Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Belajar Rendah Hati". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, kita baca di seluruh bagian Alkitab bahwa Tuhan memerintahkan kita sebagai pengikut-pengikutNya untuk hidup dalam kerendah hatian, sebenarnya rendah hati itu apa ?
PG : Adakalanya kita mengidentikkan rendah hati dengan rendah diri. Ini dua istilah yang memang kedengarannya mirip, namun sebetulnya tidak sama. Rendah diri adalah sebuah sikap atau pandangan erhadap diri yang melihat diri itu kurang, yang melihat diri negatif, buruk, tidak layak.
Jadi benar-benar sebuah sikap yang tidak menghargai diri sama sekali, itu adalah rendah diri. Sedangkan rendah hati adalah sebuah sikap atau karakter yang positif. Jadi orang yang rendah hati bukanlah orang yang tidak bisa melihat kebaikan dan kekuatan pada dirinya, tapi dia menyadari bahwa dia mempunyai kekuatannya namun dia juga bisa melihat dan mengakui kekurangannya dan kelemahannya. Nanti yang kita akan uraikan adalah orang yang rendah hati memunculkan beberapa ciri-ciri yang pada akhirnya adalah tidak lagi meninggikan atau mementingkan dirinya dan ini adalah sebuah konsep yang memang sangat sentral dalam iman kristiani, sebab Tuhan pun berkata kepada kita bahwa kalau kita mau mengikutNya, kita harus memikul salib dan menyangkal diri. Jadi menyangkal diri artinya tidak lagi mengedepankan diri sebagai orang yang harus di utamakan. Untuk mendasari pembahasan ini maka saya akan menggunakan panduan dari Firman Tuhan yang terambil dari Filipi 2 ayat 3, " Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri."
GS : Kalau begitu rendah hati tidak dibawa oleh orang sejak lahir, Pak Paul ?
PG : Tidak. Jadi ini sebuah sikap yang kita harus pelajari dan dalam banyak hal kita harus mengakui rendah hati adalah sebuah sikap yang berlawanan dengan kodrat alamiah kita. Sebab pada akhirna kita akan melihat bahwa sebagai manusia kita tidak terlalu suka untuk mengutamakan yang lain, kita sebagai manusia ingin diutamakan.
Jadi rendah hati adalah sikap yang perlu dipelajari, perlu ditanamkan dalam diri kita dan modelnya adalah Tuhan Yesus sendiri.
GS : Dan sikap rendah hati ini juga sangat dibutuhkan dalam relasi keluarga, Pak Paul ?
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, sebab pada akhirnya tinggi hati atau keangkuhanlah yang memisahkan kita baik dengan Tuhan maupun dengan sesama. Saya sering berkata bahwa satu-satunya dosa yang lngsung memisahkan manusia dengan Tuhan adalah keangkuhan.
Dosa lain yang kita lakukan misalnya kita jatuh ke dalam dosa perzinahan, memang dosa adalah sesuatu yang buruk, tapi dosa perzinahan dengan cepat bisa membuat kita tersadar dan kita cepat bertobat kepada Tuhan. Namun dosa keangkuhan tidak demikian Pak Gunawan, dosa keangkuhan seringkali tidak bisa kita lihat sebagai dosa, namun efeknya adalah justru membuat kita tidak merasa butuh dengan Tuhan. Maka tadi saya katakan itu adalah dosa yang langsung memisahkan kita dari Tuhan karena keangkuhan menempatkan diri sebagai penguasa, tidak ada lagi ruangan bagi Tuhan untuk berkuasa dalam hatinya. Kalau tidak ada lagi ruang bagi Tuhan untuk berkuasa di hatinya maka jangan harap ada ruang bagi orang lain untuk masuk dan diutamakan. Jadi sekali lagi keangkuhan adalah dosa yang sangat serius sekali dan kita bisa simpulkan bahwa kerendahan hati justru adalah sebuah karakter yang indah sekali di mata Tuhan.
GS : Tapi itu membutuhkan pengorbanan dari orang yang hidup didalam kerendahan hatinya ?
PG : Sangat membutuhkan pengorbanan, karena kita sebagai manusia biasa, tidak terbiasa mengedepankan orang lain, kita tidak terbiasa menaruh diri di belakang. Sebetulnya kalau memungkinkan kitaingin mendapatkan yang paling baik, yang terutama.
GS : Karena kita juga sering menjadi korban dari orang-orang yang tidak rendah hati atau orang-orang yang sombong.
PG : Jadi sebetulnya ini Pak Gunawan, salah satu tes atau ukuran untuk mengetahui betapa rendah hatinya kita atau berapa tinggi hatinya kita adalah berapa mampunya kita berada bersama orang yan tinggi hati.
Maksud saya begini, orang yang tinggi hati akan cepat mengedepankan dirinya. Dan pertanyaannya adalah apa reaksi kita kepada orang yang cepat mengedepankan dirinya ? Kalau reaksi kita marah dan kita ingin menjatuhkan orang tersebut, mempermalukannya, merendahkannya supaya dia tidak angkuh lagi, sesungguhnya upaya-upaya itu menunjukkan ketinggian hati kita pula karena orang yang tinggi hati tidak tahan dengan orang yang tinggi hati, karena dia tidak tahan dengan orang yang mengedepankan dirinya sehingga dia yang dibelakangkan. Sebetulnya kita bisa simpulkan bahwa reaksi kita yang terlalu keras dengan orang yang tinggi hati, itu bisa mencerminkan ketinggian hati yang ada pada diri kita sendiri.
GS : Biasanya itu hanya untuk membela diri Pak Paul, supaya kita tidak terlalu direndah-rendahkan di hadapan orang lain.
PG : Ya, memang akhirnya menolak untuk direndahkan. Berdasarkan alasan itu kita misalkan menyerang orang yang tinggi hati, tapi persoalannya adalah sebetulnya kita berkeberatan bersama orang yng tinggi hati, sebab kita akan dikebelakangkan.
Pemberontakan kita terhadap upaya orang membuat kita berdiri di belakang sedikit banyak mencerminkan ketinggian hati itu sendiri.
GS : Karena biasanya orang-orang yang tinggi hati senang dipuji padahal kita juga mengharapkan ada pujian yang diberikan kepada kita.
PG : Betul sekali. Jadi mungkin sekarang kita akan coba lihat dengan lebih seksama ciri-ciri orang yang rendah hati. Sebenarnya sudah berapa bagian yang sudah kita singgung tadi, Pak Gunawan. Utuk melihat apa ciri-ciri orang yang rendah hati dan mudah-mudahan pendengar kita dan kita disini juga termotivasi untuk mengikuti langkah Kristus menjadi rendah hati, yang pertama adalah orang yang tinggi hati akan mencari kepentingannya sendiri sedangkan orang yang rendah hati akan mencari kepentingan orang lain, orang yang tinggi hati akan berpikir seperti ini, "Apa untungnya buat saya ?" Dengan kata lain orang yang tinggi hati sukar melakukan sesuatu murni untuk kepentingan orang, sebaliknya orang yang rendah hati bersedia melakukan sesuatu yang tidak berkaitan atau yang tidak memberi keuntungan bagi dirinya sendiri.
GS : Berarti orang yang tinggi hati sulit untuk tulus kepada orang lain ?
PG : Tulusnya itu biasanya tercampur dengan kepentingan pribadinya, dia tidak bisa benar-benar dengan murni melakukan sesuatu bagi orang lain, bagi kepentingan yang lain dan tidak ada kepentingn sedikit pun baginya, itu sangat sulit sekali.
Jadi dia akan selalu mengukur dengan satu pertanyaan, "Apa untungnya buat saya ?" kalau tidak menguntungkan buat saya, saya tidak mau mengerjakan, untuk apa ! Jadi kadang-kadang kita tidak menyadari bahwa sikap seperti ini adalah tinggi hati, karena ujung-ujungnya adalah kita mencari kepentingan diri sendiri sedangkan rendah hati tidak mencari kepentingan diri sendiri malah mencari kepentingan orang lain. Contohnya adalah Tuhan Yesus Kristus, kedatanganNya ke dunia jelas-jelas untuk kepentingan manusia, bukan untuk kepentingan Tuhan karena dia justru menyerahkan nyawaNya bagi kita untuk menebus dosa-dosa yang telah kita lakukan. Jadi itu adalah sebuah perbuatan yang murni demi orang lain, maka orang yang rendah hati juga melakukan hal yang sama dan inilah ciri orang yang rendah hati.
GS : Tapi seringkali hal itu disalahgunakan oleh orang lain Pak Paul, kalau tahu bahwa ada seseorang yang mau melakukan sesuatu dengan berkorban untuk kepentingan orang lain, maka orang itu akan diperalat.
PG : Makanya Tuhan juga berkata kita harus tulus seperti burung merpati tapi kita juga harus cerdik seperti ular, artinya apa ? Kita juga harus mengerti bahwa manusia di sekeliling kita tidak smuanya baik, ada yang tidak baik dan akan sengaja memperalat kita.
Bolehkah kalau kita menolak untuk diperalat ? Saya kira itu tidak apa-apa. Namun adakalanya demi Kristus kita membiarkan diri kita diperalat, kita tahu orang ini sengaja memperalat kita tapi demi kepentingan yang lebih besar maka tidak apa-apa kita biarkan. Sebagai contoh kita ini dimintai tolong, "Bisa tidak jemput saya dan sebagainya," dan kita merasa, "Kamu ini sebetulnya bisa pergi sendiri dan kenapa minta jemput saya," tapi kita berkata, "Biarlah karena dia melihat kita ini mau menolong, kita ini orangnya baik," dan memang kita bisa menjemput dia, maka tidak apa-apa supaya dia bisa melihat kebaikan kita sebagai anak Tuhan. Kadang-kadang kita juga melakukan hal seperti itu. Namun tadi saya sudah tekankan, tidak ada salahnya kalau kita katakan kepada orang yang mau terus memperalat kita "Maaf saya tidak bersedia," itupun juga tidak apa-apa.
GS : Ciri yang lain apa, Pak Paul, dari orang yang rendah hati itu ?
PG : Saya bandingkan lagi dengan orang yang tinggi hati, supaya dapat melihat cirinya dengan lebih tepat. Orang yang tinggi hati akan mencari puji-pujian orang terhadap dirinya, sedangkan orangyang rendah hati tidak mementingkan hal ini.
Maksud saya seperti ini, sewaktu orang yang tinggi hati melakukan sesuatu dia akan memikirkan efeknya, yakni apakah hasil perbuatannya akan dihargai orang atau tidak. Dengan kata lain, jika orang yang tinggi hati beranggapan bahwa efek karyanya tidak akan mengundang pujian orang, maka dia tidak akan melakukannya. Tidak heran orang yang tinggi hati cepat tersinggung bila orang tidak memberi respons terhadap karyanya sesuai dengan keinginannya. Sebaliknya orang yang rendah hati akan melakukan segala sesuatu sebaik-baiknya, dia akan mengikuti Firman Tuhan yang tertera di Kolose 3:23, "Dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Orang yang rendah hati melihat Tuhan sebagai penonton perbuatannya, dia tidak memusingkan orang, fokus utamanya adalah mempersembahkan hasil karyanya untuk Tuhan. Jadi terpenting baginya adalah membuat Tuhan senang, kalau sampai orang memuji dirinya itu adalah efek sampingan yang tidak dicarinya.
GS : Tapi tidak secara khusus dia melakukan sesuatu demi pujian, Pak Paul ?
PG : Sama sekali tidak, dia akan lakukan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan dan itulah prinsip hidupnya. Kebalikannya orang yang tinggi hati hanya melakukan sesuatu kalau dia tahu tindakannya aau perbuatannya itu akan mengundang pujian orang, dihargai orang.
Kalau orang tidak menghargainya maka dia tidak akan lakukan tapi kalau dia sudah terlanjur melakukan dan orang tidak menghargainya maka dia akan marah, sudah tentu untuk menutupi diri supaya tidak terlihat tinggi hati mungkin saja dia akan menuduh orang yang tidak menghargai, orang yang memang menyia-nyiakan sesuatu yang baik dan sebagainya tapi sebetulnya didalam perkataan-perkataan seperti itu tersembunyi sikap yang angkuh yaitu menganggap diri hebat, apa yang saya lakukan seharusnya mendapatkan penghargaan, kalau tidak dihargai berarti orang itu memang tidak bisa melihat betapa hebatnya saya ini. Inilah yang akhirnya membuat dia cepat tersinggung dan marah kalau orang tidak memberi respons yang dia harapkan yaitu pujian.
GS : Bisa berbentuk seperti yang non material yaitu pujian itu tadi, tapi ada pula yang menuntut dalam bentuk material, Pak Paul ?
PG : Ada juga yang seperti itu dan memang segala sesuatu diukur dari keuntungannya. "Apa untungnya buat saya? Saya dihargai atau tidak sesuai dengan yang saya berikan." Jadi selalu menghitung-htung apakah yang saya berikan mendapatkan balasan atau imbalan yang seharusnya, kalau tidak, dia tidak akan mau mengerjakannya.
Sebaliknya orang yang rendah hati tidak seperti itu Pak Gunawan, dia akan mengerjakan untuk Tuhan, kalau dihargai manusia, dia merasa senang, kalau tidak dihargai manusia pasti rasa sedih itu ada, tapi sekali lagi bagi orang yang rendah hati penonton perbuatannya adalah Tuhan sendiri, yang penting bertanggung jawab kepada Tuhan melakukan sebaik-baiknya.
GS : Ada orang yang bukan menuntut pujian demi dirinya sendiri, tapi dia merasa untuk mengukur kemampuan dia. Jadi kalau orang memuji maka itu seperti "feedback" buat dia.
PG : Kalau dalam kasus seperti itu, itu masih dapat dibenarkan sebab kalau kita mendapatkan tanggapan barulah kita tahu kwalitas karya kita namun yang seharusnya kita cari adalah tanggapan atauevaluasi dan tidak mesti pujian yang kita cari.
Sekali lagi Pak Gunawan, kita tadi sudah singgung bahwa untuk rendah hati itu bukan sesuatu yang alamiah buat diri kita, sebab kalau kita boleh jujur bukankah kita semua mendambakan pujian dari apa yang kita lakukan, kita ingin dihargai orang, kalau tidak dihargai orang kita juga tidak senang. Jadi inilah kodrat manusia kita yang sangat menginginkan pujian orang tapi kita juga harus melawannya, kita harus selalu ingatkan diri kita, "Lakukanlah meskipun tidak ada keuntungannya buat kita, demi Tuhan maka lakukanlah, meskipun tidak mendapat pujian dari orang, itu tidak menjadi masalah jangan pikirkan itu tapi pikirkan Tuhan, Dialah penonton yang memang menyaksikan. Jadi lakukanlah sebaik-baiknya untuk Tuhan.
GS : Padahal sejak kecil kalau kita melakukan suatu prestasi tertentu, orang tua memberikan pujian dengan tujuan memotivasi kita dan ini mungkin membekas dalam pikiran kita, Pak Paul.
PG : Bukan hanya pada orang tua tapi nanti di sekolah pun mereka sebetulnya akan mendapatkan pujian lewat angka, nilai dari guru dan sebagainya. Maka sekali lagi ini adalah sesuatu yang memang ita lawan, Pak Gunawan, sebab secara naluriah, secara alamiah kita itu terdorong untuk terus mencari pujian dan orang yang tidak menjaga dirinya akan tersedot oleh keinginan untuk dipuji dan itu akhirnya yang menjadi motivasi utama perbuatannya, ada pujian kalau tidak mendapatkan penghargaan maka dirinya akan berhenti, kalau dia tahu dia akan mendapatkan pujian barulah dia berjalan dan itulah yang akhirnya menjadi sesuatu yang salah dan justru menumbuhkan keangkuhan.
GS : Ciri yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Ciri yang lain adalah orang yang tinggi hati akan menomor satukan diri sedangkan orang yang rendah hati berupaya menomor duakan dirinya. Orang yang tinggi hati beranggapan dia lebih utama an lebih baik dari orang lain, itu sebabnya orang yang tinggi hati menuntut perlakuan khusus atau istimewa sebab dia beranggapan dia tidak sama dengan orang lain.
Jadi orang yang tinggi hati berharap orang akan membebaskannya dari kewajiban yang biasanya dituntut pada kebanyakan orang oleh karena baginya dia adalah bukan orang biasa. Sebaliknya orang yang rendah hati tidak melihat dirinya sebagai orang yang istimewa dan selayaknya menerima pengakuan khusus, ia akan menempatkan dirinya dengan yang lain bahkan dia akan cepat menghargai sumbangsih orang. Dengan kata lain, orang yang rendah hati cepat menerima keistimewaan orang lain dan lambat menerima keistimewaan dirinya. Sudah tentu orang yang rendah hati itu tidak buta terhadap dirinya, ia tahu siapa dirinya, dia tahu kekuatannya, kelemahannya namun bagi dia tidaklah penting untuk menonjolkan kekuatannya, baginya justru yang penting adalah bagaimana dia dapat menolong orang lain mengembangkan diri sehingga akan lebih banyak orang yang dapat melakukan hal yang baik bagi sesama dan Tuhan.
GS : Seringkali di dalam pertemuan-pertemuan orang merasa dirinya itu yang penting, makanya Tuhan Yesus sendiri mengatakan, "Kalau kamu diundang jangan tergesa-gesa duduk di depan, lebih baik duduk di belakang dan nanti kalau dipersilakan duduk di depan maka lebih baik."
PG : Betul sekali, makanya Tuhan berkata, "Kalau mau menjadi yang terbesar dia harus menjadi yang terkecil, kalau mau menjadi yang terdahulu dia harus menjadi yang terakhir, terbelakang." Maka uhan berkata, "Anak manusia datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani."
Ini bertentangan dengan kodrat alamiah kita, siapa yang mau melayani ? Siapa yang tidak mau dilayani ? Itu memang kodrat manusia kita yaitu mau dilayani, melayani merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kodrat manusiawi kita. Siapa yang mau terbelakang ? Semua inginnya terdepan. Jadi kita selalu mencari yang di depan dan bukan yang di belakang, yang menjadi nomor pertama dan bukan nomor dua. Namun Tuhan justru meminta kita secara terencana, secara rasional, secara sadar menomor duakan diri. Justru Tuhan meminta kita mendorong orang untuk di depan, untuk di nomor satukan. Sekali lagi bukan berarti kita ini minder atau rendah diri, kita tahu kemampuan kita, kita tahu apa yang bisa kita kerjakan tapi kita lebih mau memberi kesempatan kepada yang lain untuk maju dulu. Orang yang rendah hati, wawasan hidupnya luas, Pak Gunawan, dia tidak memikirkan dirinya saja, dia tidak terkurung pada tembok pribadinya, hanya melihat dirinya saja tapi orang yang rendah hati wawasannya luas sehingga dia berpikir, "Dengan dia menomor satukan orang, mendorong orang untuk bisa berkembang dan menolong mereka berkembang bukankah lebih banyak manfaatnya," orang yang lain akhirnya mendapatkan berkat pula dan Tuhan lebih dipermuliakan. Jadi memang wawasannya sangat luas dan orang yang tinggi hati wawasannya sangat sempit sekali, karena memikirkan diri sendiri.
GS : Tapi dengan mendorong orang supaya mereka menjadi yang nomor satu dan kita menjadi yang nomor dua, apakah itu tidak sama dengan mencobai orang supaya orang itu menjadi sombong ?
PG : Tidak! Karena pada akhirnya kalau kita beranggapan setiap orang melakukan hal yang sama yaitu mengalah, membuat yang lain itu akhirnya bisa maju dan mengembangkan dirinya, berarti kita itumenjadi masyarakat atau menjadi orang-orang yang tidak mengedepankan diri, tapi mau mendorong orang lain untuk mengembangkan dirinya.
Sudah tentu orang yang memberikan kesempatan itu lain kali dia juga akan belajar menomor duakan dirinya. Dengan kata lain, begini Pak Gunawan, orang ini adalah orang yang nomor satu tapi dia menjadi nomor dua, kalau orang itu sudah menjadi nomor dua berarti dia tidak bisa lagi memberikan kesempatan kepada orang lain, dia tidak bisa berkata "Kamu nomor satu" sedangkan dirinya sendiri sudah menjadi nomor dua. Jadi ini untuk yang nomor satu, tapi dia berkata, "Tidak apa-apa yang lain saja," tapi sudah tentu kalau karyanya dibutuhkan maka dia akan bersedia melakukannya dia tidak akan menolak, sedangkan kalau dia bisa menolong orang, mengembangkan diri sehingga bisa sejajar dengan dia, dia justru akan senang sekali. Jadi ini adalah konsep bahwa saya jangan sampai sendirian di atas, saya sebisanya mau membawa sebanyak-banyaknya orang untuk naik ke atas dan ini adalah konsep yang dimilikinya.
GS : Pak Paul, apakah bisa orang yang rendah hati menjadi tinggi hati karena kerendahan hatinya, Pak Paul ?
PG : Makanya untuk masalah ini Winston Churchill, seorang mantan perdana menteri Inggris berkata, "Hal tersulit dalam hidup adalah menjadi rendah hati, sebab begitu kita beranggapan kita rendahhati maka kita sudah sombong," ini memang ada benarnya.
Jadi orang yang rendah hati memang seyogianya tidak memikirkan diri, kalau orang yang beranggapan dirinya rendah hati tapi memikirkan dirinya terus sebagai rendah hati berarti dia tidak rendah hati. Sebab sekali lagi orang yang rendah hati tidak memikirkan, tidak mempunyai banyak waktu melihat-lihat dirinya, bercermin-cermin menatapi dirinya. Yang justru dia pusingkan atau fokuskan adalah, "Apa yang dia bisa lakukan untuk Tuhan dan untuk sesama." Jadi memang selalu fokusnya pada mengedepankan orang lain, menganggap orang lain lebih utama dari pada dirinya.
GS : Jadi kita perlu belajar langsung dari Tuhan Yesus sendiri mengenai kerendah hatian ini ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Dan ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Saya akan bacakan dari Filipi 2:8, ini adalah Firman Tuhan yang menceritakan tentang apa yang Kristus telah lakukan, "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan tat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama." Kristus dalam keadaan sebagai manusia merendahkan diriNya dan merendahkan diriNya sampai mati artinya sempurna. Ada orang yang bersedia rendah hati tapi sampai titik tertentu, itu salah ! Tapi sampai akhir hidupnya bahkan sampai mengorbankan nyawanya. Kalau Tuhan sebagai model kita maka seyogianya kita juga menuruti Dia, sebab bukankah kita adalah anak-anak Tuhan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Belajar Rendah Hati". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.