Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Orang Tua Tunggal". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, istilah orang tua tunggal, 'kan sebenarnya kita dilahirkan karena ada ayah dan ibu, tetapi dalam perjalanan kehidupan ini kadang-kadang memang harus ada salah satu yang meninggalkan keluarga itu. Nah sebenarnya apa saja Pak Paul yang menyebabkan terjadinya orang tua tungga?
PG : Sebetulnya ada beberapa Pak Gunawan yang dapat saya pikirkan adalah 3 di antaranya. Yang pertama adalah jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, nah otomatis itu akan meninggalkan kitasebagai orang tua tunggal.
Yang kedua adalah pasangan hidup kita meninggalkan kita untuk waktu yang sementara, namun dalam kurun yang panjang. Misalnya ada suami yang harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Atau ada anak yang dikirim di kota lain atau bahkan ke negara lain di mana akhirnya si ibu pergi menemani si anak untuk belajar dan si ayah tetap di kotanya. Atau mungkin yang lebih bersifat tragedis, jikalau seorang pria misalkan ditangkap dan dipenjarakan, dan istrinya terpaksa harus diam di rumah dan membesarkan anak-anak mereka. Itu semua masuk dalam kategori kedua, jadi di mana salah satu dari orang tua harus meninggalkan keluarga karena suatu hal. Yang ketiga ini adalah yang lebih umum yakni perceraian dan saya kira melihat apa yang terjadi saat ini akan lebih banyak orang tua tunggal yang muncul dari kategori yang ketiga yakni perceraian.
(2) IR : Nah, kalau dalam satu keluarga sudah ada yang meninggalkan atau hanya mempunyai orang tua tunggal tentu mempunyai akibat ya Pak Paul; akibat langsung dari keluarga itu bagaimana Pak Paul?
PG : Ada beberapa akibat langsung Ibu Ida, namun pada dasarnya adalah kehilangan figur ayah atau ibu dalam rumah tangga pasti membawa akibat pada pertumbuhan anak-anak dan juga pada yang ditingalkan itu.
Misalkan di sini yang harus pergi adalah si ayah dan yang tinggal adalah si ibu, dampaknya juga akan mempengaruhi si ibu yang ada di rumah. Yang pertama yang bisa sekali terjadi adalah hilangnya interaksi langsung dari orang tua tersebut, waktu si ayah misalkan tidak ada otomatis anak-anak hanya akan berinteraksi dengan ibu. Nah tidak dapat tidak, ini sebetulnya akan mempengaruhi pertumbuhan si anak, kenapa mempengaruhi karena si anak itu sebetulnya sangat memerlukan pembicaraan, tukar pikiran, dialog dengan si ayah pula. Dia juga harus mendapatkan banyak informasi atau bagaimana menjadi seseorang dalam hal ini seorang pria dari figur si ayah tersebut. Nah tatkala figur ayah tidak ada lagi dalam rumah, nah terjadilah kepincangan di sini.
GS : Pak Paul, sebelum kita melanjutkan tentang akibat langsung tadi Pak Paul, saya teringat ada seseorang yang kebetulan ini wanita, yang mengadopsi anak walau tidak secara legal, mungkin kalau legal persyaratannya harus suami-istri. Nah dia menganggap anak dari saudaranya itu sebagai anaknya sendiri. Nah dalam hal ini bisa dikategorikan sebagai orang tua tunggal atau tidak Pak?
PG : Dapat, jadi itu adalah suatu kategori yang tidak saya cakup tadi, namun dengan pasti saya bisa kategorikan itu adalah kasus orang tua tunggal. Memang itu terjadi dan saya kira lebih umum trjadi di negara-negara Barat, sebab waktu saya sekolah, dulu ada salah seorang dosen saya sebagai seorang wanita yang tidak menikah dia mengadopsi seorang anak dan membesarkan anak tersebut sampai kuliah dan sebagainya dan dianggap sebagai anaknya sendiri.
GS : Nah dalam hal ini kalau kita kembali kepada akibat, selain hilangnya interaksi langsung tadi yang Pak Paul sudah singgung, akibat apalagi Pak Paul ya bisa dialami?
PG : Yang kedua adalah hilangnya kesempatan untuk meneladani perilaku atau sikap orang tua yang tidak ada lagi itu, nah ini adalah hal yang sangat penting. Anak belajar bukan saja dari pembicaran yang dilakukannya dengan orang tua, tapi anak belajar terutama dari apa yang dilihatnya, bagaimana orang tua mengerjakan sesuatu, bagaimana si orang tua bergerak, bersikap, bagaimana mengekspresikan kejengkelan, bagaimana menghadapi kesedihannya, bagaimana orang tua itu menghadapi atau mengatasi pertengkaran di antara mereka.
Bagaimana orang tua mendisiplin si anak, itu semua adalah aspek-aspek dalam kehidupan yang tidak bisa kita berikan melalui buku pelajaran. Itu adalah aspek-aspek dalam kehidupan yang riil, yang hanya bisa dipelajari melalui pengalaman langsung, nah jadi dengan tidak adanya orang tua yang telah meninggalkan keluarga itu si anak akan mengalami kerugian yang besar. Dia akan kehilangan kesempatan untuk memotret dan merekam semua sikap dan perilaku orang tua tersebut.
GS : Tapi mungkin juga dia bisa belajar dari pihak lain, dari orang yang lain selain ayahnya atau ibunya, mungkin kakeknya, neneknya atau saudara dari orang tuanya.
PG : Jadi kalau memang ada orang lain di rumah yang sedikit banyak bisa turut terlibat dalam kehidupan si anak, itu akan sangat membantu Pak Gunawan. Sebab memang betul dia akan sedikit banyak ertolong, dia akan mendapatkan model-model dari figur seorang kakek, neneknya atau pamannya.
Namun tetap tidak bisa menggantikan kehilangan orang tuanya tersebut, kadang memang tidak sama.
GS : Itu mungkin dalam hubungan emosi, Pak Paul?
PG : Orang tua yang tertinggal atau yang hidup bersama si anak akan kehilangan kesempatan untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan dan iapun akan memiliki kebutuhan emosional yang besar akiat kesendiriannya itu.
Misalkan yang meninggalkan adalah si ayah dan yang tertinggal untuk mengurus anak adalah si ibu, si ibu akan kehilangan rekan atau mitra untuk bertukar pikiran. Kita tidak bisa mengambil keputusan sendiri dalam banyak hal kita bisa namun hidup ini penuh dengan keputusan yang harus kita ambil dari hal yang penting hingga hal yang sepele. Namun kita sebetulnya sudah sangat terbiasa untuk mendiskusikannya dengan pasangan hidup kita; nah ini saya memang harus jelaskan, yang saya maksud adalah orang tua yang tadinya memang bersama-sama, kemudian sekarang kehilangan pasangan hidupnya. Nah waktu dia masih lajang dia terbiasa mengambil keputusan sendiri, tapi setelah menikah pernikahan itu akan mengubah gaya hidup seseorang. Dari biasa mengambil keputusan sendiri sekarang harus berembuk dengan pasangannya. Nah setelah menjalani hidup bersama-sama dengan pasangannya tiba-tiba pasangannya itu tidak ada lagi, nah akan terjadi kehilangan. Bagi yang lajang mungkin tidak terlalu merasa kehilangan tersebut karena memang terbiasa sendiri. Namun bagi yang biasa menikah dan biasa mengambil keputusan bersama-sama kehilangan itu akan dirasakannya, sehingga menimbulkan kepincangan. Biasanya si ibu ini akan merasa kurang yakin dengan keputusannya, dia akan bertanya-tanya atau mempertanyakan pertimbangannya apakah saya mengambil keputusan yang benar. Meskipun itu hal yang sangat sepele misalnya setelah anaknya lulus SD dia memikirkan untuk memindahkan anaknya ke sekolah yang lain, hal yang sebetulnya relatif sederhana. Tapi karena dia terbiasa mendiskusikan hal itu dengan pasangannya, sekarang tidak ada lagi, dia akan sedikit banyak meragukan apakah dia telah mengambil keputusan yang tepat untuk si anak. Dengan kata lain dia akan sedikit banyak mengalami ketakutan, jangan-jangan saya mengambil keputusan yang salah untuk anak ini. Kalau ada pasangannya hal ini akan jauh berkurang karena bukankah kita akan merasa lebih lega atau tidak terlalu terbeban, kalau mengambil keputusan bersama. Sebab kita akan menanggung keputusan itu juga bersama atau berdua namun sekarang semua beban tiba-tiba diletakkan pada pundak kita seorang diri, sehingga kita takut sekali kita akan mengacaukan atau merugikan kehidupan si anak sampai sedemikian besarnya. Oleh karena itulah ada kecenderungan ibu tunggal kalau memang waktunya mengizinkan akan menjadi ibu yang jauh lebih protektif dibandingkan kalau ada suaminya. Nah ini bersumber dari ketakutan tadi yang saya sebut, juga tadi saya singgung dia mempunyai kebutuhan yang lumayan besar, karena sekali lagi dia sudah terbiasa mengalami pemenuhan atau dipenuhi kebutuhannya oleh pasangannya. Nah sekarang tiba-tiba pasangannya tidak ada lagi, jadi ada banyak kebutuhan-kebutuhan yang biasanya dipenuhi oleh si suami misalnya sekarang tidak lagi dipenuhi oleh si suami. Nah ada kebutuhan yang memang dia bisa memperoleh pemenuhannya di luar, tapi ada beberapa kebutuhan yang sangat khusus yang sangat-sangat unik yang hanya dapat dipenuhi oleh suaminya. Jadi ada beberapa hal yang tetap akan terhilang, meskipun dia akan berusaha menggantikannya atau mendapatkan pemenuhannya melalui jalan lain yang lebih sehat juga.
IR : Kalau si istri itu komunikasinya dengan suami tidak baik Pak Paul, apa juga sama dampaknya dengan orang tua tunggal?
PG : Kalau hubungan dia tidak baik dengan si suaminya otomatis kehilangan tersebut tidaklah sebesar kalau hubungannya sangat akrab dengan si suami. Nah tapi saya harus akui juga meskipun hubungn dengan si suami misalkan tidak terlalu baik, namun tetap akan ada beberapa kebutuhan yang telah dipenuhi oleh si suami.
Contoh yang mudah sekali, dia terbiasa dengan adanya seorang pria di rumah, misalkan ada orang datang meminta uang atau orang misalnya sedikit banyak ingin membuat perkara dengannya. Dengan adanya suami di rumah dia akan bisa memanggil si suami keluar dari rumah dan menghadapi orang tersebut. Nah jadi akan banyak hal-hal kecil yang sebetulnya sudah menjadikan dia lumayan bergantung pada si suami, meskipun hubungannya tidak terlalu baik.
GS : Dalam hal ini Pak Paul, ada anak yang tiba-tiba ditinggal oleh ayahnya atau ibunya, anak itu menjadi pendiam Pak Paul, nah itu sebenarnya apa yang terjadi di dalam diri anak itu?
PG : Kalau anak itu memang lumayan dekat dengan si ayah, misalkan si ayah yang telah meninggalkan mereka, kediaman si anak sebetulnya menandakan rasa kehilangan dia. jadi rasa kehilangan itu tiak bisa diungkapkan secara verbal, secara ucapan oleh si anak karena dia masih kecil.
Jadi dia tidak bisa menyalurkan secara langsung, yang dia lakukan adalah menunjukkan perilaku kehilangannya. Maka itulah dia diam terlebih banyak seolah-olah mengurung diri, yang dia lakukan sebetulnya adalah dia sedang mencoba keluar dari kesedihannya namun dengan caranya itu karena dia belum mengerti cara yang lain yang lebih positif. Misalkan dengan dia bicara atau menceritakan isi hatinya kepada orang lain atau orang tuanya.
GS : Nah dalam kasus itu memang meninggal, jadi orangtuanya itu meninggal, ibunya juga kesulitan untuk menjelaskan kepada si anak bahwa ayahnya sudah meninggal. Sebenarnya apa yang harus dikatakan atau disampaikan oleh ibu ini?
PG : Dalam kasus di mana seseorang meninggal saya berprinsip si orang tua yang masih ada harus mengatakan apa adanya, yakni misalkan di sini ayah, ayah telah meninggal. Artinya apa ayah meninggl nah misalnya kita harus menerangkan pada seorang anak yang baru berusia 4 tahun yang belum begitu memahami tentang kematian.
Kita misalnya berkata meninggal artinya pergi dan tidak akan kembali, pergi ke mana dia akan bertanya nah kita bisa menjelaskan tentang kematian itu sendiri, dia misalnya bilang apa itu kematian. Kita bisa gunakan hewan yang mati, nah kita katakan hewan ini tidak lagi dapat bergerak artinya dia mati. Tapi kalau hewan mati dia hanya akan dikubur di tanah, tapi kalau ayahmu ini tubuhnya dikubur di tanah, tapi di dalam tubuhnya yang namanya roh itu akan dibawa oleh Tuhan, nah jadi ayah sekarang bersama dengan Tuhan. Nah hal-hal seperti itu kita bisa jelaskan pada anak-anak kita tapi prinsip saya kita harus katakan apa adanya, yakni ayah telah meninggal.
GS : Dari ketiga kasus tadi Pak Paul ya, di mana memungkinkan terjadinya orang tua tunggal, sebenarnya yang paling berdampak itu yang mana, Pak Paul?
PG : Yang berdampak secara negatif atau positif
GS : Positif
PG : Kalau secara negatif, saya kira perceraian itu berdampak paling negatif dan kedua yang juga sama negatifnya, kalau salah seorang dari orang tua kita itu harus mendekam di penjara. Itu jugaberdampak negatif bagi si anak, karena si ibu ini suatu kali harus menjelaskan kenapa si ayah tidak di rumah yaitu si ayah mendekam di penjara.
Saya duga kecenderungan adalah ibu-ibu ini tidak akan menjelaskan kepada si anak, namun kalau si ibu ini terus-menerus menutupi, si anak lama-kelamaan akan mencurigainya sebab semua penjelasan itu tidak akan lagi masuk akal. Nah pada titik itu si ibu harus mengatakan terus terang bahwa si ayah memang mendekam di penjara.
GS : Tadi Pak Paul singgung sedikit, apakah memang ada dampak positifnya Pak Paul? Tadi kok Pak Paul menanyakan positif atau negatif itu?
PG : Ada sedikit yang positif dalam kasus memang si ayah sangat berperilaku negatif, sangat merusakkan keluarga tersebut. Nah kepergiannya akan membawa kelegaan, contoh setiap kali di rumah diaberkelahi dengan istrinya, memukuli istrinya, mengancam anaknya, mau membunuh anaknya, itu kasus-kasus yang kadang kala terjadi.
Dalam peristiwa itu kepergian si ayah justru akan membawa dampak positif pada si anak.
GS : Ada kemungkinan Pak Paul kalau kedua-duanya hilang dalam sekejab itu, artinya mendadak misalnya karena kecelakaan, itu dampaknya akan lebih parah?
PG : Dampaknya akan lebih parah bagi si anak.
GS : Langsung kehilangan kedua orang tuanya, Pak Paul?
PG : Karena anak memang sangat membutuhkan orang tua, itu adalah sumber keamanannya, jadi waktu kedua orang tua tidak ada lagi, yang dia renggut pergi darinya adalah keamanannya. Tiba-tiba dia erasakan bahwa hidup ini menjadi sangat tidak aman mengakibatkan dia kehilangan pegangan.
Nah dalam keadaan seperti itu pertolongan harus diberikan segera.
IR : Tapi juga ada dampak positifnya, Pak Paul, anak-anak itu bisa mandiri atau tidak?
PG : Kalau dia memang sudah mampu mandiri pada usia yang lebih dewasa, mungkin dampaknya tidaklah senegatif kalau anak-anak itu masih kecil. Tapi tetap saya harus akui meskipun anak itu berusia16 atau 17 tahun, kehilangan orang tua secara sekaligus, tetap membawa dampak shock atau trauma pada si anak.
Karena kematian yang tiba-tiba sering kali membuat si anak atau si individu tersebut tidak mempersiapkan dirinya. Kita ini adalah orang yang tidak suka kejutan, waktu kita tahu bahwa misalkan orang tua kita akan meninggalkan kita dalam waktu beberapa bulan karena penyakit yang sedang diidapnya sedikit banyak kita bisa mulai mempersiapkan diri kita. Kita mau menyisakan dan melalui sisa waktu ini sebaik dan seindah-indahnya. Nah bagi seseorang yang tidak memiliki kesempatan tersebut karena kematian mendadak dia akan merasakan kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa dalam hal ini si ayah atau si ibu tidak ada lagi. Sehingga tidak ada lagi waktu yang indah yang bisa dikenangnya dengan begitu khusus, nah itu sebabnya meskipun dia dipaksa untuk mandiri namun kehilangan orang tua sekaligus tetap biasanya cukup menggoncangkan si anak.
GS : Pak Paul, sekarang yang terjadi biasanya anak itu tidak terlalu akrab dengan orang tuanya, karena orang tuanya sibuk dengan pekerjaan dan sebagainya, nah kalau sampai terjadi orang tua tunggal apakah dampaknya sama beratnya atau bagaimana Pak Paul?
PG : Kalau hubungannya tidak terlalu akrab memang dampaknya tidaklah terlalu besar, namun waktu saya mengucapkan kata terlalu besar, tidak berarti tidak besar. Dulu saya bekerja di dinas yang mngawasi dan merawat anak-anak yang dianiaya orang tuanya, hal ini saya saksikan berulang kali Pak Gunawan.
Waktu kami hendak membawa keluar dari rumah dan ditempatkan biasanya di rumah asuh, meskipun dia itu dianiaya oleh orang tua, meninggalkan orang tua atau meninggalkan rumahnya, meskipun rumah itu rumah yang sangatlah negatif baginya. Nah saya sudah pernah mengunjungi rumah yang sangat berantakan sekali, di mana misalkan si ayah peminum, suka berkelahi dengan si ibu, si ayah tidak menjadi peran yang positif bagi si anak. Tapi tetap waktu si anak dipisahkan tetap dia akan sebetulnya berontak, di satu pihak dia tahu dia harus keluar dari rumah ini dan ini baik untuk dia. Tapi di pihak lain dia tetap harus bergumul, jadi sering kali kita harus menyadari bahwa figur si orang tua itu sangat penting bagi si anak. Meskipun mungkin mereka berperan negatif tapi toh tetap dibutuhkan oleh si anak.
GS : Memang hal itu sulit diperkirakan lebih dulu Pak Paul, terjadinya perpisahan dan sebagainya itu, tetapi kalau kita menyadari bahwa hal itu bisa terjadi sewaktu-waktu. Nah, sebenarnya apa yang bisa dilakukan orang tua sementara mereka masih bersama-sama Pak Paul, maksud saya di dalam hal mempersiapkan anak yang sudah mengerti diajak berbicara?
PG : Saya kira itu adalah suatu pikiran yang baik Pak Gunawan, dengan catatan kita tidak terlalu sering membicarakannya karena kalau terlalu sering membicarakannya kita akan menimbulkan rasa taut yang berlebihan pada si anak.
Sehingga dia menjadi anak-anak yang senantiasa bertanya-tanya kapankah ayahnya atau ibunya itu akan diambil pergi oleh Tuhan. Yang pertama yang bisa kita sampaikan adalah bahwa hidup ini tidak hanya di bumi, namun setelah itu yang kedua, kita akan hidup bersama Tuhan di Surga. Yang harus kita tekankan adalah bahwa kita hidup bersama di Surga adalah hidup yang jauh lebih baik dari hidup di masa sekarang ini di bumi. Kita juga harus menekankan bahwa Tuhan ialah Tuhan yang baik, Tuhan yang mencintai kita, memelihara kita, dan sebagai bukti cinta-Nya untuk kita Dia rela mati untuk dosa kita. Kenapa saya mau tekankan kedua hal ini, sebab anak-anak perlu untuk mempunyai konsep yang betul tentang kematian, tentang orang tua dipanggil Tuhan. Kalau tidak, dia akan mengembangkan konsep yang negatif terhadap Tuhan, mengapa Tuhan tega mengambil papa atau mama dan kami harus ditinggalkan oleh ayah atau ibu. Nah jadi kita senantiasa harus menanamkan konsep itu, yang berikutnya kita juga harus menekankan bahwa hidup ini sementara, bahwa kita tidak akan selalu bersama dia, dan kita tidak mengetahui kapan kita akan meninggalkan mereka. Dan sebaliknya merekapun sementara, itu juga kita bisa tunjukkan kepada mereka bahwa suatu hari kelak mereka pun akan meninggalkan kita atau meninggalkan bumi ini. Jadi perlahan-lahan konsep itu bisa kita sampaikan, namun kita sampaikan tidak sekaligus. Sekali-sekali secara berkala waktu topiknya muncul dalam saat teduh bersama itu kita munculkan, sehingga mereka akhirnya dibuat lebih realistik dalam hidup ini. Nah dengan cara itulah saya kira anak akan lebih bersiap hati jikalau memang benar-benar harus meninggalkan mereka.
IR : Nah mungkin ada firman Tuhan yang bisa disampaikan Pak Paul, untuk memberikan saran pada anak, atau orang tua yang tunggal ini?
PG : Saya akan bacakan dari Lukas 18:7, 8. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya dan adakah Dia mengulur-ulur waktu sebelm menolong mereka.
Aku berkata kepadamu Ia akan segera membenarkan mereka akan tetapi jika anak manusia datang adakah Ia mendapati iman di bumi?" Yang ingin saya tekankan di sini adalah Allah akan membenarkan orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya, dan Allah tidak akan mengulur-ulur waktu untuk menolong mereka. Bagi orang tua tunggal memang bebannya sangat besar tapi kita mesti mengingat firman Tuhan ini bahwa Allah akan membenarkan orang tua tunggal, bahwa Allah juga akan menolong mereka dan tidak akan mengulur-ulur waktu, sebab Allah memperhatikan mereka dengan beban yang mereka pikul itu.
GS : Jadi memang berat juga untuk menjadi orang tua tunggal tetapi juga buat anak, itu juga berat. Tapi firman Tuhan tadi saya rasa sangat menguatkan dan mengingatkan kita akan peran kita masing-masing. Dan saudara-saudara pendengar demikianlah tadi telah kami persembahkan kehadapan Anda sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tetang orang tua tunggal. Dan bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami harapkan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 57 A
- Apa yang menyebabkan terjadinya orangtua tunggal…?
- Akibat apa yang timbul dari orangtua tunggal…?