Di tengah keluarga pria paro baya juga berada di persimpangan jalan dalam hubungan dengan anak dan istrinya. Hal ini bisa jadi hubungannya bisa dekat tapi bisa bertambah renggang.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso kali ini bersama Ibu Melany sekretaris dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang pengaruh atau masalah-masalah yang dihadapi oleh pria paro-baya khususnya dalam hubungannya di dalam keluarga. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya teringat akan suatu buku yang sangat populer yang berjudul Krisis Pria Setengah Baya. Buku ini ditulis oleh Pdt. Jim Conway, dan akhirnya beliau serta istrinya yaitu Sally Conway yangsekarang sudah almarhumah, banyak sekali membawa berkat bagi para pria dan wanita paro-baya.
Dalam buku itu Pdt. Jim Conway menuliskan pengalaman pribadinya memasuki usia paro-baya, di mana beliau akhirnya mengalami pergolakan hidup yang cukup berat. Salah satunya adalah yang saya ingat beliau ingin meninggalkan tugas kependetaannya, jadi itu adalah salah satu reaksi yang sangat-sangat ekstrim. Jadi kita bisa melihat bahwa adakalanya pergumulan pria paro-baya merupakan suatu pergumulan internal yang berat, yang tidak mudah untuk diatasi. Nah, sudah tentu pergumulan pribadi seseorang membawa dampak dalam relasinya dengan keluarganya itu. Contoh yang paling gampang, pada kali terakhir kita membicarakan tentang karier pria paro-baya, bahwa para pria paro-baya ini mempunyai kecenderungan untuk memilih jalur karier yang berbeda dengan yang telah digelutinya selama ini. Kenapa itu terjadi, karena dalam dirinya ada keinginan tersembunyi untuk melakukan sesuatu yang sejak muda diimpikannya tetapi tak pernah terwujud, akhirnya dia ingin melakukan pada usia paro-baya. Mungkin saat itu dia menilai bahwa keuangan saya sekarang sudah lumayan cukup, sehingga saya bisa pindah karier, misalnya memulai usaha sendiri tidak mau bekerja pada orang lain. Sudah tentu aspek ini saja bisa menimbulkan gejolak dalam keluarganya, saya bisa bayangkan reaksi si istri yang mendengar pernyataan atau isi hati si suami yang mau keluar dari pekerjaannya. Sedangkan mungkin saja si suami itu telah meniti kariernya selama 25 tahun dan kepindahannya ke karier yang baru sama sekali tidak menjanjikan apa-apa, nah hal ini sudah tentu bisa menimbulkan gejolak dalam hubungan rumah tangganya Pak Gunawan.PG : Bisa, salah satunya adalah karena pada usia paro-baya ini pria tidak lagi sekuat dulu dam memang terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam kariernya yaitu pada masa yang lebih muda penekaan adalah pada kelelahan energi.
Namun pada usia paro-baya kebanyakan pria yang sudah meniti jenjang yang lebih tinggi dalam kariernya, harus menguras banyak energi mental. Secara fisik pria paro-baya tidak merasa sekuat usia-usia sebelumnya dan secara mental biasanya pikiran mereka lebih terkuras, sebab kalau karier mereka menanjak dengan normal dan baik, pada usia paro-bayalah mereka menjadi pimpinan. Dan pimpinan berarti mempunyai tanggung jawab yang makin besar pada pundak mereka, akibatnya kalau tidak hati-hati mereka ini akan memberikan sedikit sekali waktu untuk keluarga mereka, sebab tanggung jawab yang begitu besar sudah menyerap begitu banyak energi, mental dari diri mereka, sehingga tatkala mereka pulang tidak ada lagi atau sedikit sekali yang mereka bisa berikan. Maka pada usia paro-baya ini pria berada di persimpangan jalan pula dalam hubungannya dengan anak-anak atau istrinya, dalam pengertian hubungan mereka bisa bertambah dekat tapi bisa bertambah renggang, karena apa? Anak-anak sudah mulai mandiri dan mereka pun makin bertambah sibuk di luar, energi mental mereka makin tersedot juga di luar akhirnya yang di dalam itu tidak kebagian, akhirnya hubungan mereka mudah sekali retak.PG : Saya teringat akan satu ayat yang diambil dari kitab
PG : Betul, ini memang membuat masalah lebih rumit Pak Gunawan, sebab pada usia sekitar 45-55 (bukan berarti 10 tahun wanita mengalami ini) tapi di antara usia sekitar 45-55, wanita itu mulaila memasuki masa menopause.
Nah pada masa ini seringkali terjadi gangguan-gangguan yang bersifat hormonal namun pada akhirnya mempengaruhi banyak hal, baik misalnya segi emosi, mudah tersinggung, mudah marah, emosi mudah naik turun atau secara fisik juga yaitu merasa panas, dia tidak nyaman dan juga secara seksual. Nah adakalanya yang terjadi pada masa menopause ini ketertarikan pada hal-hal seksual menurun bukannya sama atau menanjak malah menurun, karena sudah banyak gangguan-gangguan internal dan fisik yang dialami oleh si wanita. Sehingga gairah seksual itu benar-benar merosot jauh, nah akhirnya wanita memang bisa saja tidak terlalu mau untuk berhubungan, tidak terlalu mau untuk disentuh oleh suaminya dan sebagainya. Maka memang sungguh-sungguh usia paro-baya usia yang rawan Pak Gun, di sini kita bisa melihat kerawanannya, di mana si suami tiba-tiba kepercayaan dirinya mulai berkembang, makin mantap, di tempat kerja mendapatkan kehormatan. Dulu dia adalah bawahan meminta petunjuk dari atasan sekarang dialah yang atasan dan dimintai petunjuk oleh bawahan, dia dilihat sebagai sosok pemimpin, mempunyai wibawa, ketertarikan tertentu juga. Nah mudah sekali akhirnya memang terkecoh oleh lawan jenis yang lebih muda darinya, sedangkan di rumah istri kurang begitu berminat dengan hal-hal yang bersifat seksual, dengan hal-hal yang bersifat fisik dan sebagainya. Jadi seolah-olah pada titik paro-baya ini pria itu bertumbuh ke kanan, wanita bertumbuh ke kiri Pak Gun dan Ibu Melany di manakah mereka bertemunya begitu.PG : Betul, saya ini menggambarkan pertumbuhan pria dan wanita seperti huruf Y di mana ada satu tiang kemudian bercabang dua, satu ke kiri satu ke kanan. Seolah-olah begini pria dan wanita sampi usia sebelum memasuki usia dewasa dapat dikatakan bertumbuhnya sejajar, hanya masalah lebih cepat yang mana.
Secara emosional, biasanya wanita yang lebih cepat tapi bertumbuhnya sejajar, satu tiang. Memasuki titik usia dewasa yaitu usia dewasa sekitar usia hampir 30 tahun di mana anak sudah mulai ada dan sebagainya, pria dan wanita mulai bercabang, bertumbuhnya melalui cabang yang justru berlawanan arah. Karena yang di rumah yaitu istri itu mulai memusatkan perhatiannya pada anak, pada hal-hal yang bersifat domestik, suami lebih memusatkan perhatian pada hal-hal yang di luar dan di tempat kerja, pergaulan pun makin berubah yang satu makin bergaul dengan kaum profesional, yang satu makin bergaul dengan orang-orang yang berkecimpung dalam rumah tangga, jadi tiba-tiba pertumbuhan mereka itu terpecah, bercabang. Nah, kemudian memasuki usia paro-baya bercabang lagi terus bercabangnya ini berkembang/bertumbuh. Si suami makin mantap makin menawan dan sebagainya, si istri pada masa menopause menjauhi diri dari hal-hal yang bersifat seksual, cabang itu seolah-olah makin jauh dan akan ditambah lagi pada masa tua. Pada masa tua, pada usia sekitar misalnya 65 ke atas 70 tahun dan sebagainya, pada umumnya pria mulai mengurung diri ke dalam, masuk ke rumah dan sebagainya malas pergi ke luar, malas pergi jalan-jalan ke mana-mana. Tiba-tiba wanita mulai repot, makanya kita melihat di gereja komisi wanita hidup, tegar bertumbuh terus, komisi pria tidak ada. Nah, seolah-olah yang wanita ini pada usia tua senang pergi ke luar besuk, piknik dan sebagainya pria tidak mau, umur 70 tahun maunya di depan televisi, membaca koran jadi itulah yang saya maksud dengan tiang kemudian bercabang seperti huruf Y itu.PG : Betul sekali Pak Gunawan.
PG : Anak-anak pada saat ini biasanya mempunyai sikap, karena sekarang kami sudah lepas dari orang tua maka urusan orang tua adalah urusan mereka. Pada masa sebelumnya jikalau ada ketidakcocoka antara orang tua, anak masih ikut campur, masih ingin mendamaikan/menengahi dan sebagainya.
Tapi pada umumnya tatkala anak-anak sudah mulai sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing mereka juga akhirnya lebih melepaskan tekanan untuk ikut campur di dalam urusan orang tua mereka. Jadi mereka biasanya berperan sebagai pendengar, mama cerita didengarkan, papa cerita didengarkan ya sudah. Tapi akhirnya mereka berkata ya sudah terserah orang tua. Nah, makanya kalau hubungan orang tua tidak harmonis pada usia paro-baya ini memang akan terjadi suasana yang tidak enak di rumah. Karena apa, tidak ada lagi anak mereka tidak lagi bisa mengalihkan perhatian pada anak, akhirnya mereka harus berhadapan dengan diri mereka masing-masing, hal-hal yang mereka tidak sukai sekarang di depan mata mereka dan tidak ada tempat untuk mengalihkannya, kecuali kerja atau kegiatan di luar. Maka kita bisa menyadari dan melihat bahwa akhirnya ada para suami dan istri paro-baya yang tinggal serumah tapi sepertinya rumah itu hotel. Dari pagi sampai malam atau sore si suami pergi ke mana, si istri juga pergi ke mana, malam pulang dua-dua sudah cape tinggal makan malam dan tidur.PG : Kadang kalanya itu betul sekali, saya memang akui itu sering terjadi.
PG : Akhirnya memang seorang pria tidak bisa tidak dan wanita juga sama harus mengembalikan perspektif hidup itu kepada perspektif rohani, perspektif Tuhan, untuk apa dia hidup, maka seorang pra paro-baya yang hidup dalam Tuhan sungguh-sungguh mengerti makna hidup, dan kenapa dia hidup, sebetulnya tidak akan terlalu banyak tergoncang.
Tadi saya sebutkan pengakuan Pdt. Jim Conway, memang dia mengalami goncangan tapi itu tidak membuat keluarganya mengalami apa-apa, dia hanya membagikan pengalamannya yang memang dia alami, tapi itu akhirnya tantangan yang dia bisa kalahkan.PG : Betul, saya teringat percakapan saya dengan seorang pendeta Pak Gunawan, pendeta ini lebih senior dari saya dan dia membagikan tentang pergumulannya, dia pun sudah berusia di atas 50 tahun Nah, beliau berkata: "Saya ini makin hari makin menyadari bahwa sebetulnya saya hanya bisa menyelesaikan sedikit saja dalam hidup ini, tidak terlalu banyak hal yang saya bisa kerjakan."
Nah, ini saya kira adalah suatu kematangan, jadi orang yang sungguh-sungguh dalam Tuhan akan memperoleh perspektif hidup yang seperti ini. Pada masa muda meggebu-gebu melihat hidup itu penuh dengan proyek, banyak hal yang harus dikerjakan baik untuk keluarga, untuk pribadi dan untuk Tuhan. Namun memasuki usia paro-baya dengan kesadaran tubuh tidak terlalu sehat, usia di depan tidak terlalu panjang lagi, mereka bukannya putus asa atau depresi tapi mereka justru lebih terfokus, menyadari, ya memang hal B, hal C yang D bukanlah tugas saya, bukanlah bagian saya, bukanlah porsi saya. rupanya porsi saya dari Tuhan adalah mengerjakan yang E ini, ya sudah saya akan fokuskan mengerjakan yang E ini saja, nah itulah orang yang memang matang Pak Gunawan.PG : Kalau sampai berpikir mereka adalah teman itu masih baik sebetulnya Ibu Melany, sebab kalau tidak dijaga baik-baik justru bukan teman lagi, ya mereka serumah, ya mereka sekamar, tapi sebetlnya perasaan tidak sukanya kuat, kalau hubungan mereka itu tidak harmonis.
Kalau hubungan mereka harmonis sebetulnya justru usia paro-baya itu membuat mereka tambah mencintai satu sama lain, sebab pada usia itulah tiba-tiba seperti tadi saya sebut mereka menyadari keterbatasan mereka. Tubuh mereka makin melemah, fisik mereka pun tidak sekuat dulu, sakit mulai muncul, akhirnya yang muncul di dalam hati terhadap pasangannya adalah belas kasihan dan ketergantungan kepada pasangan makin kuat. Jadi kalau hubungannya kuat, sehat, harmonis pada masa sebelumnya, usia paro-baya justru merupakan kesempatan bagi mereka untuk lebih mesra, untuk lebih kuat karena tiba-tiba mereka memasuki dimensi yang baru dalam hidup ini di mana sebelumnya mereka memang bergantung satu sama lain tapi dalam hal-hal yang berbeda dalam hal keuangan misalnya, dalam hal memelihara anak dan sebagainya. Tapi sekarang mereka bergantung untuk hal-hal yang lebih pribadi, bahwa saya sekarang ini butuh seseorang untuk merawat saya karena saya mulai sakit, saya mulai sadar saya terbatas dan sebagainya. Nah, itu sebetulnya merupakan masa yang indah Bu Melany.PG : Kangennya sebetulnya bukan kangen yang terlalu aneh dalam hal ini, dalam kasus yang tadi Ibu sebut itu. Kangen dalam pengertian karena kehilangan seseorang di rumah, tapi belum tentu kange itu kangen menginginkan seseorang yang dicintainya, yang disenanginya lagi, sebab rupanya hubungan mereka tidak begitu baik.
Nah, tadi Ibu berkata hal-hal kecil ribut, saya duga sudah mempunyai problem sejak dulu tapi mungkin karena adanya anak dan sebagainya akhirnya terhindar, nah sekarang anak-anak sudah besar muncul kembali masalah-masalah itu. Nah, masalah kecil menjadi bahan pertengkaran, sebetulnya yang terjadi adalah perspektif mereka, perbedaan mereka belum pernah dengan tuntas disesuaikan/dibereskan sehingga akhirnya pola pandang yang berbeda itu membuat melihat masalah kecil menjadi begitu berbeda.PG : Saya mau mengutip lagi firman Tuhan ini Pak Gunawan dari
GS : Berarti pasangan itu akan bisa melalui masa-masa krisis hanya bersama-sama dengan Tuhan. Jadi terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan demikianlah tadi para pendengar kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan seputar kehidupan keluarga khususnya masalah-masalah krisis setengah baya pengaruhnya di dalam keluarga, di dalam hubungan suami-istri bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Kami mengucapkan banyak terima kasih untuk tanggapan berupa surat-surat yang sudah sampai pada alamat tersebut. Namun saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda kami masih sangat menantikannya. Dan dari studio kami mengucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Adakalanya pergumulan pria paro-baya merupakan suatu pergumulan internal yang berat yang tidak mudah untuk diatasi. Sudah tentu pergumulan pribadi seseorang membawa dampak dalam relasinya dengan keluarga. Di antaranya adalah menimbulkan gejolak dalam keluarganya. Karena misalnya:
Kecenderungan pria paro-baya untuk memilih jalur karier yang berbeda dengan yang telah digelutinya selama ini.
Mempunyai waktu yang sedikit untuk keluarga.
Kalau karier mereka menanjak dengan normal dan baik, pada usia paro-bayalah mereka menjadi pimpinan. Dan pimpinan berarti tanggung jawab juga makin besar pada pundak mereka, akibatnya memang kalau tidak hati-hati mereka ini akan meninggalkan waktu sedikit sekali untuk keluarga.
Pada usia paro-baya inilah pria berada di persimpangan jalan dalam hubungannya dengan anak-anak atau istrinya yaitu dalam pengertian hubungan mereka bisa bertambah dekat tapi bisa bertambah renggang, karena anak-anak pun sudah mulai mandiri dan mereka pun makin bertambah sibuk di luar, energi mental mereka juga makin tersedot di luar akhirnya yang di dalam itu tidak kebagian, dan akibatnya hubungan mereka mudah sekali retak.
Peranan istri untuk bisa menolong adalah :
Keinginan atau kerinduan pria paro-baya adalah untuk tampil prima secara seksual, tetap jantan dan sebagainya. Dalam hal ini istri bisa terus mempercantik diri atau dengan kata lain menjaga kecantikan dirinya. Menjaga penampilan fisik mereka, menjaga tubuhnya dengan lebih baik. Usia paro-baya memang usia yang rawan, di mana suami tiba-tiba kepercayaan dirinya mulai berkembang, makin mantap, di tempat kerja mendapatkan kehormatan, dilihat sebagai sosok pemimpin, mempunyai wibawa. Mudah sekali terkecoh dengan lawan jenis yang lebih muda darinya, sedangkan di rumah istri memasuki masa menopause di mana kurang begitu berminat dengan hal-hal yang bersifat seksual, dengan hal-hal yang bersifat fisik.
Hal yang perlu dilakukan adalah pertama seorang pria dan wanita tidak bisa tidak harus mengembalikan perspektif hidup itu kepada perspektif rohani, perspektif Tuhan, untuk apa dia hidup. Seorang pria paro-baya yang hidup dalam Tuhan, sungguh-sungguh mengerti makna hidup dan kenapa dia hidup sebetulnya tidak akan terlalu banyak tergoncang. Kedua makin menyadari bahwa waktu ini tidak panjang lagi, seperti yang diungkapkan oleh seorang pendeta yang berusia di atas 50 tahun, beliau berkata: "Saya ini makin hari makin menyadari bahwa sebetulnya saya hanya bisa menyelesaikan sedikit saja dalam hidup ini, tidak terlalu banyak hal yang saya bisa kerjakan."
Dalam hidup ini kita akan banyak mengalami perbedaan dan ketidaksesuaian dengan pasangan kita dan sebagainya, karena bentukan pengaruh lingkungan dan sebagainya. Tapi Tuhan meminta satu hal tetaplah hidup benar di hadapan Tuhan, orang yang hidup benar di hadapan Tuhan dan mau taat kepada Tuhan akan menikmati damai sejahtera.
Meskipun misalkan kariernya meninggi tetap rendah hati, meskipun tergoda oleh wanita lain dia tetap setia karena takut akan Tuhan. Demikian juga dengan si istri misalnya memasuki masa menopause tidak mau melayani suami tapi ingat tanggung jawabnya adalah melayani suami, dia layani suaminya dan sebagainya. Nah kalau orang tetap peka terhadap pimpinan Tuhan dia akan hidup benar, kalau dia mau coba hidup benar dia akan memetik buahnya yaitu damai, itulah yang Tuhan janjikan.