok ukurnya. Itu menjadi sifat atau karakter yang dilihat dalam sebuah kepribadian. Yang saya akan ungkap pada saat ini adalah lima yang mencakup hampir semua ciri-ciri kepribadian manusia. Dari lima ini kita bisa menimbang-nimbang berapa sehat atau tidak sehatnya kita. Yang pertama adalah yang disebut neurotisme dari kata neurotis, ini sebetulnya kata yang berarti kesanggupan orang untuk menanggung tekanan hidup. Artinya berapa rentannya dia terhadap stres, misalkan orang yang neurotisismenya tinggi adalah orang yang memiliki tuntutan yang tidak terlalu realistik sehingga dia rawan terhadap stres bila keinginannya tidak tercapai. Dia juga rentan terhadap depresi dan kemarahan karena yang diinginkannya tidak terjadi. Kerap kali ia dibuat lumpuh oleh masalahnya ini atau ia mungkin saja menyalurkan stresnya itu ke tubuhnya yang membuat dia sering sakit-sakitan. Orang yang sehat adalah orang yang mampu menahan stres tanpa harus dikuasai oleh kecemasan yang berlebihan. Jadi memang istilah neurotisisme mengacu kepada semua ini ciri-cirinya. Semakin tinggi neurotisismenya berarti semakin rentan dia terhadap stres, semakin mudah kacau, semakin mudah tidak bisa terfokus lagi menghadapi masalah, mungkin emosinya turun naik, mudah marah meletup-letup atau ambruk, depresi. Itulah kalau kita mau melihat sehat atau tidaknya orang dari salah satu faktor ini.
WL : Sulit juga ya menentukan seseorang itu sanggup menahan tekanan hidup atau tidak, karena secara umumnya kelihatannya OK waktu dapat masalah tertentu, tapi sebenarnya dia telan, dia tekan di-represi, dan tahunya beberapa tahun kemudian ada masalah tidak sebesar itu tapi benar-benar tiba-tiba seperti memukul dia dan "bleg" tiba-tiba depresi berat. Yang saya tahu dari beberapa masalah orang yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa, banyak di antara mereka yang ini, Pak Paul, hanya karena (bagi saya) masalahnya tidak terlalu besar, jadi misalnya sudah kuliah di Universitas terkenal terus sampai semester ke berapa saya lupa dianggap tidak bisa lanjut, pada saat itu tiba-tiba depresi berat. Secara umum orang akan melihat, masa masalah begitu saja kamu tidak kuat/sanggup. Cukup menarik, Pak Paul.
PG : OK, itu point yang bagus sekali, Bu Wulan, maka yang nanti kita harus lihat adalah sejarahnya, jadi kita harus melihat bukan saja pada kurun itu, tapi kita mau melihat ke belakang, berapa eringnya dia mengidap stres, berapa parahnya juga waktu dia mengidap stres dan apakah masalahnya memang masalah-masalah yang sah, misalkan orang terkena bencana, belum pulih terkena lagi bencana yang besar berkali-kali, seperti jatuh tertimpa tangga, maka kita akan berkata siapa pun dalam kondisi dia akan stres berat.
Kita tidak melabelkan dia mempunyai tingkat neurotisisme yang terlalu tinggi, tidak ! Tapi misalkan kita melihat ya memang masalah-masalahnya relatif kecil-kecil namun berkepanjangan, teman tidak mau diajak pergi, langsung marah tidak mau ketemu orang 2 sampai 3 hari misalnya seperti itu, atau meminta bantuan tapi tidak didapatkan terus dia marah, dia menawarkan bantuan, orang tidak mau menerima bantuannya, dia juga marah, tersinggung. Kalau kita melihat pola seperti itu, maka kita katakan tingkat neurotisismenya tinggi dan ini bukanlah ciri kepribadian yang sehat.
GS : Ada orang yang memang kalau mendapat dukungan dari teman-temannya, dia masih tabah masih bisa menahan, tapi kalau sendirian dia goyah dan dalam hal ini dia harus dinilai ketika dia sendirian, begitu Pak Paul ?
PG : Ketika sendirian, betul sekali. Nah meskipun kita bisa katakan juga, apakah pengaruhnya teman-teman itu besar ? Besar sekali ya, kalau kita mendapatkan banyak dukungan, itu sangat menolongkita, maka ada kalanya masalah ini tidak nampak karena selama ini dukungan sangat kuat, keluarga sangat mengayomi sehingga tidak kelihatan, kemudian lepas dari keluarga tiba-tiba ada masalah kecil muncul langsung ambruk.
Barulah kita tahu bahwa pada dasarnya daya tahan dia lemah, tapi tidak nampak karena selalu ditutupi oleh campur tangan dan pertolongan pihak lain.
GS : Tolok ukur yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah yang disebut ekstraversi, ini dari kata extrovert. Faktor ini merujuk pada keterbukaan orang dengan dirinya termasuk pikiran dan perasaannya. Artinya dia sanggup mengeksprsikan pikiran dan perasaannya dengan tepat dan bebas sehingga pada akhirnya dia mampu membangun relasi yang dalam dengan sesama.
Dia juga memiliki energi yang tinggi, yang dapat membuat dia beraktifitas dan orang ini kalau ekstraversinya tinggi berarti dia mudah bersukacita, periang dan biasanya tampaknya orang ini hangat, menyenangkan tidaklah tertutup. Ini bukan berarti orang yang introvert, kebalikannya dari orang itu tidak sehat. Bukan itu maksudnya. Orang yang introvert pun kalau bisa menjalin hubungan, bisa mengeluarkan perasaannya dengan bebas, pikirannya juga dengan bebas, nah itu lebih membuat dia sehat. Semakin menutup, semakin menyimpan, diasumsikan tidak sehat. Semakin bisa kita mengeluarkannya dengan tepat, bukan dengan semau-maunya dan tepat sasaran juga nah itu akan menolong kita untuk hidup lebih sehat.
WL : Pak Paul tadi menyebutkan salah satu ciri yang extrovert ini mempunyai kemampuan membangun relasi secara mendalam ya Pak Paul, bukannya yang saya tahu mempunyai banyak teman tapi tidak bisa mendalam, begitu Pak Paul ?
PG : OK yang dimaksud di sini jadinya begini, karena dia itu memang mempunyai energi yang tinggi jadi dia banyak bergaul, temannya banyak, banyak aktifitasnya, tapi dia bebas dalam berekspresi erasaan dengan pikirannya juga bebas.
Nah orang-orang yang seperti ini lebih berpeluang menjalin sebuah relasi dan memperdalamnya juga. Memang orang yang introvert bisa menjalin relasi dengan sedikit orang dan mendalam, itu juga baik, namun orang yang extrovert seperti ini pun bisa membangun sebuah relasi yang dalam karena kemampuannya untuk bisa mengeluarkan perasaan dan pikirannya dengan lebih bebas.
GS : Biasanya 'kan itu tergantung dengan siapa dia berhubungan, ya Pak Paul, ada orang kalau dengan keluarganya dia bisa bebas tetapi begitu masuk ke lingkungan yang lain, di tempat kerja misalnya, dia menjadi orang yang tertutup lagi.
PG : Bisa jadi ya orang yang seperti itu mungkin ada masalah dengan kepercayaan diri, dia perlu tahu dulu dia diterima baru dia bisa lebih apa adanya, lebih terbuka. Sampai titik tertentu saya ira itu wajar, Pak Gunawan.
Kita dalam lingkungan yang baru cenderung mau mengetes dulu, apakah orang-orang ini menerima kita atau tidak. Kalau kita tahu kita aman, kita diterima barulah kita lebih ekspresif dengan diri kita. Bukan hanya wajar, tapi saya kira ini baik, berhikmat, jangan sampai masuk ke lingkungan baru langsung kita semau-maunya itu juga menimbulkan kesan yang tidak baik kepada orang.
WL : Pak Paul, dua tanda yang Pak Paul sebut tadi, neurotisme dan ekstrovert, itu bawaan seseorang dari lahir atau bentukan dari lingkungan, keluarga atau bagaimana, karena kalau bawaan dari lahir berarti seperti tidak bisa diapa-apakan, Pak Paul.
PG : Sudah tentu apakah ada pengaruh-pengaruh dari lahir, saya kira ada, tidak semua orang dari lahir lebih extrovert, tidak ya ! Apakah ada orang-orang yang dari lahir sudah membawa kerentaan terhadap stres, ada juga saya yakin, namun saya kira hasil penelitian ini juga mendorong kita untuk mencapai standar ini atau mencapai kehidupan yang seperti ini, meskipun kita mungkin saja dibatasi oleh pengaruh-pengaruh lahiriah tapi tidak ada salahnya kita mencoba misalkan yang lebih introvert, lebih tertutup ya belajarlah lebih terbuka, sebab ternyata memang terbuka itu lebih menyehatkan jiwa daripada tertutup.
Paksa diri untuk lebih terbuka, jadi saya kira ini bisa dipelajari.
GS : Ada faktor yang lain Pak Paul, yang bisa dilihat ?
PG : Faktor yang lain adalah keterbukaan untuk mengalami sesuatu yang baru. Ini ternyata salah satu indikator sehat tidaknya jiwa kita. Orang yang sehat adalah orang yang mempunyai semangat untk hidup dan mempunyai keterbukaan terhadap pengalaman hidup.
Mungkin Pak Gunawan dan Ibu Wulan pernah bertemu dengan Ibu-Ibu atau Bapak-Bapak yang sudah berusia lanjut, 70 tahun lebih tapi semangat sekali, masih mau pergi, travel ke mana, mengunjungi apa, mencari tahu, mau belajar ini itu. Nah kita perhatikan orang yang seperti itu bukan saja jiwanya sehat, cenderungnya tubuhnya pun sehat. Kecenderungannya justru benar-benar berjiwa muda dan enak diajak bergaul. Rupanya ini mempunyai keterbukaan terhadap pengalaman hidup, dia tidak takut pada pengalaman yang baru, justru senang mau berpapasan dengan pengalaman yang baru, bersedia untuk mencoba sesuatu yang baru dan mengijinkan diri untuk menghayati pengalaman hidup sepenuhnya. Artinya dia terbuka terhadap reaksi perasaannya, meskipun dia harus sedih dia tidak takut dengan kesedihan, meskipun dia harus marah dia tidak takut dengan rasa marah itu, meskipun dia harus kecewa dia tidak takut dengan rasa kecewa itu, dia mengijinkan dirinya mengeluarkan reaksi-reaksi itu dengan bebas. Orang-orang ini juga cenderung imajinatif, kreatif, bisa membayangkan dan sebagainya. Ternyata ini suatu indikator atau ciri yang sehat dan kalau kita bisa memupuk diri kita lebih seperti ini saya kira akan sangat menolong kita pula.
WL : Pak Paul, dari penjelasan Pak Paul seolah-olah orang yang termasuk ciri ini cukup "kebal" terhadap pengalaman apa pun. Kalau pernah mengalami pengalaman yang buruk pun, pada masa yang akan datang dia tetap berani mengalami pengalaman yang baru lagi, tidak ada pengalaman apa pun yang membuatnya stop dibandingkan dengan misalnya orang yang takut beresiko, orang yang cukup kaku, apakah seperti itu Pak Paul ?
PG : Betul sekali Ibu Wulan. Memang orang yang banyak takutnya, lumpuh dan akhirnya hidupnya makin hari makin sempit, pikirannya makin sempit bukan saja pergaulannya makin sempit tapi pikiranny pun makin menyempit, sebaliknya orang yang seperti ini yang lebih berani untuk keluar untuk mencoba, bergaul dengan teman baru dan sebagainya, akhirnya jiwanya juga lebih lapang dan ini rupanya berpengaruh terhadap kesehatan jiwa kita.
GS : Di dalam hal ini Pak Paul, kelihatannya kalau dia sudah agak lanjut usia, apakah bisa kelihatan sejak dia masih muda ?
PG : Biasanya ya, biasanya mereka memang sudah begitu pada usia yang lebih muda, jadi tidak pada usia tua tiba-tiba dia berubah. Kebanyakan memang dari dulunya mempunyai semangat hidup yang tingi, nah ini ternyata sesuatu yang sangat baik sekali kalau bisa kita miliki, sebab saya juga pernah bertemu dengan orang yang baru berusia tiga puluhan, selalu menyebut dirinya sudah tua.
Waktu saya masih lebih muda dari dia, saya masih usia dua puluhan, dia usia tiga puluhan selalu menyebut dirinya, "Saya sudah tua, yang muda-mudalah". Jadi kapan dia pernah muda, kalau saya pikir-pikir sekarang ! Sebab tiga puluhan pun sudah tua, jadi memang semangat hidup, mau mencoba menghayati yang baru, itu ternyata hal yang positif sekali.
WL : Pak Paul, 'kan banyak kasus di gereja, orang-orang yang kecewa terhadap gereja, entah terhadap hamba Tuhan, entah sistimnya, entah apa pun pokoknya kecewa lalu telah bertahun-tahun tidak mau ke gereja lagi. Apakah itu termasuk kategori seperti ini, tapi kalau ya apakah dengan mudahnya kita mengatakan "Wah berarti Oom ini atau Tante ini atau siapa, jiwanya sempit".
PG : Ya memang ada benarnya juga sempit karena dikecewakan oleh satu orang atau satu kelompok tidak mau ke gereja seumur hidup, apalagi harus saya katakan kalau bukan sempit, jadi orang yang lbih terbuka akan berkata, "Ya ini manusia memang bisa bersalah bisa berdosa, saya datang ke rumah Tuhan untuk menyembah Tuhan bukan menyembah manusianya, ya sudah biarkan saja atau saya pindah ke gereja lain sebab Tuhan pun ada di sana, kenapa saya harus hanya ke gereja saya ini."
Tidak apa-apa, ya saya kira itu lebih sehat.
GS : Jadi lebih terbuka pikirannya, ya Pak Paul (PG : Betul ). Itu biasanya diperoleh karena pergaulannya yang luas atau dia senang membaca dan sebagainya.
PG : Ya itu berpengaruh sekali, Pak Gunawan. Jadi orang yang memang tidak suka bergaul, sendiri saja, otomatis saya kira terpengaruh sehingga tidak begitu berani untuk menerjunkan diri pada kanah kehidupan yang berbeda dari kehidupannya.
GS : Mungkin Pak Paul mau sampaikan faktor yang lain atau indikator yang lain ?
PG : Yang lain adalah ini, dalam bahasa Inggris disebut "agreeableness" artinya dapat setuju, lembut hati, bisa menolong orang, mudah percaya, ringan tangan, pemaaf, murah hati. Inilah ciri-cir yang disebut juga sebagai ciri yang positif, ternyata kalau jiwa kita seperti ini cenderung lebih sehat.
Lawan dari karakteristik yang baru saya sebut adalah yang disebut antagonistik, yaitu sinis, kasar, penuh curiga, sukar kerja sama, mudah marah dan bahkan manipulatif. Nah itu lawannya, antagonistik, tapi yang baik adalah yang "agreeable", yang lembut hati, yang pemurah, yang ceria, yang ramah, yang mau bergaul, yang mau menolong, yang berhati besar. Ternyata orang yang mempunyai ciri seperti ini jiwanya cenderung lebih sehat.
WL : Pak Paul, apakah orang seperti ini tetap punya ketegasan pada saat dia harus berkata "Tidak" atau oleh karena "agreeable" pada setiap kasus dia setuju saja, begitu Pak Paul.
PG : Saya kira ini satu point yang bagus, otomatis ini memang tanda awas bagi orang-orang yang kuat di sini karena mudah sekali dia terperosok pada ekstrim yang satunya, tidak mempunyai kendaliatas hidupnya, orang lain yang mengendalikan hidupnya sehingga akhirnya dia dikuasai oleh permintaan dan tuntutan orang lain.
Dia mesti jaga di sini, betul itu point yang baik sekali.
GS : Di dalam hal orang yang mudah memaafkan memang kadang-kadang dianggap orang yang lemah, yang selalu dikalahkan, Pak Paul, atau orang yang cari muka, ini menjadi masalah tersendiri buat dia. Jadi bukan yang positifnya, tapi dianggap orang yang mencari muka, mencari teman hanya untuk supaya dia diterima atau apa itu.
PG : Makanya karakter ini nanti diimbangi dengan karakter yang berikutnya, Pak Gunawan. Karena kalau hanya ini, betul, orang ini bisa-bisa justru akhirnya tertekan hidupnya, karena ditolak olehlingkungan, dianggap dia memang mencari muka, tidak mempunyai pendirian, hanya mencari kesempatan.
Justru nanti karakter yang berikutnya menegaskan bahwa orang yang sehat meskipun dia pemurah, bisa kerja sama, lembut dan sebagainya tapi dia bisa tegas juga, tidak sampai hidupnya dikuasai oleh orang di luar dirinya.
GS : Apa itu Pak Paul, yang kelima ?
PG : Yang kelima adalah yang disebut "conscientiousness", jadi sebetulnya mengacu kepada hidup yang penuh tanggungjawab, mempunyai target, mempunyai disiplin, mempunyai pendirian, tahu tujuan hdupnya.
Ini justru faktor penyeimbang yang tadi itu. Kalau hanya "agreeable" mudah ikut, murah hati, tidak mempunyai yang berikutnya ini, dia seperti perahu yang diombang-ambingkan oleh angin. Justru yang terakhir adalah hidup dengan bertanggungjawab, mempunyai target, mempunyai tujuan, memiliki komitmen pada kewajibannya, sanggup untuk memenuhinya dan orang ini tidak mudah menyerah. Dia tahu apa yang harus dia lakukan meskipun ada tantangan, dia akan terus bisa menerobos sampai dia mendapatkan yang harus dia dapatkan itu. Ini justru juga adalah faktor yang positif.
WL : Pak Paul, kalau dari istilahnya seperti agak mirip dengan "conscience"(= hati nurani), apakah ada hubungannya, Pak Paul ?
PG : Memang istilahnya dari kata "conscience" sebetulnya. Jadi "conscientious" adalah orang yang mempunyai hati nurani sebetulnya. Orang yang mempunyai nurani, jadi memang tidak terlalu dibahasdari segi moral di sini, bukan tapi lebih ditekankan pada orang yang memang bisa hidup dengan baik, mempunyai tanggungjawab, mempunyai target dan dia bisa penuhi.
Tidak mudah putus asa memang lebih ke arah itu, Ibu Wulan.
GS : Nah faktor-faktor tadi saling berkaitan tentunya. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari satu atau dua faktor saja.
PG : Betul sekali, jadi kalau hanya satu faktor saja yang kuat, yang lainnya lemah, ya kita tidak bisa mengatakan dia sehat, sebab tadi kita sudah singgung contoh yang klasik, lembut hati, pemuah, pemaaf tapi tidak mempunyai target nah itu tidak bisa kita katakan dia sehat.
Atau dia orang yang pemurah tapi sedikit-sedikit stres, sedikit-sedikit stres, ya kita tidak katakan dia sehat juga. Jadi memang harus lima-limanya ini berkembang, semuanya dengan merata dan itulah yang kita katakan orang yang sehat.
GS : Seperti layaknya tubuh jasmani kita, Pak Paul, kesehatan itu harus dipelihara dan bisa dilatih supaya tahan terhadap serangan-serangan penyakit dan sebagainya. Nah ini kepribadian sehat apakah bisa dilatih dan bisa dipelihara, Pak Paul ?
PG : Saya percaya demikian, Pak Gunawan. Jadi apakah gunanya penelitian seperti ini ? Gunanya adalah agar kita berusaha mencapainya. Kita mudah stres, sedikit-sedikit stres, melempar tanggungjaab kepada orang.
Nah kita belajar, paksa diri kita, tidak saya mau atasi, saya tidak mau lempar tanggungjawab kepada orang lain, sayalah yang harus bertanggungjawab. Kita paksa diri kita untuk hidup seperti itu. Kita tidak biasa untuk membagi perasaan kita, kita simpan semuanya, tutup semuanya. Tidak, kita paksa diri kita untuk lebih berani, untuk berbicara dengan orang, mengeluarkan pikiran kita dan perasaan kita, atau kita takut-takut dengan pengalaman hidup yang baru. Kita katakan tidak apa-apa, silakan coba nanti pengalaman itu akan memperkaya kita, kita harus paksa diri kita. Yang berikutnya adalah misalkan kita orang yang pelit, tidak mau membantu orang, hati kita sempit. Kita paksa diri kita untuk lebih murah hati, membagi, menolong orang, jangan hanya pikirkan diri sendiri. Yang terakhir misalkan kita ikut orang saja, orang yang tolong kita, oh tidak kita yang mau tetapkan target sekarang, kita mau mencapai target itu, jadi hidup tidak hanya mengalir saja. Tidak, sekali-sekali tetapkan target dan saya kira ini bisa dilatih, bisa dikondisikan pada kita. Rupanya kalau kita berhasil ini akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa.
WL : Sekarang ini sedang hangat-hangatnya, seluruh bangsa Indonesia mempersiapkan diri untuk pesta demokrasi, Pemilu, Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden, betapa idealnya kalau pemimpin-pemimpin bangsa kita tidak cuma Presiden, Wapres dan seluruh staf jajarannya bisa punya kriteria seperti ini, ya Pak Paul. Sepengetahuan saya dibahas melulu adalah kesehatan secara fisik, sedangkan kriteria-kriteria seperti ini tidak pernah disinggung, begitu Pak Paul.
PG : Sudah tentu indah sekali bukan saja negara tetapi dalam setiap bentuk organisasi, kalau memang ada orang-orang yang sehat itu akan berpengaruh besar, sebab kesehatan jiwa benar-benar hartakarun yang tak ternilai dan orang yang sehat menyehatkan lingkungan (WL : Betul), sebaliknya orang yang tidak sehat mengotori lingkungan juga.
Orang yang dekat dengan orang yang sehat, akhirnya terbawa lebih sehat. Kebalikannya juga orang kalau bergaul dengan orang yang tidak sehat, lama-lama terbawa ikut sakit, seperti itu.
GS : Pak Paul dalam hal ini apakah Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Saya akan bacakan dari 1Korintus 13:13, "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih". Nah ini Firma Tuhan indah sekali, Pak Gunawan.
Meskipun kita tidak usah belajar psikologi, melihat ini saja sebetulnya kalau bisa kita terapkan, kita akan sangat sehat, yaitu ternyata kalau kita beriman, benar-benar hidup beriman, berserah pada Tuhan, kita tidak akan takut sebetulnya. Jadi kecemasan atau tekanan itu tidak lagi mengganggu, karena kita tahu Tuhan yang menguasai segalanya. Terus kalau kita berpengharapan kita tahu selalu ada pengharapan karena Tuhan tidak pernah kehabisan akal, kuasaNya tak terbatas jadi pasti ada pengharapan, nah ini memberi kita semangat untuk hidup terus dan terakhir kasih. Kalau kita memiliki kasih kepada Tuhan dan sesama kita, kita lebih rela menolong, kita lebih rela terbuka dengan orang, lebih rela percaya pada orang. Bukankah ini juga akan sangat memperkaya kesehatan jiwa kita. Jadi benar-benar, iman, pengharapan dan kasih namun yang paling besar di antaranya ialah kasih. Ini Firman Tuhan bukan saja untuk kehidupan rohani tapi juga untuk kehidupan jiwani sangat berkhasiat.
GS : Dan ini harus dimulai dari diri kita sendiri saya percaya, Pak Paul ya ? (PG : Betul) Sebelum kita mengharapkan orang lain sehat, seperti tadi Pak Paul katakan, kesehatan kepribadian kita akan menular kepada orang lain dan menjadikan lingkungan ini lebih baik.
GS : Terima kasih banyak Pak Paul, juga Ibu Wulan untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Lima Faktor Kepribadian Sehat". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
ari_thok
Kam, 22/01/2009 - 2:23pm
Link permanen
Diperdengarkan Di Kantor
TELAGA
Jum, 23/01/2009 - 9:55am
Link permanen
Sdr. Ari, Syukurlah apabila
Anonymous (tidak terverifikasi)
Kam, 22/01/2009 - 2:34pm
Link permanen
nia
TELAGA
Jum, 23/01/2009 - 9:57am
Link permanen
Nia, Syukurlah apabila Nia
Anonymous (tidak terverifikasi)
Kam, 22/01/2009 - 3:37pm
Link permanen
terima kasih
TELAGA
Jum, 23/01/2009 - 9:59am
Link permanen
Tatik, Kami turut bergembira
eviriyanti
Kam, 22/01/2009 - 3:45pm
Link permanen
Jadi semangat dan ingin lebih sehat! :)
TELAGA
Jum, 23/01/2009 - 10:02am
Link permanen
Evi, Memang sehat secara
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 09/02/2009 - 2:19pm
Link permanen
pribadi sehat
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 09/02/2009 - 2:25pm
Link permanen
Thanks
Anonymous (tidak terverifikasi)
Jum, 08/05/2009 - 4:57pm
Link permanen
semangat tuk punya pribadi yang sehat