Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan berbincang-bincang dengan satu topik kali ini "Pemilihan Jurusan", perbincangan ini pasti akan sangat menarik dan bermanfaat. Kami harapkan Anda sekalian bisa mengikutinya dengan saksama. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, hampir setiap akhir tahun ajaran atau bahkan sebelum itu, banyak orang tua khususnya yang anak-anaknya sudah di SMU kelas III yang akan meninggalkan bangku sekolah SMU itu, selalu disibukkan dengan kegiatan-kegiatan untuk mencarikan lanjutan pendidikan dari anak-anak mereka. Karena sering kali anak-anak mereka pun tidak tahu dengan jelas ke mana mereka harus melanjutkan, kecuali mereka yang dari SMK itu lebih terarah tetapi yang dari SMU kebanyakan ini menjadi masalah yang cukup besar, Pak Paul. Bahkan bisa mengganggu pekerjaan orang tuanya dan sebagainya, sehingga mereka betul-betul sangat disibukkan, kadang-kadang tidak tahu kepada siapa mereka harus bertanya. Melalui perbincangan ini Pak Paul, mungkin Pak Paul bisa memberikan uraian sedikit bagaimana seharusnya memilih jurusan yang tepat itu.
PG : Sebelum kita masuk ke topik itu Pak Gunawan, saya akan memberikan sedikit gambaran tentang 3 kelompok siswa yang mengalami masalah dalam hal ini. Kelompok pertama adalah para siswa yang mepunyai banyak talenta atau kebisaan.
Mereka adalah anak-anak yang sering kali kebingungan menentukan pilihan jurusan mana yang akan mereka masuki. Kebingungan itu bersumber dari fakta bahwa memang mereka mempunyai banyak kebisaan. Kelompok kedua adalah orang-orang yang sama sekali tidak tahu karena tidak mengerti apa talentanya, kebisaannya, nah anak-anak ini juga mengalami kebingungan. Kebingungannya bersumber dari ketidaktahuan akan diri mereka dan kemampuannya. Kelompok ketiga adalah anak-anak yang mempunyai satu kebisaan yang menonjol, jadi sejak dari SMU atau dari sekolah lanjutan atas mereka sudah bisa melihat kira-kira saya akan memasuki jurusan apa. Setelah mengetahui tentang 3 kelompok tersebut, kita akan melihat prinsip-prinsip yang bisa kita gunakan, Pak Gunawan. Yang pertama adalah kita harus mengingat bahwa jurusan studi hanyalah satu bagian dari proses pencapaian karier. Yang mau saya tekankan di sini adalah jurusan studi, jadi tidaklah 100% menentukan masa depan hidup kita. Jangan sampai kita terlalu menitikberatkan pada jurusan studi, seolah-olah kalau kita memilih jurusan yang keliru maka hancurlah hidup kita selama-lamanya. Apalagi kita sebagai orang tua perlu untuk menempatkan masalah ini dalam perspektif yang lebih berimbang. Kenyataan lain yang harus saya paparkan adalah dewasa ini sekolah-sekolah, baik itu sekolah-sekolah kejuruan ataupun tingkatan universitas tidak lagi mampu untuk melengkapi para siswanya atau mahasiswanya untuk memasuki dunia pekerjaan. Sebab dewasa ini dunia pekerjaan sudah begitu berkembang dan menjadi begitu banyak, sehingga tidak ada sekolah atau jurusan-jurusan yang akan cukup melengkapi kita untuk memasuki dunia pekerjaan. Jadi sekali lagi kita harus menempatkan masalah ini dalam perspektif yang tepat. Seseorang yang memasuki jurusan A, mungkin sekali nanti dalam kariernya akan memasuki lapangan pekerjaan B. Sebab memang itulah yang akan ditawarkan dan dia akan bisa melakukannya juga, jangan terlalu kaku sekali dalam hal jurusan studi ini.
GS : Tetapi sekalipun itu tidak menentukan tapi akan membentuk pola pikir sedini mungkin, itu yang diharapkan Pak Paul. Jadi kalau dia keliru memilih jurusan maka cukup merugikan buat siswa yang bersangkutan ini.
PG : Betul, adakalanya Pak Gunawan memang ini masuk kepada prinsip yang kedua bahwa jurusan studi itu merupakan bagian persiapan yang penting. Persiapan baik itu secara informasi, ilmu-ilmu yan harus dikuasai untuk bidang tersebut atau membentuk pola pikir kita agar lebih siap memasuki bidang-bidang itu.
Dan memang kita tahu ada beberapa profesi yang tidak mungkin dimasuki tanpa tanda kelulusan dari bidang tersebut, contoh bidang kedokteran. Ya memang hanya yang lulus dengan gelar kedokteranlah yang bisa memasukinya, kalau misalkan gelar-gelar yang lainnya tidak terlalu mutlak sebetulnya. Misalnya saya tahu di Amerika Serikat, kita tidak harus lulus sekolah hukum untuk menjadi seorang pengacara, asalkan kita bisa lulus ujian yang diselenggarakan oleh negara untuk menjadi seorang pengacara, kita bisa menjadi seorang pengacara. Hal yang lain juga saya tahu misalnya ada di Singapura, untuk menjadi seorang Akuntan Public tidak harus mempunyai gelar Akuntansi, asalkan kita bisa lulus ujian negaranya kita akan bisa mengklaim diri sebagai seorang Akuntan Public. Jadi memang cukup banyak bidang-bidang yang cukup fleksibel, tetapi ada bidang tertentu yang mensyaratkan kita untuk lulus dalam bidang itu.
ET : Mungkin kalau keadaan seperti ini tidak akan menjadi masalah buat orang-orang yang termasuk kelompok pertama yang Pak Paul katakan tadi, karena dia punya banyak kemampuan dan kebisaan. Jusru yang sering kali menjadi masalah dari golongan kedua, yang begitu salah masuk jurusan lalu keluar, bingung juga.
Nanti mau bekerja di bidang yang lain kesulitan, di bidang yang dia sekolah juga kesulitan, lalu di bidang yang di luar juga kesulitan, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Yang Ibu Esther katakan itu sangat betul dan kita sebetulnya melihat banyak kasus-kasus seperti itu, makanya yang namanya college dropped-out itu cukup banyak terjadi. Anak-anak yang masukke bidang elektro misalnya di tengah jalan tahun kedua berhenti, terus keluar menjadi salesman atau yang lain-lainnya karena apa? Sebab mungkin sekali waktu memasuki bidang atau jurusan tersebut orang-orang ini tidak benar-benar mengetahui kemampuannya dengan baik.
Nah apa yang bisa kita lakukan untuk anak-anak yang memang tidak jelas apa karunianya atau kemampuannya. Saya menganjurkan agar pada waktu SMU kelas II atau SLTA kelas II sebisanya anak-anak yang memang kurang tahu akan apa kemampuannya, disarankan untuk mengikuti test bakat yang sekarang cukup banyak tersedia. Test bakat tersebut berguna agar anak-anak ini bisa lebih mengenal kemampuannya. Yang lainnya juga adalah dalam masa pertumbuhan, seyogyanya orang tua lebih berperan secara aktif memberikan tanggapan-tanggapan pada anak-anak waktu mereka masih kecil apa yang bisa mereka lakukan dengan baik. Nah sekali lagi ini mungkin akan merupakan proses yang panjang dan informasi yang orang tua sampaikan itu merupakan kepingan-kepingan, tapi nanti akan diuntai oleh si anak menjadi suatu pemahaman tentang siapa dirinya dan keyakinan bahwa dia mempunyai kebisaan tertentu. Contoh kepada anak yang mampu untuk mengutak-atik elektronik dan si orang tua melihat hal itu. Orang tua jangan berdiam diri, sebaiknya mengeluarkan komentar kepada anaknya: "Anakku, kamu pandai sekali dalam hal elektronik, kamu bisa mengutak-atiknya dari tidak berbunyi menjadi berbunyi" misalnya. Atau ada anak yang jago sekali membuat desain-desain. Orang tua jangan hanya berdiam diri, sebaiknya orang tua mengeluarkan komentar 'Kamu pandai sekali membuat desain', nah hal-hal ini akan menjadi kepingan-kepingan yang nanti akan diuntai oleh si anak menjadi suatu keyakinan, pengetahuan, kesadaran bahwa saya bisa berbuat ini, saya mampu dalam hal ini. Nanti dengan sendirinya kebisaan-kebisaan itu akan terkoneksikan dengan lapangan kerja. Memang pada usia 7-10 tahunan tidak akan terwujud, tapi waktu anak-anak ini menginjak bahkan SMU kelas I, SMU kelas II informasi yang telah dia terima dari orang tua akan kebisaan-kebisaannya itu mulai dihubungkan atau dikaitkan dengan lapangan pekerjaan yang di luar sana, itu gunanya. Waktu dia melihat seseorang menjadi seorang insinyur, dia mulai melihat o....ada yang namanya insinyur elektro, ada yang namanya seorang insinyur mekanik dan sebagainya. Nah dia mulai kaitkan kebisaannya itu dengan lapangan pekerjaan yang ada di luar.
ET : Jadi memang informasi orang tua sangat penting ya, tapi di sisi lain tidak sedikit kita melihat justru ada orang tua yang sengaja menutup informasi-informasi itu supaya anaknya berjalan seuai dengan jalur orang tuanya.
Jadi bukannya hanya tidak dikomentari tentang kebisaannya di bidang elektro, misalnya malah dilarang karena itu bukan jalur yang dibayangkan oleh orang tua, Pak Paul.
PG : Itu pun terjadi Bu Esther, sebab saya tidak bisa 100% menyalahkan orang tua, kadang kala orang tua bisa melihat juga bahwa bidang yang diminati anaknya itu bukan bidang yang terlalu subur tau terlalu baik sehingga si anak diarahkan.
Atau orang tua melihat anaknya kurang berkemampuan dalam hal itu, jadi digiring untuk memasuki bidang yang lain. Tapi bisa jadi seperti yang Ibu Esther katakan, memang orang tua sebetulnya mempunyai selera tersendiri, menginginkan anak menjadi seperti mereka idamkan dan tidak mau tahu kebisaan anak itu apa, itu memang akan merugikan si anak. Sebab pada intinya adalah saya akan mengutip suatu peribahasa yang pernah saya dengar 'Jadilah dirimu namun jadilah dirimu yang terbaik', nah yang terbaik hanyalah kalau kita menjadi diri kita sepenuhnya. Anak tidak mungkin menjadi yang terbaik kalau dia harus menjadi diri orang lain.
GS : Tapi kenyataannya memang yang banyak juga pengaruh dari teman Pak Paul, kalau di dalam teman sepergaulannya itu memilih jurusan A, anak ini bisa terpengaruh untuk ke situ walaupun dia tahu kurang berminat atau kemampuannya kurang, nah itu bagaimana Pak Paul?
PG : Ini benar-benar saya alami Pak Gunawan, waktu SMA saya masih ingat sekali SMA I pertengahan tahun itu diadakan test, nama testnya XYZ. Saya jelas dikatakan masuk ke jurusan sosial tapi say tidak mau masuk ke jurusan sosial, sebabnya kenapa? Sebab teman-teman saya yang pria itu tidak banyak yang masuk ke sosial, kebanyakan masuk ke ilmu pasti, kalau dulu istilahnya paspal.
Nah angka saya kebetulan mencukupi masuk ke bidang ilmu pasti jadi saya menolak masuk ke sosial, masuk ke ilmu pasti. Benar saja tingkat II saya mengalami kesukaran sebab otak saya memang bukan otak yang didesain untuk Fisika, Mekanika dan sebagainya. Tapi saya masih ingat sekali waktu saya SMA kelas II, kalau orang-orang bertanya mau sekolah apa? Saya selalu menjawabnya mau sekolah Mekanik, saya bilang Mekanika. Padahal saya itu tidak pernah bisa membetulkan mesin atau apa, saya memang tidak punya kemampuan di bidang itu. Kenapa saya sebut itu, karena saya tidak tahu mau masuk yang mana, teman-teman saya yang pria kebanyakan mau masuk teknik, elektro, mesin, sipil. Daripada saya bilang masuk ke psikologi yang sangat aneh buat mereka, jadi saya bilang masuk ke teknik mesin. Memang tadi Pak Gunawan memberikan masukan yang penting sekali dan harus kita sampaikan kepada para pendengar kita, terutama kalau mereka masih remaja yaitu hati-hati, jangan sampai terbawa oleh arus atau idealisme yang lagi beredar di kalangan mereka, sebab belum tentu itu adalah kebisaannya atau panggilan hidupnya yang telah Tuhan berikan kepadanya.
GS : Kalau begitu bagaimana seharusnya sikap seorang siswa yang akan menjadi mahasiswa di dalam memilih jurusannya, Pak?
PG : Nah ini membawa kita ke prinsip yang ketiga Pak Gunawan, yaitu pilihlah jurusan yang sesuai dengan kemampuan dan minat kita. Saya mau gabungkan 2 kata ini Pak Gunawan, yang harus benar-benr disimak baik-baik oleh para remaja.
Mau masuk ke jurusan yang tidak sesuai dengan kemampuan kita, sudah pasti akan membuat kita terhuyung-huyung. Bisa-bisa kita akan berhenti di tengah jalan karena tidak akan sanggup untuk meneruskannya. Kalau memang itu bukan kemampuan kita jangan masuk ke sana, pilihlah jurusan yang memang kita mampu untuk lakukan. Contohnya tadi waktu saya cerita, waktu saya masih SMU memang saya lebih mampu dalam hal-hal yang bersifat sosial. Tapi saya malu masuk ke sosial karena angka saya cukup untuk masuk ke pasti alam, jadi akhirnya saya tidak naik kelas waktu SMA kelas II. Kata yang berikutnya adalah sesuai dengan minat, ketertarikan kita, jadi jangan masuk ke bidang yang kita mampu tapi kita tidak berminat, tidak mempunyai ketertarikan ke situ. Sebabnya kalau kita memasukinya, biasanya kita tidak bertahan lama, jadi sekali lagi kita coba gabungkan kedua hal ini, sesuai tidak dengan kemampuan kita dan sesuai tidak dengan minat kita.
ET : Tapi bicara soal minat ini, saya mengamati kebanyakan yang dialami oleh para remaja adalah kurangnya pengetahuan, kurangnya informasi tentang bidang-bidang yang ada. Sering kali mereka menatakan dengan mudah saya tidak berminat, tetapi sebenarnya kalau kita mau melihat lebih jauh bukannya tidak berminat tetapi memang belum tahu apa yang dipelajari atau dikerjakan dalam bidang tersebut.
Jadi rasanya memang perlu informasi sebanyak-banyaknya dalam masalah minat ini.
PG : Itu sangat betul sekali Bu Esther, dan itu tidak bisa disajikan melalui satu seminar atau satu sesi kelas, seharusnya memang secara kontinu. Saya berikan contoh saya masih ingat sekali waku anak-anak saya bersekolah di Amerika, sejak anak-anak itu kelas II atau kelas III atau kelas I(saya lupa ya), nah si guru ini meminta kesediaan orang tua murid untuk dalam satu tahun itu datang ke kelas memberikan penjelasan tentang profesinya.
Jadi yang insinyur, yang pemadam kebakaran, yang dokter, diminta kesediaannya secara sukarela untuk menjelaskan tentang profesinya kepada anak-anak yang masih berumur 6, 7 tahun. Dengan kata lain sejak berumur masih begitu dini, anak-anak ini sudah diberikan gambaran sebagai petugas kerjaannya apa, begini, begini, saya sebagai suster pekerjaan saya begini-begini, sehingga akan menjadi rangkaian informasi yang memberikan kejelasan. O..... kerja ini seperti apa, kerja itu seperti apa, sebaiknya memang orang tua dengan proaktif mencari data-data tentang jenis-jenis pekerjaan, jangan bergantung sepenuhnya pada sekolah untuk melakukan itu pada anak-anak mereka.
GS : Dan masing-masing anak dari remaja yang sudah SMU itu punya suatu sifat atau kepribadian tersendiri, pengaruhnya sejauh mana terhadap pemilihan jurusan, Pak?
PG : Prinsip keempat adalah pilihlah jurusan yang sesuai dengan kepribadian kita. Jadi tepat sekali yang Pak Gunawan tadi munculkan, yaitu pekerjaan yang nanti kita lakukan seyogyanya sesuai degan kepribadian kita.
Kalau kita mau menjadi seorang insinyur pertambangan tapi kita orang yang tidak suka kotor, tidak tahan panas, bersihnya luar biasa, baju tidak boleh lecek, sepatu harus disikat terus-menerus, nah mungkin sekali kita senang dengan nama-nama kimia di oli atau di hasil bumi atau apa, tapi kalau kitanya sendiri tidak mempunyai kepribadian yang cocok dengan tugas pekerjaan itu sebaiknya jangan. Atau orang mau menjadi dokter tapi paling takut melihat darah misalnya, begitu melihat darah dia pingsan, nah bagaimana menjadi dokter. Atau mau menjadi pengacara tapi orang ini mudah stres, mudah tegang, nah sedangkan kita tahu pengacara itu suatu pekerjaan yang menuntut ketebalan urat saraf, beradu argumen, berkonfrontasi dan sebagainya. Hal-hal seperti ini memang menuntut kepribadian yang sesuai, jadi sebaiknya kita juga memilih bidang yang kita tahu, kita bisa kerjakan untuk waktu yang lama karena itu sesuai dengan jiwa kita, kepribadian kita, sebab tidak ada pekerjaan yang bisa kita pertahankan dengan lama kalau tidak kita sukai. Dan yang biasanya kita sukai adalah yang sesuai dengan siapa diri kita ini.
ET : Kalau saya melihat ada beberapa teman saya waktu kuliah yang mempunyai idealisme yang cukup tinggi, sesuai dengan bidang studinya mereka. Setelah lulus, mencari-cari kerja, tapi tidak sesui dengan kuliahnya.
Misalnya yang lulusan dari insinyur, teknik mesin, lalu akhirnya kerja di bank. Apakah hal ini juga berkaitan dengan orang yang tidak cukup informasi atau bagaimana kalau menurut Pak Paul?
PG : Bisa beberapa faktor yang menyebabkan itu, Bu Esther, memang adakalanya orang itu merasa jenuh dan memang dia mempunyai talenta yang lain sehingga dia bisa menyeberang ke bidang yang lainna.
Sebab dalam teori karier dibuka kemungkinan tersebut bahwa kita ini bisa kuat dalam satu bidang dan bisa kuat dalam bidang yang bersebelahan dengan bidang utama kita itu, jadi itupun bisa terjadi. Atau kita bisa menyeberang cukup jauh karena memang kita mempunyai kemampuan yang banyak, itupun bisa. Tapi yang cukup banyak terjadi juga adalah karena keterpaksaan, karena situasi akhirnya dia harus mengambil pekerjaan yang lain, yang lebih bisa menyokong kehidupannya. Nah saya langsung saja membawa kepada prinsip yang kelima, waktu memilih jurusan kita perlu bertanya kepada diri sendiri dapatkah saya melakukan pekerjaan yang sama ini selama 10 tahun. Saya memberikan waktu 10 tahun dengan dua tujuan. Yang pertama adalah kita harus mampu untuk mengerjakan pekerjaan itu dalam kurun yang cukup lama, 10 tahun bukan waktu yang cepat jadi jangan sampai kita berkata o.....saya hanya bisa bekerja itu mungkin hanya setahun, dua tahun setelah itu saya harus pindah. Jadi memang kita harus membangun karier kita dari awal, tahap pertahap, tidak bisa lompat terus-menerus. Sepuluh tahun dalam pengertian begini, pada kenyataannya kita dalam sepanjang hidup ini akan berganti profesi beberapa kali, jarang orang yang selama 45 tahun bertahan pada satu profesi dan pada satu perusahaan jarang sekali, kebanyakan kita akan pindah kerja. Jadi makanya saya bertanya dapatkah kita melakukan pekerjaan yang sama ini selama 10 tahun.
GS : Selain di bidang karier Pak Paul, sebenarnya sejak memilih jurusan itupun kadang-kadang orang terpaksa memilih jurusan itu. Jurusan yang diidamkan itu ternyata tidak menampung, karena keterbatasan dana atau tidak ada di kota itu, atau memang ketika test dia tidak lulus masuk ke situ.
PG : OK! ini membawa kita ke point yang keenam dan point yang terakhir yaitu kita juga harus bertanya apakah saya bisa membiayai kehidupan saya dengan karier ini, jika tidak kita harus memilih isalnya kalau memungkinkan dua jurusan sekaligus, agar kita dapat memperoleh pekerjaan yang lebih memadai.
Atau kalau tidak bisa kita dahulukan jurusan yang lebih mudah mendapat pekerjaan, setelah kita lulus dan bekerja barulah kita perdalam bidang yang kita minati misalkan kalau ada keterbatasan dana juga sama prinsipnya. Jadi memang kadang kala situasi menuntut kita untuk mengambil bidang yang bisa siap pakai, dan bidang yang sungguh-sungguh kita minati atau mau perdalam harus kita tunda untuk sementara waktu.
ET : Dalam hal ini sepertinya harus ada rencana A, rencana B, supaya ada persediaan tapi kadang-kadang ada orang yang hanya satu bidang sehingga susah untuk menyeberang ke yang lainnya, Pak Paul?
PG : Betul, jadi saya kira di sini yang diperlukan adalah kefleksibelan karena memang tidak selalu hidup ini sempurna seperti yang kita inginkan.
GS : Nah Pak Paul, dalam hal pemilihan jurusan ini, tentunya baik saudara-saudara kita yang masih di SMU maupun orang tuanya pasti membutuhkan suatu bimbingan dari firman Tuhan, bagaimana sebenarnya dia harus bersikap di dalam memilih jurusan ini, Pak?
PG : Tadi saya cerita sedikit, saya pernah mengalami kebingungan karena masa SMA. Kemudian waktu saya masuk perguruan tinggi saya dimuridkan, dibina oleh kelompok hamba-hamba Tuhan. Saya masuk e LPMI, pelayanan mahasiswa di situ.
Nah di sana saya diajarkan bahwa Tuhan mempunyai rencana yang indah untuk hidup saya dan hidup saya adalah untuk memuliakan Tuhan. Untuk pertama kalinya saya tenang, saya belum tahu pasti jurusan apa yang harus saya masuki. Tapi saya tahu apapun itu, nanti saya jadi apapun, tugas saya hanya untuk memuliakan Tuhan, setelah itu Tuhan memimpin langkah demi langkah. Jadi saya akan bacakan dari
Mazmur 37:23-26. "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya, apabila ia jatuh tidaklah sampai tergeletak sebab Tuhan menopang tanganNya. Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan atau anak cucunya meminta-minta roti. Tiap hari Ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman dan anak cucunya menjadi berkat." Sekali lagi ayat yang ingin saya garis bawahi bahwa Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya.
GS : Ya tetapi juga ada yang salah menafsirkan mungkin mengertinya atau memahaminya dia bersikap pasif saja Pak Paul, nanti pasti Tuhan yang menetapkan. Kalau saya test di sana dan masuk, itu berarti Tuhan menghendaki saya sekolah di situ, kalau tidak pasti bukan kehendak Tuhan. Nah itu sikap yang pasif sekali Pak Paul?
PG : Saya kira kita harus lebih aktif yaitu misalnya mencari informasi sebanyak-banyaknya dan sejelas-jelasnya tentang bidang-bidang yang ada dan kemampuan kita. Kita mempunyai akses sekarang kpada psikolog untuk mendapatkan test-test karier, nah itupun dapat kita manfaatkan.
Jadi kita memang harus bersikap lebih proaktif dan Tuhan akan menuntun, kalau kita keliru karena kita sudah meminta pimpinanNya Dia akan menghadirkan situasi untuk kita menyadari bahwa kita telah keliru mengambil langkah itu.
GS : Ya saya percaya sekali bahwa perbincangan ini akan sangat menolong saudara-saudara kita, teman-teman kita juga orang tua yang saat-saat ini mungkin juga kebingungan baik mau melanjutkan sekolah atau bahkan mengarahkan anak-anak mereka untuk melanjutkan sekolah. Jadi sekali lagi terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Esther. Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi demikianlah tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memilih Jurusan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.