Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Prioritas Hidup". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Memang hidup ini berisi dengan berbagai macam peristiwa, niat dan macam-macam, sehingga mau tidak mau kita harus memprioritaskan, walaupun dalam hati keinginannya semua bisa terjangkau tetapi nyatanya tidak mungkin seperti itu, Pak Paul. Tapi bagaimana kita bisa memprioritaskan dan apa sebenarnya yang harus kita prioritaskan terlebih dahulu, Pak Paul ?
PG : Pengamatan Pak Gunawan benar. Hidup itu sebetulnya merupakan sederet pilihan, jadi bagaimana kita memilih dan apa yang dipilih akan menentukan kehidupan yang kita jalani. Sayangnya banyak orang yang menjalani hidup tanpa pemahaman yang benar tentang bagaimana seharusnya memilih akhirnya tersangkut pada pilihan-pilihan yang keliru. Kita harus belajar sistem prioritas yang benar agar dapat menentukan pilihan yang tepat dalam hidup.
GS : Pilihan memang banyak Pak Paul. Misalnya untuk memilih baju saja sudah sulit, memilih makanan kadang-kadang sulit, apalagi ini sesuatu yang sangat menentukan untuk masa depan kehidupan kita, Pak Paul. Apa saran Pak Paul dan apa yang harus kita pilih sebenarnya ?
PG : Saya akan mengajak kita semua kembali ke Alkitab, ke Firman Tuhan dan belajar menetapkan prioritas nanti kita akan bahas sekurangnya ada 7, Pak Gunawan, prioritas yang mesti kita adopsi. Pertama adalah kita mesti memprioritaskan karakter di atas kemampuan, saya mengerti bahwa hidup perlu kemampuan, itu betul. Tanpa kemampuan kita tidak dapat mengerjakan apa-apa dengan baik dan tanpa kemampuan pun kita akan sulit mendapatkan penghargaan dari orang, itu sebabnya tidak salah bila kita berupaya mempertajam kemampuan. Sungguh pun demikian kita mesti mengingat bahwa kemampuan bukanlah segalanya. Saya tahu ada sebagian orang yang terus mengejar-ngejar kemampuan, tapi saya ingin mengatakan bahwa kemampuan bukanlah segalanya. Ternyata Tuhan mengutamakan karakter di atas kemampuan. Oleh karena itu kita pun mesti mengutamakan karakter dan mengusahakan menambah kualitas karakter yang diinginkan Tuhan, yaitu kasih. Disamping itu kita pun harus menitikberatkan karakter di atas kemampuan dalam menilai orang, artinya janganlah kita sampai terseret arus dan menilai orang atas dasar kemampuannya semata.
GS : Yang Pak Paul maksud dengan karakter dalam hal ini seperti apa ?
PG : Jadi dengan kata lain saya rangkumkan, saya sarikan : memiliki kasih, karakter yang merupakan puncak dan sari dari semua karakter Kristus. Itulah yang seharusnya kita miliki.
GS : Padahal itu semua datangnya dari Tuhan, baik karakter maupun kemampuan dan kenapa karakter harus lebih diprioritaskan dari pada kemampuan, Pak Paul?
PG : Pak Gunawan, sebetulnya kemampuan itu pemberian Tuhan karena itu kita tidak boleh bermegah, menepuk dada dan memegahkan diri sebab kemampuan adalah pemberian Tuhan. Sebetulnya karakter tidaklah pemberian Tuhan semata, karakter adalah sebuah proyek kerjasama antara Tuhan dan kita manusia. Kita pun mesti berusaha sedapat mungkin untuk bersedia diubahkan Tuhan, bersedia menaati Tuhan sehingga karakter kita makin hari makin dipoles menjadi serupa dengan karakter Kristus yaitu kasih. Kenapa Tuhan lebih mengutamakan hal itu sebab Tuhan tidak memberikan kemampuan yang sama kepada setiap orang, Tuhan memberikannya berbeda-beda sesuai dengan rencana Tuhan atas diri kita masing-masing. Itu sebabnya kita mengetahui bahwa ini pemberian Tuhan maka kita tidak boleh bermegah hati, tetapi karakter itu sesuatu yang merupakan kerjasama antara Tuhan dan kita. Kita bekerja keras menumbuhkan, oleh karena itu Tuhan memberi penghargaan, karena seolah-olah karakter itu persembahan kita kepada Tuhan. Kasih, kemurahan, kelemah-lembutan dan sebagainya adalah persembahan kita kepada Tuhan dan itulah yang dihargai. Dan yang memuliakan Tuhan bukanlah kemampuan kita, yang memuliakan Tuhan adalah karakter kita. Orang melihat Tuhan di dalam hidup kita dalam pengertian orang melihat karakter kita, mirip dengan karakter Kristus barulah orang memuji Tuhan, memuliakan Tuhan karena melihat itu dalam diri kita.
GS : Apakah ada ayat Firman Tuhan yang terkait dengan itu, Pak Paul ?
PG : Saya bacakan di I Korintus 1:26, Firman Tuhan berkata, "Ingat saja saudara-saudara bagaimana keadaan kamu ketika kamu dipanggil, menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh dan tidak banyak orang yang terpandang". Di sini Paulus mengingatkan jemaat di Korintus untuk tidak lupa diri dan terus ingat siapakah diri mereka sebenarnya. Kadang setelah mencapai status tinggi dalam masyarakat kita lupa akan keberadaan diri kita, pada akhirnya kemampuan menjadi tolok ukur dalam kita menilai dan menghargai orang. Hanya orang yang berkemampuan yang kita hormati, sebaliknya orang yang tidak berkemampuan kita pandang sebelah mata. Adakalanya ketika kita bertemu dengan orang berkarakter tidak baik namun berkemampuan tinggi, kita berdalih "Biarlah" sebab setidaknya ia berkemampuan tinggi. Ini menunjukkan sistem prioritas kita telah terbalik. Prioritas yang benar dan sesuai standard Tuhan adalah menghormati orang yang berkarakter baik. Seberapa tingginya kemampuan seseorang bila ia berkarakter buruk, ia tidak layak dihormati.
GS : Pak Paul, bila tadi dikatakan bahwa karakter adalah proyek kerjasama Tuhan dengan manusia, apa yang harus kita lakukan supaya kita memunyai karakter yang baik ?
PG : Nomor satu kita harus sering-sering membaca Firman sehingga kita mengetahui apa yang Tuhan tuntut, apa yang Tuhan inginkan dari kita. Setelah itu kita mesti sering-sering berdoa, mengakui kelemahan dan keterbatasan kita dan memohon Tuhan untuk terus menolong kita memunculkan karakter seperti yang Dia inginkan itu. Dan yang ketiga ini kuncinya, memang hanya satu saja yang bisa merangkumkan semuanya yaitu ketaatan. Apa yang Tuhan minta kita lakukan, itu kita kerjakan. Ia meminta kita untuk meminta maaf, kita meminta maaf, Ia meminta kita untuk merendahkan diri, kita rendahkan diri. Pokoknya ikuti dan taati saja yang Tuhan inginkan, maka akhirnya karakter itu akan terbentuk. Dampaknya sangat luas, kalau kita bisa mengutamakan karakter di atas kemampuan, bukan saja akan memengaruhi relasi kita dan orang lain tapi juga relasi kita dengan anggota keluarga kita. Jangan sampai kita dalam keluarga sendiri pun meninggikan kemampuan di atas karakter. Kepada anak misalnya, hargailah usaha anak menajamkan kemampuan tetapi pujilah anak atas dasar karakternya, begitu pun terhadap suami dan istri jangan sampai kita menitikberatkan kemampuan di atas karakter. Perlakuan kita yang mengutamakan kemampuan di atas karakter niscaya membuatnya merasa seperti objek yang tengah dimanfaatkan, hanya bernilai kalau masih berguna. Kalau masih bisa membantu kita, masih bisa menghasilkan uang dan sebagainya, kita hargai. Begitu tidak bisa memberikan sumbangsih, kita sudah uring-uringan, marah-marah kepadanya, dengan cara itu kita mengkomunikasikan kepada pasangan dan anak-anak kita, kamu masih berguna kalau kamu masih memunyai fungsi. Kalau tidak ada lagi fungsi dalam hidup saya, kamu sudah tidak ada lagi gunanya dan tidak ada lagi nilainya.
GS : Tapi karakter seseorang itu bisa berubah-ubah, Pak Paul? Pada waktu karakternya masih baik kita bisa memprioritaskan dia, menghargai dia berdasarkan karakternya, tapi kemudian pada suatu saat karena suatu sebab karakternya menjadi buruk sekali. Bagaimana kita menghadapi orang seperti ini?
PG : Sudah tentu kalau orang itu dekat dengan kita atau dia anggota keluarga kita, kita mesti sering-sering mengingatkan dia bahwa kita melihat perubahan-perubahan dalam dirinya, sehingga yang tadinya begitu indah penuh dengan kasih sayang, sekarang makin hari makin hilang kasih sayang itu dan digantikan justru dengan kejudesan, kemarahan, tidak murahhati, semua itu hal-hal yang perlu kita kemukakan kepada orang tersebut supaya ia bisa kembali diingatkan bahwa "Benar ya, telah terjadi perubahan besar dalam hidup saya dan saya mesti kembali lagi kepada karakter Tuhan yang Tuhan inginkan itu".
GS : Hal lain yang perlu diprioritaskan, apa Pak Paul ?
PG : Yang kedua adalah kita mesti memprioritaskan keutuhan diri si pelayan atau diri kita di atas kegiatan si pelayan. Coba saya jelaskan, sebagai anak Tuhan seringkali kita terlibat dalam pelayanan, baik di gereja maupun di luar gereja. Sudah tentu ini semua baik, namun ada kalanya kita menjadi terlalu sibuk. Kita sukar menolak permintaan orang dan terus mengiakan tugas pelayanan yang diembankan, pada akhirnya kita melalaikan satu hal yang penting yaitu menjaga kehidupan yang utuh, tidak bisa tidak kegiatan pelayanan akan menyita waktu dan tenaga. Itu sebabnya bila tidak berhati-hati kegiatan pelayanan yang tinggi akan menyita banyak dari kehidupan pribadi maupun keluarga kita, akhirnya baik kehidupan keluarga maupun kehidupan pribadi menjadi kacau dan berantakan.
GS : Apa yang maksudkan dengan keutuhan diri di sini ?
PG : Jadi keutuhan diri adalah sebuah diri yang tertata, yang tidak berat di sini, ringan di sini tapi memunyai keseimbangan. Dalam contoh praktisnya, orang yang memunyai keutuhan, orang yang bijaksana, orang yang bisa bersikap dengan tepat. Orang yang bisa menghadapi masalah dengan bijaksana, orang yang tahu bagaimana menghadapi orang dan tuntutannya. Tidak mudah meletup, tidak mudah ambruk, tidak mudah diombang-ambingkan oleh badai kehidupan, dengan kata lain adanya sebuah kestabilan, sehingga ia bisa membagi waktu dan hidupnya itu dengan bijaksana kepada orang-orang di sekitarnya.
GS : Termasuk di dalam keluarganya, begitu Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi kalau tidak hati-hati kita akan justru mengorbankan orang-orang dalam keluarga kita, terlalu banyak suami, istri dan anak yang harus menderita karena kita tidak lagi sanggup memberi waktu dan tenaga untuk mereka. Alhasil semua kocar-kacir dan merana termasuk diri kita sendiri. Saya ingin mengutip perkataan dari Pdt. Bill Hybel, beliau menegaskan pentingnya menata kehidupan pribadi kita sendiri. Beliau mengemukakan bahwa seorang pemimpin yang tidak dapat menata dirinya, tidaklah akan dapat menata pelayanannya. Pengamatannya ini memang benar, beliau mengamati pemimpin yang akhirnya jatuh, yang hidupnya berantakan, yang keluarganya berantakan. Dia berkata, "Orang-orang itu tidak bisa menata organisasi atau pelayanannya" dan dia pun melihat orang-orang yang gagal dalam pelayanannya seringkali diawali oleh kegagalannya menata dirinya sendiri. Jadi benar-benar beliau menekankan pentingnya mulai menata diri pribadi, sebelum nanti menata yang di luar, maka kalau kita sebagai anak Tuhan terlalu mementingkan kegiatan pelayanan dan mengabaikan diri kita, keutuhan diri kita sebagai seorang pribadi maka tinggal tunggu waktu akhirnya kita jatuh terjerembab.
GS : Apakah ada contoh yang konkret dari Alkitab, Pak Paul ?
PG : Saya teringat Musa, Pak Gunawan. Musa itu harus mengalami perombakan hidup terlebih dahulu sebelum Tuhan memakainya, selama 40 tahun ia hidup dalam pengasingan di gurun Midian jauh dari kegiatan yang bermakna namun di situlah terletak maknanya, Musa harus diutuhkan terlebih dahulu sebelum ia terjun ke dalam kegiatan pelayanan yang maha berat itu. 40 tahun sebelumnya Musa penuh energi dan percaya diri, ia terobsesi memerdekakan bangsanya dari belenggu bangsa Mesir. 40 tahun kemudian Musa tidak berenergi dan tidak percaya diri, ia pun kehilangan obsesi memerdekakan bangsanya, itu sebabnya waktu Tuhan panggil ia menolak, tidak bersedia namun itulah saat yang ditunggu Tuhan. Sekarang di mata Tuhan Musa siap dipandu dan dipakai Tuhan, ia telah menjadi pribadi yang jauh lebih utuh dibanding sebelumnya.
GS : Seringkali kita mengagungkan tokoh Musa ini padahal perjalanan hidupnya bukan suatu perjalanan yang gampang, tapi bagaimana pun juga ini suatu panutan bagi kita yang mau melayani Tuhan, Pak Paul? Apa dampaknya langsung kepada kita yang mau melayani Tuhan ?
PG : Begini, Pak Gunawan. Sebagai pelayan Tuhan kita harus senantiasa peka melihat dampak kegiatan pelayanan pada diri dan keluarga kita. Bila hidup kita mulai kocar-kacir dan keluarga mulai tercerai-berai, itulah pertanda kegiatan pelayanan telah menindih kita, itulah waktunya bagi kita menimbang ulang prioritas hidup. Sayangnya Pak Gunawan, ada banyak orang yang tidak memedulikan hal ini, mereka terus berjalan dengan cepat, mereka menuntut misalnya pasangan untuk mengambil alih tanggungjawab atau malah menuntut anak untuk tidak mengganggunya, kalau dimintai tolong dia tidak suka atau dia marah. Itu semua menandakan prioritas yang sudah mulai terbalik, kita terlalu menekankan pada kegiatan pelayanan itu sendiri dan mengabaikan keutuhan hidup kita pribadi.
GS : Tapi dalam hal ini Musa sendiri pernah diingatkan oleh mertuanya, Yitro, karena dia terlalu sibuk melayani orang lain sehingga banyak hal yang terbengkalai, begitu Pak Paul.
PG : Betul meskipun Musa telah menjalani pelatihan, pembinaan, pembentukan selama 40 tahun, tetap sebagai manusia dia gagal, dia bisa saja akhirnya khilaf, dia lupa, dia tidak bisa mengurus semua orang, semua masalah di bangsa Israel, maka Tuhan memakai mertuanya untuk memberitahukan Musa, "Kamu harus mendelegasikan", sebab intinya kita selalu harus ingat bahwa Tuhan mementingkan diri si pelayan di atas kegiatannya. Tuhan lebih mencintai kita dibanding kegiatan-kegiatan pelayanan kita. Itu sebabnya Tuhan tidak tergesa-gesa memakai Musa, Tuhan menunggu, membentuk Musa sampai utuh sebelum mengutusnya ke dalam pelayanan. Bila kita memunyai prioritas seperti ini, hidup dan keluarga tidak menjadi korban malah menjadi penerima berkat. Jadi dalam pelayanan kita harus menerapkan sistem prioritas yang benar. Kadang kita justru menuntut rekan pelayanan untuk berani membayar harga, padahal itu bukanlah harga yang semestinya dibayar. Roda pelayanan yang diputar di atas kegiatan dan bukan di atas keutuhan hidup si pelayan akhirnya menuai masalah. Bukankah terlalu sering kita menyaksikan pelayanan hancur oleh karena masalah pribadi si pelayan, bukan karena kegiatan pelayanan itu sendiri. Kita harus belajar dari kesalahan di masa lampau dan membangun prioritas yang benar.
GS : Kalau begitu apa prioritas yang ketiga yang perlu kita perhatikan, Pak Paul ?
PG : Yang ketiga kita mesti memprioritaskan ketaatan di atas keefisienan. Kadang ketika kita membaca Firman Tuhan mungkin terlintas pikiran betapa banyaknya perintah Tuhan. Pada kenyataannya, Pak Gunawan, hanya satu yang dituntut Tuhan yaitu ketaatan. Raja Saul adalah contoh ketidaktaatan yang menyedihkan, berkali-kali ia tidak menaati Tuhan dan sewaktu ditegur ia selalu berdalih. Itu sebabnya Samuel, hamba Allah, mengingatkan Saul yang tercatat di I Samuel 15:22, "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya mendengarkan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan".
GS : Wujud ketaatan yang Tuhan kehendaki dari kita itu seperti apa, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu pada akhirnya yang pertama kita harus jelas secara spesifik, apa yang Tuhan inginkan dari kita, apa itu yang merupakan sabda-Nya kepada kita? Bisa kita melihat dari Firman Tuhan atau kadang-kadang Ia akan langsung membisikkannya kepada kita. Itulah yang akan kita taati, dalam kasusnya Saul, ia selalu tidak mentaati Tuhan karena Ia selalu memunyai pertimbangannya sendiri. Pertimbangannya selalu dianggap lebih efisien daripada perintah Tuhan. Misalnya, pernah Samuel memintanya untuk menunggu kedatangannya sebelum mempersembahkan korban. Saul tidak sabar, langsung mempersembahkan korban dengan alasan guna mencegah serdadunya meninggalkan dia sekaligus memohon restu Tuhan atas mereka dalam peperangan melawan bangsa Filistin. Memang kita bisa mengatakan, "OK pertimbangannya itu efisien, tapi justru menunjukkan ketidakberimanan Saul dan ini menunjukkan juga ia tidak mengerti isi hati Tuhan". Jadi benar-benar intinya kita harus mendengarkan Tuhan, itu adalah yang dimaksud dengan menaati Tuhan.
GS : Karena hampir setiap hari kita dituntut untuk hidup efisien khususnya pada saat-saat seperti ini, ini berimbas juga pada bagaimana kita berhadapan dengan Tuhan walaupun itu ternyata tidak benar.
PG : Tidak selalu, sudah tentu adakalanya efisien itu baik dan itulah yang dikehendaki Tuhan, namun kita mesti selalu mengedepankan ketaatan ketimbang keefisienan. Saya ada contoh lain, Pak Gunawan, tentang perempuan yang datang ke Tuhan Yesus. Pada suatu hari Tuhan Yesus sedang berada di rumah seseorang yang bernama Simon, seorang penderita kusta. Tiba-tiba datang seorang wanita dengan buli-buli berisikan minyak narwastu yang mahal. Ia memecahkan buli-buli itu dan menuangkan minyaknya ke atas kepala Tuhan. Bagi banyak orang termasuk murid Tuhan, tindakan ini termasuk pemborosan uang alias tidak efisien, namun dengarlah perkataan Tuhan di Markus 14:6 , "Biarkanlah dia, mengapa kamu menyusahkan dia. Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku". Pada dasarnya efisiensi berarti menghasilkan sebanyak-banyaknya dengan modal seirit mungkin. Efisiensi adalah lawan dari pemborosan. Ternyata di mata Tuhan, efisiensi bukanlah segalanya, ada satu hal lain yang lebih bernilai yakni ketaatan. Perempuan itu ingin menaati panggilan Tuhan di hatinya, yaitu melakukan sesuatu yang baik buat Tuhan. Baginya tidak ada jalan atau cara lain yang dapat diperbuatnya untuk menunjukkan kasihnya kepada Tuhan, selain mempersembahkan minyak narwastu itu. Tuhan melihat isi hatinya dan menerima perbuatannya.
GS : Jadi efisien yang dikehendaki Tuhan itu sejalan dengan apa yang Tuhan rencanakan untuk kehidupan kita, tapi efisien yang kita rencanakan sendiri, yang kita buat sendiri itu bisa bertentangan dengan kehendak Tuhan.
PG : Betul sebab akhirnya bila efisiensi itu tidak didasari atas pengenalan akan isi hati Tuhan, tidak dilandasi oleh kasih, tidak dilandasi atas keinginan memuliakan Tuhan, efisiensi itu hanyalah memaksimalkan tanpa benar-benar mengerti untuk apakah kita memaksimalkan. Akhirnya saya perhatikan, kita terlalu terpaku pada efisiensi dan menjadikannya ilah baru. Segala sesuatu yang tidak efisien mesti dihilangkan dan dipastikanlah bukan berasal dari Tuhan. Ini keliru! Ketaatan kepada Tuhan kadang melanggar hukum efisiensi, misalnya Musa harus dibenahi Tuhan 40 tahun sebelum dipakai-Nya. Tidak efisien menurut standar kita sebab terlalu lama. Dan bukankah usia 40 jauh lebih baik daripada 80 untuk melayani Tuhan. Namun itulah yang Tuhan lakukan dan Tuhan berhasil. Tuhan Yesus misalnya hanya memilih 12 murid, tidak efisien, bagaimana mungkin menyebarkan Kabar Baik pengampunan Allah hanya lewat 12 manusia? Kenyataannya Nama Kristus didengar dan dikenal oleh bermilyaran manusia sekarang. Jadi jika kita memprioritaskan efisiensi dengan kaku, kita pun akan kehilangan tuntunan Tuhan, Pak Gunawan. Langkah-Nya tidak selalu sama dengan langkah manusia dan melampaui logika kita. Itu sebabnya ketaatan mesti dikedepankan, dengan cara itulah pekerjaan dan kehendak Tuhan terlaksana.
GS : Jadi yang penting di sini adalah mencapai pekerjaan dan kehendak Tuhan itu dengan cara yang Tuhan kehendaki, karena bagi Tuhan soal waktu, soal uang, soal jumlahnya orang itu tidak terlalu bermasalah yang seringkali kita permasalahkan.
PG : Tepat sekali, justru itulah yang menjadi fokus kita, tapi Tuhan mau berkata, "Taatilah dulu Aku, jangan khawatir dengan yang lain-lain, Aku akan bereskan yang lain-lainnya".
GS : Tadi Pak Paul katakan ada 7 hal yang perlu kita prioritaskan dalam hidup ini, tapi rupanya kita baru sempat membahasnya 3 saja, dan tentu saja perbincangan ini kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Terima kasih sekali untuk hal-hal yang Pak Paul sudah sampaikan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Prioritas Hidup" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.