Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kepercayaan kepada Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, seringkali orang tua mengatakan tidak bisa percaya kepada anaknya atau anaknya itu tidak bisa dipercaya. Tetapi seharusnya orang tua menaruh percaya kepada anaknya supaya anaknya bisa bertumbuh kembang yang baik dan batasannya bagaimana, Pak Paul?
PG : Sebetulnya Pak Gunawan, kalau anak sejak kecil kita limpahkan kasih sayang yang cukup kemudian kita terapkan disiplin yang baik, seyogianya sesuai dengan perkembangan usianya anak akan sia untuk dipercaya.
Sekarang tinggal orang tua, apakah bisa mempercayakan anak atau tidak. Jadi asumsinya atau pada prinsipnya yang ingin saya tekankan adalah kalau kita sudah melakukan tugas sebagai orang tua dengan baik maka seyogianya tidak ada alasan untuk kita menahan kepercayaan kepada anak. Memang kita perlu hikmat untuk akhirnya tahu hal-hal apa yang akan kita percayakan, sehingga kita tidak memberikan kepercayaan yang berlebihan kepada anak di usia dimana dia memang belum sanggup untuk menanggung kepercayaan yang sebesar itu. Tapi kalau kita sudah bisa memiliki hikmat itu, saya mau mendorong orang tua justru untuk lebih berani memberikan kepercayaan kepada anak. Kepercayaan ini sebetulnya adalah sebuah hadiah atau imbalan positif, Pak Gunawan. Jadi ini adalah suatu cara memuji anak, mendorong anak secara positif namun sebenarnya dengan cara yang sangat murah tidak mengeluarkan biaya tapi sangat efektif. Kadang-kadang kita memikirkan hadiah dalam bentuk uang atau barang, namun ada hadiah yang dapat kita berikan kepada anak-anak dengan biaya yang sangat-sangat murah, tidak perlu bayar tapi justru sangat efektif yaitu memberinya kepercayaan. Ini yang akan kita ulas supaya orang tua bisa belajar bagaimana memberikan kepercayaan kepada anak.
GS : Yang dikhawatirkan sebagai orang tua, kadang-kadang setelah kepercayaan itu kita berikan, kita tidak bisa menarik lagi. Jadi kalau kepercayaan ditarik lagi, maka hormat anak kepada kita menjadi berkurang, apalagi tadi Pak Paul katakan ini semacam hadiah. Jadi tidak layak kita sudah berikan lalu kita cabut suatu saat, maka itu menjadi suatu kesan yang buruk?
PG : Sudah tentu kalau itu dilakukan cukup sering, saya setuju efeknya akan buruk karena anak akan melihat bahwa orang tua tidak konsisten dan akhirnya anak belajar untuk percaya dan juga untuktidak percaya, maksudnya anak-anak akan berkata "Apapun yang orang tua katakan, jangan dihiraukan karena nanti akan berubah pikiran, apa pun yang dia katakan yang dia sudah berikan akan ditarik kembali", dan itu tidak sehat ! Namun kalau kita memberikan kepercayaan dengan hati-hati dan dengan tepat, kemungkinannya untuk kita tarik kembali itu kecil.
Jadi kalau pun kita tarik kembali karena perbuatannya yang salah atau menyimpang, itu terjadinya jarang dan tidak menimbulkan dampak buruk seperti yang kita bayangkan.
GS : Ada juga kekhawatiran begini Pak Paul, memberikan kepercayaan disertai syarat-syarat lalu anak berkata, "Kalau ada syarat-syarat seperti ini namanya orang tua tidak percaya kepada saya, kalau begitu tidak perlu dipercaya saja ?"
PG : Memang kalau kita mau memberikan kepercayaan, sebaiknya kita berikan tanpa syarat-syarat karena dengan adanya syarat-syarat yang mengikat itu sama juga dengan tidak percaya. Jadi misalkan ita berikan kepada anak kita kepercayaan untuk main video games, "Kamu bisa main video games selama satu jam", dan berikan kepercayaan itu.
Jangan sewaktu kita sudah katakan seperti itu lalu kita sering-sering ingatkan dia, "Jangan lupa setengah jam lagi kamu harus belajar, jangan lupa, jangan lupa". Jadi apa artinya kepercayaan itu, hilang semuanya ! Sebaiknya kalau kita sudah memberikan kepercayaan maka kita berikan, kalau kita belum bisa memberikan kepercayaan sama sekali dan kita selalu memberikan peringatan seperti itu terus-menerus, maka lebih baik jangan memberikan kepercayaan dulu.
GS : Oleh sebab itu justru hal itu yang sering kali yang menjadi kesulitan atau masalah bagi orang tua. Kapan kita bisa memberikan kepercayaan kepada anak, Pak Paul?
PG : Yang pertama adalah prinsipnya kita itu memberikan kepercayaan kepada anak sesuai dengan usianya dan sedini mungkin. Jadi pada masa anak kecil, kita sudah mulai memberikan kepercayaan untu hal-hal yang kecil.
Dengan bertambahnya usia, kita akan memberinya kepercayaan dengan hal-hal yang lebih besar namun sekali lagi kita harus mulai sejak kecil, karena anak yang dari kecil tidak diberikan kepercayaan, nanti setelah dia besar kemungkinan dia akan menyalahgunakannya atau dengan kata lain, dia tidak tahu bagaimana melakukannya atau bertanggung jawab atas kepercayaan yang telah diberikannya itu. Biasanya apa yang kita lakukan? Kita biasanya langsung berkata, "Benar 'kan kamu memang tidak bisa dipercaya, saya tarik kembali semuanya". Akhirnya anak itu tidak pernah belajar untuk diberikan kepercayaan, dan apa yang terjadi? Akhirnya kebanyakan anak-anak yang tidak diberikan kepercayaan bisa mempunyai dua reaksi yang buruk, Pak Gunawan. Reaksi yang pertama adalah dia menciut, saat ada kepercayaan yang ingin diberikan kepadanya, dia akan lari. Disuruh sesuatu, dipercayakan sesuatu tidak mau, "Kamu bisa memimpin, coba kamu yang pimpin". Tidak mau! "Kamu bisa memimpin organisasi ini". Tidak mau, tidak bisa. Dia takut sekali dengan kepercayaan, karena takut tidak bisa memenuhinya. Karena apa? Karena di rumah kita tidak membiasakannya. Yang kedua yang bisa membuat reaksi buruk adalah anak yang tidak bisa memberikan kepercayaan takutnya nanti menjadi maling maksudnya adalah sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan yang dia ingin lakukan. Memperoleh yang dia inginkan tapi semuanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi karena dia tahu tidak ada lagi kepercayaan orang tua kepadanya sehingga dia akhirnya harus bersembunyi menjadi pencuri. Dan itulah yang kita mau hindari, Pak Gunawan.
GS : Kadang-kadang karena anak tidak diberi kepercayaan, lalu tidak punya rasa tanggung jawab, dia merasa tanggung jawabnya tetap pada orang tuanya. Jadi setiap kali mau diberikan kepercayaan dia menolak karena ingin menghindar dari tanggung jawab. Dia sadar dengan diberikan kepercayaan ini tanggung jawab menyertainya sekaligus, dan dia tidak mau itu?
PG : Betul. Dan kalau pun misalkan dia akhirnya berbuat kesalahan, kecenderungannya adalah menyalahkan, dia akan salahkan semua orang di seluruh dunia ini, dia akan salahkan situasi. Kenapa ? Da memang tidak mau memikul tanggung jawab itu.
Jadi kita harus tekankan sekali lagi betapa pentingnya memberikan kepercayaan kepada anak sejak kecil dengan hal-hal kecil. Makin anak besar barulah kita berikan kepercayaan untuk hal-hal yang lebih besar. Contohnya hal-hal kecil yang bisa kita berikan kepada anak misalkan pada waktu dia masih kecil, kita bisa meminta dia untuk menjaga adiknya sebentar saja, "Mama mau ambil ini, tolong kamu lihat adik", sudah tentu kita tidak meminta dia melakukan hal yang tidak bisa dia lakukan, hanya duduk sebentar saja, lalu kita kembali dan kita katakan, "Terima kasih, kamu bisa jaga adik dengan baik." Atau misalnya kita sedang mengotak-atik barang elektronik kita dan kita meminta tolong ambilkan peralatan atau "Tolong pegangkan lampu senter dan lain-lain". Semua itu adalah kepercayaan-kepercayaan yang kita berikan kepada anak, dan makin dia besar kepercayaan itu juga makin berubah bentuknya Pak Gunawan, dari hal-hal tadi yang sudah saya berikan contohnya, lebih pada kepercayaan perkataannya. Misalkan dia berkata, "Pa atau Ma saya mau pergi dengan teman-teman", dan kita tanya "Pulang jam berapa?" dan dia menjawab "Pulang jam segini", orang tuanya menjawab, "Baik saya percaya kamu akan pulang jam segitu, silakan pergi". Dia pergi lagi dengan temannya, maka kita bertanya, "Kamu pergi dengan siapa", dan dia sebut nama-namanya, "Baik, saya percaya kamu akan pergi dengan mereka". Itu adalah kepercayaan dan sudah tentu pada masa anak kecil dan pada masa anak besar, sudah lain bentuknya tapi intinya sama yaitu kita mempercayakan sesuatu kepada si anak itu.
GS : Itu menimbulkan rasa percaya diri pada anak atau kebanggaan pada anak itu?
PG : Ini membawa kita kepada point berikutnya bahwa kepercayaan yang kita berikan kepada anak itu akhirnya memang akan membuat si anak percaya diri, melihat dirinya dengan lebih positif. Waktu ia melihat dirinya dengan lebih positif dia akan berbuat hal-hal yang positif sesuai dengan kepercayaan yang kita berikan kepadanya dan karena yang dia katakan kita pun percaya akhirnya relasi kita dengan dia makin positif.
Bayangkan kebalikannya Pak Gunawan, si anak bicara sesuatu dan pertama-tama kita sudah tidak percaya, kita sudah curiga, kita tanyakan lagi dan tanyakan lagi, mau periksa ini dan itu akhirnya si anak semakin jengkel bila berbicara dengan kita dan anak akan berkata, "Buat apa menjelaskan, tetap tidak dipercaya". Itu berarti warna relasi kita dengan anak akan menjadi negatif dan yang lebih buruk lagi adalah si anak pun pada akhirnya akan melihat dirinya dengan negatif pula sebab dia akan melihat, "Saya tidak dipercaya, saya selalu dianggap berbohong, saya selalu dianggap anak yang tidak bisa dipercaya", akhirnya dia pun melihat dirinya seperti itu. Kekhawatiran saya kalau seperti itu, nanti si anak pergi kemana-mana, dia akan melakukan hal-hal yang lebih buruk karena dia melihat, "Saya memang anak yang brengsek, saya orang yang tidak bisa dipercaya". Dia akan hidup sesuai dengan pandangan terhadap dirinya itu.
GS : Jadi sebenarnya menaruh kepercayaan kepada anak atau memberikan kepercayaan kepada anak, bukan hanya untuk kepentingan anak, tapi juga untuk kepentingan orang tua?
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, sebab pada akhirnya memang kitalah yang diuntungkan oleh si anak karena si anak yang dipercaya itu nantinya akan mau berusaha keras tidak mengecewakan kita karenadia tahu dia dipercaya.
Jadi makin dia dipercaya dia makin mau menjaga kepercayaan ini. Ini adalah sebuah naluri yang alamiah pada jiwa manusia. Dia makin mau menjaganya berarti dia akan berusaha keras menyenangkan hati kita karena dia tidak mau kepercayaan itu rusak, berarti kita yang lebih diuntungkan pada akhirnya. Jadi berusahalah dari kecil memberikan kepercayaan seperti ini. Saya melihat cukup banyak Pak Gunawan, contoh dimana orang tua berangkat dari titik negatif yaitu dari titik tidak percaya pada anak, anak bertanya sesuatu kemudian langsung ditanyai kanan kiri, diinterogasi, semua yang dikatakan oleh anak itu dianggapnya ada yang ditutupi atau ada yang disembunyikan dan harus dibongkar oleh orang tua. Akhirnya si anak dengan orang tua mengembangkan relasi yang negatif, sayang sekali sebetulnya kalau kita telah melakukan tugas dengan baik seyogianya anak itu bisa dipercaya. Dia adalah anak kita sendiri dan bukan anak yang tidak kita kenal. Jadi sayang, begitu banyak relasi menjadi buruk karena masalah ini.
GS : Sering orang tua juga berdalih bahwa orang tua bukan tidak percaya pada anaknya tapi ini untuk kepentingan anak itu sendiri. Jadi merupakan suatu perlindungan atau merupakan suatu penghindaran dari kecelakaan dan sebagainya. Jadi itu selalu menjadi dalih orang tua.
PG : Sudah tentu kalau yakin hal itu akan berdampak seburuk itu dan memang ini bukan pemikiran sendiri tapi ada buktinya, sudah seharusnyalah kita bersikap tegas melarangnya. Namun kalau memangtidak, saya mau mengajak kita ke point berikutnya yaitu mari kita bertumbuh juga.
Memang memberikan kepercayaan itu mengusik rasa aman kita Pak Gunawan. Saya masih ingat waktu anak saya yang paling besar meminta izin untuk ke Dieng Plaza (Mall), dari rumah kami ke Dieng Plaza itu mungkin hanya sekitar 10 menit naik becak, berarti jalan kaki hanya 15 menit paling lama, dekat! Waktu itu dia berusia 10 atau 11 tahun, mau pergi dengan temannya. Saya masih ingat saya dan istri saya mula-mula agak bingung memberikan izin atau tidak, tapi akhirnya kami beranikan diri dan berkata, "Silakan pergi dengan temanmu" dia pergi kemudian kembali dan kami tenang. Akhirnya sudah tentu bertumbuhlah rasa percaya ini, bahwa dia bisa dilepaskan dan dia bisa pulang dan dia bertanggung jawab pergi dengan siapa dan sebagainya. Tapi yang saya ingin tegaskan adalah awalnya memang ini tidak mudah karena mengusik rasa aman kita, tapi inilah yang perlu kita lakukan dengan bertambahnya usia si anak, biarkan ambil resiko itu, sehingga kita bertumbuh dan si anak pun bertumbuh. Kalau semua kita lindungi karena kita takut si anak ada apa-apa, kita tidak pernah bertumbuh tapi yang lebih celaka adalah si anak tidak pernah bertumbuh sampai nantinya yang tadi Pak Gunawan katakan si anak itu akhirnya menciut sekali, akhirnya menyalahkan orang dan tidak bertanggung jawab kerena memang tidak pernah menerima kepercayaan dari orang tua.
GS : Bagaimana kalau orang tua memberikan kepercayaan tapi juga mengawasinya dari jarak jauh, tadi seperti yang Pak Paul katakan; anak Pak Paul pergi ke suatu mall yang tidak terlalu jauh. Saya pernah mengalami dengan anak saya yang pulang sekolah minta naik angkutan umum. Dia berkata, "Tidak perlu di jemput, saya ini sudah besar", dia malu dijemput dia bisa pulang dengan angkutan umum tetapi ada kekhawatiran dalam diri saya sehingga pada waktu jam pulang saya mengawasi dia dari jauh. Hanya kekhawatirannya adalah kalau pada saat itu anak saya tahu bahwa saya sedang mengawasi dia, maka dia akan kembali merasa tidak dipercaya, Pak Paul?
PG : Sudah tentu ini memang sebuah keputusan yang harus dipertimbangkan masak-masak. Kalau kita takut dan ketakutan itu berdasar misalkan dia nanti di angkutan umum dia akan bingung atau mungki dia tersesat dan sebagainya, itu tidak apa-apa! Tapi sebaiknya kita beritahu dia dari awalnya dan kita katakan, "Bisa tidak kita kerjasama, Papa mau mempercayakan kamu tapi Papa masih takut", jadi kita bicara terus terang.
"Bisa tidak kamu tolong Papa yaitu untuk dua kali ini waktu kamu pulang naik angkot Papa akan ikuti dari belakang, setelah dua kali dan Papa tahu kamu bisa maka akan Papa lepaskan. Tolong Papa, sebab Papa masih takut melepaskan kamu jadi kita tidak menempatkan problem pada pundak si anak, seolah-olah si anak itu tidak bisa naik angkot, tidak mengerti jalan dan sebagainya, tidak! Kita tempatkan problem pada posisi yang sebenarnya yaitu diri kita sendiri yaitu diri kitalah yang takut. Kita berkata, "Papa yang takut jadi tolonglah supaya Papa menjadi tenang, Papa ikuti dari belakang", seperti itu, Pak Gunawan.
GS : Rupanya yang pada waktu itu tidak saya lakukan tapi memang tidak ketahuan. Tapi itu ada suatu kekhawatiran di dalam diri orang tua.
PG : Pasti ada makanya memang kita juga harus keluar dari zona aman kita itu.
GS : Apakah ada hal yang lain, Pak Paul?
PG : Ada satu lagi yaitu kita memberikan kepercayaan-kepercayaan kepada anak sesuai koridor kehendak Tuhan, jangan sampai kita memberikan kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu yang saah, yang berdosa.
Sebagai contoh yang mudah adalah anak-anak mau pergi dengan teman-temannya dan dia harus tidak masuk sekolah, kemudian si anak akhirnya berbohong kepada pihak sekolah dan kita memberikannya izin untuk melakukan hal-hal seperti itu dan itu salah ! Jadi apa pun yang kita lakukan cobalah kita ingat apakah ini perbuatan yang memperkenankan Tuhan atau tidak, kalau tidak memperkenankan Tuhan maka jangan, jangan kita izinkan untuk melakukannya. Sekarang kita sudah melihat semua yang perlu kita lakukan, saya kira pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kalau si anak memang tidak bisa dipercaya, dia gagal memenuhi kepercayaan kita. Dan ini terjadi, Pak Gunawan, saya kira semua orang tua pernah mengalami hal seperti ini. Saya kira ini wajar dan ini yang pertama yang ingin saya katakan wajar, jangan menganggap anak itu kriminal, sekali saja mengecewakan kita selamanya tidak bisa dipercaya, kriminal, jangan! Saya berikan beberapa masukan yang pertama adalah kalau memang dia tidak bisa dipercaya dia gagal, coba kita ajak bicara minta dia bercerita kenapa sampai dia tidak melakukannya, kenapa sampai dia tidak menepati janjinya, dia bilang mau pulang jam segini tapi pulangnya jauh lebih larut. Sebelum kita marah atau menghukumnya dan sebagainya, kita minta dia menjelaskannya terlebih dahulu apa yang terjadi dan itu langkah yang pertama. Setelah itu kita harus mengevaluasi apakah kegagalan ini akibat situasi yang di luar kendalinya ataukah memang dalam kendalinya. Misalnya memang di luar kendalinya karena dia pulang diantar oleh temannya dan temannya belum mau pulang, dalam kondisi seperti itu dia memang tidak bisa memaksa pulang, jadi seharusnya kita terima kalau itu yang terjadi. Tapi misalkan setiap kali dia pergi dan alasan itu yang dia gunakan, kita tahu ini rasanya dia berbohong. Kalau kita tahu rasanya dia berbohong maka kita akan katakan kepada dia, "Kalau kamu mau pergi lagi dan mau pulang jam segini, saya minta kamu pulang jam segini. Kalau kamu akan pulang dengan teman kamu dan kamu tidak bisa mengendalikan kapan kamu pulang, jangan! Tapi saya minta kamu pulang jam segini, kalau kamu tidak berhasil pulang jam segini selama sebulan kamu tidak keluar rumah, kamu tidak boleh lagi keluar malam-malam". Jadi kita dengan tegas mengatakan seperti itu, dan jangan kita menuduh dia berbohong secara langsung karena kita tidak mempunyai bukti. Tapi kita berikan keputusan yang tegas seperti itu kepada dia.
GS : Dan biasanya kalau pun kita mau berdebat dengan anak, biasanya kita kalah. Dia punya alasan yang jauh lebih banyak dari kita, jadi diperlukan sikap yang tadi Pak Paul katakan.
PG : Betul, sekaligus kita juga tidak mengatakan dia anak yang tidak bisa dipercaya dengan kita berkata bahwa pokoknya saya minta kamu pulang jam segini, kalau sampai kamu gagal lagi berarti saksinya, selama sebulan kamu tidak lagi bisa keluar malam.
GS : Di sana, perlu jelas kepada anak, apa sanksinya kalau dia gagal lagi?
PG : Betul, sehingga dia tahu apa yang akan terjadi kalau sampai dia tidak bisa memenuhi permintaan kita.
GS : Apa ada hal lain yang bisa kita lakukan Pak Paul, kalau ada anak yang mengecewakan kita karena kita sudah memberikan kepercayaan kepadanya?
PG : Kita juga harus melihat apakah si anak ini tengah menguji kita. Anak itu memang kecenderungannya adalah menguji batas supaya dia bisa lebih luas, lebih ada peluang supaya dia bisa melakuka apa yang dia ingin lakukan.
Sudah tentu ini tidak selalu salah tapi kalau misalkan kita tahu dia memang sengaja memanipulasi supaya dia mendapatkan apa yang dia inginkan dan kita tahu ini tidak benar, kita memang perlu tegas kepada dia dan sekali lagi memberikan dia sanksi. Kalau tetap mengulanginya, lain kali ini sanksinya. Jadi waktu kita tahu kita sedang diuji oleh dia, maka kita harus bisa tegas kepada dia, kita katakan kepada dia, "Ini yang telah kami tetapkan, kamu pun sudah setuju maka ikuti". Bagaimana kalau memang si anak itu terus sengaja melawan, memberontak ? Sekali lagi kita perlu introspeksi apakah permintaan kita atau peraturan kita itu berlebihan, kalau memang berlebihan kita mesti konsekuen untuk merubahnya sehingga si anak bisa menepati janjinya. Kalau memang kita rasa dan kita sudah bicarakan dengan orang lain juga tentang peraturan kita kepada anak bahwa ini masih manusiawi dan selayaknya dan sebagainya, kita harus komunikasikan kepada dia terus terang. Saya tahu sebetulnya kamu melakukan ini dengan sengaja karena kamu tidak bisa menerima, tapi ini yang saya berikan dan saya juga bisa bicara dengan orang lain, saya minta pendapat ternyata ini memang masih dianggap manusiawi, jadi saya tidak bisa mundur. Dan sekarang pilihan kamu hanyalah dua, yang pertama adalah kamu ikuti permintaan saya dan kamu masih bisa pergi dan kalau kamu tidak bisa ikuti sama sekali kamu tidak bisa pergi lagi. Jadi disitu akhirnya kita mesti bersikap tegas. Ini semua yang kita bicarakan dalam koridor memberikan kepercayaan kepada anak, Pak Gunawan, sudah tentu ada batasnya. Dan ini batasnya jadi jangan sampai kita juga berkata, "Baiklah yang penting percaya kepada anak", tidak! Tetap orang tua mesti memantau dan ada waktunya orang tua memang memberi pagar kepada anak, karena kadang-kadang anak memang akan melompat pagar dan itu tidak sehat untuk si anak.
GS : Seringkali juga pelanggaran terhadap kepercayaan itu bukan sengaja dilakukan, Pak Paul, tetapi sifat remaja atau anak-anak ini yang ceroboh. Jadi karena mereka bergurau sampai larut malam dan tidak sadar bahwa batas waktu itu sudah lewat misalkan seperti itu. Atau dipercaya membawa kunci dan kuncinya dihilangkan. Jadi tidak ada kesengajaan untuk mengecewakan kita tapi karena sifat kecerobohannya yang memang belum bisa hilang.
PG : Kalau kita memang mengakui ini adalah sifat kecerobohannya kita ajak dia bekerja sama dengan kita misalnya kalau dia berkata, "Saya tidak sadar jam berapa", kita menjawab, "Baik sekarang sya tanya untuk hari ini, kamu mau pulang sendiri tepati waktu atau saya telepon kamu setengah jam sebelumnya", kemudian dia berkata, "Tidak perlu telepon", orang tuanya berkata "Baik tapi kamu janji, kalau kamu gagal memenuhi janji, berarti lain kali jika kamu pergi, saya tidak mau lagi terima penjelasan kamu dan saya akan langsung telepon kamu.
Sekarang dua pilihan itu saya berikan kepada kamu". Jadi kita ajak dia untuk bekerja sama dengan kita kalau memang itu ceroboh, jadi bukannya dia sengaja mengecewakan kita.
GS : Jadi memang dibutuhkan keputusan dari pihak anak, sehingga dia tidak merasa ini dari pihak kita saja?
PG : Betul. Jadi kita melibatkan dia dalam keputusan bersama ini.
GS : Dan didalam hal ini bertumbuhnya rasa tanggung jawab ini seberapa besar?
PG : Ini akan sangat positif sekali Pak Gunawan, kalau anak merasa memang dia dipercaya, semakin hari dia akan semakin menumbuhkan tanggung jawab dalam dirinya. Jadi orang tua yang ingin meliha anaknya mengembangkan sikap tanggung jawab harus memberinya kepercayaan, kalau tidak dia tidak akan memiliki tanggung jawab nantinya.
GS : Dan bagaimana kalau anak itu menuntut tanggung jawab yang lebih besar dari pada yang kita telah berikan kepadanya?
PG : Kita harus bisa melihat apakah dia sanggup, kalau rasanya dia belum sanggup, kita juga harus berhati-hati jangan melimpahkan tanggung jawab yang akhirnya dia memang tidak bisa memenuhinya.Jadi kita mesti mengenal anak kita dengan sebaik-baiknya.
GS : Seringkali kalau kita berikan penjelasan, mereka sukar menerimanya. Karena mereka merasa, "Saya bisa diberi tanggung jawab itu", tapi kita orang tua merasa belum.
PG : Kalau akibatnya lokal dan bisa ditangani, saya akan ambil resiko itu tapi kalau akibatnya itu bisa berdampak luas, saya akan jauh berhati-hati dalam hal seperti itu.
GS : Pak Paul, dalam hal ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Saya akan bacakan Amsal 22:6, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu". Firman Tuhan ini baik sekali, alau pada waktu anak-anak kecil mendidiknya dengan tepat, ini akan dibawanya sampai tua.
Dari kecil dari muda kita berikan kepercayaan sehingga dia mengembangkan tanggung jawab, setelah dewasa dia menjadi orang yang bertanggung jawab. Ini semua memang kembali kepada bagaimanakah kita mendidiknya sewaktu dia masih kecil.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kepercayaan kepada Anak" Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.