Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan ini merupakan lanjutan dari perbincangan pada beberapa waktu yang lalu tentang orang tua tunggal. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, pada kesempatan beberapa waktu yang lalu kita telah membicarakan tentang orang tua tunggal, mengenai latar belakang penyebabnya dan sebagainya dan akibat langsungnya. Dan kita mencoba membicarakan dari sisi yang lain kalau ada akibat yang langsung dari orang tua tunggal ini tentu dampak yang paling dirasakan oleh anak. Nah apakah dampak yang tidak langsung dirasakan oleh anak itu, Pak Paul?
PG : Yang pertama Pak Gunawan, anak-anak ini sebetulnya akan mempunyai kebutuhan tertentu yang tidak terpenuhi. Sebagai contoh kalau misalkan yang pergi meninggalkan mereka adalah si ibu, bisanya mereka akan kehilangan kasih sayang yang khas dari seorang ibu.
Kalau misalkan yang tidak ada adalah ayahnya yang akan juga terhilang dalam keluarga tersebut ialah disiplin yang khas seorang ayah. Saya berikan contoh Pak Gunawan, beberapa waktu yang lalu, istri saya karena ada suatu keperluan meninggalkan kami sekeluarga selama 4 hari kalau tidak salah pergi ke Jakarta. Nah saya masih ingat sekali bahwa suasana rumah kami menjadi sangat berbeda dengan tidak adanya istri saya. Istri saya sangat dekat dengan anak-anak, saya pun mencoba dekat dengan anak-anak tapi ternyata pada waktu istri saya tidak ada di rumah saya benar-benar baru disadarkan bahwa yang sebetulnya menjadi titik sentral, pusat dari kehidupan keluarga kami bukanlah saya, tapi istri saya. Itulah sebabnya waktu dia tidak ada di rumah, tiba-tiba seolah-olah roda keluarga kami berhenti berputar, ketiga anak-anak saya lebih diam, tidak banyak interaksi dan bahkan salah seorang dari ketiga anak saya yang begitu kehilangan istri saya, sampai menangis-nangis setiap hari mencari mamanya. Nah ini harus dibandingkan dengan peristiwa sewaktu saya meninggalkan rumah, saya sudah pernah meninggalkan rumah selama kira-kira sebulan tidak bertemu dengan keluarga saya dan menurut laporan dari istri saya tidak ada seorangpun anak saya yang menangisi saya. Ternyata memang yang menjadi poros atau titik sentral dari kehidupan keluarga adalah seorang ibu, nah ibu itu akan banyak berperan dalam kehidupan si anak, memberikan dan menyediakan kebutuhan emosional si anak yang tidak dapat dijabarkan, didaftarkan satu persatu karena terlalu banyaknya. Nah semua ini waktu tidak lagi di terima oleh si anak akan menimbulkan atau meninggalkan suatu lubang dalam diri si anak. Dan kalau yang terhilang adalah si ayah atau yang meninggalkan mereka si ayah juga akan menimbulkan lubang pada si anak meskipun tidak sebesar kalau si ibu yang meninggalkan mereka.
GS : Apa itu Pak Paul yang menghilang kalau seandainya si ayah itu yang pergi?
PG : Yang akan terhilang biasanya adalah disiplin, jadi salah satu peranan ayah yang penting dalam rumah tangga adalah peran sebagai pendisiplin. Oleh sebab itulah firman Tuhan di Kolose mengaskan bahwa ayah itu harus membesarkan anak dalam takut akan Tuhan.
Sebetulnya kata membesarkan yang digunakan di situ mengandung makna mendisiplin anak dalam takut akan Tuhan. Jadi memang suara ayah yang lebih berat, tubuh ayah yang lebih besar, mencerminkan otoritas atau disiplin bagi anak. Nah itu sebabnya rumah tangga yang kehilangan figur ayah cenderung pada nantinya setelah anak-anak itu sudah mulai remaja direpoti oleh ulah si anak. Karena si anak seolah-olah hidup tanpa pagar, dia berani untuk melawan si ibu, sebab memang ibu lebih melambangkan peranan cinta kasih dalam rumah tangga.
(2) IR : Kalau boleh memilih Pak Paul, si anak ini lebih baik kehilangan ibu atau kehilangan ayah?
PG : Kalau boleh memilih, saya akan memilih kehilangan ayah daripada kehilangan ibu. Sebab sebagaimana tadi telah saya singgung, ibu mempunyai peranan yang begitu sentral dalam kehidupan si nak.
Ibu benar-benar adalah titik pusat yang menggerakkan roda keluarga, kalau tidak ada lagi roda keluarga itu juga akan terganggu, sangat terganggu. Kadang kala yang terjadi adalah seperti ini dan ini sering kali terjadi, sewaktu ayah meninggalkan keluarga si ibu terpaksa mengurus anak-anak sendirian. Sebab kemungkinan si ibu menikah kembali tidaklah terlalu besar, apalagi kalau dia sudah berusia 40 tahun ke atas. Kebanyakan kalau si ayah yang masih hidup, ibu yang sudah meninggalkan mereka, si ayah akan menikah kembali. Nah masalahnya adalah kalau si ayah menikah kembali, anggapannya adalah bahwa akan ada 2 orang yang akan memelihara anak-anak. Tapi anggapan ini tidak selalu benar, kadang kala benar, ada juga ibu tiri yang juga sayang mencintai anak-anaknya. Namun kita tidak bisa mengesampingkan naluri keibuan, dalam pengertian naluri keibuan yang dimiliki oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya. Sewaktu yang dirawatnya bukan anak kandung biasanya memang akan ada perbedaan dibandingkan kalau dia merawat anak kandungnya sendiri. Jadi kalau si ayah menikah kembali, sebetulnya si anak-anak itu lebih seringnya kehilangan kedua orang tuanya. Sebab si ayah pada umumnya tidak terlalu dekat pada si anak dan harus bekerja di luar, si anak ditinggalkan dengan si ibu tiri, sedangkan si ibu tiri pun tidak terlalu dekat dengan anak-anak. Nah sekali lagi saya tetap memberikan catatan, saya tahu ada ibu tiri yang sangat mencintai anak-anak tiri mereka, itu ada. Ini bukan untuk ibu tiri yang sangat mencintai anak-anak tiri mereka, tapi saya berbicara secara global saja.
IR : Tapi saya pernah mengamati satu keluarga Pak Paul, yang karena kehilangan ibunya, si suami ini kawin lagi dan dia sangat tidak peduli dengan anaknya. Bahkan harta warisannya itu diberikan pada istri mudanya sehingga anaknya ini terlantar Pak Paul.
PG : Ya sangat menyedihkan sekali Ibu Ida, dan kadang kala itu terjadi, kadang kala si ayah yang menikah dengan istri yang baru merasa hidup itu begitu semarak, begitu indahnya mendapatkan itri yang baru sehingga melalaikan tanggung jawabnya.
Atau si ayah ini menggantungkan diri pada si istri yang baru ini untuk mengasuh anak-anaknya, tapi masalahnya adalah si istri itu bukanlah ibu kandung dari anak-anaknya. Sehingga tidak bisa atau lebih sulit memberikan dirinya sepenuhnya kepada anak-anak yang bukan anak kandungnya. Nah apalagi kalau nanti ditambah dengan anak kandung, secara natural dia akan jauh lebih dekat pada anak kandungnya.
GS : Ada orang tua tunggal yang mencoba Pak Paul, bertekad untuk merangkap jabatan, kalau dia ditinggal oleh istrinya dia katakan saya berfungsi sebagai ayah sekaligus ibu dan seterusnya. Itu ada pengaruhnya atau tidak Pak Paul terhadap anak-anak?
PG : Misalkan si ibu yang harus mengambil peranan ganda Pak Gunawan, biasanya dia akan cukup tertekan, karena menjadi ayah dan ibu sekaligus bukanlah tugas yang mudah. Misalkan kalau ada aya dan ibu di rumah, si ayah memarahi anak-anak, akan ada figur si ibu yang sedikit banyak menenangkan rumah atau menjadi seseorang yang menyambut si anak waktu si anak sedih atau takut dan sebagainya, nah sekarang tidak ada lagi peranan seperti itu, jadi si ibu harus keras tapi sekaligus harus menjadi orang yang dekat dengan anak-anak.
Nah kadang-kadang 2 peranan ini tidak begitu mudah untuk dilakukannya sekaligus. Biasanya ibu-ibu itu akan kesulitan menghadapi perilaku-perilaku si anak tatkala si anak menginjak usia remaja. Anak-anak yang dibesarkan dalam rumah orang tua tunggal cenderung pada masa remajanya mengekspresikan perilaku pelampiasan, "acting out behavior". Perilaku pelampiasan dari kata pelampiasan, kita bisa menarik kesimpulan perilaku pelampiasan merupakan perilaku untuk unjuk rasa, perilaku untuk menunjukkan atau memperlihatkan kebutuhannya, di mana kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Namun dia akan menunjukkan perilaku yang lain untuk mendapatkan kebutuhan tersebut, malangnya biasanya perilaku itu perilaku yang negatif. Jadi seorang anak yang merindukan cinta kasih di rumahnya akan cenderung mencari cinta kasih di luar. Seorang anak yang kekurangan disiplin karena tidak ada ayah di rumah, akan juga menunjukkan perilaku pelampiasan, dia akan melanggar batas, melanggar pagar-pagar yang didirikan oleh ibunya. Karena dia merasa tidak ada lagi yang harus ditakuti, jadi akan banyak muncul perilaku pelampiasan seperti ini. Nah waktu si ibu yang harus merangkap tugas dia akan lumayan kerepotan untuk mengatasi perilaku pelampiasan ini. Pada umumnya orang tua tunggal yang misalnya wanita ini, biasanya mereka tidak terlalu bermasalah memberikan cinta kasih, karena itu terbiasa diberikan oleh para ibu. Namun mereka akan kesulitan menerapkan disiplin bagi si anak, sebab memang ibu bukanlah figur disiplin dalam rumah tangga.
GS : Berapa kali saya jumpai seperti itu, lalu ibu itu menggunakan, menarik belas kasihan anak dengan sering kali berkata ayahmu itu sudah tidak ada, aku ini sendirian coba kamu mengerti saya dan sebagainya itu Pak Paul, tapi anak tetap sulit menghadapi hal itu.
PG : Sering kali itu yang dilakukan, betul Pak Gunawan jadi akhirnya memelas supaya dibelaskasihani agar si anak berubah. Namun saya setuju juga dengan pengamatan Pak Gunawan, kenyataannya aalah anak-anak hanya berubah sementara saja, setelah dia keluar rumah bertemu dengan kawan-kawannya lagi dia lupa akan belas kasihannya tadi, dia akan terbawa lagi oleh teman-temannya.
Nah memang ini suatu dilema dan ini banyak sekali terjadi dalam rumah di mana hanya ada orang tua tunggal. Saya melihat gejala ini di Amerika Serikat, banyak sekali orang tua tunggal di sana, karena pria-pria itu misalkan menceraikan istrinya, atau ada yang menikah lagi dengan wanita lain dan sebagainya. Atau hamil di luar nikah, tidak ada suami sehingga membesarkan anak sendiri, nah ini cukup banyak terjadi di sana. Dan yang umum dilakukan oleh anak-anak ini adalah pada waktu mereka sudah menginjak remaja, mereka bermasalah, kebanyakan terlibat dalam perilaku-perilaku negatif ikut dengan gang, memakai obat, minum dan yang paling umum adalah tidak bisa melanjutkan sekolah. Misalkan pada usia 15 tahun, 16 tahun sudah dropped-out, putus sekolah.
GS : Di samping memang masalah pembiayaan mungkin Pak Paul ya?
PG : Di sana sebetulnya tidak masalah, karena mereka bisa mendapatkan tunjangan dari negara dan sampai SMA sekolah tidak bayar. Jadi sebetulnya mereka bisa sekolah.
GS : Jadi memang niatnya sendiri untuk tidak sekolah. Dalam hal-hal seperti itu bukankah sering kali terjadi antara pendapat ibu dan pendapat anak berbeda, sehingga mau tidak mau akan memungkinkan timbulnya konflik Pak Paul, nah bagaimana kalau sampai itu terjadi?
PG : Itu pengamatan yang betul sekali Pak Gunawan, orang tua akhirnya harus menjadi sasaran kemarahan si anak, sebab konflik akan benar-benar bersifat frontal berhadapan langsung. Kalau ada rang tua yang satunya terjadilah segitiga di mana waktu si anak marah pada si ayah, si ibu juga bisa mendukung si ayah atau si ibu bisa menenangkan si anak atau kebalikannya juga bisa terjadi.
Jadi bola itu tidak langsung dilempar ke satu sasaran, jadi bola itu sepertinya berkisar pada ketiga titik ini atau sudut ini, pada orang tua tunggal tidak ada lagi orang ketiga, jadi benar-benar sering terjadi konflik yang frontal. Segala kefrustrasian dilimpahkan pada si orang tua itu, ini yang sering kali menambah stres yang luar biasa beratnya pada si orang tua tunggal ini. Dia kehilangan suami bukan karena kesalahannya namun sekarang dia harus memikul beban yang begitu berat, terutama nantinya pada anak-anak remaja. Pada waktu anak remaja, di mana si anak-anak cenderung mulai memberontak dan melampiaskan kemarahannya pada si orang tua tunggal itu.
(3) IR : Nah kira-kira saran apa Pak Paul yang harus diberikan?
PG : Yang pertama Bu Ida, si orang tua yang masih ada ini harus mengakui kehilangan itu dihadapan anak. Jadi si orang tua misalnya bisa berkata saya mengerti engkau kehilangan papamu, saya mngerti betapa indahnya kalau kita bisa pergi bersama dengan ayahmu, betapa indahnya kalau bisa pergi ke gereja bersama-sama, betapa indahnya kalau nanti engkau lulus ayahmu hadir.
Jadi akui hal-hal seperti itu, anak-anak sering kali tidak akan berinisiatif untuk mengakui hal-hal tersebut, kemungkinan sekali dia memang belum bisa mengakui secara verbal sebagaimana kita bisa melakukannya. Nah setelah kita mengakui itu kita bisa mengajak anak untuk mengatasi kehilangan itu dengan bersama-sama. Si ibu misalnya bisa berkata meskipun kamu kehilangan, mama juga kehilangan ayah, tapi ayo kita bersama-sama menghadapinya, ayo kita bersama-sama mengatasinya, kita masih bisa mengatasinya sebab Tuhan akan mendengarkan doa kita, menjaga kita, memelihara kita, Dia Bapa kita. Jadi si ibu jangan sampai menutup jalur komunikasi dan misalnya memarahi si anak waktu si anak lemah atau kehilangan ayahnya. Kadang kala si ibu bersikap demikian dengan tujuan baik yaitu membuat si anak kuat, jangan sampai membuat si anak lemah. Sebab kalau dia lemah dia tidak bisa langsung, dia tidak bisa melangsungkan hidupnya atau bertahan dalam hidup ini. Atau adakalanya si ibu ini mungkin takut dia sendiri akan menjadi lemah atau dibuat lemah sewaktu dia membiarkan dirinya merasakan kesedihan karena kehilangan pasangannya atau suaminya. Nah yang saya maksud dengan mengakui di sini, mengakui pengaruh atau akibat kehilangan tersebut. Biar si ibu juga mengakui dia kehilangan si ayah, diapun sedih, diapun mengerti si anak sedih karena kehilangan ayahnya, nah tapi bersama-sama ayo kita hadapi ini, itulah langkah pertama yang sangat penting.
GS : Langkah berikutnya apa, Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah si ibu atau dalam hal ini si ayah yang ditinggal harus berhati-hati untuk tidak mendewasakan anak terlalu dini, sehingga dia kehilangan masa kanak-kanaknya. Nah ada keenderungan dan ini saya bisa memahami, ada kecenderungan misalkan si ibu yang ditinggal dia akan bergantung pada anak yang lebih tua untuk menjaga adik-adiknya.
Waktu yang lebih tua ini ingin bermain-main dia juga yang ditekan oleh ibunya dengan mengatakan kok kamu ini tidak bertanggung jawab, tiak mau membantu saya, bukankah ayahmu tidak ada lagi sekarang, seharusnyalah engkau yang menjadi pengganti. Kadang kala ini diletakkan pada pundak anak laki, engkau sekarang pengganti ayahmu, nah masalahnya adalah anak ini baru merumur 10 tahun, dia tidak mungkin menggantikan tugas dan peran ayahnya. Jadi sebaiknya jangan berkata kepada si anak engkaulah sekarang yang menggantikan ayahmu, ini adalah tugas yang melampaui kemampuan si anak untuk dilakukan, jadi sebaiknya jangan. Orang tua tunggal harus berhati-hati jangan sampai mengkarbit si anak menjadi terlalu dewasa pada usia yang masih kecil, nah sekali lagi ini tidak sehat, karena pada masa atau usia yang relatif muda ini si anak belum sanggup untuk memikirkan masalah kehidupan ini dengan begitu kompleksnya. Belum sanggup untuk memikul kesedihan dan beban yang berat ini, nah kita mungkin berkata tapi kok bisa, ya bisa tapi sebetulnya jiwanya akan sedikit dipengaruhi oleh tekanan-tekanan yang semestinya belum dipikulnya itu.
GS : Bagaimana halnya kalau si anak itu menjadi nakal, karena tadi sudah kita bicarakan kehilangan figur yang mendisiplin dia, lalu dia menjadi nakal. Nah itu bagaimana tindakan orang tua, khususnya ibu?
PG : Langkah yang harus dilaksanakan terus-menerus adalah memelihara keintiman, jadi ini jangan sampai berkurang. Saya menyadari memelihara keintiman tidaklah mudah karena orang tua tunggal ering kali harus memikul beban finansial keluarga.
Jadi di satu pihak dia harus menjadi mama di rumah yang harus memasak untuk anak-anak, namun dia harus bekerja di luar pula, biasanya dia akan pulang sore atau malam, dan waktu dia pulang dia sudah sangat letih sekali. Dengan kata lain akan ada banyak keterbatasan untuk menjalin komunikasi dengan si anak tapi harus tetap dilakukan. Misalkan seminggu sekali pastikanlah dia dan anak-anak keluar bersama, bisa ngobrol-ngobrol bersama, kalau tidak bisa menghabiskan waktu yang panjang sekurang-kurangnya setiap malam 0,5 jam saja sebelum tidur bisa ngobrol-ngobrol dari hati ke hati dengan anak-anak. Jadi kedekatan dengan si anak adalah modal yang sangat berperan besar untuk mengurangi potensi konflik sewaktu si anak-anak itu menginjak usia remaja. Dengan kata lain kita mau mengurangi potensi munculnya perilaku pelampiasan yang tadi kita sudah singgung itu.
GS : Cuma biasanya memang karena tersita waktunya untuk pekerjaan dan rasa lelah itu, kontrolnya itu hilang Pak Paul dari si ibu itu?
PG : Ya memang itu dilematis sekali Pak Gunawan dan jalan keluarnya tidak mudah namun saya tetap berpendapat sedikit pengorbanan. Misalkan 0,5 jam saja setiap malam dan seminggu sekali kelua bersama, itu akan berkhasiat besar sekali.
Kalau tidak ada itu semuanya waktu remaja anak-anak akan lebih berani melanggar permintaan orang tua tunggalnya itu, karena memang dia merasa tidak terlalu dekat. Kalau dia merasa dekat sedikit banyak dia akan merasa sungkan kepada ibunya misalnya, jadi sudah tentu ibu ini harus berkorban besar tapi saya kira khasiatnya akan jauh lebih besar kalau dilakukan sekarang.
GS : Nah biasanya di dalam pembicaraan itu dengan anak Pak Paul, bukankah anak mempunyai kesempatan untuk mengutarakan isi hatinya, itu bagaimana menanggapinya Pak?
PG : Yang pertama adalah menyambut, jadi kita sebagai orang tua tunggal jangan sampai menyumbat anak-anak itu, biarkan dia mengeluarkan unek-uneknya, kesusahannya, kepincangannya dan terimalh dengan hati yang terbuka.
Ada kecenderungan orang tua tunggal akan lumayan difensive atau cepat tersinggung sewaktu anak mengeluh kepada dia, karena dia sendiri membutuhkan penghargaan, dia sudah berkorban begitu berat e....anak ini kok sekarang menyerangnya, mengkritiknya sehingga dia lebih difensive. Ini harus diwaspadai, lebih baik dia mendengarkan dan mengakui itulah pergumulan dan unek-unek si anak.
GS : Biasanya anak akan mengatakan bahwa dia berbeda dengan teman-temannya yang punya ayah dan sebagainya itu Pak Paul, itu tanggapan apa yang bisa disampaikan oleh ibu?
PG : Akui bahwa dia memang berbeda, akui bahwa dia memang kehilangan hal-hal yang dinikmati oleh teman-temannya. Namun ajak si anak untuk menerima fakta ini, bahwa hidup tidak selalu lengkapdan adakalanya memang tidak lengkap.
Namun ketidaklengkapan tidak berarti membuat kita jadi orang yang tidak lengkap pula, itu yang kita tekankan kepada si anak. Bahwa engkau dibesarkan di rumah yang tidak lengkap, ayahmu tidak ada, namun engkau tidak harus bertumbuh menjadi anak yang tidak lengkap. Engkau masih bisa lengkap, nah caranya adalah kita memang harus lebih terlibat dengan orang-orang lain, di gereja, di persekutuan, dengan sanak saudara kita supaya si anak bisa juga menyerap masukan-masukan dari figur-figur pamannya, kakeknya dan sebagainya. Nah itu sedikit banyak akan mengkompensasikan kehilangannya yang dialaminya.
GS : Pak Paul, itu kalau meninggal mungkin bisa kita hadapi seperti itu, tetapi bagaimana halnya kalau itu perceraian dan orang tua masih tinggal dalam kota yang sama, apakah baik bagi si ibu itu menyarankan kepada anak untuk sekali-sekali menjenguk ayahnya atau bagaimana?
PG : Yang dianjurkan adalah meskipun sudah bercerai si ayah tetap mempunyai bagian dalam mendidik si anak. Jadi kontak dengan si ayah itu sebaiknya tetap dipelihara. Kecuali dalam kasus di mna ayah itu adalah seseorang yang sangat membahayakan jiwa si anak, nah dalam hal seperti itu sebaiknya tidak ada kontak.
Namun kalau karena hanya misalnya ketidakcocokan antara orang tua dan sebagainya tetap dua-dua menjadi orang tua bagi si anak. Jadi perceraian tidak mengubah status orang tua, perceraian mengubah status nikah orang tuanya.
GS : Apa itu tidak membingungkan anak, Pak Paul?
PG : Membingungkan, sudah tentu. Namun daripada dia kehilangan kontak dari orang tuanya dengan ayahnya, lebih baik dia ada kontak dengannya. Sebab nanti dibutuhkan peranan si ayah untuk mendsiplin si anak pada waktu anak itu remaja.
GS : Itu sejauh masing-masing belum menikah lagi Pak Paul?
PG : Bahkan setelah menikahpun juga begitu, orang tua itu tetap harus menjadi orang tua bagi si anak.
IR : Ikut bertanggung jawab begitu?
PG : Betul, mereka berdua harus bertanggung jawab.
GS : Nah Pak Paul dalam kaitan seperti ini, apa yang firman Tuhan itu katakan?
PG : Saya akan bacakan dari Lukas 19. Lukas 19 adalah cerita tentang Zakeus, di sini saya akan membacakan perkataan Tuhan Yesus, di ayat ke 5. "Ketika Yesus sampai e tempat itu Dia melihat ke atas dan berkata : "Zakeus segeralah turun...!
sebab hari ini Aku akan menumpang di rumahmu." Zakeus seorang pemungut cukai dan disingkirkan dari kehidupan masyarakatnya, dia dianggap orang yang jahat oleh orang Yahudi saat itu. Namun Tuhan Yesus melihat hatinya yang ingin bertemu dengan-Nya, nah yang bisa kita petik dari pelajaran ini adalah Tuhan memperhatikan orang yang tersingkirkan dan ingin menumpang di rumah saudara pula.
GS : Jadi bagi orang-orang percaya tidak pernah ada istilah tunggal dalam arti kata yang sebenarnya Pak Paul ya karena Tuhan Yesus pasti menggantikan peran itu. Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi kami telah persembahkan kehadapan Anda sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang anak yang diasuh oleh orangtua tunggal yang merupakan kelanjutan dari perbincangan kami beberapa waktu yang lalu. Dan bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami harapkan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 57 B
- 1.Dampak apakah yang timbul dari orangtua tunggal, yang dapat dirasakan oleh anak-anak….?
- 2.Kalau boleh memilih, lebih baik mana kehilangan ayah atau kehilangan ibu…?
- 3.Saran apakah atau hal apakah yang perlu dilakukan ketika orangtua tunggal menghadapi kemarahan anak akibat perasaan kehilangan…?