Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Wanita Karier dan Keluarga." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, dalam beberapa dekade ini semakin banyak wanita yang berkarier di luar rumah, khususnya yang bekerja di kantor, di tempat-tempat tertentu dan itu selalu menimbulkan pro dan kontra. Menurut pandangan Pak Paul bagaimana?
PG : Betul Pak Gunawan, dan memang ini sering kali menjadi masalah bahwa perempuan bekerja, istri bekerja, ini kadang-kadang menimbulkan masalah dalam keluarga. Ada yang tidak bisa menerima, ad yang menerimanya, ada yang melakukannya dengan hati lapang, ada yang melakukannya dengan hati bersalah.
Ada wanita yang bekerja tapi terus dirundung rasa bersalah karena menganggap dia seharusnya di rumah. Jadi ini adalah beberapa isu-isu yang muncul dan sebaiknya kita membahasnya sehingga para ibu, wanita atau istri yang bekerja dan mempunyai keluarga bisa melihat prinsip yang benar.
GS : Untuk hal itu apakah Alkitab juga memberikan prinsip-prinsipnya?
PG : Ada Pak Gunawan, ada beberapa yang akan saya coba uraikan. Yang pertama adalah saya kira kita harus menetapkan prioritas tujuan hidup kita, ini berlaku baik untuk yang perempuan maupun pria. Yaitu kita mesti memiliki sistem prioritas yang jelas dan alkitabiah. Makin saya mengenal Tuhan, makin saya menyadari bahwa di hati Tuhan 'siapa' atau 'menjadi' menempati urutan teratas dalam daftar prioritasnya. Siapa sudah tentu merujuk kepada manusia sedangkan apa merujuk pada benda atau objek. Tuhan selalu menekankan manusia, Tuhan selalu menekankan siapakah kita ini, dalamnya. Tuhan tidak menekankan benda, materi, Tuhan tidak mementingkan status, tidak mementingkan jabatan kita, kita sebagai apa, bukan itu. Selalu yang Tuhan pentingkan adalah diri kita di dalamnya. Firman Tuhan di Efesus 1:4 dan 5 berkata, "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercela di hadapanNya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya." Jadi Tuhan sangat jelas, kita dijadikan supaya kudus tak bercela, sekali lagi sebuah kwalitas. Sekali lagi Tuhan tidak memusingkan status kita, pekerjaan kita, jabatan kita, tetapi siapa kita supaya menjadi seperti Kristus menjadi kudus tak bercela. Ini hal yang paling penting. Nah prioritas inilah yang seharusnya menjadi prioritas kita sehingga kita tidak terjerat di dalam jabatan, status. Ada orang yang mengejar-ngejar itu sehingga mengorbankan hal-hal yang lebih penting, yakni keluarganya dan dirinya juga.
ET : Tapi konsep siapa ini yang kadang-kadang buat ukuran manusia juga susah memilahnya. Misalnya ada orang yang memang benar-benar sekolah untuk mencapai gelar itu, sehingga waktu ada pertanyan tentang siapa anda, gelarnya yang disebutkan duluan.
Atau misalnya saya seorang direktur, jadi siapanya ini tetap berkaitan erat dengan status-status tersebut. Sudah tentu apa yang disediakan oleh Tuhan untuk kita ya kita coba kembangkan. Kita tidak berkata, "Saya menjadi apa pun tidak apa-apa" dan tidak ada usaha, tidak ada inisiatif untuk meningkatkan, memperbaiki hidup kita, itu juga tidak benar. Namun yang saya minta adalah kita mengerti bahwa yang penting bukan itu, kalau itu Tuhan berikan terimalah, kita mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri kita, kembangkanlah;Tuhan memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukannya, lakukanlah. Tapi kita tidak benar-benar mengejar-ngejar, memaksa-maksakan diri. Sebab firman Tuhan juga berkata, "Siapa yang mencintai uang, akhirnya akan terjebak dalam kejatuhan. Kita tidak boleh mengejar-ngejarnya. Kita lakukan apa yang bisa kita lakukan, hasilnya kita kembalikan kepada Tuhan biarkan Dia nanti yang menentukan dan memberikannya sesuai dengan kehendak Dia.
GS : Berarti di dalam menetapkan prioritas tujuan hidup itu, faktor apa yang harus kita pertimbangkan?
PG : Misalkan kita harus pikirkan keluarga kita, jangan sampai kita akhirnya mengorbankan keluarga. Misalnya ada orang yang gara-gara mau mendapatkan kedudukan yang lebih baik dia merelakan diinya untuk pergi ke luar kota, tiga bulan baru pulang sekali.
Akhirnya keluarganya berantakan atau dia pergi kerja dari pagi, pulang jam 12 malam, akhirnya kehidupannya lebih sering di luar rumah, masalah mulai muncul dalam keluarganya. Nah kalau kita memang tidak ada uang dan kita harus bekerja seperti itu, silakan, tapi itu berarti dalam satu kurun saja tidak selama-lamanya begitu. Namun sebisanya setelah keadaan kita lebih baik, sudah korbankan tidak usah melakukan semuanya itu, kita pentingkan yang di rumah, kita pentingkan manusia yang ada di sekitar kita, ini yang harus kita pikirkan.
GS : Prioritas itu bisa berubah-ubah Pak Paul dalam diri seseorang?
PG : Saya kira demikian, sebab memang bergantung pada kondisi di mana kita hidup. Misalkan anak-anak masih kecil, selagi anak-anak kecil kita harus tempatkan diri kita di rumah, kita tidak bis semaunya pergi dari pagi sampai malam, bagaimana dengan anak-anak.
Jadi kita harus pikirkan, "OK! Saya harus di rumah, sebab anak-anak membutuhkan saya." Jadi untuk masa itu mungkin karier harus kita korbankan, namun nanti akan ada kesempatan di mana anak-anak sudah mulai besar, kita bisa kembali bekerja. Jadi benar-benar kita memikirkan manusia-manusia yang ada dalam tanggungan kita, ini yang harus kita prioritaskan, manusia-manusia yang Tuhan tempatkan dalam hidup kita, ini yang harus kita prioritaskan. Nanti masanya berubah, mereka tidak lagi dalam tanggungan kita, kita lebih bisa keluar, lebih luang waktu kita, silakan kita kerjakan. Apa yang bisa kita kerjakan di luar rumah, coba kita kerjakan.
GS : Prinsip yang lain apa Pak Paul?
PG : Tuhan tidak menetapkan satu model pernikahan Pak Gunawan, ini prinsip penting sekali. Kadang-kadang kita mempunyai prinsip yang terdengar rohani tapi sebetulnya tidak alkitabiah. Yaitu aa orang yang berkata perempuan seharusnya di rumah, tugasnya membesarkan anak-anak, melayani suaminya (titik).
Persoalannya adalah apakah itu rencana Tuhan, apakah itu sudah pasti rencana Tuhan untuk masing-masing wanita atau masing-masing istri. Saya kira justru tidak, Alkitab justru mempunyai beberapa contoh kasus yang berkebalikan dengan gambaran ini. Misalkan di Amsal 31, itu Amsal yang diidentikkan dengan Amsal wanita bijak. Justru memperlihatkan peran wanita sebagai pekerja bukan hanya ibu rumah tangga. Coba kita melihatnya, "Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur di tanaminya. Ia membuat pakaian dari lenan dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang." Amsal 31:13, 16 dan 24. Dari penjabaran ini dapat kita simpulkan bahwa selain sebagai ibu rumah tangga yang baik, ia adalah seorang pengusaha dan jenis usahanya pun ternyata beragam. Yaitu dia menjual bulu domba, rami, anggur, pakaian, ikat pinggang, jadi kalau istilah sekarang adalah 'she is business woman' bukan hanya sebagai ibu rumah tangga. Firman Tuhan yang lain yang juga memberikan contoh yang berbeda kepada kita adalah Lydia, seorang petobat yang pertama di Eropa, dari Filipi Makedonia. Dia adalah seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, ini dicatat di Kisah Para Rasul 16:14. Dengan kata lain dia seorang yang aktif berdagang dan dia menjadi petobat yang baru di Eropa. Nah kita tidak melihat satu model pernikahan Pak Gunawan. Jadi tidak ada firman Tuhan yang berkata, istri diwajibkan berdiam diri di rumah dan suami mencari nafkah di luar rumah, tidak harus begitu. Model apakah yang jadinya kita terapkan, kita peluk untuk keluarga kita. Jadi jawabannya adalah disainlah model yang paling sesuai dengan kondisi keluarga kita sendiri. Acapkali pilihan antara karier dan keluarga bukan sebuah harga mati yang harus diputuskan sekali dan selamanya. Pilihan antara keduanya lebih merupakan sesuatu yang bersifat cair, mengalir secara temporer, tergantung situasi dan kebutuhannya. Misalnya ada waktunya bagi suami mengalah dan mendahulukan karier istrinya sebab itulah tindakan yang paling bijak dan paling sesuai bagi keluarga ini. Sebaliknya kadang istrilah yang harus mengalah mendahulukan kepentingan suami dan anak. Pada dasarnya prinsip yang berlaku di sini adalah ambillah keputusan yang bijak, bijak artinya melihat kembali kepentingan masing-masing anggota keluarga pada masa itu sehingga kita tidak kaku.
ET : Ini mungkin yang rasanya masih agak asing bagi kebanyakan kita, karena entah dari mana kebanyakan pria beranggapan bahwa dialah yang harus menjadi kepala keluarga yang mencari nafkah keluarga sehingga, kalau konsep suami harus mengalah demi karier istri ini rasanya mungkin masih sulit, Pak?
PG : Ya karena memang dalam konsep kita ini siapa yang memegang uang dialah yang memegang kuasa. Jadi kami-kami yang pria ini sedikit banyak termakan dengan konsep itu. Jadi kami-kami ini bersaha mencari uang dan kami menganggap kami yang menjadi kepala keluarga gara-gara kami mencari uang.
Sebetulnya bukan itu, sudah tentu Tuhan tidak menginginkan pria-pria ini malas tidak bekerja, sudah tentu baik bekerja dan seharusnyalah bekerja. Tapi seharusnya penghargaan diri kita tidak didasarkan atas itu, sebab memang bukan itu, Tuhan tidak meminta hal itu. Yang Tuhan tekankan adalah kita menjadi kepala keluarga dengan cara kita mengasihi istri kita, anak-anak kita, kita bertanggung jawab untuk mereka, pada akhirnya itu yang paling penting untuk mereka. Dan kadang-kadang kalau itu yang dibutuhkan, gara-gara kepentingan istri kita dan kita memang bisa mengalah terlebih dahulu, mengalah-lah. Misalkan, bukannya istri yang ikut suami pindah-pindah tapi kadang-kadang silakan suami pindah-pindah ikut istri kalau memang itu yang terbaik buat istrinya dan dia siap mengalah dan tidak apa-apa. Sekali-sekali lakukan untuk itu juga dan tidak apa-apa. Saya kira keuntungannya akan dicicipi oleh mereka berdua, bukan hanya untuk satu orang.
GS : Memang yang dikhawatirkan banyak suami adalah kalau penghasilannya lebih rendah dari penghasilan istrinya, Pak?
PG : Dan tidak seharusnya menjadi masalah, sebab kalau si istri bisa membawa diri dengan baik, dia tidak menguasai si suami, dia tidak mendikte si suami, uang itu dia simpan di tempat yang umummaksudnya di tempat di mana suaminya pun bisa memegangnya dan sebagainya, itu tidak apa-apa.
Tapi ada suami yang merasa terancam karena istrinya menghasilkan uang lebih besar daripada dia. Saya kira tidak perlu, menurut saya biarkan, sebab memang kita tidak tahu rencana Tuhan dan cara Tuhan memberkati kita. Adakalanya Tuhan memberkati keluarga kita lewat kita, kepala keluarga, tapi kadang kala Tuhan memberkati kita lewat pasangan kita, dan bersukacitalah dan bersyukurlah asal kita jangan menjadi benalu yang terus-menerus menyedot uang istri kita, hidup foya-foya sebab istri kita beruang sekarang. Jangan Itu juga salah. Intinya adalah terbukalah, Tuhan memiliki banyak cara memberkati kita, lewat kita tapi kadang-kadang lewat istri kita pula.
ET : Tapi memang hal seperti ini memang benar-benar membutuhkan kebesaran hati dari kaum pria, dari para suami. Karena memang secara umum, entah kita golongkan masyarakat di Timur ini memang msih menganggap wanita dan pria itu beda status, beda peran.
Bahkan ada pepatah Jawa yang mengatakan wanita itu tugasnya 3M, Masak, Macak atau berdandan dan Melahirkan anak. Jadi tentu hal ini benar-benar membutuhkan kebesaran hati.
PG : Dan ini harus kita pelajari Ibu Ester, budaya tidak selalu alkitabiah. Penekanan kita bukan pada budaya, pada kebiasaan, pada lingkungan, tapi pada apa yang Alkitab katakan. Alkitab tida mengatur-atur perempuan harus begini atau begitu, yang Tuhan tekankan adalah kita orangtua bertanggung jawab, kita suami bertanggung jawab, kita istri bertanggung jawab, masing-masing melakukan tugas dan kewajibannya.
Nah kalau semua bertanggung jawab dan kita masih diberi kesempatan untuk mengembangkan diri kita ya tidak apa-apa.
GS : Apakah ada prinsip yang lain Pak Paul?
PG : Berikutnya adalah perhatikan dan terimalah kodrat masing-masing. Ada wanita yang senang berkarier di luar rumah lebih daripada di dalam rumah. Bagi mereka kehidupan yang aktif dan dinamisbukan saja menambah gairah hidup tapi merupakan energi untuk hidup.
Dengan kata lain bagi wanita-wanita ini tanpa kegiatan di luar rumah mereka akan kehilangan semangat hidup. Seperti api pada lilin yang semakin meredup, sebaliknya bila mereka dapat mengaktualisasi diri di luar rumah, mereka menjadi diri mereka yang terbaik dan ini berarti mereka bisa menjadi ibu rumah tangga yang lebih baik pula. Jika dipaksakan diam dalam rumah, mereka tidak menjadi istri yang terbaik, menjadi diri mereka yang terbaik, menjadi ibu yang terbaik, dan hal ini akan berdampak pada keluarganya pula. Tapi ada sebagian wanita senang berada dalam rumah dan bagi mereka aktualisasi diri justru terletak pada peran di dalam rumah. Sebagai istri, sebagai ibu rumah tangga, mereka bisa mengasuh anak, mengatur rumah tangga. Nah itu pilihan yang juga baik, kalau itu memang menjadi tujuan dan makna hidup mereka, silakan. Saya mengerti, bagi mereka pencapaian tertinggi adalah melihat suami bahagia, anak-anak bertumbuh sehat dan kuat, tidak apa-apa, ini pilihan yang baik. Namun intinya adalah siapapun yang memilih keputusan ini jangan merasa minder, karena diam di rumah tidak identik dengan bodoh atau terbelakang.
GS : Memang ada beberapa istri yang mungkin kurang yakin atau kurang percaya diri, kalau ditanya pekerjaannya apa, dia selalu menjawab ikut suami. Sebenarnya dia bisa mengatakan saya ibu rumah tangga.
PG : Betul sekali, dan itu sebuah pekerjaan, karena di rumah dia harus mengurus anak sampai malam, lebih berat dari pekerjaan di luar yang hanya sampai sore saja. Jadi di rumah pun sebuah pekejaan dan sama-sama terhormatnya.
Sebab misalkan kita bayangkan si suami tidak mempunyai istri dan ada anak-anak, bukankah dia harus meminta orang dan membayar orang, untuk mengurus anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya. Jadi itu pun sebuah pekerjaan. Dan sama-sama terhormatnya tapi intinya adalah kita harus melihat dan menerima kodrat kita, jangan kita bandingkan dengan orang lain. Otomatis suami jangan membandingkan istrinya dengan orang lain, "Perempuan ini kok bisa begini, begini, kenapa kamu tidak bisa?" Ya masing-masing orang lain-lain, dan kita memang harus terima dan jangan merasa minder kalau kita tidak bisa melakukan yang orang lain dapat lakukan.
GS : Mungkin faktor pendidikan banyak berpengaruh di sana, Pak Paul?
PG : Saya kira demikian, makin berpendidikan saya kira orang semakin terbuka dengan hal-hal ini.
GS : Dan mungkin cenderung berkarier di luar rumah.
PG : Betul, tapi ada juga orang yang setelah berkarier di luar rumah, terus menikah kemudian memutuskan untuk meninggalkan kariernya dan benar-benar mencurahkan waktunya di rumah menjadi ibu ruah tangga.
Itu pun baik, tapi jangan sampai merasa minder kok teman-temannya statusnya terus menanjak, saya begini, begini saja menjadi ibu rumah tangga. Jangan sampai merasa begitu.
ET : Ya soalnya kadang-kadang ada yang menjawab, saya hanya ibu rumah tangga saja. Atau kadang-kadang suami-suami yang menjawab seperti itu, "Istri bagaimana?" "O....istri saya hanya ibu ruma tangga."
Kenapa harus ada kata hanya, itu yang kadang-kadang akhirnya membuat istri bertanya-tanya.
PG : Betul, jadi karier di dalam rumah atau pun karier di luar rumah, keduanya adalah karier, dua-duanya adalah pilihan dan ambillah pilihan itu sesuai dengan kodrat kita masing-masing. Kita hrus hidup dengan diri kita, jadi kalau kita mencoba untuk menghidupi kodrat orang lain, kita sengsara dan tidak menjadi diri kita yang terbaik.
Akhirnya keluarga kita pun tidak bisa mendapatkan manfaat dari hidup kita ini.
GS : Ada banyak juga wanita karier yang mengatakan terpaksa bekerja karena mereka membutuhkan dana untuk kehidupan rumah tangga mereka.
PG : Itu lain lagi, itu keterpaksaan dan harus dilakukan meskipun ada pengorbanan, tidak bisa lebih banyak waktu di rumah untuk anak-anak. Jadi memang kadang-kadang kondisi mengharuskan kita utuk berbuat seperti itu.
GS : Apakah masih ada prinsip yang lain lagi, Pak Paul?
PG : Yang terakhir adalah gantilah apa yang telah kita ambil dari keluarga. Maksud saya adalah salah satu fakta dalam hidup yang tidak dapat kita tawar adalah kita tak dapat selalu menyenangka dan memenangkan semua pihak.
Hampir dapat dipastikan setiap keputusan yang kita ambil akan berdampak positif sekaligus negatif. Menguntungkan satu pihak sekaligus merugikan pihak yang lain. Demikian pulalah dengan pilihan mengembangkan karier di luar rumah, tidak bisa tidak waktu dan keberadaan kita di dalam rumah akan terbatasi berhubung meningkatnya tuntutan untuk berada di luar rumah. Ini berarti kita mengambil sesuatu dari dalam rumah untuk kepentingan di luar rumah. Jadi jika ini yang harus kita lakukan, kita mesti merencanakan dan mempersiapkan segalanya dengan secepat mungkin. Misalnya, waktu yang kita berikan untuk keluarga haruslah menjadi waktu yang eksklusif. Maksudnya eksklusif adalah di luar kehadiran orang lain dan tidak diisi dengan urusan luar rumah. Saya berikan satu contoh kegagalan menciptakan waktu yang eksklusif. Kita mungkin berbangga hati karena dapat menyisihkan satu hari dalam seminggu untuk keluarga, namun setiap kali kita pergi bersama dengan keluarga, kita pun mengajak kerabat atau teman untuk bergabung. Atau secara fisik kita bersama keluarga, namun telinga dan mulut kita untuk orang lain, yang menghubungi kita lewat telepon atau handphone. Alhasil yang terjadi adalah kendati bersama keluarga tapi sesungguhnya kita bersama orang lain. Jadi ingatlah waktu yang eksklusif menuntut kita bersikap tegas terhadap gangguan pihak luar.
GS : Memang itu agak sulit menjaga keterasingan dengan pihak lain, di mana sekarang itu sarana untuk komunikasi itu gampang sekali, misalkan saja HP. Nah HP itu disediakan oleh perusahaan tempat dia bekerja dengan syarat tidak boleh dimatikan. Artinya sewaktu-waktu dia bisa dihubungi, pada saat mereka berekreasi dengan keluarga justru ada kebutuhan untuk dihubungi.
PG : Nah misalkan itu yang harus terjadi ya kita batasi, artinya selama kita berekreasi kita hanya menerima telepon dari perusahaan dan kita melihat nomornya, kalau memang dari perusahaan baru ita ambil, kalau bukan dari perusahaan, kita diamkan kita tidak usah ambil.
Jadi ini yang diperlukan, misalkan ibu rumah tangga yang akhirnya harus bekerja di luar, kalau itu yang harus dilakukan ya silakan tapi gantilah waktu itu. Nah waktu menggantinya benar-benar sepenuh hati menggantinya. Jangan sampai waktu kita mau menggantinya di rumah atau pergi dengan keluarga, kita pun sibuk dengan orang lain, ajak si ini rame-rame sehingga anak-anak benar-benar tidak bisa mendapatkan kita sepenuhnya. Kita selalu dicabik-cabik dan diambil oleh orang lain.
ET : Kadang-kadang sebagai wanita karier justru banyak waktu dengan orang lain dan waktu dengan suami juga berkurang, mungkin kencan dengan suami diperlukan juga dalam keadaan ini, Pak?
PG : Tepat sekali, dan waktu kencan memang benar-benar kencan, benar-benar pergi berdua atau pergi dengan keluarga. Sering kali kita itu lebih bisa terima meskipun kita suami dan istri kita beerja, tapi waktu dia bersama kita dia benar-benar memberi sepenuhnya kepada kita, rasanya tergantikan meskipun hari-hari lain dia sibuk, tapi waktu bersama kita dia sepenuhnya untuk kita dan dia benar-benar menomorsatukan kita.
Dia tidak menerima telepon dari orang lain, kecuali dari perusahaannya saja, benar-benar dia berikan sepenuhnya untuk kita. Nah kita, baik anak maupun suami akan sangat berterima kasih, dan kita tahu kita diutamakan, ini yang penting, jadi ini yang saya maksud dengan prinsip menggantikan. Yang berikutnya tentang menggantikan berkaitan dengan anak Pak Gunawan, yaitu kepada siapakah kita menyerahkan tanggung jawab pengawasan anak-anak sewaktu kita tidak berada di rumah. Ada dua kriteria yang ingin saya bagikan yaitu aman dan nyaman. Siapapun itu yang bertanggung jawab menjaga anak, haruslah menyediakan lingkungan yang aman dan harus memberikan perhatian yang memadai pada anak dan melindunginya dari bahaya. Jangan kita menyerahkan tanggung jawab mengurus anak kepada orang yang tidak mempedulikan keamanan dirinya sendiri atau orang lain. Juga jangan serahkan mengurus anak kepada orang yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri, jika ia tidak dapat mengurus dirinya sendiri bagaimana mungkin dia sanggup mengurus orang lain. Tentang nyaman, yang saya maksud adalah ini, dia haruslah seseorang yang bisa memberi suasana nyaman kepada anak lewat kasih sayang dan kesabarannya. Jangan sampai anak merasa ketakutan atau tertekan, ditinggal bersama seseorang yang tidak sabar dan ketus. Kita mesti peka mendengarkan suara anak dan mengutamakannya di atas rasa sungkan. Misalnya saya mengerti kadang-kadang kita sungkan kepada orangtua sendiri yang bersedia atau memaksa menjaga anak kita. Perhatikanlah reaksi anak dan dengarkanlah isi hatinya, jangan sampai masa ditinggal orangtua menjadi masa penderitaan bagi si anak.
GS : Ini sesuatu hal yang penting sekali yang Pak Paul sudah sampaikan. Mungkin Pak Paul bisa menyimpulkan dan melandasinya dengan firman Tuhan?
PG : Saya akan mengambil dari Ibrani 13:5, "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membirkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."
Tuhan sekali lagi menetapkan prioritas, bukan uang, bukan status dan sebagainya, jangan menjadi hamba semua itu. Sedangkan yang Tuhan minta cukupkan dengan apa yang Tuhan telah berikan kepada kita sebab Tuhan akan memelihara. Jadi sekali lagi prioritaskan keluarga, tentang yang lain-lainnya itu nomor dua, nanti Tuhan akan cukupi yang penting kita tidak merugikan keluarga kita.
GS : Jadi sebenarnya wanita berkarier itu tidak bertentangan dengan firman Tuhan?
PG : Tidak, Pak Gunawan, semuanya tidak bertentangan, pria berkarier tidak, perempuan berkarier pun juga tidak, asal dua-duanya memenuhi tanggung jawab dan memang mempunyai prioritas yang benar Dia tidak menghamba pada karier atau status itu.
GS : Semoga perbincangan kita ini bisa mencerahkan pikiran banyak orang yang khususnya ragu-ragu untuk menempuh jalur itu. Terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Ester. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Wanita Karier dan Keluarga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.