Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengendalikan Emosi Anak Hiperaktif". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Anak Hiperaktif itu seperti apa Pak Paul?
PG : Ada beberapa cirinya Pak Gunawan, sudah tentu kata hiperaktif itu menunjukkan kepada kegiatan fisik yang sangat berlebihan, jadi anak itu tidak bisa diam senantiasa berjalan, lari, kalau nik tangga pun tidak bisa perlahan-lahan.
Yang kedua, dia sangat susah untuk berkonsentrasi, jadi seringnya anak-anak hiperaktif itu mengalami kesulitan untuk mendengarkan instruksi sehingga akhirnya memancing kemarahan anak-anak lain atau orang-orang lain, karena dia sendiri tidak begitu bisa mematuhi peraturan atau permintaan orang. Anak-anak ini juga mempunyai kecenderungan untuk menggoda anak-anak lain, mengganggu anak-anak lain, membuat anak-anak lain kesal, marah dan sebagainya. Nah ini adalah bagian dari anak-anak hiperaktif. Kenapa kita mesti fokuskan pada saat ini, karena emosi mereka cenderung kuat, kalau marah-marahnya sangat besar.
GS : Biasanya yang menjadi penyebabnya apa Pak Paul?
PG : Sampai sekarang sebetulnya kita tidak mengetahui dengan pasti apa penyebabnya, nah gangguan ini memang masuk dalam gangguan yang disebut Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Nh kita hanya bisa memberikan deskripsi atau penjabaran apa yang sebetulnya terjadi.
Yang memang terjadi adalah adanya sesuatu yang lain di dalam sistem syaraf otaknya, namun kalau ditanyakan mengapakah demikian, tidak bisa kita ketahui. Misalkan ada yang bisa menyimpulkan kalau salah satu orangtua menderita gangguan ini anak mempunyai kemungkinan mengidap gangguan yang sama. Itu bisa dilihat dalam beberapa kasus, tapi apakah selalu seperti itu ya juga tidak. Misalnya yang lain lagi, di Amerika Serikat ada penelitian tentang anak-anak yang dikandung dalam kandungan ibu yang memakai alkohol, maksudnya pada waktu mengandung si anak mereka meminum minuman-minuman yang mengandung alkohol. Sebagian dari anak-anak itu waktu sudah lahir juga mengembangkan gangguan ADHD ini, apakah itu konklusif untuk semua anak ya juga tidak. Jadi memang sampai sekarang kita tidak bisa memastikan penyebabnya apa.
GS : Kalau orangtua mempunyai anak seperti itu, bagaimana seharusnya orangtua itu bersikap?
PG : Nomor satu, anak-anak itu memerlukan struktur Pak Gunawan, jadi orangtua mesti menerapkan disiplin. Kalau tidak ada disiplin anak-anak ini memang akan susah sekali untuk mengontrol dirinya. Karena di dalam dirinya dia sendiri harus menguasai energi yang begitu kuat. Sangat sulit sekali bagi dia menahan diri untuk tidak lari, tapi kalau dia lari nabrak sana nabrak sini, sulit sekali untuk diam. Misalnya dia disuruh diam, duduk diam dan sebagainya, tapi tenaganya begitu banyak sehingga waktu duduk diam dia sangat resah, dia harus jalan-jalan akhirnya terkena lagi diomeli. Jadi orangtua mesti menerapkan disiplin sekaligus mengkomunikasikan pengertian. Anak-anak ini cenderung nantinya di luar disalahpahami, dianggap anak nakal, anak yang bisanya mengganggu atau menggoda anak lain, atau anak yang membangkang perintah guru dan sebagainya. Nah sebagai orangtua kita mesti mengkomunikasikan pengertian, "saya mengerti kamu sebetulnya tidak mau menyusahkan orang tapi kadang-kadang kamu susah untuk mengontrol dirimu, sehingga akhirnya kamu menggoda atau melakukan hal ini." Jadi berikan pengertian tapi sekaligus tadi saya sudah tekankan, pertamanya mesti ada struktur, mesti ada disiplin. Pengertian tanpa disiplin tidak ada hasilnya malah membuat si anak semakin; disiplin yang berlebihan akan membuat si anak merasa tertolak, tidak ada yang mengerti di dunia ini termasuk orangtuanya. Sehingga dia akan lebih mudah frustrasi, jadi perlu kedua-duanya yaitu pengertian atau cinta kasih serta disiplin.
GS : Tapi disiplin dalam hal ini yang diterapkan harus berbeda dengan anak yang normal, Pak Paul?
PG : Betul sekali, jadi kita harus menggunakan sebuah metode disiplin. Nah ini saya akan membagikan sebuah metode yang diajarkan oleh para pendidik dan juga para ahli jiwa di Amerika Serikat. Akronimnya atau singkatannya adalah STAR dalam bahasa Inggrisnya.
Kata yang pertama S dari STAR atau bintang itu, S adalah Stop, maksudnya kita mesti mengajarkan anak-anak ini untuk berhenti dan tidak melakukan apa-apa tatkala tengah marah. Sekali lagi saya tekankan, anak-anak dengan gangguan ADHD apalagi dengan hiperaktifitas cenderung mudah marah, emosinya sangat kuat. Jadi kita mesti melatihnya untuk stop, waktu dia marah dia harus belajar diam, karena kalau dia bicara, dia keluarkan kata-kata-emosinya makin menonjok. Kalau misalkan dia menonjok, dia tidak bisa menonjok sekali dan dia akan mau terlibat dalam perkelahian. Langkahnya untuk berhenti adalah yang pertama kita melatihnya untuk mengendalikan pernafasannya, kita meminta dia untuk menarik nafas yang panjang, melepaskannya perlahan-lahan. Jadi kita yang mesti menjadi 'cold', kita katakan, "Kamu sedang marah sekarang, mama atau papa ingin mengajarkan kamu; kalau kamu tengah marah seperti ini kamu harus stop. Nah ini caranya stop, mula-mula kamu harus ambil nafas yang panjang, lepaskan perlahan-lahan." Kedua kita ajarkan dia waktu dia sedang mengeluarkan nafas kita minta dia untuk merilekskan pundak. Sebab biasanya waktu dia marah, atau waktu kita marah, pundak kita mulai menegang dan mulai terangkat, nah kita berkata coba turunkan pundakmu, kita bisa membantunya dengan memijit pundaknya supaya lebih kendor. Yang ketiga, kita mengajarkannya untuk mendengar pernafasannya dan minta dia untuk terus bernafas, nah waktu bernafas coba kamu dengarkan pernafasan kamu. Kamu jangan pikirkan tentang peristiwanya tadi tapi coba dengarkan pernafasannya saja. Terakhir, bila memungkinkan kamu tinggalkan situasi yang bisa membuat kamu marah. Jangan kamu di sana terus sebab kalau anak-anak ini berada dalam situasi yang membuat dia marah dan dia terus-terus melihat dia tambah marah, jadi kita ajarkan sebisanya kamu keluar sehingga kamu tidak melampiaskan kemarahan kamu.
GS : Artinya sumber masalah yang menyebabkan dia marah itu harus dijauhkan dari dia Pak Paul?
PG : Tepat sekali, karena jikalau tidak dia akan terus bereaksi. Sekali lagi kita mesti menyadari bahwa anak-anak dengan hiperaktifitas ini mempunyai energi yang tinggi. Energi ini waktu dikeuarkan dalam bentuk kemarahan memang sangat kuat, itu sebabnya anak-anak ini pada akhirnya di sekolah sukar mempunyai teman kalau sering marah karena teman-temannya tidak suka dengan kemarahannya apalagi kalau dia marah terus mau memukul atau mendorong, nah itu makin menjauhkan dia dengan anak lain.
Jadi kalau kita mempunyai anak yang menderita gangguan hiperaktifitas, kita mesti menolongnya pertama-tama menguasai kemarahan.
GS : Kalau kemarahan itu justru sumbernya orangtua, jadi anak ini marah kepada orangtuanya ; padahal tadi Pak Paul katakan yang mendampingi anak ini orangtua, nah itu bagaimana Pak Paul?
PG : Kalau memang kita sadari dia marah kepada kita, kita misalkan memarahi dia sehingga dia marah, nah kita lihat reaksinya. Kalau tiba-tiba dia reaksinya terlalu keras atau apa, kita memang arus mendekapnya dan kita katakan kamu tenang, kamu jangan bereaksi seperti ini.
Jadinya kita waktu marah kepada dia pun harus menunjukkan pengendalian diri. Kita tidak bisa mendekapnya dan berkata kamu sekarang tenang, kamu ambil nafas yang panjang; kita tidak bisa berkata seperti itu kalau kita sendiri juga meledak-ledak. Maka kita memberi contoh, waktu kita marah kepadanya kita pun tidak meledak-ledak, kita hanya memberikan dia konsekuensinya atau kita memberikan dia teguran. Waktu dia tidak senang, dia mulai marah, kita langsung pegang dia dan kita katakan kamu sedang marah sekarang, coba kamu stop, kamu ambil nafas, jadi kita katakan itu. Mungkin dia akan mengamuk dan tidak mau terima tapi terus-terus kita lakukan itu, lama-kelamaan dia akan ingat dan waktu nanti dia marah lagi dengan orang lain ataupun dengan kita, yang dia telah dengar itu akan muncul dan akan mengingatkan dia, bahwa ini langkah yang harus dilakukannya.
GS : Tapi tindakannya bukan cuma marah itu sendiri Pak Paul, apakah cara ini masih bisa digunakan?
PG : Bukan, kalau bukan dalam kaitan dengan emosi tapi dengan pengaturan energinya, dengan anak-anak seperti ini kita memang harus mempunyai jadwal aktifitas fisik. Keliru sekali kalau orangtu berkata anak ini tidak bisa diam, makanya mendingan dia duduk, belajar ; mungkin akan semakin bermasalah.
Jadi justru anak seperti ini kalau pulang sekolah sedikitnya perlu diberikan jedah dua jam untuk dia benar-benar jungkir balik, dia lari ke sana-ke sini, dia main ke sana-kesini, dia perlu melepaskan stres yang dialami karena harus duduk diam selama berjam-jam di sekolah. Sekurang-kurangnya dua jam dia harus begitu, setelah itu kita bisa meminta dia untuk misalkan makan, setelah makan mandi dengan air hangat dan kemudian minta dia tidur. Setelah dia tidur siang, dia bangun dalam keadaan masih mengantuk dan tenaganya belum sepenuhnya pulih barulah kita ajak dia untuk mulai belajar. Misalkan kita cuci mukanya kemudian kita minta dia untuk belajar selama satu jam. Kemudian satu jam kita biarkan dia main-main dulu nanti belajar lagi. Jadi belajarnya pun harus dipotong-potong, tidak bisa tiga jam nonstop. Anak seperti ini kalau kita paksa belajar 3 jam yang dia benar-benar serap paling seperempat jam, sebab daya konsentrasinya tidak mencapai setengah jam. Paling lama sekitar 15-20 menit setelah itu sudah buyar.
GS : Langkah selanjutnya apa Pak Paul?
PG : Huruf yang kedua adalah T berasal dari kata THINK=berpikir. Anak-anak yang mengidap ADHD cenderung peka secara berlebihan dan hal ini membuatnya mudah tersinggung dan marah. Jadi setelahdia mampu untuk stop, langkah berikutnya adalah mengajarkannya untuk berdialog dengan dirinya sendiri.
Jadi dalam dialog, dia harus menjawab pertanyaan ini, apakah tindakan ini ditujukan kepada saya dengan maksud untuk membuat saya marah. Selalu kita ini harus ajarkan kepada si anak pertanyaan-pertanyaan ini. Kita nanti yang mengajarkannya, waktu dia cerita, waktu dia marah dengan adiknya atau apa, kita katakan apakah adikmu sengaja membuatmu marah ataukah ini dilakukan untuk memang menyinggung kamu. Sebab anak-anak ini sering kali tidak bisa berpikir seperti itu pokoknya dia tersinggung, dia marah, dia harus membalas. Pokoknya dia tersinggung, emosinya langsung keluar, keras sekali anak-anak ini makanya mudah marah. Kita harus melatihnya berpikir-think, apakah benar-benar ini ditujukan untuknya. Kadang-kadang anak kecil melempar kertas, kena pada dirinya harusnya ke orang lain, nah dia bisa langsung marah. Nah di sini kita ajarkan coba jawab, "Apakah melempar kertas itu sengaja ditujukan kepada kamu," misalkan dia berkata, "Ya, kena saya kok," "tapi apakah sebetulnya ditujukan kepada kamu, teman kamu tadi berkata dia sebetulnya melempar itu kepada teman yang satunya bukan kepada kamu, jadi kena kepada kamu secara kebetulan, kamu jadinya harus menahan dirimu, tidak boleh marah sebab ini bukan untuk membuat kamu marah."
GS : Ekspresi kemarahan, apakah selalu ditampilkan oleh anak-anak yang hiperaktif seperti ini?
PG : Betul Pak Gunawan, jadi anak-anak yang hiperaktif ini sering kali kalau marah langsung terlihat, dia tidak bisa mendiamkan, menyimpannya. Ini yang menjadi masalah dan ini yang kita harus jarkan kepada anak, untuk dia kelola dan kuasai.
GS : Itu juga yang membuat dia sulit berpikir seperti itu tadi, Pak Paul. Bagaimana ada juga anak yang suka menggigit temannya, apakah ini tergolong anak-anak yang hiperaktif?
PG : Belum tentu, jadi kalau memang dia hanya menggigit tapi di luar itu perilakunya diam, tidak terlalu lari sana-sini, berarti bukan. Tapi kenapa dia menggigit, memang banyak kemungkinan, mialnya orangtuanya pun pernah menggigitnya atau kakaknya atau adiknya pernah menggigitnya.
Jadi waktu dia digigit, dia membalas dengan perilaku yang sama, dia menggigit kembali. Atau mungkin sekali dia main-main terus kemudian dia menggigit, terus reaksi adik atau kakaknya waktu digigit adalah menangis kesakitan. Nah tiba-tiba si anak itu menemukan sebuah senjata yang baru, kita harus mengerti anak-anak terutama pada masa kecil dia belum menyadari kapasitas tubuhnya, kapasitas dirinya, apa-apa yang dia mampu lakukan. Salah satu yang dia sadari, yang mampu dia lakukan adalah kemampuannya untuk melukai, menyakiti anak lain atau orang lain. Misalkan ada anak yang belajar mendorong, ada anak yang belajar menjambak, ada anak yang belajar meludah, itu kemampuan-kemampuan yang si anak sadari o......dia bisa lakukan untuk melukai atau menyakiti temannya atau anak lain. Salah satunya dengan menggigit itu, jadi ini menjadi sebuah senjata. Kalau kita tahu sebagai orangtua anak kita melakukan hal seperti itu memang kita harus disiplin. Tidak harus disiplinnya berlebihan harus berteriak marah dan sebagainya, tapi kita berikan ancaman "Sekali lagi kamu lakukan itu, hukumannya adalah selama satu minggu kamu tidak akan menonton televisi sama sekali." Jadi kita berikan ancaman seperti itu, "Kamu mengulang lagi kedua kalinya, dua kali kamu tidak nonton." Atau kalau misalkan anak itu tidak terlalu suka nonton televisi, lebih suka main games, gamesnya itulah yang kita ambil. Jadi kita mulai berikan konsekuensi seperti itu sehingga mau tidak mau dia harus menghentikan perilakunya.
GS : Ini masih ada dua huruf yang lain, selanjutnya apa Pak Paul?
PG : Dua huruf yang lainnya adalah "And Respond", maksudnya begini. Tadi kita mengajak si anak bertanya apakah perbuatan ini ditujukan kepada saya dengan maksud membuat saya marah. Bagaimana alau jawabannya memang 'ya' si anak itu memang sengaja misalkan melempar kertas kepada dia.
Nah apa yang harus dia lakukan, di sini kita harus berkata kepada si anak, jika memang perbuatan ini ditujukan kepadamu, coba sekarang kita timbang respon apakah yang seharusnya dia berikan. Kita perlu mengajarkannya nomor satu tentang kehendak Tuhan, yaitu untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Berikutnya kita bisa mengajarkannya untuk memikirkan alternatif yang lain, misalnya berbicara langsung dengan pihak yang bersangkutan. Nah anak-anak itu kadang-kadang tidak menyadari bahwa berbicara langsung dengan menatap mata si anak satunya dengan langsung, itu sebetulnya metode yang efektif untuk meminta anak lain untuk berhenti mengganggunya. Kadang-kadang anak-anak itu waktu diganggu, reaksinya berteriak atau ngomel-ngomel sedikit, itu tidak menghentikan. Kadang-kadang anak-anak yang lain berpikir untuk menghentikan dia harus pukul, orang baru berhenti tidak mengganggunya lagi, tapi sebetulnya langkah yang di tengah tidak usah memukul, tapi hanya datang dengan tegas dan berkata pada anak yang mengganggunya, "saya tidak mau kamu lempar lagi, jangan lagi." Nah tindakan seperti itu pun sebetulnya sangat efektif menghentikan tindakan teman-temannya yang senang mengganggunya. Jadi kita mesti mengajar anak memikirkan respons yang tepat, sebab anak-anak ADHD waktu memberikan respons biasanya satu responsnya yaitu bertindak secara fisik; mendorong, memukul dan sebagainya. Ini yang mesti kita ajarkan kepada si anak untuk tidak melakukannya dan mengembangkan respons-respons lain yang lebih tepat.
GS : Memang anak-anak ini kesulitan mengontrol emosinya, menghadapi seperti itu dia tentu akan mengeluarkan reaksi yang spontan, responsnya seperti itu Pak Paul?
PG : Makanya ini yang mesti kita ajarkan kepada si anak sejak usia dini. Jadi kalau kita baru mengajarkan kepada anak saat usia 10 tahun sudah hampir tidak bisa. Sejak anak usia 2 tahun kita erlu ajarkan, waktu dia menangis, waktu dia mulai menunjukkan sikapnya seperti, kita langsung harus berada di situ, kita mendekapnya dan berkata, "Kamu tenang, kamu jangan nangis lagi, kamu jangan marah lagi."
Jadi orangtua harus sudah memberikan batas-batas si anak selagi dia kecil, apalagi kalau anak ini menderita gangguan ADHD.
GS : Tapi untuk mengenali itu bukankah orangtua akan kesulitan Pak Paul, orang tidak tahu anaknya menderita hiperaktif atau ADHD. Nah apakah orangtua ini perlu pertolongan orang lain untuk menentukan itu atau bisa memutuskan sendiri bahwa anaknya hiperaktif?
PG : Biasanya kalau sampai kesulitan, silakan dibawa ke seorang psikolog yang bisa melihatnya dengan lebih tepat. Namun kalau pun tidak si orangtua seyogyanya bisa melihat ciri-cirinya. Misalya anak-anak ini benar-benar tidak bisa diam dan kalau disuruh tidur susah sekali.
Benar-benar anak ini bisa melˆk dari pagi sampai jam 12 malam, dan jam 12 malam pun kalau tidak dipaksa tidur dia masih bisa melˆk, jadi daya tahan tubuhnya kuat. Kedua, biasanya anak-anak ini memang jarang sakit, tubuhnya kuat sekali dan tidak mudah menangkap penyakit. Ketiga, anak-anak ini cenderung susah sekali untuk konsentrasi, jadi kalau main satu sebentar saja dia mau main yang lain; tidak suka dengan yang baru dibeli-mau beli yang lain atau kalau ada mainan, dia akan lepasi semuanya. Atau kalau dia melihat hewan, maunya menyakiti hewan-hewan itu, jadi ada beberapa ciri-ciri yang bisa kita perhatikan namun yang terutama adalah kalau memang mempunyai hiperaktifitas, dia tidak bisa diam. Dia akan lompat sini - lompat sana; dia akan lari sini - lari sana; naik tangga dia akan lari, turun tangga dia akan lari atau dia akan merosot tidak mau lagi berjalan di tangga dan tenaganya itu tidak habis-habis.
GS : Tapi bukankah tingkat keparahannya itu berbeda-beda Pak Paul, nah kalau sampai parah sekali apakah anak seperti ini tidak membutuhkan sekolah khusus ?
PG : Sebetulnya kalau ada sekolah khusus akan lebih baik lagi karena anak-anak ini memang kalau dicampur dengan terlalu banyak anak, dia akan merepotkan si guru. Jadi kalau ada anak-anak denga gangguan seperti itu, sebetulnya satu kelas itu tidak boleh lebih dari 20 anak.
Karena anak-anak ini kalau berada di tengah-tengah hiruk-pikuk anak-anak lain, benar-benar akan lebih merangsang energinya, merangsang reaksinya. Jadi kelas tidak boleh terlalu banyak anak. Setahu saya memang tidak ada sekolah khusus untuk anak-anak seperti ini karena dimasukkan ke dalam sekolah luar biasa pun tidak tepat karena ini sebetulnya secara mental, secara IQ baik dan normal. Jadi saya kira masukkanlah ke sekolah di mana setiap kelasnya muridnya tidak terlalu banyak. Dan yang penting orangtua perlu menjelaskan kepada guru sebelumnya, sehingga guru mengerti. Sebab kalau guru tidak mengerti, guru itu nanti belum apa-apa sudah akan menghukum si anak. Jadi lebih baik diberikan pengertian sehingga si guru bisa menempatkan si anak duduk paling depan. Jadi waktu menjelaskan si guru sering-sering melihat si anak, menyentuhkan, mengajaknya kembali melihat si guru.
GS : Atau mungkin ada obat-obat tertentu yang membuat dia mengurangi rangsangan-rangsangan untuk dia bertindak hiperaktif?
PG : Memang biasanya kalau kita bawa anak-anak ini ke psikiater, dan memang terlalu parah sekali biasanya akan diberikan obat, biasanya diberikan obat seperti ritalin dan sebagainya. Sebaiknyakalau pun harus minum obat karena terlalu hiperaktif, itu diberikan untuk satu kurun waktu saja misalkan untuk 2 bulan saja, setelah itu dihentikan.
Nah biarkan untuk suatu waktu tidak memakai obat sama sekali, kalau terus berkembang lagi coba tahan lagi, tapi jangan diberi obat. Nanti misalkan 5 bulan tidak diberikan obat, kalau misalkan terus begitu coba berikan lagi, mungkin selama 2 bulan. Setelah dua bulan kurangi lagi dan hentikan lagi, terus begitu, harus diberikan jedah. Kenapa? Sebab sebagian dari anak-anak yang akhirnya menjadi pecandu narkoba, sebetulnya waktu kecil adalah anak-anak ADHD, tapi terus-menerus diberikan obat-obat untuk menenangkannya. Pada akhirnya anak-anak ini kecanduan, kenapa? Sebab ia tidak pernah berhenti memakai obat, dari misalkan umur 8, 9 tahun terus sampai 18 tahun non-stop diberikan obat, yang terjadi adalah dia kecanduan. Sebab obat-obat ini akan memberikan dia ketenangan, lain kali bila tidak ada lagi obat itu dia tidak akan pernah bisa tenang sendiri, sehingga dia selalu membutuhkan obat. Lama-lama obat ini tidak bisa didapatkan, dia akan membeli obat-obat yang terlarang, seperti misalkan dia akan menggunakan heroin, mariyuana dsb. untuk memberikan ketenangan kepadanya. Jadi untuk mencegah ketergantungan memang harus diberikan jedah, namun itu langkah terakhir. Sebaiknya awal-awalnya tidak memberikan obat pada anak-anak hiperaktif ini, sebisanya tangani saja melalui pengaturan energinya, biarkan dia banyak bergerak, pulang sekolah ada olahraga sehingga energinya tersalurkan. Dan berikan dia pengertian serta disiplin yang tepat, kalau itu bisa dilakukan-lakukanlah tanpa menggunakan obat.
GS : Mungkin pola makannya juga perlu diatur, Pak Paul?
PG : Betul Pak Gunawan, biasanya anak-anak ini luar biasa suka coklat dan suka manis-manisan. Tapi justru ini yang harus dikurangi karena kalau dia banyak makan manis akan menambah energinya, enaganya berkali-kali lipat.
Jadi memang perlu pengurangan-pengurangan seperti itu meskipun tidak harus 100% hilang. Karena anak-anak kecil akan suka es cream, permen, tapi dibatasi saja.
GS : Tetapi juga ada harapan artinya masih ada kesempatan anak ini bisa terbebas dari gangguan ADHD?
PG : Sebetulnya 66 % dari anak-anak ini tatkala usianya makin dewasa gangguan ini juga akan mereda dan akhirnya hilang, itu 66%=2/3-nya tapi 1/3 dari mereka akhirnya terus seperti ini sampai diusia tua.
Maka kadang-kadang kita masih bisa menemukan orang dewasa atau orang yang sudah tua tapi tidak bisa diam. Di rumah selalu ada saja yang harus dikerjakan, diotak-atik, dibersihkan dan sebagainya. Itu hanya 2/3 nya, 1/3 nya sebetulnya akan berubah dan tidak terlalu aktif seperti itu.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Amsal 21:23, Firman Tuhan berkata: "Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri daripada kesukaran." Ini ayat yang perlu kita tanamkan kepada anak-anak, dengan gangguan hiperaktfitas.
Dia harus memelihara mulut dan lidahnya kalau tidak dia akan selalu menjumpai kesukaran. Karena anak-anak ini sukar menguasai emosi, mulut, lidahnya atau tangannya selalu bergerak dan akhirnya menimbulkan masalah demi masalah jadi kita harus ajarkan kepada dia dengan langkah-langkah STAR tadi STOP, THINK, AND RESPOND.
GS : Terima kasih, Pak Paul biarlah ini berguna bagi kita sekalian yang mendengarnya. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengendalikan Emosi Anak Hiperaktif." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.