Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama dengan ibu Ester Tjahja. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pribadi yang Cemas". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Semua orang pasti pernah cemas, tetapi ada sebagian orang rasa kecemasannya itu agak di atas kewajaran, dan itu kelihatan sekali khususnya kalau mereka harus mengambil sebuah keputusan atau suatu tindakan yang cepat. Mereka tidak bisa dengan segera melakukannya, apakah memang betul seperti itu Pak Paul?
PG : Betul Pak Gunawan, jadi memang kita secara umum pasti bisa cemas, pasti ada moment-moment di mana kita mencemaskan sesuatu; ada saat-saat di mana kecemasan kita meninggi. Tapi khusus untu sebagian orang kecemasan menjadi problem mereka, karena dalam hal apa pun mereka mudah cemas; sedikit saja ada ketegangan mereka sudah bisa langsung bereaksi.
Jadi memang ada sebagian orang yang mudah sekali dilanda kecemasan.
GS : Apakah itu bisa kita lihat atau kita bisa kenali Pak Paul?
PG : Bisa Pak Gunawan, sekurang-kurangnya ada 3 ciri yang umum. Yang pertama adalah orang yang memiliki kecemasan yang tinggi sukar sekali untuk mengambil keputusan, karena biasanya mereka menkuatirkan banyak hal.
Biasanya fokus perhatian pada kegagalan, sehingga semua tindakan mereka ditujukan untuk menghindar dari kemungkinan kegagalan itu. Belum mengambil keputusan, sudah memikirkan, "wah nanti saya akan gagal, kuatir nanti risikonya buruk." Sehingga pikiran diisi terus-menerus oleh antisipasi akan hal-hal yang buruk itu; pada akhirnya mereka sukar sekali mengambil keputusan.
ET : Bahkan akhirnya tidak ada keputusan ya Pak?
PG : Betul sekali, jadi kadang-kadang kita yang dekat dengan dia agak frustrasi karena kita menunggu-nunggu dia mengambil keputusan. Kalau kita desak dia, dia juga tidak suka tapi kalau tidak idesak dia tidak segera mengambil keputusan, jadi agak sedikit repot.
ET : Tapi kadang-kadang ada yang beralasan, "Wah kita harus memperhitungkan yang terburuk," jadi buat mereka itu sudah menjadi kewajiban untuk mempertimbangkan kegagalan dan juga risiko-risikona.
PG : Masalahnya dengan mereka adalah mereka tidak bisa melihat yang positif dengan mata yang sama. Jadi meskipun mereka bisa mengakui, ya memang benar kalau jalan begini-begini, namun....(namunya itu kembali kepada yang negatif).
Jadi dengan kata lain waktu mereka melihat ke depan mata mereka melihat yang buruk itu dengan sangat jelas. Sedangkan melihat yang positif, meskipun mata bisa melihat dan mengakui tapi seolah-olah tidak memberikan dampak atau rasa tenang dalam diri mereka.
GS : Tapi kalau kita mencoba memberikan masukan atau usulan kepadanya dan orang lain juga memberikan masukan, dia akan tambah bingung.
PG : Betul sekali, memang orang ini mudah sekali tegang. Jadi kalau orang mulai memberikan komentar, masukan; dua orang atau tiga orang dia akan langsung kacau, bukannya mereka itu justru tenag dengan masukan-masukan itu tapi justru tambah bingung.
Kenapa? Sebab memang mudah sekali tegang, terlalu mudah tegang sehingga waktu mau mengambil keputusan, pikiran yang diperlukan untuk berkonsentrasi-tidak bisa berkonsentrasi justru semakin dia berusaha berkonsentrasi pikirannya makin buyar. Makin kita beritahukan caranya begini, dia tambah kacau dan tidak bisa berkonsentrasi. Jadi tetap berkubang di dalam pikiran yang kacau karena tingkat ketegangan yang memang sangat tinggi.
ET : Tampaknya hal ini sudah bisa kelihatan dari usia yang lebih muda atau lebih dini Pak Paul. Kadang-kadang ada anak yang sudah membawa kecemasan seperti ini.
PG : Betul Bu Ester, memang ini tidak bisa kita katakan bahwa ini hanyalah masalah orang dewasa, sebab ada sebagian anak-anak yang juga mengalami masalah yang sama. Misalkan salah satu ciri lan orang-orang yang mudah cemas ini adalah mereka sukar sekali untuk memikul tanggung jawab.
Jadi kalau kita memintanya untuk melakukan sesuatu dan bertanggung jawab atas hal itu, langsung dia itu bingung dan takut. Ini bisa kita lihat jelas pada anak-anak, misalnya kita memintanya untuk bertanggung jawab melakukan sesuatu tapi tidak bisa dan tidak mau. Ada anak-anak yang bahkan kalau diberitahukan oleh gurunya bahwa besok kamu bertanggung jawab melakukan apa, datang membawa apa-besok tidak datang ke sekolah dan malah ketakutan atau malah menghindar dari gurunya. Sehingga kadang-kadang orangtua yang datang memberitahukan, "Pak atau Bu maaf, anak saya diberitahukan dia harus membawa ini dan bertanggung jawab atas hal ini, dia malah semalaman tidak tidur, dia nangis, dia ketakutan makanya hari ini tidak masuk ke sekolah karena takut nanti ditanya mana tanggung jawabnya itu." Jadi betul Ibu Ester, ada sebagian anak-anak sudah memunculkan gejala yang memang mudah dilanda oleh kecemasan ini.
GS : Mungkin itu terkait dengan dia kuatir gagal itu Pak Paul?
PG : Betul, jadi memang ada beberapa penyebab kenapa ada gangguan seperti ini, memang salah satunya adalah itu Pak Gunawan. Sebagian anak-anak atau sebagian orang-orang ini tatkala masih kecildituntut untuk tidak boleh gagal.
Mereka harus selalu mampu mengerjakan sesuai dengan permintaan atau standar orangtua, sehingga kalau gagal akan mendapatkan risiko yang buruk. Mungkin tidak akan mendapatkan pemukulan atau kemarahan, tapi akan terasa dirinya kurang berharga sebab itulah yang dituntut oleh orangtuanya. Kalau kita sebagai orangtua memperlakukan anak dengan standar yang sekaku dan setinggi ini, besar kemungkinan kalau anak kita tidak mempunyai bekal atau potensi yang sesuai atau yang cukup dia akan mudah sekali dilanda kecemasan. Begitu kita meminta dia melakukan sesuatu, tanggung jawab diberikan, langsung goyang sekali. Karena dia sudah membayangkan dia mungkin gagal dan risikonya gagal itu berat yaitu kemarahan orangtua atau mungkin omelannya, tidak dianggap, tidak dinilai berharga. Jadi benar-benar takut sekali, pada akhirnya bukannya malah bisa mengerjakan tugas atau tanggung jawabnya tapi tambah tidak bisa.
ET : Yang pernah saya lihat ada beberapa kasus, kegagalan itu sebenarnya bukan kegagalan yang fatal tapi hanya tidak bisa mencapai standar yang diinginkan orangtua, tapi sudah dilihat sebagai kgagalan karena standar yang tinggi.
Kalau misalnya diukur secara normal misalnya pelajaran di sekolah juga bukannya gagal yang nilainya sampai merah sampai tidak naik kelas seperti itu.
PG : Betul, jadi awalnya anak-anak ini takut dengan risikonya kalau gagal. Misalkan dimarahi, dikata-katai, dianggap bodoh dan sebagainya, jadi awalnya anak-anak itu takut dan mencoba menghindr dari risiko kegagalan itu.
Namun lama-kelamaan si anak tidak lagi sebetulnya memfokuskan pada risikonya saja tapi juga kepada kegagalan itu. Persepsinya atau pandangannya terhadap kegagalan mulai berubah atau terdistorsi, tidak lagi proporsional. Jadi seperti yang tadi Ibu Ester katakan, seharusnya kegagalan ini kecil bukan besar, tidak fatal, mereka tidak sampai mendapat nilai buruk hanya turun satu nilai misalkan dari 9 ke 8, tapi buat mereka karena persepsi atau pandangan mereka sudah terdistorsi, melihat penurunan satu angka dari 9 ke 8, seolah-olah penurunan yang drastik dari 9 ke 4. Jadi akhirnya pandangan mereka pun terhadap kegagalan berubah-sangat membesarkan kegagalan, jadi awalnya adalah dari takut risiko kegagalan konsekuensinya dimarahi dan sebagainya tapi lama-kelamaan menyebar atau menular sampai mempengaruhi cara pandangnya terhadap kegagalan itu sendiri. Maka orang-orang ini begitu melihat ada potensi atau ada kemungkinan kegagalan, sekecil apa pun di mata mereka menjadi besar, karena memang sudah terjadi distorsi itu. Benar-benar kalau melihat kegagalan dia seolah-olah memakai atau menggunakan kaca pembesar. Jadi melihat dengan kaca pembesar maka semuanya menjadi besar, sebaliknya kalau melihat keberhasilan kemungkinan akan berjalan dengan baik, seolah-olah dia memakai kacamata yang mengecilkan, dari jarak jauh dan dirinya tidak kelihatan.
GS : Atau mereka kebanyakan ingin menyenangkan orang lain secara berlebihan?
PG : Bisa jadi Pak Gunawan, jadi anak-anak yang dituntut untuk sempurna, supaya jangan gagal dan sebagainya; bisa jadi secara langsung orangtua sebetulnya tidak menerapkan standar itu tapi si aak mempunyai keinginan yang sangat kuat menyenangkan orangtuanya.
Kadang-kadang kita sebagai orangtua tidak menyadari bahwa tanpa kita berkata-kata, tanpa kita menyampaikannya secara langsung, kita sudah mengkomunikasikan sebuah standar atau sebuah permintaan, ini yang ditangkap oleh si anak. Bisa jadi anak keliru menangkapnya, kita tidak menghiraukan standar yang tinggi itu, kita justru ingin mereka hidup dengan lebih apa adanya, dengan lebih bisa menikmatinya tapi adakalanya justru anak-anak menangkapnya berbeda sehingga keinginan menyenangkan hati orangtua besar sekali. Ini bisa terjadi dalam kasus-kasus yang lebih spesifik. Misalkan orangtua itu menderita, jadi si anak mempunyai dorongan yang lebih kuat, bergebu-gebu sekali untuk menyenangkan hati orangtuanya meskipun orangtua tidak pernah memintanya untuk melakukan hal seperti itu.
GS : Apakah orang-orang seperti ini juga kurang berani untuk bersaing dengan teman-temannya Pak Paul?
PG : Sering kali ya, karena takut gagal itu Pak Gunawan. Tapi kalau dia tahu dia pasti bisa, dan dia tahu level kompetitornya itu jauh di bawah dia, dia berani. Tapi kalau dia melihat kompetiornya itu mungkin setara atau sedikit di bawah dia, wah ketegangannya itu akan langsung meninggi.
Karena dia sudah membayangkan dia pasti akan kalah. Jadi yang dia lihat bukan prosesnya bahwa dia harus melawan atau dia harus bersaing tetapi yang dia fokuskan adalah pada hasil akhir, yaitu pasti kalah dan kalau kalah saya pasti malu; kalau saya merasa malu saya tidak bisa lagi ketemu dengan orang, saya harus menyembunyikan diri. Dunia hancur runtuh semuanya, itu pemikiran-pemikiran pribadi yang mudah cemas.
GS : Mungkin ada sesuatu yang ditakutkan pada pengalaman masa kecilnya Pak Paul?
PG : Bisa jadi Pak Gunawan, jadi ada orang-orang yang memang pada masa kecil mengalami trauma-trauma tertentu; misalkan ketakutan itu muncul karena orangtua sering bertengkar, karena sering berengkar si anak akhirnya menyimpan trauma.
Jangan sampai hari ini orangtua bertengkar, jangan sampai malam ini orangtua bertengkar, tapi seringnya bertengkar. Jadi akhirnya setiap hari begitu si anak di rumah dan melihat ada papa dan mamanya-mungkin orangtuanya belum bertengkar tapi dia sudah langsung dilanda kecemasan. Karena apa? Kemarin-kemarin itu yang terjadi yaitu orangtua bertengkar lagi dan bertengkar lagi jadi sekarang meskipun orangtua belum bertengkar, si anak sudah langsung mengantisipasi bahwa tidak lama lagi orangtua pasti bertengkar. Jadi kita bisa bayangkan akhirnya si anak hari lepas hari hidup dalam penantian akan pertengkaran orangtua. Dan perasaan apakah yang muncul kalau kita dalam penantian pertengkaran orangtua? Sudah tentu perasaan cemas. Inilah yang akan menjadi muatan atau isi jiwa si anak, dan bayangkan kalau dia tinggal bersama dengan orangtua itu berbelasan tahun, hari lepas hari jiwanya diisi oleh ketakutan atau kecemasan ini. Tidak heran setelah dewasa dia akan mudah sekali cemas, bukan hanya dia mendengar orang mau bertengkar dia cemas tapi apa pun yang mengganggu ketenangan atau kestabilan atau equilibriumnya atau apa pun yang membuat dia sedikit lebih tegang itu benar-benar sudah menjungkirbalikkan dia.
ET : Karena memang begitu banyak hal yang susah dia ramalkan, apakah hari ini akan berjalan baik atau tidak, benar-benar tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
GS : Dan dia bawa sampai sekarang, jadi meskipun dia tidak tinggal dengan orangtua kalau kita ajak ngomong dia mengerti. "Saya tahu papa-mama tidak ada di sini, saya tahu papa-mama kalau bertengkar saya tidak tahu karena jauh di luar kota, tapi karena sudah terbiasa mengantisipasi adanya masalah, ketegangan atau pertengkaran; jadi dia pun sekarang hari lepas hari itu selalu dalam siaga I. Dirinya selalu siaga I kalau-kalau nanti akan ada yang tidak beres, akan ada yang berantakan, jadi dia selalu berjaga-jaga. Otomatis kalau orang selalu berjaga-jaga, bereaktif sekali, mudah sekali tegang dan cemas. Itulah salah satu penyebabnya kenapa orang-orang ini begitu mudah dilanda oleh kecemasan.
GS : Mungkin ada faktor lain Pak Paul yang menjadi penyebabnya?
PG : Ada juga yang dari lahiriah, artinya kita harus mengakui ada orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan perasaan yang sangat sensitif, peka sekali. Kalau kita adalah orangtua dan mempunyi anak yang memang peka, kita akan tahu.
Sebab kalau kita naikkan nada suara kita sedikit saja, anak itu akan menangis, akan ketakutan. Pada hal kakaknya, mungkin kita harus berteriak-teriak, itu pun tidak takut tapi si adik baru kita naikkan suara kita dia langsung menangis ketakutan. Jadi apa yang bisa kita simpulkan, memang orang tidak sama. Ada anak yang lahir dengan perasaan yang lebih kuat, tidak mudah cemas; ada anak-anak yang perasaannya halus, sensitif sekali sehingga anak-anak yang perasaannya halus ini memang akan mudah merasakan segala jenis perasaan termasuk di dalamnya kecemasan. Jadi kalau orang lain merasakan kecemasan misalnya 5 kilo, dia akan merasakan kecemasannya 15 kilo, karena perasaannya itulah yang memang sudah sensitif.
ET : Jadi saya bayangkan kalau anak-anak memang pada dasarnya sudah sensitif, kemudian ditambah lagi mengalami pengalaman-pengalaman buruk di masa kecilnya, kecemasannya itu berlapis ya Pak?
PG : Dan memang itu satu paket, maksudnya kalau anak itu perasaannya tidak terlalu sensitif, waktu dihadapkan dengan orangtua yang terus bertengkar mungkin ada rasa takut tapi biasanya anak-ana ini mengembangkan perasaan yang sebaliknya.
Bukannya akhirnya tertindih oleh ketakutan namun dia akan dikuasai oleh kemarahan. Itu sebabnya dalam rumah yang sama kalau orangtua bermasalah sering bertengkar, akan ada reaksi-reaksi yang berbeda dari anak-anak. Ada anak yang malahan menjadi beringasan, sering berkelahi, sering marah, kalau marah banting barang, penuh dengan kekerasan; tapi ada lagi dalam rumah yang sama ada anak yang justru menjadi depresi sekali, mudah sekali cemas, sering kali dihantui oleh ketakutan. Apa yang terjadi, bukankah kedua-duanya diperhadapkan dengan pertengkaran orangtua yang sama. Yang membedakan sebetulnya adalah modal perasaan itu. Anak-anak yang perasaannya halus sewaktu diperhadapkan dengan rumah tangga yang penuh dengan konflik benar-benar makin tertusuk-tusuk, perasaannya makin terobek-robek. Sehingga alat pertahanannya untuk menjaga diri jangan sampai cemas runtuh. Kalau yang perasaannya tidak sensitif, dia lebih bisa melindungi dirinya; dia lebih bisa cuek tidak terganggu oleh ketegangan itu. Malah karena dia sering merasa orangtuanya bertengkar terus, reaksinya yang muncul adalah kemarahan.
ET : Tapi mungkin di dalam keluarganya tidak ada pertengkaran tapi sering berpindah-pindah atau misalnya pengasuhnya sering berganti-ganti, ini berpengaruh juga atau tidak pada kecemasan anak?
PG : Bisa Ibu Ester, jadi perpisahan dengan orang-orang yang kita kasihi, perpisahan dengan tempat yang kita sudah merasa nyaman dan kenal; kalau terjadi terlalu sering, di masa pertumbuhan si nak memang bisa akhirnya menimbulkan kecemasan.
Kenapa? Sebab perpisahan ini seperti dua hal atau dua benda yang telah bersatu kemudian dipisahkan. Jadi adanya perobekan, sudah tentu ini bukan perobekan secara fisik tapi perobekan secara emosional. Jadi ada dalam dirinya yang tercabik keluar atau yang diputuskan, ini menimbulkan luka, kesedihan. Sehingga kalau ini terjadi terlalu sering, maka akan terjadi perobekan yang makin hari makin banyak. Sebab belum sembuh terjadi lagi perpisahan, perobekan lagi. Lama-kelamaan si anak bisa juga mengembangkan sikap takut kalau-kalau ini terjadi lagi, jadi akhirnya dia penuh dengan kecemasan karena sudah membayangkan nanti akan terjadi perpisahan lagi dengan orang yang dikasihinya. Tapi ada juga yang lain tentang perpisahan, misalkan orangtua meninggal dunia atau bercerai dan sebagainya; kalau ini terjadi pada anak sewaktu masih kecil biasanya ini memang akan menimbulkan dampak kecemasan pada si anak. Sebab kenapa? Sebab figur orangtua itu figur pengasuh, figur yang memberikan rasa aman; nah waktu orang itu tidak ada lagi rasa amannya ikut terbawa pergi. Jadi dia kehilangan rasa aman tersebut; yang akan muncul dalam hatinya ketika rasa aman turut pergi dengan orang yang dikasihinya adalah dia merasa takut, dia merasa cemas. Ini yang sering kali terjadi, jadi kalau ini terjadi pada anak pada usia kecil memang cenderung dampaknya bisa bertahan untuk jangka waktu yang lama.
ET : Sekali pun pada dasarnya anak itu bukan anak yang sensitif Pak Paul?
PG : Meskipun anak itu bukan anak yang sensitif, sebab memang seyogianya anak kecil itu mendapatkan asuhan dari figur pengasuh yang akan bersamanya. Ini benar-benar sebuah pelindung, pemberi rsa aman dan sebaiknya permanen.
Sewaktu orangtua ada; rasa aman itu sudah terbentuk, nah sewaktu orangtua pergi atau meninggal dunia; dia pergi membawa rasa aman tersebut. Nah si anak kehilangan rasa aman. Dan dampaknya yang lain adalah orang ini adalah orang yang mengasihi dia misalkan mamanya atau papanya mengasihi dia sekali; terus sekarang orang yang mengasihi pergi nah waktu kita kehilangan orang yang mengasihi kita, itu akan menggoncangkan sistem kehidupan kita. Tiba-tiba kita merasa takut kehilangan orang yang kita kasihi, hidup kita tidak lagi komplit atau tidak lagi utuh seperti ada yang terhilang, ini menimbulkan gejolak dan akhirnya kecemasanlah yang menjadi perasaannya.
GS : Ini tentu sesuatu yang tidak enak buat seseorang yang menderita kecemasan seperti ini, bagaimana dia bisa mengatasi rasa cemasnya itu?
PG : Pertama, memang dia harus mengakui bahwa dia memiliki masalah ini, kedua dia mesti melihat ke belakang mengetahui kenapa dia bisa menjadi cemas seperti ini. Yang ketiga, dia mesti melawandan berkata sekarang pilihan saya dua, saya terus tunduk pada masa lalu saya yaitu penyebab-penyebab ini atau saya melawannya.
Kalau saya memang terlalu sensitif, mudah peka, sekarang pilihan saya dua; saya akan membiarkan diri saya terus-menerus peka atau saya mau belajar menguatkan perasaan saya sehingga saya bisa tidak terlalu terganggu oleh perasaan cemas ini. Jadi mesti ada sebuah keputusan untuk melawannya, sudah tentu bantuan orang atau teman akan sangat berfaedah. Kita bisa minta teman berbicara dengan kita, itu akan menguatkan kita melewati masa kecemasan. Sebab kecemasan yang disimpan sendiri, makin mengguncangkan; kecemasan yang dibagikan, diceritakan atau dibicarakan akan lebih tidak terlalu memberatkan hati kita.
GS : Padahal tadi dikatakan bahwa orang-orang seperti ini akan sulit sekali membuat keputusan, kalau dia harus memutuskan meninggalkan kecemasan ini, apakah itu tidak sulit?
PG : Sudah tentu merupakan sebuah pergumulan, jadi melihatnya hari lepas hari. Kalau hari ini harus mengambil keputusan, hari inilah mengambil keputusan, kalau hari ini dia merasa cemas, hari ni pula dia melawannya.
Nanti bagaimana, mungkin besok dia gagal; jadi hari per harilah dia lawan, dia kuatkan hidupnya, dia kuatkan dirinya. Sudah tentu pada akhirnya dia harus mempunyai pegangan yang kuat di dalam Tuhan, kalau tidak dia akan mudah goyah.
GS : Bagaimana kalau pasangan kita mempunyai kecemasan yang belebihan ini?
PG : Kita mungkin bisa berkata, "Kalau ada apa-apa coba ngomong, coba ceritakan." Nah waktu dia berbicara kita misalnya bisa memberikan dia masukan atau petunjuk. "OK........., sekarang coba amu mengambil nafas yang panjang kemudian keluarkan perlahan-lahan.
Ok, sudah tenang kalau sudah tenang coba kita lihat lagi masalahnya, atau kita lihat lagi pilihannya. Yang pertama ini, coba kita lihat yang pertama ini masalahnya ini dan risikonya ini. Coba yang kedua dan seterusnya. Jadi kita membimbing dia langkah demi langkah sehingga itu menolong mereka kalau lain waktu kita tidak ada disebelahnya untuk juga menenangkan diri seperti kita waktu menenangkan diri.
GS : Itu kita memberikan peran perlindungan tadi Pak Paul?
PG : Dan menolong dia untuk memilah, sebab orang yang cemas mencampur adukkan semuanya. Jadi dengan tenang dia lebih bisa memilah. Pertama kita memang membimbingnya untuk tenang, kedua menolog untuk berpikir dengan lebih tenang.
Sehingga bisa memilah-milah; kalau sudah dipilah dan dia melihat lebih jelas dia akan lebih tenang kembali.
GS : Orang-orang seperti itu mungkin membutuhkan rasa aman di mana pun dia berada. Kadang-kadang orang seperti ini kalau tinggal di lingkungan yang tidak dia kenal, hampir semua dia tidak kenal dia akan merasa gelisah sekali.
PG : Betul, meskipun belum ada apa-apa yang terjadi, orang-orang itu mungkin tidak melakukan apa-apa. Dia perlu waktu yang agak panjang untuk merasa tenang kembali. Biasanya kalau rumah tangg kita baik-baik saja dan anak-anak kita seperti itu, besar kemungkinan inilah yang dia bawa sejak lahir.
GS : Dalam hal ini adakah firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Firman Tuhan saya ambil dari Amsal 12:25, "Kekuatiran dalam hati, membungkukkan orang tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia." Jadi firman Tuhan berkata dengan jelas bahwa kekuatirn membuat orang bungkuk, artinya terhimpit oleh beban sehingga berat sekali hidupnya.
Apa yang dia butuhkan? Perkataan yang baik menggembirakan dia, maka kalau ada teman atau pasangannya; maka teman atau pasangannya itulah yang memberikan kata-kata yang baik, yang positif, yang menenangkan. Itu akan memberikan dia sukacita sehingga akhirnya beban itu tidak lagi berat menindihnya.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, kami percaya akan ada banyak orang yang tertolong dengan mendengarkan atau melakukan apa yang Pak Paul sudah sampaikan juga Ibu Ester terima kasih telah bergabung dalam perbincangan kami kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pribadi yang Cemas". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Jum, 24/07/2009 - 4:22pm
Link permanen
Thax
TELAGA
Min, 26/07/2009 - 5:23am
Link permanen
Syukurlah apabila hal