Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengasihi dan Menuntut". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, biasanya orang yang mengasihi itu menuruti apa yang menjadi permintaan dari orang yang dikasihinya. Jarang kata mengasihi ini disandingkan dengan kata menuntut tapi yang ingin kita bicarakan justru ada keselarasan antara mengasihi dan menuntut ini dan ini bagaimana Pak Paul?
PG : Betul Pak Gunawan, biasanya kita beranggapan kalau kita mengasihi maka kita tidak boleh menuntut dan makin tinggi cinta atau kasih kita maka makin tidak boleh menuntut, biasanya ini anggapn kita.
Saya mengerti bahwa anggapan ini berasal dari konsep kasih Agape. Bukankah kasih kita kepada Tuhan adalah kasih Agape, yang tidak menuntut, tanpa syarat dan sebagainya. Ternyata saya kira ada kesalahpahaman dalam kita memahami konsep kasih Allah kepada kita sehingga dalam penerapannya saya kira kita juga akhirnya salah paham. Akhirnya dalam pernikahan kita juga seringkali merasa terhimpit di tengah, kenapa kita mengasihi dan kenapa masih menuntut. Tapi pada faktanya kita tidak bisa tidak mau menuntut. Jadi sudah saatnya kita ini memang memeriksa kembali konsep kasih Allah kepada kita yang kita terapkan dalam pernikahan ini.
GS : Konsep yang kurang tepat itu bagaimana Pak Paul?
PG : Begini Pak Gunawan, ini sebetulnya berasal dari pemahaman tentang kasih karunia atau anugerah. Kita tahu anugerah diberikan dengan cuma-cuma, tapi anugerah yang diberikan dengan cuma-cuma tu bukan berarti murah, anugerah itu sangat mahal karena anugerah itu berbentuk nyawa Putera Allah yaitu Yesus Kristus, siapa yang mau membeli atau membayarnya, tidak bisa! Maka diberikan dengan cuma-cuma, inilah konsep kasih karunia.
Namun sebetulnya konsep kasih karunia atau anugerah yang tadi kita pahami secara tak bersyarat, sebetulnya dalam konteks keselamatan tak bersyarat maksud saya adalah begini; firman Tuhan di Roma 5:8 berkata, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa". Artinya apa? Tuhan mengasihi kita bahkan tatkala kita masih berdosa maka inilah konsep kasih karunia meskipun kita dalam dosa Tuhan masih mengasihi kita, Tuhan sudah rela mati untuk dosa-dosa kita. Tuhan tidak berkata, "Kamu berubah dulu, tidak berdosa dulu, baru aku mati buat kamu" tidak!!! Tapi Tuhan mati dulu untuk dosa kita. Dan barulah nantinya Tuhan meminta kita berubah, jadi inilah konsep kasih karunia, Tuhan menerima kita, mati bagi kita bahkan sewaktu kita berdosa. Yang kedua adalah saya ambil dari Efesus 2:8, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri". Dari ayat ini kita memetik satu pelajaran yakni keselamatan adalah pemberian Tuhan semata bukan hasil perbuatan manusia, ini yang dimaksud dengan kasih karunia. Tidak ada manusia yang dapat masuk ke pintu surga lewat perbuatan baik karena sebaik-baiknya perbuatan manusia, tidak akan cukup baik, tidak akan mencapai standart kekudusan atau kesucian Tuhan. Maka akhirnya Tuhan membuka pintu surga lewat kematian putraNya supaya kita bisa masuk menjadi anggota keluarga Allah, ini adalah artinya kasih karunia, diberikan kepada kita tanpa syarat. Namun dalam hal pertumbuhan kristen, kasih karunia Tuhan menuntut perubahan, Pak Gunawan. Sekali lagi saya tekankan dalam hal keselamatan, betul Tuhan menerima kita apa adanya, sebelum kita bertobat dari dosa Tuhan sudah mati untuk kita. Tuhan menerima kita apa adanya tapi setelah kita menjadi anakNya, Dia mengharapkan kita berubah. Jadi kasih Allah kepada kita, memang membuka pintu untuk kita masuk ke dalam rumahNya tapi setelah kita di dalam rumahNya, kasih Bapa kepada kita sebagai anak menuntut kita berubah.
GS : Kalau diaplikasikan ke dalam hidup pernikahan, ini termasuk kasih yang mana?
PG : Sudah tentu ini adalah keseluruhan kasih Pak Gunawan, sebab kita bisa berkata ada kasih philia (persaudaraan) antara kita dengan pasangan, kasih Eros kasih yang bersifat jasmaniah kepada psangan dan ada kasih Agape yaitu kasih tanpa syarat.
Sebetulnya dalam pembicaraan atau pembahasan kita saat ini, kita tidak membedakan semuanya. Kasih adalah semuanya ini, bahwa kasih kita kepada pasangan bukan kasih yang tanpa syarat, kita memang menuntut pasangan kita untuk berubah. Ini yang nanti kita akan coba lebih lihat dengan saksama, Pak Gunawan.
GS : Jadi kasih karunia ini, hanya berkaitan dengan keselamatan kita. Sedangkan kalau kita mengikuti Tuhan Yesus, itu ada sesuatu yang Tuhan tuntut supaya kita berubah?
PG : Betul, maka Efesus 4:1 berkata hal ini, Paulus menghimbau supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Jadi Tuhan tidak berkata kepada kita, "Ak selamatkanmu dengan nyawaku, dengan darahku dan sekarang engkau menjadi anakku", tidak!! Dan Tuhan tidak berkata, "Tetaplah seperti apa adanya, sewaktu seperti pertama engkau menjadi seorang kristen, engkau masih suka berbohong, tidak apa-apa dan saya sudah terima kamu.
Engkau masih suka menipu orang, tidak apa-apa" tidak!! Tuhan berkata engkau harus berubah supaya kehidupannya berpadanan dengan panggilan itu. Jadi benar-benar Tuhan mengharapkan kita berubah. Berarti kasih karunia menuntut kita untuk berubah, untuk semakin hari semakin menjadi seperti yang Dia kehendaki. Jadi saya bisa katakan atau simpulkan seperti ini Pak Gunawan, Tuhan menerima kita pada titik terendah dan itu betul, pada waktu kita sangat berdosa Tuhan menerima kita, namun Dia menuntut kita untuk bertumbuh, untuk menggapai titik tertinggi. Jadi kasih karunia tidak mendiamkan kita di titik terendah. Kasih karunia menuntut kita bertumbuh sampai ke titik yang tertinggi atau kita bisa katakan juga Tuhan menerima yang terburuk dari diri kita dan Dia menerima apa adanya kita, seburuk apa pun kita, tapi Dia menuntut yang terbaik dari kita maka ini sesuai dengan yang dikatakan oleh C.H. Lewis, seorang penulis kristen, "Kasih memaafkan tapi tidak membiarkan dan membenarkan yang salah. Kasih bersedia menerima yang sedikit tapi kasih menuntut sebanyak-banyaknya." Tuhan betul-betul memaafkan, tapi Tuhan tidak membiarkan dan membenarkan yang salah. Tuhan menerima yang sedikit, saat kita datang kepada Tuhan hanya bisa memberikan yang sedikit diri kita dan Tuhan terima tapi Tuhan juga menuntut sebanyak-banyaknya dari kita.
GS : Memang tuntutan yang Tuhan berikan kepada kita itu seringkali tidak bisa kita penuhi dan karena kasih Tuhan jugalah Dia bisa mengampuni kita dan tidak memperhitungkan lagi, tetapi bagaimana ini bisa kita aplikasikan dalam hidup pernikahan, Pak Paul?
PG : Baik, coba sekarang kita aplikasikan ke dalam pernikahan. Ada beberapa cara, yang pertama saya mau memberikan prinsip ini, tidak apa menuntut asal itu adalah untuk kebaikannya bukan hanya ntuk kebaikan kita.
Jadi Tuhan itu menuntut kita berubah bukan hanya untuk kepentingan Tuhan tapi untuk kepentingan kita, supaya kita menjadi manusia yang lebih baik, yang lebih menyerupai desain awal Tuhan. Karena dosa kita sudah semakin melenceng jauh dari desain awal yang Tuhan ciptakan. Tuhan mau mengembalikan kita ke desain awal, kita menjadi manusia seperti yang Tuhan kehendaki. Seperti apa yang Tuhan kehendaki? Sudah tentu pada dasarnya, intinya, keseluruhannya kita menjadi manusia yang penuh kasih, mengasihi Allah dengan sepenuh hati, mengasihi manusia seperti mengasihi diri sendiri, itu desain awalnya Tuhan. Desain awalnya Tuhan adalah kita menjadi manusia yang membenci dosa, mau mendekat kepada Tuhan tapi mau menjauh dari dosa. Itulah awal desain Tuhan dan Tuhan ingin mengembalikan kita ke desain awal itu. Dan dalam pernikahan kita juga ingin melihat pasangan kita menjadi lebih baik, kita tidak mau pasangan kita tetap sama jeleknya, sama buruknya, sama tidak teraturnya, sama berdosanya seperti hari pertama kita bertemu dengannya, kita menginginkan dia berubah maka kasih sayang itu akan menuntut pasangan untuk berubah menjadi lebih baik tapi kita selalu harus bertanya, "Ini untuk kepentingan siapa? Untuk kepentingan sayakah atau untuk kepentingan pasangan kita". Apakah salah kalau hanya untuk kepentingan kita? Salah menurut saya. Jadi memang harus timbal balik untuk kepentingan dia dan kita juga. Boleh tidak kita menuntut untuk kepentingan kita disamping untuk kepentingannya? Boleh! Itulah pernikahan. Tapi selalu kita ingat ini juga untuk kepentingan kebaikannya, jadi tolong introspeksi. Kalau ini juga untuk kebaikannya, silakan minta, silakan tuntut dia untuk berubah. Karena apa? Karena semakin dia berubah, semakin dia baik, bukankah kita semakin mencintainya, sebagai contoh pada awalnya pasangan kita itu susah berterus terang, kalau bicara selalu berputar kesana-kesini tidak bisa terus terang, ini tidak baik, jadi akhirnya menutupi menyembunyikan apa yang seharusnya diberitahukan. Kita minta dia terus terang, apakah salah? Itu tidak salah karena ini untuk kebaikannya, dengan dia makin terbuka maka makin berterus terang dan hidupnya makin dipenuhi dengan kejujuran. Boleh tidak kita menuntutnya untuk lebih jujur? Boleh! Apakah kasih bisa puas dengan dia selalu berbohong? Tidak! Kasih yang tulus, kasih yang besar, kasih yang sejati justru mau melihat dia makin hari makin jujur, dan efeknya adalah makin dia jujur kita semakin mengasihi dia.
GS : Kesulitannya adalah menentukan apa yang harus berubah di dalam pasangan ini, kita ini sebagai pasangan kadang-kadang tidak bisa memberitahukan, apalagi di awal-awal pernikahan. Kita rasanya belum cukup mengenal pasangan kita sehingga sulit memberitahukannya. Saya minta kamu berubah dalam hal ini, tapi kita sendiri juga tidak tahu apa yang harus berubah?
PG : Memang kita harus bedakan antara perubahan yang berupa gaya hidup sesuai selera kita misalnya dan perubahan yang lebih bersifat moral atau spiritual. Sudah tentu yang kita harus utamakan aalah perubahan spiritual, kita memang dituntut Tuhan berubah makin hari hari makin menyerupai Tuhan Yesus.
Bukan makin hari makin menyerupai ayah kita, ibu kita, guru kita atau siapa pun, bukan! Standart atau panutan kita adalah Tuhan sendiri. Jadi biarlah masing-masing mengukur diri dengan patron Tuhan Yesus sendiri. Tapi apakah tidak boleh meminta pasangan juga berubah, kita menuntut dia berubah agar sesuai dengan gaya hidup kita? Kita juga boleh! Dengan bicara baik-baik meminta dan sebagainya namun janganlah kita membesarkan hal itu sama besarnya dengan hal-hal yang bersifat rohani. Jadi yang lebih kita tekankan memang yang lebih bersifat rohani atau moral ini, itulah yang kita tuntut untuk berubah sehingga semakin hari semakin serupa dengan Tuhan.
GS : Tapi justru untuk hal yang bersifat rohani, kita anggap pasangan kita sudah mengerti apalagi kita ini seiman, kita juga sama-sama ke gereja, sama-sama ke pemahaman Alkitab, kita anggap dia sudah mengerti tentang hal itu. Justru hal-hal yang praktis ini yang seringkali kita tegur, kita menuntut dia untuk berubah dan ini yang sulit Pak Paul?
PG : Karena kita sekarang menyadari bahwa sebetulnya yang kita tuntut untuk berubah bukanlah hal yang hakiki, bukanlah hal yang rohani, maka perlakukanlah hal yang sekunder jangan kita justru mmperlakukan hal-hal itu sebagai hal-hal primer, hal yang hakiki, jangan! Kita anggap itu hal yang sekunder dan kita ingatkan dia, "Tolong ingat, tolong berubah" dan kita tolong dia untuk berubah juga sesuai dengan yang kita harapkan, tapi jangan sampai membesarkannya itu sebagai hal yang hakiki.
GS : Dan dalam hal ini dia harus tahu pasti bahwa kita tetap mengasihi dia dan untuk kebaikan kita, artinya untuk kebaikan rumah tangga ini Pak Paul?
PG : Betul sekali, sebab pada intinya adalah makin kita itu sesuai dengan apa yang diharapkan pasangan, makin besar kasih pasangan terhadap kita dan juga seperti itulah kebalikannya. Jadi dalambukunya, C.H.Lewis
memberikan contoh tentang kita dan hewan peliharaan kita. Kita memandikan hewan peliharaan kita, kita menyisir bulunya sehingga bersih dan mengkilap, bukankah makin bersih misalkan anjing, maka semakin kita senang bermain-main, membelainya, memeluknya dan sebagainya. Sebaliknya makin kotor anjing itu, makin kita tidak suka membelainya dan dekat dengannya tapi buat si anjing, dimandikan itu hal yang mengganggu sebab anjing tidak suka dimandikan, setiap anjing yang dimandikan, kebanyakan tidak mau dan berlari-lari menjauh dari air tapi itu baik buat dia. C.H.Lewis itu menggunakan contoh seperti itu bahwa kasih menuntut pasangan untuk berubah sebab makin berubah makin baik, bukankah kita makin mengasihi dia, bukankah kalau kita mau lebih dikasihi oleh pasangan maka prinsipnya juga sama. Kita juga harus berusaha keras menjadi seperti yang dia inginkan supaya dia semakin mengasihi kita pula.
GS : Apakah ada bentuk lain di dalam pengaplikasiannya Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah tidak apa menuntut namun tidak apa-apa juga kalau kita tidak mendapatkan yang kita tuntut. Ini prinsip yang memang sukar untuk kita terima sebab kalau kita menuntut, kitamau mendapatkannya.
Dan itu salah. Justru kita mau menerapkan kasih karunia, Tuhan menuntut dan menuntut tapi Tuhan sabar dengan kita, Tuhan meminta kita berubah. Kadang kita memakan waktu hingga 30 tahun dan baru berubah tapi apakah Tuhan langsung berkata "Stop disini, saya tidak mau kamu lagi dan saya buang kamu" tidak! Tuhan dengan sabar akan terus menunggu kita, maka kita juga harus sama dengan pasangan. Silakan menuntut, meminta dan sebagainya untuk kebaikan pasangan kita tapi juga tidak apa-apa kalau tidak mendapatkan, tidak perlu marah-marah atau mengancam kalau kita tidak mendapatkannya.
GS : Memang kita tidak marah, tapi tuntutan itu selalu kita berikan kepada istri atau pasangan kita, seringkali pasangan itu mengatakan "Kamu sudah tahu kalau saya tidak bisa memenuhi tuntutan ini tapi kamu tetap meminta itu".
PG : Maka kalau kita tahu pasangan kita sudah begitu frustrasi dan dia tidak sanggup, maka ada dua langkah yang mesti dilakukan. Yang pertama adalah kita berkata kepadanya, "Ayo saya tolong kam, apa yang saya bisa bantu supaya kamu bisa melakukannya", jadi kita tawarkan bantuan sebab adakalanya orang hanya berubah kalau dibantu.
Kalau tidak dibantu dia akan mengalami kesulitan. Jadi tawarkan bantuan sebisanya apa yang bisa kita lakukan. Langkah kedua adalah kalau kita memang mencoba membantu dan tetap tidak bisa maka kita harus berkata "Ya sudah tidak apa-apa", kita harus terima sebab inilah pernikahan, Pak Gunawan. Saya kira itu manusiawi, normal bahwa akan ada hal-hal tentang pasangan yang kita sebetulnya tidak bisa terima tapi apa boleh buat kita harus hidup dengan hal-hal itu. Rasanya mustahil bisa mendapatkan A-Z yang kita dambakan, "Tidak" saya rasa itu tidak mungkin. Akan ada hal-hal yang kita harus telan yang memang kita tidak begitu suka, tapi itulah pernikahan. Kalau kita ingin semua hal bisa kita dapatkan, itu kalau kita sudah di surga, tapi selama di dunia tidak akan terjadi.
GS : Ini ada suatu perbedaan antara kalau kita mengasihi pasangan kita dan mengasihi anak kita, Pak Paul? Kalau kita mengasihi anak kita maka tetap ada tuntutan dan kita akan memberikan disiplin kalau tuntutan itu tidak terpenuhi dan tidak mungkin kita lakukan hal yang sama terhadap pasangan, Pak Paul?
PG : Itu memang yang menyulitkan dan betul sekali, Pak Gunawan. Jadi biasanya dengan anak kita lebih mendapatkan hasil karena memang ada ancaman-ancaman disiplin. Dengan pasangan, memang ini keulitannya, kita tidak bisa memberikan ancaman-ancaman disiplin dan sebagainya.
Jadi caranya adalah terus menerus dan harus bicara dan kadang-kadang saya juga perbolehkan kita untuk marah, kalau memang sudah keterlaluan seyogianyalah kita marah silakan marah sebab kadang-kadang pasangan perlu melihat reaksi kita yang serius dan baru tersadarkan sebab pasangan kita seperti kita orang berdosa, kita tidak selalu peka dan sadar dan karena kita orang berdosa maka kita selalu mementingkan diri. Jadi susah untuk berubah demi pasangan atau demi orang lain. Maka kadang-kadang kita perlu melihat pasangan kita marah sehingga kita disadarkan tidak boleh sembarangan. Misalkan kalau kita bicara seenaknya, memerintah-memerintah dan pada suatu kali pasangan kita dengan mata yang tajam memandang kita dan berkata, "Kamu jangan memperlakukan saya seenaknya, tolong hormati saya juga". Mungkin sebelumnya tidak pernah mengatakan hal seperti itu tapi tiba-tiba sekarang dia katakan. Saya rasa kita akan terkejut karena pasangan kita bisa bicara seperti itu, kita juga akan lebih berhati-hati. Jadi memang harus kita sadari, kita hidup dengan orang berdosa sama seperti pasangan kita harus hidup dengan kita orang berdosa. Kadang-kadang silakan untuk memberikan ketegasan seperti itu agar dia mengerti.
GS : Tapi dia merasa tidak dikasihi makanya dia agak sulit menyandingkan antara mengasihi dan menuntut Pak Paul?
PG : Maka langkah berikutnya penting, Pak Gunawan. Kita harus memastikan bahwa pasangan kita itu tahu kalau kita mengasihinya. Jadi syarat atau prasyarat menuntut adalah mengasihi. Kita mesti mlimpahkannya dengan kasih sayang, barulah kita boleh menuntutnya.
Tuhan mengasihi kita dan Tuhan mati untuk kita bahkan ketika kita masih berdosa, itu adalah bukti dari cinta yang begitu besar maka setelahnya Tuhan boleh dan seharusnyalah menuntut kita berubah. Jadi dengan pasangan juga harus sama, berkorbanlah, relalah, bersedialah, mengalahlah, tunjukkan kasih kepadanya. Setelah itu kita lakukan barulah kita boleh menuntutnya.
GS : Memang di dalam hal ini kita harus memberikan kepastian kepada pasangan kita. Kalaupun tuntutan itu tidak terpenuhi kita tetap mengasihi dia dan tidak merusak hubungan kita, Pak Paul.
PG : Ini point yang baik sekali Pak Gunawan sebab adakalanya pasangan bisa menganggap bahwa ini sebuah syarat, "Kalau kamu tidak melakukan maka aku tidak akan mengasihimu lagi", dan ini yang haus kita hindari, kita harus meyakinkannya bahwa meski aku menuntut aku tetap mengasihimu.
Ini sebuah kepastian dan ini yang perlu diyakini oleh pasangan, maka sekali lagi saya tekankan kita mesti menunjukkan kasih terlebih dahulu sebelum menuntutnya. Dan yang terakhir adalah tuntutan itu pun harus disampaikan dengan penuh kasih, jangan dengan kemarahan, merendahkan dia, menghina dia. Kemudian kita berkata, "Saya tetap mengasihimu" tidak bisa! Sebab waktu menyampaikannya kita menyampaikannya dengan begitu penuh kebencian atau melecehkannya, bagaimanakah dia bisa percaya kalau kita mengasihinya. Maka sampaikanlah tuntutan itu juga dengan baik-baik, dengan kasih sayang dan seperti tadi Pak Gunawan tekankan, bahwa saya tetap mengasihimu, saya memang menuntutmu, tapi kasih saya terhadapmu tetap tidak berubah.
GS : Itu berarti kalau kita sadar bahwa kita belum mengasihi pasangan dengan sungguh-sungguh, lebih baik kita tidak perlu menuntut apa-apa dari dia.
PG : Lebih baik begitu Pak Gunawan, sebab pasangan akan berkata, "Apa yang telah kau berikan kepadaku, engkau tidak mengasihiku tapi engkau seenaknya menuntut-nuntut", dia semakin marah dan bukn semakin bersedia memenuhi tuntutan kita sebab dia merasa, "Engkau tidak mengasihi sekarang engkau menuntut".
Jadi sama seperti perumpamaan, "Engkau tidak pernah menabur sekarang mau memetik".
GS : Tetapi itu seringkali terjadi di dalam hidup pernikahan Pak Paul, jadi masing-masing menuntut dan akhirnya keluarga itu pecah tidak bisa tahan.
PG : Karena masing-masing sudah tidak lagi merasa dikasihi, Pak Gunawan. Jadi tuntutan itu hanya berfungsi kalau kita merasa dikasihi.
GS : Justru alasan dia adalah karena saya butuh kasih maka saya menikah, kalau saya tidak butuh kasih maka saya tidak menikah. Makanya dia masuk dalam hubungan pernikahan dengan banyak tuntutan.
PG : Maka itu adalah sebuah kesalahan sebab sekali lagi sebelum menuntut dia justru harus memberikan cinta kasih terlebih dahulu. Jadi setelah itu diberikan baru boleh menuntut, jangan kebalikanya, "Saya harus menuntut dulu, saya harus dipenuhi dulu maka saya baru mengasihimu", itu tidak bisa.
GS : Itu suatu keunikan di dalam suatu hubungan pernikahan secara kristiani?
PG : Betul sekali, inilah pernikahan yang di dasari atas konsep kasih karunia.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Saya bacakan dari Efesus 4:31, "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan". Segala kepahitan, kegeramn, kemarahan, pertikaian itu semua Tuhan katakan "Buanglah dari antara kamu" saya bisa terapkan ini dalam pernikahan buanglah ini dari pernikahanmu demikian pula segala kejahatan.
Maka sekali lagi tetap utamakan kasih, berikan kasih kemudian setelah itu diberikan barulah tuntutlah dengan kasih sayang pula bukan dengan kegeraman, bukan dengan kebencian. Hal itu yang justru kita harus buang dari pernikahan kita.
GS : Terima kasih Pak Paul, perbincangan ini semoga juga meluruskan konsep kita tentang kasih, tentang tuntutan. Banyak terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengasihi dan Menuntut". Bagi Anda yang berminat mengikuti perbincangan ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.