Hikmat Dalam Bersahabat II

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T330B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Bersahabat bukanlah sesuatu yang hanya diberikan kepada orang tertentu; semua diberikan kesempatan untuk bersahabat. Di sini kita bisa melihat Firman Tuhan dan memetik tujuh pelajaran yang dapat kita terapkan dalam membangun persahabatan, dua diantaranya adalah

  1. berhati-hati memilih sahabat,
  2. Oleh karena persahabatan didirikan di atas kesetiaan, maka kita pun harus mengembangkan sikap setia.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri sebuah pemakaman seorang hamba Tuhan. Lebih dari seribu orang yang datang melayat. Bahkan pada masa sakitnya pun, begitu banyak orang yang datang menjenguk sampai-sampai pihak keluarga harus membatasi jumlah pengunjung. Satu hal yang menarik adalah si hamba Tuhan bukanlah gembala sidang dari sebuah gereja yang besar. Dan, sepanjang saya mengenalnya, ia pun bukanlah seorang pengkhotbah dan pengajar bertalenta besar. Ia seorang yang bersahaja namun ia dikasihi oleh begitu banyak orang dan mempunyai begitu banyak sahabat.

Ada orang yang kadang mengeluhkan bahwa tidak ada orang yang bersedia bersahabat dengannya. Pada kenyataannya ada atau tidak adanya sahabat bergantung pada diri sendiri. Bersahabat bukanlah sesuatu yang hanya diberikan kepada orang tertentu; semua diberikan kesempatan untuk bersahabat. Nah, marilah kita melihat Firman Tuhan dan memetik beberapa pelajaran yang dapat kita terapkan dalam membangun persahabatan.

PERTAMA DAN MUNGKIN TERUTAMA ADALAH KITA HARUS BERHATI-HATI MEMILIH SAHABAT. Amsal 12:26. "A righteous man is cautious in friendship but the way of the wicked leads them astray." Tuhan tidak memerintahkan kita untuk bersahabat dengan siapa saja. Justru dari Kitab Amsal kita dapat melihat begitu banyaknya nasihat untuk tidak hidup berdekatan dengan orang yang tidak berhikmat dan berdosa.

Firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (Amsal 1:7) dan di dalam takut akan Tuhan kita menjauh dari dosa. Jadi dari sini kita bisa memetik satu pelajaran yang penting: DI DALAM MENJALIN PERSAHABATAN, KITA MEMUNYAI HAK DAN KEWAJIBAN UNTUK MEMILIH. Kita tidak harus selalu menerima uluran tangan orang untuk bersahabat dengan kita. Paulus dengan tegas mengingatkan bahwa teman yang tidak baik dapat merusak karakter kita yang baik (1 Korintus 15:33). Jadi, berhati-hatilah memilih sahabat.

KEDUA, OLEH KARENA PERSAHABATAN DIDIRIKAN DI ATAS KESETIAAN, MAKA KITA PUN HARUS MENGEMBANGKAN SIFAT SETIA. Amsal 20:6. "Banyak orang menyebut diri baik hati tetapi orang yang setia siapakah menemukannya?" Sebetulnya, ketidaksetiaan merupakan pertanda hadirnya sifat mementingkan diri yang kuat. Orang yang tidak setia mungkin tidak berniat atau berbuat jahat kepada sahabatnya. Namun yang pasti adalah orang yang tidak setia menempatkan kepentingan diri di atas kepentingan orang lain.

Jadi, dari sini kita dapat menyimpulkan jika kita ingin membangun karakter setia, terlebih dahulu kita harus mengikis sifat egois. Selama ego memerintah dengan kuat, semua keputusan diambil berdasarkan satu kriteria saja: "Apakah memberi manfaat buat saya atau tidak?" Selama menguntungkan, kita akan terus berteman. BIla tidak, kita pun dengan cepat meninggalkannya. Jika kita adalah orang yang berego besar, hampir dapat dipastikan pada akhirnya kita tidak mempunyai sahabat.

KETIGA, BANYAK PERSAHABATAN RETAK BUKAN KARENA PERBUATAN JAHAT—SEPERTI FITNAH ATAU DUSTA— MELAINKAN KARENA OMONGAN YANG TIDAK TEPAT. ITU SEBABNYA FIRMAN TUHAN MENGAJARKAN KITA UNTUK BERHATI-HATI DENGAN PERKATAAN. Amsal 17:27. "Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin". Jangan sembarang menegur atau mengeluarkan perkataan yang tidak bijak. Jangan beranggapan bahwa oleh karena ia adalah sahabat maka ia akan mengerti isi hati kita—bahwa kita tidak berniat buruk.

Kalau kita ingin dikelilingi sahabat, jagalah mulut. Jangan bicara sembarangan dan seenaknya kepadanya atau tentang dirinya kepada orang lain.

KEEMPAT, PERSAHABATAN DIDIRIKAN DI ATAS KESEDIAAN UNTUK MENDAHULUKAN KEPENTINGAN SATU SAMA LAIN DAN ITU HANYA DAPAT TERJADI BILA KITA RENDAH HATI. Amsal 18:12. "Tinggi hati mendahului kehancuran tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan". Banyak persahabatan diawali oleh kesiapan untuk mendahulukan satu sama lain. Sayangnya seiring dengan berjalannya waktu masing-masing mulai menaruh kepentingan pribadi di atas kepentingan yang lain. Jika kita ingin melanggengkan persahabatan, kita harus mendahulukan kepentingan sahabat dan menomorduakan kepentingan sendiri. Salah satu alasan mengapa pada akhirnya kita mendahulukan kepentingan sendiri adalah karena kita merasa telah berjasa. Orang yang dicintai sahabat adalah orang yang tidak menghitung pengorbanan dan bersedia untuk memberi lebih besar kepada temannya. Oleh karena ia rendah hati, ia bersedia untuk mengedepankan kepentingan temannya. Oleh karena ia rendah hati, ia tidak melihat diri sepenting itu. Sebaliknya, ia melihat temannya penting dan memerlakukannya sebagai orang yang penting.

KELIMA, UJIAN PERSAHABATAN ADALAH KESUKARAN. Amsal 17:17, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Sewaktu kita berada di dalam kesukaran, secara alamiah kita akan menengok kepada sahabat dan berharap pada pertolongannya. Kita tidak akan menoleh kepada orang yang bukan sahabat dan tidak berharap apa pun darinya. Kepada sahabatlah kita berharap dan inilah menjadi ujian terbesar. Bila kita menolak membantu atau menghindar agar tidak harus memberi bantuan, yakinlah bahwa pada saat itu kita tengah memutuskan tali persahabatan. Jadi, jika mau dikenal sebagai sahabat kita mesti mendampingi teman, baik dalam suka maupun duka. Bila kita mau berteman hanya pada masa senang, itu menandakan bahwa kita bukanlah teman sejati. Singkat kata, sebenarnya kesusahan menjadi penguji persahabatan sebab kesusahan teman menuntut kita untuk membayar harga. Kesediaan kita untuk membayar harga menunjukkan seberapa besar nilai yang kita berikan pada persahabatan itu.

KEENAM, CIRI BERIKUT INI MERUJUK KEPADA ORANG YANG MURAH HATI. Amsal 11:25. "Siapa banyak memberi berkat diberi kelimpahan, siapa memberi minum ia sendiri akan diberi minum". Ciri ini berbeda dari kesediaan memberi pertolongan kepada teman dalam kesusahan. Dengan kata lain, ia siap dan senang memberi. Ia memberi bukan hanya karena diminta bantuannya; ia memberi oleh karena itulah sifat utamanya. Dan, sewaktu memberi, ia pun memberi dengan berkelimpahan. Salah satu sifat yang menjamin kepastian orang akan menjauh adalah sikap kikir. Orang yang kikir mungkin masih bersedia memberi tetapi kalaupun ia memberi itu dikarenakan ia terpaksa memberi. Mungkin ia mendapat tekanan untuk memberi mungkin itulah kewajiban. Atau, mungkin karena ia dimintai bantuannya dan ia sukar menolak. Itu sebabnya ia memberi karena terpaksa.Selain dari itu orang yang kikir memberi ala kadarnya. Ia memberi hanya untuk menunjukkan ia telah memberi, tidak peduli apakah pemberiannya mencukupi kebutuhan atau tidak. Sebaliknya dengan orang yang murah hati—ia memberi bukan karena TERPAKSA namun karena TERGERAK. Ia memberi bukan untuk memenuhi persyaratan atau tuntutan tetapi karena ia bergembira dapat membagi berkat dengan sesama. Itu sebabnya ia memberi dengan berkelimpahan, jauh melebihi jumlah yang diharapkan.Orang yang murah hati akan dikelilingi oleh sahabat. Ia tidak takut kehilangan teman sebab pada kenyataannya temanlah yang takut kehilangan dirinya. Itu sebabnya Firman Tuhan berkata, "siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum."

KETUJUH, SALAH SATU KARAKTERISTIK YANG DICARI ORANG DALAM PERSAHABATAN ADALAH RAJIN. Amsal 10:4,"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." Secara alamiah kita tertarik untuk dekat dengan orang yang rajin dan menjauh dari orang yang malas. Persahabatan dibangun di atas inisiatif kedua belah pihak. Ibarat roda, persahabatan tidak berputar dengan sendirinya; kita mesti memutarnya—bersama-sama. Itu sebabnya kedua belah pihak seyogianyalah rajin-rajin memelihara komunikasi, rajin-rajin memperhatikan keadaan dan kebutuhan satu sama, dan rajin-rajin mencari kesempatan untuk berbagi suka dan duka bersama.

KESIMPULAN

Amsal 11:3 berkata, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." Kata jujur yang digunakan di sini merujuk kepada integritas yang mengandung makna, jujur dan tulus. Orang yang berintegritas bukan saja berarti apa adanya dalam dan luar, tetapi juga berakhlak tinggi. Jika kita ingin dicari orang sebagai seorang sahabat kita pun mesti memiliki karakter integritas ini. Kita mesti memulainya dengan bersikap jujur dan membuang jauh-jauh kepura-puraan. Kata yang digunakan dalam ayat ini, "pengkhianat" sebagai lawan dari kata "jujur" sebenarnya berarti "bermuka dua." Benar sekali firman Tuhan sebab memang bukankah kebohongan dan akhirnya pengkhianatan diawali oleh "bermuka dua"?

Kita tidak bisa menjadi sahabat baik kalau kita bermuka dua. Kita harus bersikap jujur kepadanya sebab kejujuran adalah landasan kepercayaan. Tanpa kejujuran, tidak akan ada kepercayaan. Dan, tanpa kepercayaan tidak akan ada persahabatan. Namun, di samping kejujuran, kita pun harus memelihara akhlak yang tinggi yaitu akhlak yang menyerupai karakter Kristus—penuh kasih dan penyayang serta berani menegakkan kebenaran dan keadilan.