Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kekerasan dan Tuntutan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Kalau melihat keadaan saat ini Pak Paul, anak diperlihatkan di tengah-tengah suasana kekerasan tiap-tiap hari, baik melalui media elektronik dan bahkan melihat secara nyata kehidupan di dalam rumah tangga mereka, orang tuanya yang bertengkar atau kakaknya, seberapa besar pengaruhnya terhadap diri anak ini?
PG : Sangat-sangat besar, Pak Gunawan. Dalam praktek konseling, saya menjumpai sebuah kisah tragis yang benar-benar membuat hati orang trenyuh mendengarnya. Sebab hampir semua kita menemukan bawa orang yang menjadi tragis memukuli istri atau anaknya atau kebalikannya memukuli suami, adalah anak-anak yang dibesarkan dengan kekerasan di dalam rumahnya.
Jadi menu kekerasan itu sesuatu yang dicicipinya setiap hari dari para orang tua atau yang diterimanya dari orang tua atau kakak dengan adiknya atau lingkungannya, saling pukul, berkelahi dan sebagainya. Hal-hal ini akhirnya membentuk si anak menjadi anak yang mudah sekali keras. Kalau di dalam rumah itu masih ada kasih sayang, kemesraan maka dampak buruknya masih dinetralisir. Kalau dalam rumah tidak ada kasih sayang atau kalau hubungan orang tua buruk sering ribut, sering bertengkar, saling pukul dan sebagainya biasanya tidak bisa tidak perhatian terhadap anak akhirnya tersita, si anak akhirnya bertumbuh besar tanpa kecukupan kasih sayang itu. Kombinasi dua hal ini yaitu kekerasan dan minimnya kasih sayang yang harus dihadapi oleh seorang anak, mudah sekali membuat si anak menjadi seorang yang berkepribadian anti sosial.
GS : Jadi kekerasan dalam rumah tangga, bukan hanya berdampak pada pihak orang tua yang saling menyakiti tapi juga sangat besar dampaknya terhadap anak yang melihat.
PG : Betul, jadi efeknya memang efek yang berlipat ganda dari satu orang menjadi dua orang. Dua orang masuk kepada anak-anak misalkan menjadi lima orang dan nanti mereka menikah akan mempengarui pasangan mereka lagi dan akan mempengaruhi mereka lagi.
Jadi itu benar-benar menjadi sebuah pohon, yang akan bercabang, berbuah, berdaun begitu lebat mempengaruhi begitu banyak orang karena satu orang bermasalah.
GS : Tadi Pak Paul katakan, kalau orang tua kurang memberikan kasih sayangnya kepada anak, biasanya hanya satu pihak saja. Jadi misalnya suami istri bertengkar, mungkin pihak si istri yang mencurahkan kasihnya kepada anak apakah itu juga menolong ?
PG : Sangat menolong Pak Gunawan, namun kadang-kadang terjadi tapi kadang-kadang tidak. Sebab yang namanya mencurahkan kasih sebetulnya kita mau menolong anak, kita berada di sini untuk menolon anak dalam rumah tangga yang bermasalah tapi acapkali kebalikannyalah yang terjadi.
Misalkan si ibu yang menjadi korban kekerasan dari si suami, maka si anaklah yang harus menolong si ibu, bukan si ibu untuk si anak, karena si ibu tidak lagi berfungsi dengan baik, dia sudah penuh dengan sengsara, dipukul, ditakuti, diancam. Jadi akhirnya di dalam dirinya tidak banyak yang bisa dibagikan kepada si anak justru si anak yang harus menjadi pendukung, penghibur bagi si ibu. Jadi meskipun tidak ada pemukulan dari si ibu kepada si anak, namun yang menjadi cinta kasih menjadi sangat minim, Pak Gunawan. Karena si anak memang tidak banyak menerimanya justru si anak harus banyak memberi.
GS : Pak Paul, kira-kira dampak apa yang terjadi kalau ada kekerasan di dalam rumah tangga seperti itu ?
PG : Kekerasan yang bertubi-tubi akhirnya membuat anak hancur atau sebaliknya membuatnya keras seperti batu, sehingga mematikan semua perasaan halus dan lembut pada dirinya. Ada anak yang hancu dan jiwanya tidak terlalu kuat dan berdampak si anak akan depresi berat, mengurung diri, tidak punya kepercayaan diri.
Tapi kalau si anak bisa bertahan kebanyakan memiliki sifat yang membatu dan hatinya luar biasa keras, perasaannya hampir tidak ada lagi, akhirnya dia tidak bisa merasakan apa-apa, rasa sakit, rasa sedih, rasa kecewa itu semua sudah terselimuti oleh kekerasan dan dia tidak bisa lagi merasakan. Dan akhirnya yang paling berbahaya adalah dia juga kehilangan belas kasihan, dia tidak bisa mengasihani dirinya atau pun orang lain dan ini bahaya karena kalau tidak hati-hati si anak bisa berkembang menjadi gangguan anti sosial atau istilah yang lebih umumnya kita katakan psikopat atau sociopat. Jadi orang-orang yang berkemampuan besar menjadi sadis, menginjak, menyakiti orang untuk kesenangannya tanpa ada suatu rasa sakit.
GS : Mungkin yang dilihat anak sangat sederhana, kalau kedua orang tuanya saja tidak memiliki kasih, apalagi orang-orang di luar rumahnya, Pak Paul.
PG : Seringkali itu memang disimpulkan oleh si anak yaitu tidak ada kasih, apa yang namanya kasih sudah tidak ada, di rumah seperti ini dan akhirnya dia memperlakukan orang di luar seperti oran tuanya memperlakukan dia dan persis seperti itu.
GS : Kalau kedua orang tua seringkali bertengkar, untuk melindungi anak ini supaya hatinya tidak keras atau tidak hancur seperti yang Pak Paul katakan, apa yang bisa diperbuat oleh kedua orang tua atau salah satu dari keduanya ?
PG : Memang mereka harus bicara baik-baik dan berkata, "Kalau pun kita harus hancur berdua, biarkanlah kita berdua yang hancur jangan kita menyeret anak -anak kita." Jadi dua-dua harus dewasa bcara seperti itu dan berkata, "Kalau kita memang harus ribut, maka kita harus ribut dimana mereka tidak ada di sini atau dalam kamar supaya mereka tidak bisa mendengar," sudah tentu yang ideal adalah mereka mencari bantuan untuk bisa ditolong karena jelas-jelas orang seperti ini memang perlu ditolong namun celakanya kita tahu, faktanya banyak yang tidak mau ditolong, banyak yang menganggap dirinya benar.
Saya memukul istri saya karena dia memang perlu dipukul, dia perlu diajar-ajar jadi kenapa saya harus mencari pertolongan, kenapa saya yang menjadi di salahkan sekarang. Mentalitas seperti itu justru lebih banyak dari pada yang sadar dan berkata, "Saya sadar dan saya perlu pertolongan."
GS : Tapi sekali pun anak tidak melihat saat orang tua bertengkar, tapi karena hubungan tidak baik biasanya anak bisa merasakan Pak Paul bahwa ada yang tidak benar diantara orang tuanya ini.
PG : Seringkali anak-anak tahu, mereka mungkin tidak bicara dengan kita karena sungkan atau takut. Tapi hampir dipastikan anak-anak tahu kalau ada masalah diantara kita berdua.
GS : Dan sebenarnya itu menimbulkan ketakutan yang luar biasa di dalam diri si anak, Pak Paul.
PG : Setiap hari kalau kita sering bertengkar maka anak akan hidup dibayang-bayangi oleh ketakutan meledak lagi dan meledak lagi. Dan ada orang tua yang meledaknya tidak tahu kapan, jadi si ana selalu was-was atau si anak menantikan kepulangan ayahnya sebab setelah itulah akan terjadi pertengkaran lagi.
Jadi anak ini senantiasa hidup dibayang-bayangi oleh ketakutan.
GS : Ada sebagian orang tua kalau mendisiplin anak sangat keras entah itu dipukul di kepalanya atau ada benda-benda yang dipecahkan dekat anaknya dan dampak apa yang ditimbulkan terhadap anak, Pak Paul?
PG : Waktu orang tua memukul anak dengan kekerasan, sudah tentu yang terpancarkan dari sinar mata dan dari suara, penampakan wajah adalah kebencian, kemarahan. Bahkan lebih dari kemarahan dan kbencian adalah sebuah keinginan untuk menghancurkan.
Nanti kalau si anak sudah terbiasa menerima kebencian yang seperti ini akhirnya dia sendiri akan menjadi orang yang penuh dengan kebencian, sebab kebencian-kebencian itu akhirnya masuk menggenangi hatinya, menjadi bagian dirinya, dia pun lama-kelamaan penuh dengan kebencian. Karena waktu kita melihat orang itu memandang kita memperlakukan kita dengan penuh kebencian, respon yang paling alamiah adalah balas membencinya. Akhirnya si anak penuh dengan kebencian dan akhirnya luber keluar. Kalau ada orang yang bicara tidak benar di mata dia atau di telinga dia maka dia langsung memukul, kalau ada situasi yang tidak sesuai dengan kehendak dia maka dia langsung meledak. Jadi apa pun yang terjadi kalau tidak sesuai dengan dirinya maka reaksinya yang pertama adalah langsung marah. Jadi benar-benar dia dibesarkan oleh macan akhirnya bertumbuh besar menjadi macan.
GS : Karena tiap hari atau seringkali dia melihat seperti itu baik dari orang tuanya atau pun kakak-kakaknya.
GS : Ada hal lain, Pak Paul tentang kekerasan ini?
PG : Kekerasan juga acapkali datang sebagai tuntutan yang tidak terpenuhi. Misalkan anak dituntut ulangannya harus bagus, anak dituntut tidur harus pagi, atau dituntut pulang tidak boleh malamdan waktu gagal, dia dipukul, dimarahi dan sebagainya.
Sudah tentu si anak ini merasa tertekan, bukan saja dengan kemarahan-kemarahan atau pukulan-pukulan tapi juga dengan tuntutan-tuntutan itu sendiri sebab baginya tuntutan ini tidak realistis, terlalu menekannya. Anak yang terbiasa dibebani dengan tuntutan demi tuntutan dan tidak banyak dengan kasih sayang, cenderung akhirnya menyerap sikap seperti itu, pola seperti itu dan dia terapkan kepada orang lain, dia pun menuntut orang lain harus seperti ini dan itu, kalau orang tidak bisa memenuhinya maka dia juga akan marah dan tidak jarang juga akan melakukan kekerasan. Jadi akhirnya tuntutan-tuntutan itu diserap mungkin bukan tuntutan yang sama tapi pola menuntutnya itu yang diserap oleh si anak. Setelah dia mulai besar, dia akan menuntut sekelilingnya dan kalau orang tidak bisa memberikan yang dia inginkan, dia juga akan marah.
GS : Jadi anak ini menjadi seseorang yang keras sekali untuk menuntut orang lain memenuhi kebutuhannya, mengetahui apa yang dia inginkan. Mungkin ada hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Tuntutan yang begitu tinggi apalagi jika disertai kekerasan akan membuatnya sarat dengan keinginan untuk memberontak. Inilah sebabnya anak-anak ini pada akhirnya mengembangkan perilaku memangkang, perilaku destruktif karena mereka menjadi anak-anak yang tidak tahan dengan larangan dengan perkataan tidak boleh, dengan perkataan harus, mereka tidak bisa menerima kata-kata seperti ini.
Jadi kalau ada otoritas, bawaannya justru mau menghancurkan otoritas tersebut, itu sebabnya dia susah sekali untuk bisa berprestasi di sekolah dan mendapatkan reputasi yang baik di sekolah atau di kalangan teman-temannya karena dia memang tidak bisa menerima ketegasan, begitu ada nada-nada tegas, maka bawaannya mau melawan saja. Jadi akhirnya saat ada yang perlu dipelajari, dia tidak pelajari, dia perlu menimba pelajaran dari peristiwa tertentu juga dia tidak pelajari. Kenapa, karena sifat mau belajar, tunduk pada yang di atasnya atau pada orang lain itu sangat kecil.
GS : Jadi kalau kita tidak tahu caranya dan tidak tahu porsinya dalam memberikan disiplin kepada anak, itu akan malah merusak anak dan bukan malah membentuk anak, Pak Paul ?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, makanya kita mesti berhati-hati. Tadi saya sudah singgung, kekerasan seperti itu memang bisa menciptakan macan yang baru di rumah kita dan kalau tidak hati-hati mka akan menghancurkan anak.
Jadi ada kebalikan dari anak-anak yang karena terlalu dikerasi, dihajar, dipukul dan sebagainya, dan kalau jiwanya tidak kuat maka dia akan depresi, mungkin dia bisa lumpuh tidak bisa bersekolah tapi kita bisa lihat penampilannya, penampakannya, wajahnya selalu layu, murung tidak ada semangat, hatinya penuh dengan kecemasan, banyak ketakutan, keragu-raguan. Ini yang menjadi ciri-cirinya yaitu bimbang, tidak berani ambil keputusan, takut salah dan itulah yang akhirnya menjadi ciri-ciri hidupnya. Itu semua terpulang dari kekerasan, cara-cara orang tua mengekspresikan kemarahan baik satu sama lain maupun kepada anak-anak kita.
GS : Anak-anak seperti ini biasanya haus akan kasih sayang, dan biasanya anak-anak seperti ini mudah sekali terjebak dalam dosa yang lain, misalnya jatuh kepada orang yang tidak bertanggung jawab, apalagi kalau ini putri.
PG : Ini cerita yang sangat-sangat tragis, Pak Gunawan. Ini sering terjadi pada anak-anak yaitu dalam usia yang relatif muda sudah mencari pacar. Mencari pacar karena haus akan kasih sayang da mau mendapatkan tempat berteduh.
Maka dia akan mencari pasangan yang seakan-akan kebalikan dari ayahnya tapi kalau dia tidak hati-hati karena dia masih muda belum dewasa, dia mudah sekali terpedaya. Dia mulai jatuh ke dalam tangan orang yang juga bermasalah misalkan orang-orang atau pria-pria yang dibesarkan dalam kekerasan juga. Namun berusaha untuk tidak keras makanya menggunakan tutur kata yang lebih lembut dan sebagainya namun tatkala marah, barulah kelihatan bahwa dia sama persis seperti orang tuanya juga, dia dipukuli habis-habisan dan sekarang dia sudah besar maka dia memukuli orang juga dan sekarang siapa yang kena? yaitu pacarnya. Itu cerita klasik yang sering kita dengar Pak Gunawan dan saya semakin hari semakin sering mendengar cerita-cerita yang seperti ini, ini memang membuktikan cukup banyak orang tua yang tidak terlalu mengerti bagaimana membesarkan anak tapi menuntut anak dengan kekerasan. Relasi yang penuh dengan konflik dan kekerasan dan tidak ada lagi percikan kasih kepada anak, sehingga anak-anak ini keluar menjadi anak yang haus akan kasih sayang. Kalau dia laki-laki maka dia akan memangsa perempuan, dia akan taklukkan, dia akan cengkeram, dia akan gunakan sangkar menaruh perempuan itu di dalam sangkarnya supaya tidak bisa kemana-mana. Kalau dia perempuan, dia akan mencari pria yang bisa melindunginya, tapi seringkali mereka tidak bijaksana, akhirnya pria yang melindungi juga akan menginjak-injak dan menyiksanya.
GS : Bagaimana kalau seorang anak ini dibesarkan dalam kasih yang kurang kepadanya, Pak Paul ?
PG : Yang biasanya terjadi adalah dia akan sukar mengasihi orang karena kita tahu, orang yang bisa mengasihi adalah orang yang pernah dikasihi, kalau kita tidak mempunyai pengalaman dikasihi mka kita susah untuk mengasihi orang karena kita tidak mengerti caranya mengasihi, kita mesti melihat dan mengalami sentuhan-sentuhan kasih dari orang tua.
Itu yang nanti kita terapkan, kita kembalikan kepada orang tua yang juga mengasihi dia dengan cara yang sama. Dan akhirnya kita membagikan kasih itu kepada orang lain juga. Anak-anak yang dibesarkan dengan kekerasan dan minimnya kasih akhirnya tidak tahu bagaimana mengasihi orang, dia benar-benar sangat berpusat pada dirinya sendiri, dia akan terus menuntut pasangannya untuk bisa mengerti dia tapi dia sendiri tidak mau mengerti pasangannya. Kebutuhan pasangannya apa? Dia tidak peduli dan yang penting adalah kebutuhannya dulu yang didahulukan makanya kalau keinginannya dihalangi oleh pasangannya biasanya dia akan marah sekali, tidak boleh orang menghalangi keinginannya makanya dia bisa marah dan dia akan gunakan kekerasan.
GS : Bukan hanya tidak boleh seperti yang Pak Paul katakan, tapi juga ada pasangan yang menuntut pasangannya untuk dalam hidupnya mengasihi dia secara total tanpa syarat, apakah memang seperti itu, Pak Paul ?
PG : Itu sering terjadi, mereka menjadi orang yang super posesif, bahwa dunia itu hanya boleh berputar di sekitar dia dan tidak boleh di sekitar orang lain. Jadi kalau pasangannya memperhatikanorang lain, memperhatikan keluarganya, ibunya, ayahnya, maka dia akan marah karena semua harus untuk dia, jadi semua harus berpulang kepada dirinya.
Ini sebuah relasi yang sangat menyengsarakan orang.
GS : Ia menjadi orang yang pencemburu tapi buta.
PG : Betul sekali, mungkin sekali dia akan menggunakan dalih-dalih bahwa ini tidak seharusnya, seharusnya kamu harus mendahulukan saya dan tidak boleh mendahulukan orang lain.
GS : Jadi sebenarnya alasannya kelihatan rasional, tapi penuh dengan emosi.
PG : Betul sekali dan yang membuat relasi tidak seimbang adalah dia menuntut kasih tapi dia sendiri tidak bisa memberikan kasih, dia menuntut orang selalu harus sabar tapi dia sendiri boleh untk tidak sabar.
GS : Pak Paul, ada kemungkinan pasangan suami istri ini dua-duanya adalah orang yang haus kasih dan apa yang terjadi kalau seperti itu ?
PG : Maka akan saling menuntut, tidak ada yang bisa toleransi tidak ada yang bisa sabar, dua-duanya bisa saling menuntut, kamu harus lebih mendahulukan saya. Dan saya takut di masa mendatang ha ini semakin banyak maka nanti akan lebih banyak perceraian, kalau memang pribadi-pribadi yang menikah seperti ini, memang tidak ada yang bisa memberikan kasih dan hanya bisa menuntut kasih.
Bentuk konkret dari kasih adalah mengutamakan, mendahulukan, jadi kita akan banyak melihat orang-orang yang luar biasa "self-centered", "selfish" sekali, pokoknya kepentingan dirinya yang harus di dahulukan.
GS : Dan sebenarnya itu bisa diselesaikan sebelum mereka menikah, Pak Paul.
PG : Memang bisa Pak Gunawan, tapi tidak bisa cepat. Sebenarnya dia hidup dalam sebuah komunitas yang baru dimana dia mendapat ketegasan disiplin sekaligus mendapatkan kasih sayang tanpa kekeraan didisiplin, dan diberikan juga kasih sayang dan itu adalah komunitas yang diperlukannya.
Kalau dia bisa mencicipi kehidupan yang seperti itu, untuk satu jangka waktu yang sedikit panjang maka akan menetralisir pengalaman buruk yang dialaminya dulu.
GS : Apakah kekerasan yang dia lihat pada masa anak-anak akan berpengaruh pada citra dirinya ketika dia menjadi dewasa, Pak Paul ?
PG : Sangat berpengaruh, Pak Gunawan. Jadi kebanyakan mereka akan sukar mengasihi diri sebab yang dilihat bukan kasih tapi yang dilihat adalah kemarahan kebencian yang dia harus alami, berarti idak ada yang baik pada dirinya, tidak ada yang patut dipuji pada dirinya, tidak ada yang layak dibanggakan pada dirinya makanya orang tua memperlakukan dirinya dengan begitu penuh kekerasan akhirnya dia pun berkesimpulan bahwa dia adalah orang yang tidak punya lagi sesuatu yang baik, tidak ada lagi sesuatu yang positif pada dirinya dan semuanya sudah sangat buruk.
Akhirnya akan menambah api kebencian baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain yaitu apa yang keluar dari dirinya seperti api dan jarang sekali sesuatu yang sejuk.
GS : Biasanya orang-orang yang mengalami hal-hal seperti itu, bisa dikatakan produk dari suatu keluarga yang seringkali bertengkar, memperlihatkan kekerasan dan sebagainya. Apakah yang bersangkutan ini bisa menyadari bahwa dirinya adalah korban, Pak Paul ?
PG : Ada yang menyadari, tapi ada juga yang tidak. Jadi ada yang menyadari, tapi tidak berkutik sehingga setelah dia marah, dia pukul istrinya atau anaknya, dia menyesal. Tapi kalau peristiwa yng serupa terjadi lagi, ada orang yang membuat dia marah, dia tidak bisa mengendalikan diri dan dia menjadi ganas maka dia meminta maaf lagi.
Jadi sebetulnya dia menyadari namun dia tidak bisa melepaskan diri dari ikatan ini, tapi ada juga orang yang tidak menyadari. Ada orang yang justru beranggapan bahwa saya dipihak yang benar seharusnya kamu yang mengalah dan seharusnya kamu mendahulukan saya, dia tidak bisa melihat bahwa dia pun harus mendahulukan pasangannya. Dia tidak bisa melihat seperti itu, dia pun harus mengalah demi pasangannya. Kadang-kadang itu yang terjadi.
GS : Untuk bisa sadar Pak Paul, faktor apa yang menolong sehingga dia bisa menyadari sedangkan yang lain tidak bisa menyadari. ?
PG : Biasanya dimulai dengan dia melihat dampak perbuatannya pada orang lain. Waktu dia begitu kasar, begitu sadis, dia melihat orang itu kesakitan, dia tiba-tiba tersadar bahwa kenapa saya menadi seperti Papa saya sekarang.
Jadi waktu dia melihat bukti kekerasannya, dia diingatkan dengan Papanya kenapa saya sama dengan Papa saya. Atau hal lain juga yang membuat dia menyadari adalah dia mulai menerima kasih dan dia akhirnya mempunyai kelembutan sehingga waktu dia lepas kendali, aspek lembut kasih itu sudah mulai ada sehingga memperingatkan dia kalau kamu itu salah. Dan yang ketiga adalah sewaktu dia mengalami pertobatan rohani, dia sadar bahwa dia telah dibesarkan di dalam rumah tangga yang penuh dengan kekerasan sehingga dosa ini menjadi bagian dalam hidup dia sekarang, dan dia disadarkan akan semua hal itu.
GS : Pak Paul, biasanya kekerasan melahirkan kekerasan. Tetapi kekerasan itu terjadi di antara suami istri dan apakah hal ini akan berpengaruh kepada anak sehingga anak akan menjadi seseorang yang suka akan kekerasan, Pak Paul ?
PG : Kebanyakan ya, Pak Gunawan. Kalau dia tidak hancur menjadi orang yang depresi berat, maka dia akan menjadi orang yang melestarikan pola asuh itu, kekerasan seperti ini membuatnya senang meyakiti orang lain.
Makanya ini semua dari gangguan kejiwaan, gangguan anti sosial adalah gangguan yang serius. Kebanyakan pembunuh berantai adalah orang-orang yang mengidap gangguan ini. Jadi seakan-akan dia mendapatkan kepuasan tersendiri ketika melihat orang menderita kesakitan. Kalau dia anak-anak, belum bisa menyakiti orang maka dia menyakiti hewan, dia akan tusuk-tusuk, dia akan gantung hewan misalkan kucing dan sebagainya. Jadi waktu dia melihat kesakitan penderitaan, justru dia mendapatkan kepuasan, dia akan merasa tidak senang dengan orang yang bahagia dan ini kejahatannya, kalau melihat orang bahagia justru dia terdorong ingin menghancurkan kebahagiaan orang. Pertanyaannya kenapa ? Jawabannya sangat sederhana, dia sendiri tidak pernah mencicipi kebahagiaan dan dia berpikir, dia mungkin selama-lamanya tidak akan pernah mencicipi kebahagiaan itu. Jadi buat dia kalau saya tidak pernah mencicipinya kenapa orang lain harus mencicipinya, itu tidak adil. Maka dia lebih suka merusakkan kebahagiaan orang supaya sama seperti saya, semuanya tidak bahagia, semua hidup dalam kesakitan dan inilah sifat jahatnya, ini yang sangat merugikan masyarakat.
GS : Jadi sadisme itu munculnya dari latar belakang seperti itu, Pak Paul ?
PG : Kebanyakan ya Pak Gunawan, betul sekali.
GS : Dalam hal ini apakah ada ayat Firman Tuhan yang Pak Paul ingin sampaikan untuk melengkapi perbincangan kita ini ?
PG : Firman Tuhan di Amsal 10:12 berkata, "Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran," kalau kita menyadari kita mempunyai masalah ini, kita memang mesti datng kepada Allah yang adalah kasih, harus mengakui kesalahan dosa kita, kelemahan kita.
Kita harus memintanya mengisi kita dengan kasihNya setiap hari, setiap hari disiplinkan membaca Firman Tuhan meminta Tuhan mengisi kita dengan FirmanNya, meminta semua tindakan kita biarlah diatur oleh Tuhan. Dan dengan kondisi seperti inilah kita lebih bisa dikendalikan, Pak Gunawan. Dan setiap hari doa kita adalah meminta Tuhan untuk mengisi hati kita dengan kasih. Sehingga perlahan-lahan genangan kebencian akhirnya makin berkurang dan diisi dengan hati yang lebih bersih yaitu air kasih dari Tuhan sendiri.
GS : Memang pertengkaran sulit dihindarkan dari kehidupan rumah tangga, tetapi sebaliknya hal itu bisa kita lakukan jauh dari pandangan anak-anak. Supaya tidak memberikan dampak yang seperti itu, Pak Paul.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Dan sebisanya dijauhkan dari tontotan-tontonan yang bersifat kekerasan yang akan membentuk dirinya menjadi sangat keras seperti yang Pak Paul telah sampaikan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kekerasan dan Tuntutan". Bagi Anda yang berminat untuk mengikuti lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.