Pincang Tapi Berjalan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T457B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Salah satu kenyataan yang dapat kita saksikan di Alkitab adalah Tuhan memakai para hamba-Nya, yang bukan saja penuh dengan kelemahan, tetapi juga lahir dan besar dalam keluarga yang bermasalah. Salah satunya adalah Yakub. Sebagaimana kita ketahui, ia dibesarkan dalam keluarga yang tidak sempurna, di mana relasi ayah dan ibunya tampak terbelah. Yakub pun harus mengalami begitu banyak kesusahan dalam hidup akibat keputusan yang dibuatnya. Kali ini kita akan memetik pelajaran dari penggalan kehidupan Yakub dalam Kejadian 32:22-32. Tuhan memberkatinya dan menetapkannya menjadi Israel, bapak dari kedua belas suku Israel; namun Tuhan pun membuatnya pincang.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu kenyataan yang dapat kita saksikan di Alkitab adalah Tuhan memakai para hamba-Nya, yang bukan saja penuh dengan kelemahan, tetapi juga lahir dan besar dalam keluarga yang bermasalah. Salah satunya adalah Yakub. Sebagaimana kita ketahui, ia dibesarkan dalam keluarga yang tidak sempurna, di mana relasi ayah dan ibunya tampak terbelah. Dan, ia pun harus mengalami begitu banyak kesusahan dalam hidup akibat keputusan yang dibuatnya.

Pada Kejadian 32:22-32 dicatat sebuah penggalan kehidupan Yakub yang menarik untuk disimak. Kisah ini berawal dari keputusan Yakub untuk lari dari mertuanya, Laban. Oleh karena terus dipedaya oleh Laban, Yakub memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Ini bukanlah keputusan yang mudah sebab di kampung halamannya sudah menunggu kakaknya Esau, yang pernah berjanji untuk membunuhnya. Sebagaimana kita ketahui, Esau marah kepadanya karena Yakub mempedaya ayahnya, Ishak, untuk memberikannya berkat anak sulung—berkat yang seharusnya diberikan kepada Esau.

Malam itu di dekat sungai Yabok, sewaktu Yakub sedang seorang diri setelah menyeberangkan anak dan istrinya, muncullah seseorang dan terjadilah pergulatan antara orang itu dan Yakub. Kita hanya dapat menduga bahwa besar kemungkinan Yakub berkelahi dengan orang itu karena ia mengira orang itu berniat berbuat jahat kepadanya. Orang tersebut berhasil memukul sendi paha Yakub membuatnya terpelecok. Kemudian sesuatu terjadi yang membukakan mata Yakub untuk melihat bahwa orang itu bukanlah manusia biasa melainkan malaikat Tuhan. Yakub pun meminta malaikat Tuhan itu memberkatinya. Tuhan memberkatinya dan menetapkannya menjadi Israel, bapak dari kedua belas suku Israel. Namun, Tuhan pun membuatnya pincang. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik:

Pertama, Tuhan tidak memakai orang yang berkarakter sempurna. Ia memakai Yakub, seseorang yang demi ambisi pribadinya rela menghalalkan segala cara, termasuk mempedaya kakak dan ayahnya. Namun bukan itu saja. Tuhan pun memakai orang yang berasal dari latar belakang yang tidak sehat. Ayah dan ibunya tidak memiliki pernikahan yang harmonis. Itu sebab Ribka, sang ibu, rela menyuruh putra kesayangannya Yakub untuk mempedaya Ishak, sang ayah. Singkat kata, ketidak-sempurnaan mewarnai diri dan hidup Yakub tetapi itu tidak menghentikan Tuhan untuk memanggil dan memakainya.

Tidak bisa tidak, pilihan Tuhan atas Yakub menyadarkan kita bahwa acap kali standar kita justru lebih tinggi dan tidak selentur kriteria Tuhan. Sering kali kita menuntut kesempurnaan dari orang sebelum kita bersedia menerimanya menjadi bagian dari hidup dan pelayanan kita.

Kedua, Tuhan bekerja melalui – bukan menghindar dari – ketidaksempurnaan. Sebagaimana dapat kita lihat Tuhan bekerja di dalam setiap ruang hidup Yakub. Ya, ia berbuat salah kepada kakak dan ayahnya dan sebagai akibatnya ia harus melarikan diri ke kampung halaman ibunya. Kemudian ia dipedaya oleh Laban mertuanya sehingga ia terpaksa menikahi Lea, kakak dari Rahel, satu-satunya perempuan yang dikasihinya. Akhirnya, Yakub terpaksa menikahi kedua budak Lea dan Rahel. Namun, sebagaimana kita ketahui dari empat istri Yakub lahirlah kedua belas putra Yakub yang menjadi cikal bakal kedua belas suku Israel.

Di sini kita dapat melihat Tuhan terus bekerja lewat semua kesalahan dan ketidaksempurnaan. Hidup tak lepas dari kesalahan dan ketidaksempurnaan. Adakalanya kita melakukan kesalahan atau mengambil keputusan yang keliru. Namun, Tuhan dapat terus bekerja melalui kesalahan kita. Dengan cara-Nya yang ajaib, Ia malah memakai bagian hidup kita yang jauh dari sempurna untuk menggenapi rencana-Nya. Sudah tentu itu tidak berarti bahwa kita boleh hidup sembarangan sebab kita beranggapan, Tuhan akan sanggup memakai kesalahan kita untuk menggenapi rencana-Nya. Pemikiran seperti ini salah dan tidak boleh direalisasikan. Tuhan penuh anugerah tetapi kita tidak boleh menyia-nyiakannya.

Ketiga, Tuhan tidak segan-segan membuat kita malah lebih lemah agar kita bersandar kepada-Nya. Tuhan sengaja membuat Yakub pincang agar ia tidak lagi bergantung pada kesanggupannya sendiri. Di dalam ketakutannya menghadapi kakaknya Esau, Tuhan membuat Yakub justru lebih lemah. Sekarang ia berada di posisi di mana ia tambah tidak berdaya melawan Esau. Namun oleh karena itu ia bertambah bergantung pada Tuhan.

Di dalam hidup, sewaktu kita tengah merasa lemah ditindih kesukaran hidup, tidak jarang Tuhan justru membuat kita bertambah lemah. Terjadi lagi kesukaran baru dan beban baru, membuat kita bertambah tidak berdaya. Di saat itu kita hanya dapat berjalan ke satu arah—mendekat kepada Tuhan dan sungguh-sungguh bergantung pada kekuatan dan pemeliharaan-Nya.

Keempat, Tuhan tidak ragu membuat kita "cacat" agar kita berubah secara tuntas. Tema dari cara Yakub untuk memperoleh yang diinginkannya adalah ketidakjujuran. Sedangkan tema dari cara Yakub dalam menyelesaikan masalah adalah dengan lari menghindar. Sekarang Yakub tidak lagi dapat menipu dan ia pun tidak lagi dapat lari karena sekarang ia pincang. Inilah kondisi sesungguhnya yang tidak dapat ditutupi.

Kadang Tuhan terpaksa membuat hidup kita pincang, karena Ia ingin mengubah karakter dasar kita. Ya, untuk mengubah karakter dasar diperlukan cara yang jauh lebih dalam dan menyakitkan. Sebab jika tidak, kita tidak akan berubah secara menyeluruh. Firman Tuhan menjelaskan, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Yakub dibuat pincang, namun justru karena pincang, ia malah dapat berjalan—bersama Tuhan. Kadang Tuhan pun harus membuat kita pincang—masalah demi masalah yang mesti dihadapi—namun justru lewat semua ini, kita berjalan di jalan-Nya yang benar.