Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Perbincangan kami kali ini kami beri judul "Melihat Kecocokan dalam Masa Berpacaran". Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pengistilahan berpacaran itu Pak Paul, kadang-kadang rancu dengan persahabatan atau pertemanan atau ya memang berpacaran, sebenarnya batasannya sampai di mana Pak Paul?
PG : Saya akan tambahkan lagi Pak Gunawan, sering kali pada masa sekarang terutama anak-anak muda yang berpacaran, memang tidak mengerti apa sebetulnya makna dan tujuan berpacaran. Mereka haya melihatnya dari sudut bersenang-senang, bergengsi-gengsian, beraksi-aksian, dan menikmati masa muda, tapi sungguh-sungguh makna berpacaran itu sudah sangat-sangat kabur atau bergeser dari makna sebenarnya.
(2) GS : Jadi apa Pak Paul makna yang sebenarnya dari berpacaran itu?
PG : Makna atau tujuan berpacaran adalah untuk mengetahui apakah kita bisa hidup bersama kelak dalam pernikahan, jadi sungguh-sungguh berpacaran adalah masa untuk memastikan apakah kita aka dapat nanti hidup harmonis dengan pasangan kita itu.
Saya sering kali berkata kepada orang yang hendak menikah, apakah engkau bisa membayangkan hidup bersama dia dengan harmonis selama 50 tahun. Kalau misalnya orang berkata saya rasa saya tidak mungkin hidup dengan dia karena dia begini-begini ya sudah berarti memang engkau tidak cocok dengan dia. Jadi salah satu pertanyaan yang biasanya saya ungkapkan adalah itu.
GS : Nah, kalau begitu harus disadari oleh kedua-duanya bahwa mereka sedang berpacaran Pak Paul?
PG : Betul, jadi berpacaran itu bagi saya adalah suatu masa yang memiliki tujuan yang sangat spesifik. Sekali lagi bukan untuk bersenang-senang, bukan sekadar untuk mengisi waktu, bukan sekaar untuk mengusir kesepian, tidak.
Berpacaran adalah masa yang mendahului pernikahan, jadi bagi saya berpacaran mempunyai suatu tujuan yang jelas yaitu ke pernikahan. Apakah kita akan sampai ke pernikahan, itu memang hal yang berikutnya sebab belum tentu kita akan sampai kepada pernikahan, sebab bisa jadi gara-gara berkenalan dalam masa berpacaran ini kita akhirnya menyadari bahwa kita tidak cocok untuknya atau dia tidak cocok untuk kita.
(3) GS : Jadi hal-hal apa Pak Paul yang perlu diperhatikan selama masa berpacaran itu?
PG : Ada 3 yang besar Pak Gunawan, saya akan membahas satu persatu. Yang pertama adalah kebiasaan hidup, satu pertanyaan yang kita harus tanyakan adalah apakah kita dapat hidup dengan dia seelah kita mengetahui kebiasaan-kebiasaan hidupnya, dan kebalikannya juga sama apakah dia bisa hidup dengan kita setelah dia mengetahui kebiasaan-kebiasaan hidup kita ini.
GS : Maksudnya kebiasaan seperti apa, Pak Paul?
PG : Banyak hal Pak Gunawan, misalnya kebiasaan dalam pengertian bagaimanakah kita mengisi waktu kita sehari lepas sehari, apakah kita misalkan orang yang bekerja, apakah kita bangun pada ja yang tertentu, pergi kerja pada jam yang tertentu dan kita pulang pada jam yang tertentu.
Ataukah kita orang yang kerja pada jam-jam yang tidak tertentu, pulang juga tidak tertentu, nah apakah pasangan kita bisa hidup dengan itu atau apakah kita bisa hidup dengan pasangan kita kalau waktu hidupnya seperti itu. Apa yang dilakukan misalkan ada waktu luang atau ada waktu senggang, apakah dia mempunyai hobby bermain olah raga, main tennis atau main golf, dan itu memakan waktu 10 jam, bagaimanakah dia mengisi waktu-waktu yang luang itu, apakah dia memelihara burung dan dia akan berjam-jam membersihkan kandang burung serta memandikan burung, nah kita harus bertanya dengan jelas tentang kebiasaan hidup pasangan kita itu.
GS : Kalau tempat tinggalnya berjauhan bagaimana mereka bisa saling mengetahui itu Pak Paul?
PG : Ini susah, jadi saran saya selalu adalah sebisanya sebelum menikah sepasang sejoli ini seharusnya tinggal di kota yang sama atau di daerah geografis yang berdekatan selama kurang lebih etahun.
Tujuannya adalah untuk mengenal lebih jelas kebiasaan hidup itu. Contoh yang lainnya lagi adalah yang bisa kita selidiki misalnya kebiasaan dalam hal menggunakan uang, atau membayar benda-benda kesukaannya, apakah itu kebiasaannya, dia bisa rela mengeluarkan uangnya yang sangat besar untuk hobbynya, nah apakah kita bisa hidup dengan kebiasaan hidupnya yang seperti itu. Misalnya lagi yang lain, dia terbiasa juga kalau mengalami sedikit masalah di jalanan misalnya langsung memaki-maki orang atau kalau orang tidak setuju dengan dia langsung dia keras atau dia mungkin memukul orang. Nah, hal-hal itu kita harus selidiki bagaimanakah dia menghadapi kemarahan, bagaimanakah dia menghadapi stres, apa kebiasaannya kalau dia menghadapi stres, apa yang akan dia lakukan kalau orang tidak bersesuai pandang dengan dia, apa yang dia akan lakukan kalau orang melukainya atau menyakiti hatinya, kita mau tahu kebiasaan-kebiasaan hidup seperti itu.
GS : Apakah itu tidak terlalu jauh lalu menimbulkan kesan seolah-olah mencampuri urusan orang lain Pak Paul, sedang mereka baru berpacaran?
PG : Sudah tentu ini berjalan secara bertahap, tidak bisa kita ketahui pada masa-masa awal. Namun tetaplah buka mata baik-baik, lihatlah secara alamiah waktu kita berkenalan, bagaimanakah di melakukan semua itu.
Contoh yang mudah sekali, pria cenderung suka dengan wanita yang manja misalnya, manja itu kolokan dan si pria itu merasa dibapakkan oleh si anak dan masalahnya adalah kebiasaan hidup itu kalau sudah bertahan akan terus berlalu sampai ke pernikahan. Apakah nanti setelah menikah si pria itu akan selalu siap untuk memanjakan si anak atau istrinya ini maksud saya. Nah, sekali lagi itu kebiasaan si istri, dia terbiasa menjadi seorang anak kecil di mana semuanya disediakan oleh keluarganya atau oleh ayah-ibunya dan dia mengharapkan suaminya melakukan hal yang sama untuk dia. Nah apakah kita bisa hidup dengan kebiasaan hidupnya itu.
GS : Selain memperhatikan kebiasaan hidup, ada hal lain Pak Paul?
PG : Hal yang kedua adalah yang saya sebut kesungguhan hidup, kesungguhan hidup ini mencakup bagaimanakah sikap kita terhadap hidup. Masuk dalam kategori ini adalah tanggung jawab, apakah kia orang yang bersungguh-sungguh bertanggung jawab kalau mendapatkan tugas, kalau mendapatkan kepercayaan, kita harus memperhatikan pasangan kita apakah dia juga seperti itu.
Apakah dia orang yang menggampangkan oh...nanti bisa beres akhirnya tidak dikerjakan, tertundalah atau apa atau tentang masalah-masalah finansial oh.....nanti gampang bisa pinjam atau nanti datang sendiri uang. Apakah orang ini bersungguh-sungguh dengan hidup, saya tidak mengatakan bahwa kita harus senantiasa serius dengan hidup jam demi jamnya, tidak, kita perlu juga menyegarkan jiwa dengan berekreasi dan tertawa, tapi kita tahu bahwa hidup memang menuntut pertanggungjawaban dan kesungguhan hidup itu sangat penting. Jadi kita mau melihat juga apakah pasangan kita mempunyai kesungguhan hidup, apakah dia mempunyai ketahanan untuk bisa tetap berdiri dalam keadaan yang susah ataukah dia orang yang langsung lari, langsung bersembunyi, langsung menutupi dirinya dari problem nah kita mau melihat itu. Apakah pasangan kita mempunyai kesungguhan hidup seperti itu.
GS : Tapi itu tidak bisa dilihat dalam satu kasus atau satu kali peristiwa saja Pak Paul?
PG : Sering kali memang kita harus mengamati suatu pola dan sekali memang tidak cukup, kalau sudah terjadi berkali-kali saya kira kita cukup bukti. Contoh orang yang berkata: "o....maaf lupa" nah kalau setiap kali lupa, kita akhirnya berpikir ini bukan lagi suatu kebetulan, tapi memang bagian dari hidup dia memang dia cenderung lupa dan tidak bersungguh-sungguh mengingat apa yang kita katakan.
Jadi sekali lagi ini bagian dari kesungguhan hidup, berapa bertanggung jawabnya kita dalam hidup, berapa bersungguh-sungguhnya kita ini mau bekerja, mau menuntut sesuatu dalam hidup agar kita bisa mencapainya.
GS : Tapi biasanya tanggung jawab itu juga dikaitkan dengan usia seseorang Pak Paul, jadi kalau dia masih muda yang sedang berpacaran ini mungkin pihak pasangannya juga mengatakan: ah tidak apa-apa, nanti kalau usianya sudah bertambah tanggung jawabnya bertambah, apakah memang betul begitu?
PG : Ya saya kira ada benarnya pernyataan tersebut, namun sekali lagi kita tidak buta 100% kita masih bisa menilik, melihatnya karena setiap orang menghadapi tanggung jawab meskipun kecil. Msalkan pada masa-masa usia 20-an tahun dan masa berkuliah bukankah kita bisa menilai dia dari kesungguhannya berkuliah.
Apakah dia main-main, apakah dia mempersiapkan tugas, atau PR atau ujiannya dengan sebaik-baiknya, jadi kita mau melihat sungguh-sungguh apakah dia mempunyai yang tekad kekuatan internal atau kekuatan batiniah untuk mau maju untuk tidak hanya melayang-layang seperti daun yang ditiup oleh angin. Dan saya kira ini kwalitas yang perlu dicari oleh semua orang yang sedang berpacaran. Kalau orang yang kita sedang dekati orang yang benar-benar seperti daun ditiup ke kiri, ke kanan dan mudah menyalahkan orang, tidak mempunyai tekad, kesungguhan untuk hidup dan melawan tantangan hidup, saya kira kurang cocok.
GS : Nah bagaimana dengan ciri yang lain Pak Paul atau dengan hal yang lain yang perlu kita perhatikan?
PG : Yang terakhir adalah selain dari kebiasaan hidup, kesungguhan hidup, yang terakhir adalah kekudusan hidup. Kekudusan hidup di sini pertama-tama menyangkut kepada apakah dia dan saya memunyai iman yang sama, iman pada Tuhan kita Yesus Kristus sebab itulah yang Tuhan amanatkan kepada kita, kita harus menikah dengan yang seiman dengan kita.
Dan kekudusan hidup juga mengacu kepada bukan saja pengakuan secara intelektual saya percaya kepada Tuhan, tapi apakah kita memang menguduskan Tuhan dalam hidup kita ini artinya apakah kita menghormati Tuhan dan apakah Tuhan itu menempati porsi yang besar dalam hidup kita, kita mau tahu hal itu. Sebab sekali lagi bukannya saya berkata pastilah orang yang seperti ini tidak akan jatuh ke dalam dosa, kita manusia dari daging dan darah dan memang sudah tercemar dengan dosa, kita bisa jatuh ke dalam dosa. Tapi setidak-tidaknya kita bisa berkata orang yang takut akan Tuhan akan takut berdosa, orang yang tidak takut akan Tuhan idak terlalu takut untuk berdosa, berarti peluangnya untuk jatuh ke dalam dosa juga lebih besar. Jadi kekudusan hidup mengacu kepada berapa hormatnya dia pada Tuhan.
GS : Di dalam masa berpacaran Pak Paul, biasanya hal-hal seperti itu memang kurang diperhatikan karena masing-masing terlibat dalam luapan emosi dan melihat semuanya itu serba baik, itu bagaimana Pak?
PG : Biasanya harus melewati fase atau melewati waktu Pak Gunawan, karena perasaan sangat cinta, perasaan yang begitu mendebar-debarkan jantung itu tidak berlangsung seumur hidup. Jadi seseoang yang jatuh cinta akan melewati fase dibuai-buai oleh cinta itu paling lama 3 bulan, setelah 3 bulan dia akan mengalami fase penurunan, nah inilah fase yang sering kali langsung ditafsir saya tidak lagi mencintai dia.
Ya memang semua perasaan cinta datangnya dengan kuat, tapi setelah itu perasaan cinta itu akan mulai mengempis, nah setelah mulai turun akhirnya yang sehat adalah akan melewati sebuah plato artinya melewati suatu jalan yang rata, kalau dia terus turun sampai tidak ada lagi perasaan cinta itu baru mengkhawatirkan. Tapi yang sehat atau yang normal adalah setelah melewati fase yang kuat sekali, dia akan masuk ke fase dataran tidak turun, tidak hilang, tapi juga memang tidak terlalu menggebu-gebu. Ini yang lebih wajar, nah pada tahap wajar itulah ketiga hal yang tadi saya singgung itu lebih bisa kita amati, pada tahap 3 bulan pertama mata kita memang terlalu berkunang-kunang tidak melihat dengan jelas.
GS : Nah, masalah-masalah seperti ini perlu diperhatikan Pak Paul, tadi Pak Paul katakan membutuhkan waktu. Sedangkan kadang-kadang seseorang itu bertemunya di usia yang sudah cukup untuk dikatakan sudah lewat masa mudanya, sehingga mereka cepat-cepat memutuskan untuk menikah, nah itu bagaimana Pak Paul?
PG : Selalu tidak dianjurkan. Pernikahan harus dipersiapkan dan yang dipersiapkan maksud bukannya hari acara, upacara pernikahannya tapi kesiapan untuk bersama-sama hidup dengan pasangan kita. Jadi saya meminta paling kurang kita ini berkenalan atau berpacaran selama setahun untuk bisa mengenal dengan baik. Ya kalau misalnya bisa lewat dari setahun saya kira itu lebih baik.
GS : Apakah perlu juga mengenal keluarganya dalam masa berpacaran itu?
PG : Saya kira juga perlu, karena bagaimanapun pasangan kita tumbuh besar dalam keluarganya, ini bagian dari kebiasaan hidup, apakah orang tua mempunyai kebiasaan tertentu yang diwariskan keada anaknya dan kita mau melihat itu, bisa atau tidak kita hidup dengan dia yang sudah memiliki kebiasaan tersebut dari orang tuanya.
Orang yang bersih sekali, o......akhirnya kita sadar orang tuanya begitu bersih, orang yang begitu teratur o...kita sadar orang tuanya begitu teratur, kita akhirnya mengerti pasangan kita seperti itu, tapi kembali lagi kita harus bertanya apakah saya siap untuk hidup dengan orang misalnya seteratur itu.
GS : Nah, sering kali muda-muda yang sedang berpacaran ini mengira bahwa pasangannya bisa berubah atau diubah bahkan setelah nanti menikah Pak Paul?
PG : Betul, ada 2 hal yang sering kali muncul pada benak kita pada masa berpacaran. Pertama adalah dia akan berubah atau saya bisa mengubahnya atau yang kedua adalah problem itu akan hilang engan sendirinya, o.....nanti
akan hilang dengan sendirinya. Ah, kenyataannya adalah pasangan kita tidak terlalu berubah banyak dari hari pertama kita menikahinya. Dan yang kedua adalah sering kali problem yang menjadi duri dalam pernikahan kita sekarang adalah problem yang sebetulnya kita sudah mulai alami tatkala masih berpacaran. Mungkin bentuk-bentuknya berbeda tapi jenisnya bisa sama, contoh kalau dari masa berpacaran kurang adanya rasa percaya, hampir dapat dipastikan setelah menikah nanti hal itu akan muncul kembali dan menjadi pusat problem, hampir dapat dipastikan problem-problem yang lainnya adalah problem penggembira, problem yang hanya sebagai pendamping, problem utama biasanya adalah dalam kasus itu kurang percaya, jadi pangkalnya sama.
GS : Beberapa waktu yang lalu Pak Paul pernah mengatakan bahwa semasa pacaran hal-hal yang kelihatannya indah, menyenangkan buat kita, nanti pada waktu pernikahan bisa terbalik itu, nah itu bagaimana?
PG : Hal yang kita sukai sering kali adalah hal yang menjadi duri dalam pernikahan kita, contohnya adalah kalau kita menyukai dia orangnya diam, tenang, sabar sering kali setelah menikah kit berkata kamu orangnya membosankan, menjenuhkan, tidak banyak aktifitas, tidak banyak yang engkau katakan, kita tidak pernah berkomunikasi jadi hal yang persis sama itulah yang akhirnya menjengkelkan kita.
GS : Padahal waktu pacaran itu dilihat sebagai sesuatu yang positif Pak Paul, jadi kita bisa menerima sikap itu.
PG : Betul, dan sebetulnya ke positif itu tetap ada setelah kita menikah, namun sisi negatifnyalah yang sekarang mengganggu kita. Pada masa berpacaran karena kita tidak hidup serumah denganna sisi negatif itu tidak terlalu mengganggu kita, kita tidak berbicara dengan dia hanya 1 jam, 2 jam tapi sekarang 24 jam serumah dengan dia.
Kita menemukan dia begitu pendiam, jarang berbicara, nah itu sangat mengganggu kita. Meskipun tetap benar dia orangnya stabil, emosinya tidak mudah turun-naik, kalau berpikir sangat rasional, tapi ada sisi lainnya lagi. Jadi sekali lagi ini hal yang mesti kita terima.
GS : Pak Paul, sering kali pada masa berpacaran mungkin karena tadi Pak Paul katakan orang menyelidiki, ingin mengetahui dalamnya, kemudian orang cenderung untuk menutupi dirinya dengan hal-hal yang baik dan menyenangkan pasangannya, nah ini 'kan menyulitkan bagi pasangan atau mereka yang sedang berpacaran ini.
PG : Memang ada orang yang sangat tidak aman dan merasa malu dengan dirinya, sehingga terdoronglah dia untuk menutupi dirinya, kalau sampai itu yang terjadi saya kira dia bukan saja merugika pasangannya, diapun akan merugikan dirinya sendiri.
Sebab pada akhirnya waktu pasangan menyadari bahwa dia seperti itu, pasangannya tidak lagi menghormatinya, apalagi kalau pasangannya tahu bahwa dari awalnya dia seperti itu, tapi disembunyikan wah...makin besar rasa marahnya, merasakan bahwa ini adalah suatu tipuan yang akhirnya merugikan diri sendiri. Jadi pada prinsipnya pada masa berpacaran terbukalah apa adanya dengan diri kita, sehingga pasangan kita bisa dengan jelas melihat siapa kita dan kita pun bisa melihat dia juga dengan lebih jelas.
GS : Ya memang ada anjuran dari seorang pakar, pada saat berpacaran itu buka matamu lebar-lebar, tetapi setelah menikah tutup matamu.
PG : Betul, dalam pengertian setelah menikah jangan persoalkan lagi.
GS : Tentunya para muda-mudi kita yang sedang berada dalam masa pacaran itu sangat membutuhkan suatu pedoman dari firman Tuhan, Pak Paul bisa bagikan itu untuk kita semua.
PG : Tadi saya sudah singgung 3 kategori besar yang harus kita perhatikan yakni kebiasaan hidup, yang kedua kesungguhan hidup dan yang ketiga kekudusan hidup. Dalam hal kekudusan saya juga snggung tentang menghormati Tuhan yang akhirnya dampaknya pada diri sendiri, apakah kita menjaga hidup yang kudus.
Nah, firman Tuhan memberikan kita satu hal yang indah di antara banyak hal lainnya lagi yaitu saya mengambil dari
Amsal 19:22 "Sifat yang diinginkan pada seseorang adalah kesetiaannya, lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." Nah ada 2 hal di sini, pertama kesetiaan itulah satu sifat yang sangat-sangat indah dan ini yang harus kita cari pada pasangan kita. Dan yang kedua adalah firman Tuhan berkata lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong, artinya menikahlah dengan orang yang jujur. Dua modal ini, setia dan jujur, ada orang yang setia tapi tidak jujur, ada orang yang jujur tapi tidak setia. Tuhan memberi kita panduan setia dan jujur, dua kwalitas yang sangat indah pada diri manusia. Jadi waktu mencari pasangan hidup, perhatikanlah apakah dia orang yang setia, yang akan terus bertahan tidak akan meninggalkan kita dan apakah dia orang yang jujur, sehingga dia tidak membohongi kita, nah itu yang saya bisa bagikan pada para pendengar kita.
GS : Itu tentu sangat berharga sekali Pak Paul karena kita semua berharap bahwa pasangan-pasangan yang sedang berpacaran nantinya akan membina suatu rumah tangga yang bahagia tentu itu menjadi harapan mereka dan harapan kita semua.
Jadi terima kasih sekali Pak Paul untuk kesempatan perbincangan kali ini, saudara-saudara pendengar, demikianlah tadi kami telah menyampaikan ke hadapan Anda sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Melihat Kecocokan dalam Masa Berpacaran." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA
Comments
elly
Kam, 30/10/2008 - 2:02pm
Link permanen
Suamiku Setia
Anonymous (tidak terverifikasi)
Jum, 05/12/2008 - 10:48pm
Link permanen
Kado Pernikahan
TELAGA
Rab, 10/12/2008 - 2:52pm
Link permanen
Terima kasih untuk
Anonymous (tidak terverifikasi)
Min, 29/03/2009 - 3:13pm
Link permanen
Batas Kejujuran
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 30/03/2009 - 4:11pm
Link permanen
Terima kasih untuk