Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen kali ini bersama Ibu Wulan, S.Th, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan berbincang-bincang tentang "Mengendalikan Sifat Pemarah", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
PG : Hal yang akan kita bahas pada kesempatan ini yaitu sifat pemarah adalah suatu sifat yang sering kali keliru kita pahami. Kita sering kali melabelkan sifat pemarah sebagai suatu kelemahan krakter.
Ternyata sifat pemarah itu tidak sesederhana itu, ada banyak faktor-faktor yang bisa terlibat di dalam sifat pemarah. Nah penting sekali bagi kita untuk memahaminya itulah tujuan pembicaraan kita pada saat ini Pak Gunawan.
GS : Ya, faktor-faktor apa saja yang Pak Paul katakan tadi?
PG : Yang pertama adalah memang ada orang-orang yang secara fisik mudah untuk marah, mengapa demikian misalkan ini yang sangat umum. Orang yang berenergi tinggi, jadi orang-orang yang mempunyaimobilitas yang tinggi, energinya sangat banyak, tenaganya sangat penuh, metabolismenya sangat cepat, nah orang-orang ini memang sangat sulit sekali mengendalikan emosinya termasuk emosi marah.
Karena apa? Karena tubuhnya atau fisiknya memang reaktif jadi dia mudah sekali reaktif terhadap stimuli yang ada di luarnya. Baik itu hal-hal yang misalnya mencemaskannya atau juga hal-hal yang memang membuat dia marah, jadi orang-orang seperti ini kalau marah kekuatan amarahnya sangat kuat sebab sekali lagi dia berenergi tinggi jadi bisa sekali mengeluarkan ledakan emosi yang kuat.
GS : Ada yang mengatakan orang yang sakit darah tinggi, hipertensi itu gampang marah katanya Pak?
PG : Sebetulnya kebalikannya setahu saya, justru gara-gara kita itu sifatnya pemarah, sering marah maka darah tinggi kita cepat naik, seharusnya begitu.
WL : Pak Paul, kalau tadi 'kan penjelasan Pak Paul kaitkan antara emosi marah dengan faktor fisik kita. Sekarang saya mau tanya apakah ada kaitan antara emosi marah dengan temperamen kita. Misalnya yang kolerik bisa kasar, sedangkan kalau plegmatik diapa-apakan juga agak lamban, ada kaitannya tidak Pak Paul?
PG : Sangat ada, jadi temperamen manusia itu sebetulnya bersumber dari dua faktor yaitu faktor yang berasal dari tubuh kita dan faktor yang berasal dari pembentukan yang kita alami sejak kita kcil.
Nah orang yang plegmatik misalkan secara tubuh memang dia itu lebih lamban, metabolismenya lebih perlahan sehingga dia lebih susah untuk mengeluarkan kemarahannya. Tapi orang plegmatik juga susah untuk mengekspresikan perasaan-perasaan yang lainnya karena memang dia tidak mudah bereaksi. Tapi temperamen sanguin atau temperamen kolerik itu mudah sekali bereaksi karena memang mereka itu rentan terhadap stimulus dari luar. Atau orang yang memang melankolik, kalau lagi anjlok ya anjlok sekali, kalau lagi naik ya naik sekali. Kalau pas dia lagi anjlok ada orang yang membuat dia marah mungkin sekali emosi marah itu tidak keluar karena dia sedang sedih, namun kalau kebetulan dia lagi pas naik, terus ada orang yang membuat dia marah, marahnya bisa cepat keluar. Jadi temperamen juga berpengaruh itu betul sekali.
GS : Ada yang mengaitkannya juga dengan suku atau bangsa tertentu Pak Paul, kita mengatakan o.....suku ini memang orangnya mudah marah, apakah itu betul?
PG : Saya kira ada dua faktor di situ, secara genetik mungkin sekali ada pengaruhnya, karena tadi saya sudah singgung bahwa tubuh kita juga berpengaruh terhadap reaksi marah. Namun yang kedua yng juga berpengaruh adalah budaya, karena budaya menuntut kita untuk bereaksi atau budaya kita memberi kebebasan kepada kita mengekspresikan perasaan.
Jadi orang-orang yang memang dari budaya yang memberi kebebasan untuk orang mengekspresikan perasaan, otomatis juga akan lebih sering mendengar emosi marah, tapi bukan hanya emosi marah yang akan terdengar dalam budaya tersebut juga kita akan sering mendengar emosi senang, tertawa dsb. Jadi memang faktor budaya bisa berpengaruh juga.
GS : Itu sangat terkait juga dengan keadaan hati seseorang, perasaan seseorang.
PG : Betul, jadi perasaan memang bisa digenangi oleh rasa marah sehingga dia menjadi pemarah. Apa yang membuatnya tergenangi oleh perasaan marah, nah ini kita kembali kepada peristiwa masa lampu.
Ada orang-orang yang mengalami banyak sekali kemarahan dalam hidupnya, melihat papanya marah, melihat mamanya marah atau melihat tetangga-tetangganya suka marah, suka berkelahi, suka membenci. Nah orang yang hidup di dalam lingkup seperti itu susah sekali untuk bisa menangkal rasa permusuhan atau rasa marah, sehingga perlahan-lahan rasa marah itu menyelinap masuk dan menggenangi hatinya. Atau dia marah karena melihat orang tuanya sering bertengkar atau dia melihat orang tuanya diperlakukan tidak adil, mamanya diperlakukan tidak baik oleh ayahnya atau dan sebagainya. Nah hal-hal itu akhirnya membuat endapan-endapan dalam hatinya, emosi marah itu sudah tersedia, tinggal nanti tersulut oleh peristiwa-peristiwa yang kecil. Jadi masalah yang tidak seharusnya membuat dia marah besar dia akan keluarkan kemarahan yang besar seperti kawah tinggal tunggu untuk meletus. Sebab dia memang sudah mempunyai banyak kemarahan itu dan tanpa disadari seolah-olah dia memang menantikan adanya pemicu, sebab dia menyimpan begitu banyak kemarahan dan kemarahan itu memang membuat kita terbebani, emosi marah itu seperti tenaga. Jadi kadang-kadang dia sepertinya itu menantikan adanya pemicu jadi dengan adanya pemicu dia bisa menyalurkan kemarahan itu. Nah sering kali orang yang seperti ini, setelah marah besar akan menyesal besar. Dia akan melihat ke belakang dan berkata kenapa saya seperti itu, saya tidak mau menjadi orang seperti itu. Apalagi kalau dia melihat dulu orang tuanya seperti itu, dia tidak mau seperti orang tuanya tapi emosi marah itu sudah terlanjur terserap olehnya, sehingga mudah meledak, waktu meledak dia teringat akan imajinasi atau akan citra orang tuanya yang dia tidak suka karena suka marah itu, sekarang dia menjadi seperti orang tuanya juga.
GS : Tetapi faktor pemicu itu sering kali juga karena dirinya sendiri Pak Paul. Misalnya di satu kelompok ada orang yang kadang marah-marah karena teman-temannya tidak senang dengan dia, persoalannya adalah dia itu selalu mau menang terus.
PG : Bisa Pak Gunawan, jadi memang harus saya akui ada faktor berikutnya yang membuat orang itu mudah marah, yaitu karakternya. Misalkan dia terbentuk dalam keluarga untuk menjadi orang yang egis.
Karena apa? Dia di dimanja, keinginannya selalu dituruti, dia adalah pusat perhatian, nah akibatnya yang dia katakan selalu harus diikuti oleh orang. Kalau orang tidak ikuti dia akan marah, jadi semua harus berjalan sesuai dengan rencana atau keinginannya, nah ini saya kira masalah karakter. Dan ada orang yang seperti ini berkarakter mau menang sendiri, mementingkan diri sendiri, tidak mau peduli dengan orang, segalanya harus seturut dengan kehendaknya. Nah orang yang seperti ini memang akan sangat mudah marah.
GS : Kalau beberapa waktu yang lalu kita membicarakan bahwa kekhawatiran itu sering kali dikaitkan dengan iman Pak Paul, katakan kurang iman, ada orang yang mengaitkan kemarahan ini dengan buah roh. Dia katakan tidak ada Roh Kudus dalam dirimu, karena kalau ada mesti kamu sabar, tidak seperti ini. Itu seperti apa Pak Paul?
PG : Ya memang tidak bisa tidak kita mengaitkannya dengan buah Roh Kudus, sebab Roh Kudus mempunyai buah penguasaan diri, mempunyai buah kasih; nah otomatis kita katakan mana kasihmu kalau engku marah, mana penguasaan dirimu kalau engkau marah.
Kelemahlembutan sudah langsung dilanggar, kesabaran sudah langsung dilanggar juga, jadi orang akan mengaitkannya dengan semuanya itu. Atau ada orang yang mengaitkan sifat pemarah dengan tidak bisa mengampuni orang jadi seolah-olah mendendam. Kenyataannya adalah tidak selalu begitu, memang ada yang begitu tapi kita harus teliti, harus jeli sewaktu mencoba memahami orang yang bersifat pemarah ini. Sebab bisa jadi memang latar belakangnya seperti itu, sehingga membuat dia selalu mudah meletup. Nah belum tentu dia tidak mengampuni, mungkin sekali itu tidak berkaitan dengan mengampuni, dia sudah mengampuni tapi karena hatinya tergenang oleh kemarahan dia mudah marah kembali. Nah kita tidak boleh terlalu cepat menuduhnya seolah-olah dia kurang dipenuhi oleh Roh Tuhan sehingga dia mudah marah, saya kira belum tentu begitu. Yang penting adalah kita mau melihat dalam dirinya adanya upaya untuk bergumul dengan masalahnya itu, sehingga dia tidak menjadi orang yang apatis dan berkata biarlah saya menjadi saya atau dia menyuburkan sifat pemarahnya itu sehingga menjadi suatu karakter yang melekat pada dirinya yaitu dengan cara berkata semua orang memang salah, dia yang benar, semua orang memang tidak bisa mengerti dirinya. Nah orang yang memang seperti itu akhirnya membentuk karakter yang sangat egois sekali dan itu memang lebih membuat dia mudah marah.
WL : Pak Paul, mungkin bisa memberikan saran-saran buat pendengar, buat orang yang mempunyai masalah dengan kemarahan, mungkin bisa tertolong dengan saran-saran Pak Paul?
PG : Pertama yang praktis dulu Bu Wulan yaitu kita mesti mengenali kondisi yang mudah mencetuskan kemarahan. Nah setiap orang kondisinya lain, tapi yang saya bisa berikan misalkan daftarkan: petama tubuh yang letih, mudah sekali kita marah kalau tubuh kita letih.
Nah kalau kita kenali memang tubuh kita ini sedang letih, dan kita tahu kita mudah marah kalau lagi letih mungkin kita bisa berjaga-jaga mengantisipasi sebelumnya misalnya istirahat dulu begitu atau kita rentan terhadap udara yang panas, nah kita mesti juga mengantisipasi wah....ini sudah mulai siang, hawa mulai panas saya harus bisa menjaga diri. Misalnya bawalah air es, minumlah lebih banyak air es. Hal yang sangat simpel tapi sebetulnya ampuh sekali karena air es itu akan menurunkan suhu kita. Kita akan lebih tenang misalnya atau kita ini tahu kita suka menyimpan perasaan, kalau tidak suka, tidak setuju kita simpan. Nah sekarang kita sudah kenali bahwa kalau perasaan ini kita tumpuk terus meledak dan meledaknya kuat sekali karena kita sudah kenali sekarang ya kita ubah, jangan menyimpan-nyimpan perasaan seperti itu. Tidak suka ya langsung ngomong saja, tidak setuju ya langsung ceritakan saja. Jadi pintar-pintarlah mengenali kondisi-kondisi yang mudah memicu kemarahan kita dan antisipasilah.
GS : Saya merasakan sekali peran pasangan kita dalam hal ini istri saya, itu sangat mendukung Pak Paul dalam hal ini, karena dia tahu kapan saya bisa menjadi marah karena hal-hal seperti itu. Misalnya saja lapar itu bisa memicu kemarahan saya. Jadi kalau jam makannya terlewatkan agak lama, makanya kalau dia bepergian dia akan taat pada jam makan ini, sudah waktunya kita makan, berhenti dulu karena kalau sampai lewat saya gampang sekali marah jadinya Pak Paul.
PG : Dan kita tidak bisa tergesa-gesa melabelkan bahwa aduh ini Pak Gunawan sangat kedagingan sekali sehingga lapar bisa memicu marah, bukan. Karena memang entah mengapa yang saya juga tidak akn bisa mengerti, lapar dalam diri Pak Gunawan itu langsung berkaitan dengan emosi.
Mungkin untuk orang lain tidak begitu, lapar tidak akan membuat dia mudah marah. Misalkan dalam diri saya pribadi, saya rentan sekali dengan tubuh yang letih dan istri saya juga tahu itu. Saya pulang dari kerja saya mesti ada waktu sekitar setengah jam untuk sendirian, saya tidak bisa waktu pulang langsung tiba-tiba masuk lagi ke roda aktifitas yang baru. Saya harus benar-benar lepas selama setengah jam dari hiruk-pikuknya hidup, setelah setengah jam itu tiba-tiba saya menjadi orang yang normal lagi. Dalam waktu setengah jam itu kalau saya harus masuk lagi dalam kancah hiruk-pikuk tiba-tiba saya mudah sekali kehilangan kesabaran saya. Nah anak-anak saya pun juga menyadari hal itu. Jadi yang kita sudah kenali kita mungkin bisa beritahukan misalkan kita sudah berkeluarga kita bisa beritahukan, waktu saya pulang mohon berikan saya waktu setengah jam saja. Nah mereka lakukan itu, kita mendapatkannya juga, tiba-tiba masalah yang besar jadi kecil sekarang.
WL : Kaitannya rupanya erat sekali Pak Paul antara fisik dan emosi kita dari beberapa penjelasan Pak Paul ini?
PG : Sangat erat sekali dan suhu juga, saya pernah membaca di sebuah studi di Amerika Serikat. Perkara pembunuhan atau tindak kriminal lebih sering terjadi di musim panas daripada musim dingin.Jadi rupanya memang ada kaitan sekali, suhu membuat tubuh kita bereaksi juga.
Yang lainnya lagi adalah kenalilah sikap orang yang mudah memancing kemarahan. Tidak semua sikap orang memancing kemarahan kita dan setiap kita mempunyai sikap-sikap tertentu yang mudah sekali membuat kita marah, nah kita mesti kenali itu. (WL : Maksudnya kita jauhi orang itu begitu, Pak Paul?) Kita bisa jauhkan atau kita bisa antisipasi, maka mungkin kita bisa menghindar. Atau waktu dia mengatakan atau berbuat sesuatu kita sudah ada lagi pilihan reaksi yang lain karena kita sudah menyadari reaksi kita. Misalnya kita suka sekali marah dengan orang yang tidak peduli, waduh kita langsung tiba-tiba terbakar oleh emosi kalau orang memberikan sikap tidak peduli. Yang lainnya sikap meremehkan, ada orang yang sangat mudah marah dengan sikap orang yang meremehkannya. Tapi bagi sebagian orang lain tidak apa-apa, nah kita mesti kenali sikap seperti apakah yang mudah membuat kita marah. Nah dalam konteks suami-istri atau dengan anak-anak kita sekeluarga, hal-hal ini memang perlu kita komunikasikan, sikap seperti inilah yang membuat saya marah. Sebetulnya masalahnya tidak membuat saya marah, tapi waktu engkau menyampaikannya dengan sikap ini maka saya marah, nah hal-hal seperti itu perlu kita jelaskan.
GS : Orang yang tidak tepat waktu itu sering kali memicu kemarahan saya kadang-kadang Pak Paul, janji-janji walaupun bedanya cuma 5 menit, 10 menit atau apa, tapi itu menjengkelkan Pak Paul.
PG : Betul, macam-macam, ada orang yang karena pengalamannya dia diperlakukan tidak adil mudah sekali bereaksi dengan sikap tidak adil.
GS : Dan itu kadang-kadang orang lain sulit menerima kita Pak Paul, masa cuma beda segitu saja kamu sudah marah-marahnya seperti itu. Tapi bagaimana lagi?
PG : Dan memang itu adalah diri kita. Misalkan Pak Gunawan dicaci maki, mungkin Pak Gunawan bisa lebih menahan diri dan tidak apa-apa, ya sudahlah dia tidak suka sama saya ya sudah saya terima,tapi gara-gara orang terlambat 10 menit itu menjadi masalah.
Jadi memang kadang-kadang karena pengalaman hidup kitalah ada hal-hal tertentu yang mudah memicu kemarahan kita. Sudah tentu tugas kita atau tujuan kita pada akhirnya kita bisa mengendalikannya, namun tidak ada salahnya mengenali pemicu-pemicunya ini. Yang lain lagi adalah kenalilah reaksi marah sebelum muncul dan akuilah itu sebagai kemarahan. Kenalilah reaksi marah sebelum muncul dan akuilah itu sebagai kemarahan maksudnya begini, salah satu hal yang sering kali dikatakan oleh orang yang mudah marah yaitu : "O......saya tidak marah, saya tidak marah kok", pasangannya berkata: "Kamu sudah marah ini, kenapa kamu marah-marah?" ; "Tidak.......saya tidak marah kok!" Nah itu yang perlu disadari. Jadi orang yang tahu dirinya mudah marah, perlu peka dengan reaksi marah sehingga sebelum dia meledakkan kemarahan itu keluar dia langsung sudah berkata: "Saya sedang marah, nah dia langsung harus katakan saya sedang marah dan karena apakah saya marah." Dia langsung buru-buru harus berdialog dengan dirinya nah ini penting sekali.
GS : Tapi biasanya pada saat marah itu sulit Pak Paul, untuk berpikiran jernih seperti itu.
PG : Kalau sudah meledak tidak ada waktu lagi untuk berdialog makanya tadi saya katakan sebelum. Kalau sudah ya sudah terlambat, tidak ada lagi yang bisa memutar jarum jam untuk kembali. Maka da hanya bisa mengontrol kalau dia kenali sebelum kemarahannya keluar.
Nah tadi saya tekankan kecenderungan orang yang sifatnya pemarah tidak terlalu cepat mengakui dirinya sedang marah. Sering kali berkata: "Tidak, saya tidak apa-apa, saya tidak marah tapi tiba-tiba meledaknya besar.
GS : Tapi tujuannya kita mengatakan tidak marah itu sebenarnya hanya untuk supaya keadaan tidak lebih buruk lagi Pak Paul, karena kalau kita berkata saya marah, dia malah marah lagi nanti.
PG : Nah yang kita perlu lakukan adalah kita jangan mengeluarkannya dengan kata-kata. Sering kali waktu marah, kita katakan dengan keras: "Saya sedang marah!" Nah kalau itu terjadi suah terlambat.
Justru waktu dia marah, sebaiknya dia tidak mengeluarkan kata-kata marah itu, kata-kata marah semakin memberikan bobot pada kemarahannya. Hal yang lain yang sangat sederhana yang bisa dilakukan adalah ini Bu Wulan dan Pak Gunawan, yaitu melatih pernafasan kita, mengontrol pernafasan kita. Jadi pernafasan itu cenderung menjadi lebih cepat pada waktu kita marah, nah penting sekali kita menarik nafas panjang, tahan, keluarkan perlahan-lahan. Dan pada waktu kita keluarkan benar-benar tubuh kita itu kita lemaskan sekali. Nah pada waktu kita bisa melatih pernafasan kita itu dan tidak berpikir apa-apa hanya pikirkan pernafasan kita. Kita sudah mulai tenang baru kita berdoa, terus kita berdoa dan bernafas dengan perlahan, nah itu sendiri juga bisa menolong.
GS : Itu bukan dalam rangka mengingkari rasa marah itu, Pak Paul?
PG : Sebetulnya tidak, kita sadari kita marah dan itulah cara kita mengontrolnya, jadi kita melatih menguasai pernafasan kita dan berdoa. Kalau sudah bisa kita lakukan barulah kita tempatkan dii pada diri orang lain, mulai kita melihat masalahnya dari kacamata dia.
Dia melihatnya begini, mungkin itu yang tadi terjadi, o.....ya......ya.....saya tadi tidak melihat begitu, o........OK...!. Nah waktu kita bisa berdialog dan menempatkan diri pada posisi lawan bicara kita, itu sangat menolong. Nah setelah itu baru kita bicara dengan diri kita sendiri, o........ya tadi dia begitu karena dia merasa begini-begini, saya bereaksi begini. Kita mulailah berbicara dengan diri kita, nah itu cara kita menenangkan diri. Sekali lagi saya tegaskan jangan kita menenangkan diri melalui kemarahan. Adakalanya orang yang terbiasa dengan marah menggunakan kemarahan untuk mengurangi kemarahannya. (WL : Maksudnya Pak Paul, bagaimana?) Setelah dia meledak dia merasa lebih baik.
GS : Ya memang mungkin buat dia lebih ringan, tapi buat orang yang dimarahi itu yang tidak enak.
PG : Betul sekali, jadi jangan sampai menggunakan kemarahan untuk melepaskan kemarahan.
GS : Apakah ada yang lain Pak Paul, kalau ada orang yang sering kali marah-marah, bagaimana Pak Paul?
PG : Saya anjurkan setiap hari dia mesti berdoa, pagi-pagi bangun benar-benar ambil waktu yang sangat tenang untuk dia bersaat teduh. Dia perlu mengisi kalbunya dengan firman Tuhan, kalau hatina tidak dikuasai oleh firman Tuhan kemarahan itu akan mudah muncul.
Tapi hati yang dikuasai oleh firman Tuhan akan menjadi hati yang terjaga.
GS : Ada orang yang bilang, Tuhan Yesus juga pernah marah, dia menggunakan alasan itu.
PG : Tapi Tuhan Yesus bukan pemarah, Tuhan bisa marah, manusia pun diizinkan Tuhan untuk marah tapi bukan menjadi pemarah. Kalau pemarah itu sudah menjadi sifat, jadi itu yang kita mau kendalikn.
Nah firman Tuhan memang sangat jelas dalam hal ini Pak Gunawan, di
1 Petrus 4:7 dikatakan: "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang supaya kamu dapat berdoa." Kuasailah dirimu bahasa Inggrisnya 'self-controlled', jadilah tenang 'clear minded' berpikir dengan jernih supaya dapat berdoa, jadi itu permintaan Tuhan.
GS : Jadi memang sering kali kita sulit berdoa pada saat marah itu Pak Paul?
PG : Betul sekali, kita tidak bisa lagi berpikir dengan tenang jadi memang firman Tuhan berkata: kendalikan diri, kuasai diri dan berpikirlah jernih. Orang yang bersifat pemarah susah sekali bepikir jernih.
GS : Dia sering mengatakan saya sudah mata gelap.
PG : Betul, dan itu harus dijaga, dan dijaganya sebelum kemarahan itu keluar, justru itu yang penting dilakukan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan juga Ibu Wulan banyak terima kasih untuk kesempatan kali ini. Para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengendalikan Sifat Pemarah". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) JL. Cimanuk 58 Malang, Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id . Saran-saran pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Rab, 15/07/2009 - 10:22pm
Link permanen
istriku juga suka marah
TELAGA
Kam, 16/07/2009 - 11:19am
Link permanen
Shalom, Jika masih