Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S. Th., akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Titik Rawan Pernikahan", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, dari topik perbincangan kita pada kesempatan ini tentang titik rawan pernikahan. Apa atau ada seberapa banyak titik rawan di dalam pernikahan itu atau maknanya apa Pak Paul?
PG : Begini Pak Gunawan, sudah tentu kita harus selalu berjaga-jaga, melindungi pernikahan kita, kita juga harus memupuk pernikahan kita karena seperti pohon atau tanaman yang tidak diberikan ppuk, tidak dirawat, tidak diberikan cukup matahari dan air lama-lama tanaman itu juga akan kering dan akhirnya mati.
Pernikahan itu seperti itu pula, kita harus senantiasa menjaganya. Tapi saya perhatikan sebetulnya ada masa-masa tertentu di mana pernikahan kita itu sebetulnya terlebih rawan dibandingkan masa-masa yang lainnya.
GS : Ya, maksudnya ada suatu rentang waktu tertentu atau setelah pernikahan itu berjalan sekian waktu lamanya pasangan ini akan menemui hidup pernikahan yang sulit begitu Pak Paul?
PG : Betul sekali. Ini memang saya bagi dalam tiga frase, tiga kurun waktu. Yang pertama adalah yang saya sebut usia pertama yaitu usia 1 tahun sampai 2 atau 3 tahun setelah kita menikah. Keduaadalah usia 15 tahunan setelah kita menikah.
Dan yang ketiga adalah usia 30 tahunan setelah kita menikah. Dengan kata lain yang saya panggil ini masa 1, 15, dan 30. Jadi 3 fase yang harus kita cermati agar jangan sampai kita mengalami masalah yang lebih besar pada fase-fase itu.
WL : Berdasarkan apa Pak Paul mengategorikan 3 fase ini angka 1 misalnya terus 15 dan 30. Nanti orang pikir ini angka keramat.
PG : Sudah tentu memang tidak ada dasar empirisnya dari pihak saya untuk mengatakan ketiga masa ini sebagai masa yang rawan. Tapi saya akan jelaskan mengapa saya mengatakan ketiga masa ini rawan. Yang pertama yang saya sebut tadi masa usia tahun pertama setelah kita menikah. Tahun-tahun pertama merupakan tahun yang rawan karena pada masa-masa ini kita belum cukup untuk mempunyai akar. Dengan kata lain fondasi pernikahan kita belum cukup kuat. Kita baru memulainya. Tapi di saat memang fondasi ini belum kuat kita dikejutkan dengan perbedaan-perbedaan yang kita temukan pada pasangan kita. Dengan kata lain penyesuaian diri ini mencapai puncaknya justru pada tahap awal ini. Benar-benar kita melihat kok berbeda, kok seperti ini. Meskipun sebelum menikah kita sudah menemukan bahwa kita tidak sama. Tapi setelah tidur serumah 24 jam sehari, akhirnya kita menemukan betapa tidak samanya kita. Jadi saya mengulang lagi yang pernah dikatakan oleh dekan atau mantan dekan psikologi. Fuller Seminary di Amerika. Archibald Hart yang mengatakan bahwa sebetulnya kita mengawali pernikahan kita di dalam perbedaan atau ketidakcocokan. Nah, tugas pernikahan adalah menyesuaikan diri agar kita bisa hidup bersama, hidup harmonis dengan pasangan kita. Dengan kata lain pada awal pernikahanlah kita benar-benar dihadapkan pada fakta-fakta bahwa kita itu tidak sama. Tapi pada saat yang bersamaan modal atau akar kita itu masih belum kuat kita baru memulai sehingga investasi emosional kita itu relatif masih kecil.
WL : Pak Paul, bukannya justru masa-masa awal pernikahan orang bilang itu masih masa bulan madu, masih semua manis, suami juga baik, istri juga baik. Tapi justru menurut penilaian Pak Paul ini masa rawan?
PG : Betul Bu Wulan. Memang betul tahun pertama itu merupakan tahun bulan madu tapi sebetulnya kalau kita perhatikan manisnya bulan madu itu tidak berlangsung selama setahun sebetulnya. Dalam bnak kita kadang-kadang kita berpikiran wah masih panjang setahun lebih.
Tapi bukankah kenyataannya bahwa kita sungguh-sungguh berada di puncak ikatan romantis itu. Mungkin hanya beberapa bulan saja. Setelah beberapa bulan sebetulnya kita mulai menuruni gunung emosi itu dan masuk ke lembah kenyataan hidup. Dan lembah kenyataan hidup adalah bahwa kita berbeda. Jadi betul adanya getaran-getaran, listrik-listrik emosional, cinta-cinta yang masih kuat, betul itu ada. Tapi sesunguhnya itu tidak berlangsung terlalu lama.
GS : Ya, tapi biasanya pada awal-awal tahun itu pasangan ini masih punya optimisme yang tinggi untuk bisa mempertahankan rumah tangga mereka Pak Paul, jadi sekalipun mereka tahu banyak perbedaan dan cekcok mereka akan tetap bertahan karena itu jarang kita melihat pasangan yang satu tahun lalu bercerai begitu Pak Paul?
PG : Betul sekali. Jadi yang saya maksud dengan satu itu memang tidak secara saklak berarti satu tahun, tetapi tahun-tahun pertama. Saya memang rentangkan antara satu hingga sekitar lima tahun.Betul sekali bahwa pada tahun pertama itu sewaktu kita menemukan perbedaan ikatan atau komitmen kita yang baru menikah itu masih segar, sehingga kita masih mempunyai tenaga untuk berkata ya pastilah kita bisa menyelesaikan masalah ini, perlu waktu yang lebih banyak, lebih panjang, dan sebagainya.
Namun kalau kita tidak berhasil menyesuaikan diri antara satu sama lain dan mulailah kita memasuki tahun kedua, tahun ketiga, apalagi tahun keempat dan tahun kelima biasanya tidak sampai tahun kelima pun frustrasi itu akan meninggi sekali. Karena memang kita tidak sesabar itu juga, secara alamiah kita itu ingin menyaksikan, memetik hasil, kita ingin melihat adanya penyelesaian atau perubahan. Kalau sudah tahun kedua tahun ketiga ribut hal yang sama terus-menerus, itu bisa mulailah mengecilkan api semangat kita bahwa ini akan selesai dengan segera akhirnya kita mulai disadarkan bahwa masalah-masalah ini tidak akan selesai dengan segera dan cukup banyak yang tidak selesai dengan segera. Kalau selesai dengan segera masih sedikit mungkin kita masih bisa bertahan, tapi kalau kita sadari kok banyak dan bertambah maka tahun kedua, tahun ketiga makin berat sekali beban yang kita pikul itu.
WL : Pak Paul, tadi Pak Paul menyebutkan bahwa masa ini banyak masa istilahnya kaget-kaget, terkejut oleh munculnya perbedaan-perbedaan. Perbedaan mungkin yang tidak terduga karena dia itu terkejut dan kalau terduga berarti 'kan tidak terkejut. Berarti saya pikir besar pengaruhnya pada masa sebelumnya pada masa pacaran, masa pengenalan, kualitas pengenalan satu sama lain itu besar sekali ya Pak Paul?
PG : Tepat sekali Bu Wulan. Kebanyakan kita ini pada masa berpacaran keinginan kita untuk memiliki pasangan kita itu besar. Oleh karena itu kita akan mengalami pertentangan antara menjadi diri endiri atau menjadi seperti yang diharapkan pasangan kita.
Nah biasanya pada masa berpacaran yang lebih kuat adalah menjadi seperti yang diharapkan pasangan kita. Itu yang lebih kuat. Karena kita masih menyimpan keinginan untuk memiliki pasangan kita itu. Jadi kita kompromi meskipun kita tidak setuju kita simpan kita tidak ungkapkan. Banyak hal-hal yang seperti itu atau kita berpikir ah mungkin nanti bisa selesai dengan sendirinya. Jadi ini kombinasi dari semua itu yang membawa kita ke dalam tahun pertama pernikahan yang akhirnya bisa memunculkan hal-hal yang tak terduga itu.
GS : Nah, kalau demikian apa yang harus dilakukan oleh pasangan yang masih baru menikah ini Pak Paul?
PG : Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah kita harus menanamkan lebih banyak investasi emosional. Karena apa, sudah tentu kita mencoba menyelesaikan perbedaan-perbedaan kita, mengkomunikaikannya, membicarakannya, dan sebagainya.
Nah, sudah tentu kalau ini kita lakukan lebih banyak pada masa-masa awal berpacaran hasilnya akan kita petik setelah kita menikah. Kalau kita lebih berani menunjukkan siapa kita, menunjukkan pendapat kita yang mungkin berbeda dengan pasangan kita, justru kalau kita berani begitu pada masa berpacaran seyogyanya setelah berpacaran 2 tahun 3 tahun seharusnya perbedaan-perbedaan itu makin mengecil. Sehingga waktu kita memasuki pernikahan tugas mengharmoniskan tidaklah terlalu berat lagi. Tapi kalau misalkan memang kita tidak terlalu bekerja keras pada masa berpacaran, pada masa pernikahanlah kita bekerja keras menyesuaikan diri. Tapi ingatlah atau camkanlah bahwa tidak apa-apa jalani terus jangan putus asa, jangan mundur, terus jalani karena kalau dua-dua jujur, dua-dua terbuka berani menjadi diri sendiri juga berani untuk menyesuaikan diri demi pasangan, lama kelamaan kita makin menemukan titik temu. Jadi itu tugas pertama yang harus kita lalui. Namun yang kedua itu yang saya awali yang saya katakan adalah tanamkan investasi emosional artinya jangan sampai lalai melakukan hal-hal yang menyenangkan hati pasangan kita. Lakukan hal-hal bersama dengan pasangan kita. Tunjukkan cinta kasih lebih banyak meskipun minggu lalu mungkin kita baru bertengkar, jangan merasa aduh saya baru bertengkar, saya tidak mau mesra-mesraan. Jangan. Justru munculkan dan bagikan kemesraan itu. Lakukanlah hal-hal yang manis untuk pasangan kita. Karena itu yang akan menancapkan akar kita meskipun nanti kita akan ada pertengkaran tapi fondasi kita makin hari makin kuat.
GS : Ya, kalau titik rawan yang berikutnya yang Pak Paul tadi sebutkan pada usia ke 15 dari pernikahan itu sebenarnya apa tantangan yang dihadapi oleh pasangan suami istri itu?
PG : Nah, ini usia pernikahan ke 15 antara 15 tahun hingga 20 tahun adalah masa di mana anak-anak pada umumnya menginjak usia remaja. Ya mungkin usia 15 tahun atau 16 tahun, 17 tahun, mengapa kk saya katakan ini masa rawan.
Masa remaja kita tahu masa penuh pergolakan, anak-anak cenderung memberontak terhadap pengawasan orang tua. Nah, ada perbedaan yang besar antara membesarkan anak dan memadamkan pemberontakan anak. Itu dua hal yang tidak sama. Pada masa anak-anak kecil usia 7 sampai 8 tahun atau 9 tahun ya ada pemberontakan, tapi tidak bisa kita samakan dengan pemberontakan pada masa remaja. Sebab pada masa remaja anak-anak itu benar-benar menantang otoritas kita. Pada masa lebih kecil mungkin anak-anak itu tidak menaati perintah kita. Itu saja tidak turut perintah kita suruh mandi tidak mau mandi dan sebagainya. Tapi pada masa remaja mereka menantang otoritas kita sebagai orang tua. Maka tadi saya katakan ini masa yang kritis sebab tidak sama antara tugas membesarkan anak dan tugas memadamkan pemberontakan anak. Pada masa-masa ini kalau suami istri tidak kuat-kuat, tidak bisa menyesuaikan diri lagi dalam hal memadamkan pemberontakan anak, mereka rawan sekali mengalami perpecahan. Di sini ini perbedaan-perbedaan yang tadinya tidak terlihat memang karena tidak pernah mengalami masa ini bisa muncul dengan sangat jelas. Sebagai contoh ada orang yang dengan kekerasan memadamkan pemberontakan ada orang yang mencoba membujuk untuk memadamkan pemberontakan. Nah dua metode ini rawan sekali menimbulkan konflik di antara suami dan istri.
GS : Jadi itu masalahnya adalah orang tua terhadap anak pada mulanya itu Pak?
GS : Apakah kerawanan ini juga akan dialami oleh pasangan yang tidak dikaruniai anak misalnya?
PG : Pada usia-usia ini sebetulnya tidak. Karena memang mereka tidak mempunyai pemicunya. Kalau memang mereka berhasil menyelesaikan perbedaan mereka pada tahun-tahun pertama pernikahan seharusya memasuki ulang tahun ke 15 pernikahan mereka, mereka tidak harus menghadapi masalah seperti yang dihadapi oleh pasangan yang mempunyai anak-anak remaja.
WL : Saya sering mendengar Pak Paul, ada orang-orang bilang kalau punya anak itu justru mempererat pernikahan kita, jadi suami kita kalau mau selingkuh juga akan berpikir dua kali, terus kaitannya dengan penjelasan ini bagaimana Pak Paul?
PG : Sebetulnya yang Ibu Wulan katakan memang tepat bahwa anak itu mempererat relasi orang tua, itu betul sekali. Jadi di samping anak-anak memicu keluarnya lagi perbedaan antara orang tua tapidi saat yang bersamaan kehadiran anak-anak ini sudah cukup memberikan akar yang dalam pada pernikahan ini.
Jadi memang pada masa ini meskipun mereka rawan konflik tapi akar itu sudah tertancap dengan kuat. Sehingga pada akhirnya kalau saja mereka bisa bersabar, membicarakan cara yang lebih efektif, memadamkan pemberontakan si anak, seharusnya mereka bisa melewati fase ini. Dan tidak haruslah perbedaan ini memecah belah mereka.
GS : Ini biasanya pada usia yang ke 15 ini Pak Paul, karier dari si suami atau mungkin kalau istri bekerja mengambil suatu karier tertentu itu sudah mapan-mapannya Pak Paul, tadi Bu Wulan menyinggung masalah perselingkuhan. Pada usia-usia seperti ini justru saya melihat sering terjadi perselingkuhan di antara mereka.
PG : Sering kali memang perselingkuhan terjadi pada pasangan yang mencapai usia pernikahan yang ke 15. Jadi secara usia merekanya sendiri itu berusia 40 sampai 50 tahun. Usia di mana mereka sudh berada pada posisi mapan dalam karier mereka.
Jadi memang mereka apalagi pria di sini menjadi tokoh yang diidamkan oleh lawan jenis karena kemapanannya itu. Jadi ini juga salah satu bahaya yang harus diwaspadai oleh pasangan nikah.
GS : Ya, Pak Paul, kalau begitu pada pernikahan usia 15 ini tindakan apa yang bisa diambil oleh suami maupun istri?
PG : Pertama-tama memang suami-istri harus mulai mempersiapkan diri sebelumnya. Karena pada masa anak-anak kecil mereka bergantung kepada kita. Jadi kebergantungan anak kepada kita sebagai oran tua itu akan mengeratkan kita dengan anak dan sekaligus antara kita dengan pasangan kita.
Begitu anak menginjak usia remaja kebergantungan mereka berkurang dan sangat drastis berkurangnya. Karena bukan saja mereka tidak bergantung merekapun mulai menghalau kita kalau kita terlalu dekat-dekat mau tahu urusan mereka dan sebagainya. Berarti orang tua mulai kehilangan perannya di sini sebagai orang tua yang biasa mengasuh anak-anak. Dan itu berarti juga ikatan yang mengakrabkan mereka tiba-tiba mulai kendor sekarang. Meskipun akarnya ada dan sebagainya tadi yang telah kita bahas. Tapi tak bisa disangkal bahwa ikatan itu mulai kendor. Karena fungsi mereka juga mulai berkurang. Kalau dulu mereka bisa duduk bersama membicarakan manis-manisnya si anak sekarang membicarakan problem pemberontakan si anak ini. Jadi dalam pengertian ini orang tua harus mengantisipasi jauh hari sebelumnya bahwa anak-anak makin tidak bergantung kepada kita. Nah apa yang bisa kita lakukan sekarang dengan diri kita. Nah sekali lagi mau anjurkan orang tua investasi emosional ini penting lakukan hal-hal yang baik, tunjukkan kasih sayang dan kemesraan satu sama lain bahkan pada masa-masa ini.
GS : Bagaimana dengan titik rawan yang ke 3 yang tadi Pak Paul katakan?
PG : Yang terakhir adalah kelanjutan dari masa remaja Pak Gunawan, yaitu masa di mana anak-anak kita itu sudah berkeluarga, akhirnya mereka benar-benar lepas dari kita dan kita sebagai orang tu 100% hidup berduaan kita diperhadapkan dengan satu sama lain.
Nah, biasanya karena kitapun telah mengalami perubahan-perubahan melewati fase waktu yang panjang nah pada usia agak tua yaitu 60-an dan sebagainya, tidak bisa tidak akhirnya kita juga mempunyai tuntutan yang berbeda pada pasangan kita. Kita mempunyai selera yang sedikit berbeda dari dulu 40 tahun yang lalu dan sebagainya. Nah artinya apa, kita dituntut lagi untuk menyesuaikan diri, tanggung jawab rumah tangga mesti dibagi baik-baik karena dua-dua lebih terfokus pada rumah sendiri tidak ada orang lain dan lebih melihat pasangan dengan sejelas-jelasnya. Karena tidak ada lagi anak-anak di rumah.
WL : Pak Paul, benar atau tidak yang orang-orang katakan, pada usia pernikahan seperti ini kami memang sudah seperti kakak adik begitu maksudnya relasinya sedikit saja dia bergerak saya sudah tahu apa yang dia lakukan. Sepertinya sudah mengenal dengan jelas tapi seperti yang Pak Paul jelaskan justru kan terbalik justru ini masa rawan?
PG : Rawan dalam pengertian memang masalah-masalah itu tidak terselesaikan dengan baik pada masa-masa sebelumnya. Tapi kalau semua terselesaikan dengan baik tentu akan ada penyesuaian tetap aka ada.
Namun pada masa-masa itu karena sudah banyak yang terselesaikan sedikit sekali yang harus kita selesaikan atau menyesuaikan diri. Biasanya yang paling umum adalah penyesuaian dalam hal tanggung jawab rumah tangga. Karena dua-dua sering di rumah sekarang. Jadi dua-dua mesti punya teritori dulu boleh dikata pagi sampai jam 5, jam 6 itu teritori rumah itu dikuasai oleh si istri sekarang si suami pulang lebih pagi atau bahkan tidak bekerja lagi sudah pensiun berarti teritori harus dibagi. Biasanya itu merupakan konflik yang utama. Tapi kalau yang sebelumnya terselesaikan seharusnya konflik itu tidak berlangsung lama hanya perlu penyesuaian mungkin ya beberapa bulan. Setelah itu mereka akan masuk lagi pada jalur pernikahan mereka.
GS : Ya, sering kali mereka menemui masalah itu apa yang harus mereka kerjakan gitu Pak Paul? Jadi si istri juga merasa risih ada suami yang terus di rumah dan suami pun mungkin mengalami sindrom kehilangan kekuasaan dan sebagainya.
PG : Betul, jadi pada masa-masa ini kalau tidak hati-hati kehadiran pasangan memang menjadi gangguan. Dulu sebelumnya kepulangan si suami dari kerja itu menjadi hal yang dirindukan, sekarang keadiran suami di rumah terus-menerus menjadi gangguan bagi si istri.
Sebaliknya demikian pula dengan si suami dulu jam 6, jam 7 malam dia terburu-buru ingin pulang karena merindukan rumahnya mau bertemu dengan istrinya tetapi setelah pensiun dia melihat istri dari pagi sampai malam itu bisa menjadi gangguan. Jadi tepat yang Pak Gunawan katakan. Jadi memang di sini diperlukan penyesuaian kembali. Melakukan apa bersama-sama sehingga kita bisa mengisi waktu. Jadi memang dua-dua harus berbicara dengan terbuka membicarakan hobi masing-masing. Kadang-kadang ada masalah di sini sebab tiba-tiba si suami menyadari hobinya istri sama sekali dia tidak sukai. Sebelumnya dia tidak begitu peduli karena dia sering di luar rumah. Sekarang dia baru sadar hobi istrinya dia tidak suka si istri juga tahu hobi suami dan dia tidak suka. Nah itu menjadi bahan-bahan konflik yang mereka harus pecahkan.
WL : Mereka berdua mungkin perlu kreatif untuk menciptakan kegiatan berdua bersama-sama yang disetujui dan disukai bersama-sama.
PG : Betul, dan memang tidak mungkin menyelaraskan semua sehingga semua bisa dilakukan bersama-sama. Tapi setidak-tidaknya dua-dua berani mengalah untuk bersedia melakukan hal-hal yang disenang oleh pasangannya dan sudah dilakukan.
Jadi bergantian untuk menyenangkan pasangannya.
GS : Ada sepasang suami-istri yang seperti itu Pak Paul, istrinya lebih memilih ditinggal di rumah anaknya yang kebetulan tinggal di luar kota. Suaminya ditinggalkan begitu saja. Nanti berapa bulan dia datang lagi. Cuma sebentar dia keluar lagi ke anaknya yang lain.
PG : Kemungkinan besar dalam kasus seperti itu Pak Gunawan memang pada dasarnya dari awalnya mereka tidak berhasil menyelaraskan perbedaan mereka. Jadi pada masa akhir pada masa tua itu perbedan itu benar-benar muncul pada puncak-puncaknya dan kelihatan semua dan sudah terlambat karena sudah berakar dan ini susah diapa-apakan.
Akhirnya banyak juga pasangan yang mengambil sikap seperti itu. Kita berdamai dengan satu syarat jangan terlalu sering bertemu.
GS : Pak Paul, untuk perbincangan ini apakah ada ayat firman Tuhan yang menguatkan kita semuanya.
PG : Saya akan bacakan doa Daud 1 Tawarikh 17:27, Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati keluarga hambaMu ini, supaya tetap ada di hadapanMu untuk selama-lamanya. Sebab apa yag Engkau berkati, ya Tuhan, diberkati untuk selama-lamanya.
Saya kira ini harus menjadi doa semua pasangan Kristiani dari awal pernikahan meminta Tuhan untuk terus memberkati pernikahan kita. Sudah tentu kita hanya akan menerima berkat dari Tuhan dalam pernikahan kita kalau kitapun menaati yang Tuhan inginkan, jadi harus rendah hati ya rendah hati, harus minta maaf ya minta maaf harus mau belajar dari pasangannya dan sebagainya. Nah, kalau kita lakukan semua itu doa kita saya percaya akan Tuhan kabulkan. Tuhan akan melimpahkan berkatNya pada kita untuk selamanya.
GS : Tapi kalau kita melihat faktanya itu anak-anak Daud bermasalah di dalam hidup pernikahan mereka?
PG : Karena Daud memang tidak menaati Tuhan dengan sepenuh hati. Ada hal-hal yang dia lakukan yang sangat salah dalam kehidupan keluarganya. Dan itu yang menanamkan dendam pada diri anak-anakny dan sudah tentu Daud tidak lagi bisa mengawasi anak-anaknya dengan benar karena dia terlalu banyak mempunyai istri dan sebagainya.
GS : Tentu kita bersyukur bahwa hal-hal semacam itu dicatat dalam Alkitab sehingga kita bisa belajar dari pengalaman Daud dan keluarganya Pak Paul. Terima kasih untuk perbincangan kali ini juga Ibu Wulan terima kasih untuk kehadirannya pada perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Titik Rawan Pernikahan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian anda. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.