GS | : | Pak Paul, sebagian orang malah menyebutkan penderita autis, jadi bukan sebuah keunikan atau kelainan malah disebut penderita. Padahal kalau saya amati anak yang autis itu tidak menderita, jadi hidupnya biasa-biasa saja hanya tingkah lakunya agak berbeda tapi yang menderita malah orang tuanya. Sebenarnya betul atau tidak istilah penderita autis itu ? |
PG | : | Memang sebetulnya istilah autisme adalah sebuah diagnosis yang diberikan kepada anak-anak yang memunyai karakteristik tertentu yang dianggap nantinya bisa mengganggu pertumbuhannya terutama sosialisasinya. Kata autisme sendiri berasal sebuah kata ‘auto’, auto itu berarti sendiri. Kenapa anak ini disebut autis karena anak-anak ini memang sulit bersosialisasi dengan anak lain dan dia cenderung untuk berdiam diri dalam kesendirian, bisa bermain dengan satu mainan dan tidak bermain dengan mainan lainnya. Jadi kesendirian itu adalah ciri utamanya. Dalam kasus yang sangat parah sekali memang ada anak autistik yang sama sekali tidak bisa berelasi bahkan sama orang tuanya dan bahkan tidak bisa memandang orang tuanya. Gangguan ini sekarang disebutnya sebuah spektrum artinya ada tingkatan atau kadarnya dan tidak semuanya sama, jadi ada kadar yang parah dan ada kadar yang lebih rendah. Dalam kadar yang lebih rendah ada diagnosis yang lain misalnya asperger itu adalah gangguan yang memang sejenis dalam kategori autis, tapi sebetulnya kadarnya lebih ringan. Kalau dibilang penderita memang ada benarnya. Kita akan membahas, sebab sebetulnya meskipun ini dapat dikatakan sebuah gangguan namun dalam kadar yang lebih rendah sebetulnya ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seseorang yang didiagnosis dengan gangguan ini. |
GS | : | Sebetulnya tingkah laku anak seperti itu sudah lama ada. Tapi kenapa baru akhir-akhir ini, sekitar 10 atau 15 tahun mulai menggejala di mana-mana, sedikit-sedikit dikatakan anak ini dikatakan autis, sampai-sampai ada Yayasan Autis di Indonesia, ini bagaimana Pak Paul ? |
PG | : | Karena gangguan ini dalam kadar yang parah memang menunjukkan adanya perbedaan dalam susunan syaraf di otaknya dengan anak-anak yang lain, jadi perbedaannya bukan hanya dari segi perilaku tapi juga berbeda secara fisiologis atau jasmaniah dalam susunan syaraf di otaknya. Itu sebabnya akhirnya dikatakan ini sebuah gangguan. |
GS | : | Kalau Pak Paul sendiri lebih cenderung menyebutnya sebagai suatu keunikan atau kelainan ? |
PG | : | Dalam kadar yang lebih rendah ini disebut sebagai suatu keunikan, tapi dalam kadar yang sangat parah itu merupakan sebuah problem atau kelainan. Jadi inilah yang akan kita bahas pada saat ini. |
GS | : | Bagaimana itu, Pak Paul ? |
PG | : | Memang tadi sudah disinggung lebih banyak orang menderita gangguan ini dibandingkan dulu. Bisa jadi dulu tidak teridentifikasi sehingga kita anggap ini sebagai sebuah keunikan saja, bahwa anak ini agak sedikit nyentrik. Namun sekarang dengan adanya diagnosis ini akhirnya lebih banyak yang tertangkap dari diagnosis ini. Namun bisa jadi juga memang sebetulnya ada peningkatan kasus-kasus seperti ini dibandingkan dulu. Kalau kita perhatikan ada anak yang sangat khusus yang tidak bisa begitu bergaul dan benar-benar menjauh dari anak-anak lain. Jadi bukan karena anak kita pendiam, tapi ada anak-anak yang sama sekali tidak bisa dan benar-benar menunjukkan sebuah kelainan. Kalau ini terjadi pada diri kita memang tidak mudah kita terima sebab sebagai orang tua kita semua mengharapkan anak kita bertumbuh dengan normal dengan pengertian sama dengan anak-anak lain, masalahnya tidak selalu sama jadi ada keunikan tertentu yang mengharuskan kita untuk membesarkannya dengan cara yang khusus. Saya akan memunculkan sebuah pengamatan yang dituangkan dalam sebuah artikel di majalah Newsweek tahun 2003, artikel itu memuat sebuah tulisan yang ditulis oleh seorang psikolog dari Cambridge University di Inggris yang bernama Simon Baron-Cohen dia ini menuliskan pikirannya dalam sebuah buku yang berjudul "The Essential Difference". Pada dasarnya pemikirannya Baron-Cohen berkaitan dengan gangguan autisme. Sekali lagi dia tidak mengatakan bahwa gangguan ini tidak ada, tapi ada dan diakui. Tapi beliau ingin mengajak kita memandang autisme dari kerangka pandang keunikan bukan pada kelainan anak pada umumnya. Jadi menarik sekali apa yang dilakukannya sewaktu dia mendefinisikan gangguan ini. Dia berkata bahwa gangguan autisme adalah sebuah ketidakseimbangan antara dua jenis kecerdasan. Pertama adalah kecerdasan yang digunakan untuk memahami orang yang disebutnya ‘empathizing’ atau mengempati dan kedua kecerdasan yang digunakan untuk memahami benda yang disebutnya ‘systematizing’ atau mensistematikkan. Artinya begini, ada anak-anak yang memang memunyai kemampuan sangat tinggi untuk bisa memahami orang, mengerti orang, bisa mengetahui perasaannya, membaca raut mukanya, tahu cara bicara. Tapi ada juga orang yang kekuatannya bukan pada memahami orang tapi memahami benda, jadi dia bisa mengotak-atik benda, dia bisa mengamati itu dan dia bisa melihat dengan detail sekali. Kohen menyimpulkan ada dua jenis kecerdasan. Anak-anak yang seringkali dikategorikan autistik adalah anak-anak yang masuk dalam kategori keunggulannya mengsistimatikkan namun kelemahannya sangat parah di bidang mengempatinya. Semua manusia seharusnya punya dua-duanya, tapi kadarnya seharusnya misalnya 60% dan 40% atau 70% dan 30 % baik yang satu maupun yang satunya. Tapi dalam kasus autistik benar-benar kemampuan untuk mengsistimatikkannya itu 99% dan kemampuan untuk mengerti manusia itu hampir-hampir 1% saja. Jadi benar-benar tidak seimbang. Ini yang dimaksud dengan ketidakseimbangan. |
GS | : | Jadi, kalau anak itu tidak bisa merasakan perasaan orang lain atau tidak bisa mengamati perasaan orang lain, maka dia akan bertindak semaunya sendiri. Apakah anak yang hiperaktif juga tergolong ini ? |
PG | : | Tidak. Sebetulnya itu dua jenis problem yang tidak sama. Dua jenis diagnosis yang terpisah. Yang Pak Gunawan sebut hiperaktif itu masuk dalam kategori ‘Attention Defisit Hiperactive Disorder’ atau yang disingkat ADHD. Itu ciri-cirinya adalah sulit berkonsentrasi dan memunyai tingkat energi yang sangat tinggi jadi akhirnya susah sekali diam. Anak-anak ADHD ini tidak sama gangguannya dengan anak-anak autistik karena dia bisa jadi orang yang sangat pandai bergaul, teman-temannya mungkin banyak sekali karena dia senang berolahraga, bermain dan sebagainya. Jadi bisa jadi dia orang yang pandai dalam berteman. Anak-anak yang masuk dalam kategori autistik memang tidak bisa. Tapi ada yang kadarnya lebih ringan sudah tentu lebih bisa tapi sangat sedikit, teman-temannya dan kemampuan untuk memunyai persahabatan yang mendalam juga agak susah. |
GS | : | Beberapa kali saya menjumpai anak yang autis itu adalah anak laki-laki, Pak Paul. |
PG | : | Jadi memang datanya cukup mengejutkan, ternyata memang 80% dari penderita autisme adalah anak laki-laki, sebab memang kecenderungan anak laki-laki lebih kuat didalam kecerdasan mengsistematikkan sedangkan anak perempuan pada umumnya jauh lebih kuat didalam kecerdasan untuk memahami orang. Misalkan mereka ini para ilmuwan memberikan tes pada anak-anak perempuan dan laki-laki yang masih kecil. Waktu diberikan misalnya raut wajah, maka anak perempuan dengan cepat dan tepat mengatakan ini wajah sedih, wajah marah dan sebagainya. Dan anak laki-laki yang kecil itu waktu diberikan raut wajah tidak bisa mengetahui ini wajah sedih atau wajah marah dan sebagainya, mereka buta. Jadi secara umum memang anak-anak laki-laki tidak terlalu memunyai kepekaan atau kecerdasan untuk bisa memahami manusia atau orang, mengerti perasaan dan sebagainya, kalau anak perempuan jauh lebih cepat. Jadi karena autisme sepertinya merupakan kadar yang berlebihan dari mengsistematikkan ini sudah tentu lebih banyak keluar dari anak laki-laki. |
GS | : | Kalau anak laki-laki lebih punya kelebihan didalam mengsistematikkan benda yang ada di sekitarnya, tapi dia punya kelemahan didalam mengempati, sedang yang wanita atau anak wanita lebih punya kelebihan didalam mengempati, sebenarnya ‘kan pas atau berimbang, Pak Paul ? |
PG | : | Jadi kalau kadarnya di satu kategori berlebihan, sampai-sampai kadar yang satunya hampir habis maka itu menimbulkan masalah. Jadi kita tidak akan membahas hal ini, tapi sebetulnya ada lagi satu jenis gangguan untuk orang-orang yang sama sekali kemampuan untuk mengsistematikannya tidak ada, tapi kemampuan untuk memahami manusia begitu tinggi sehingga ada anak-anak sejak kecil sekali dia dianggap tidak begitu normal, karena sewaktu dia kecil tapi sudah bisa menangis cepat, menghayati perasaan orang, nonton TV langsung menangis padahalnya anak ini masih berusia 3 tahun atau 4 tahun. Ada yang seperti ini sehingga dianggap tidak lagi seimbang. Karena kemampuan mengsistematikkan hampir nol tapi kemampuan mengempatinya begitu tinggi. Jadi ada beberapa contoh yang diberikan dalam artikel itu, misalnya ada seorang anak di India yang bisa menyebutkan 14 stasiun kereta secara berurut dengan cepat, padahalnya baru membaca tapi dia bisa menyebutkan semuanya, tapi ketika disuruh bicara apa yang menjadi perasaannya dia tidak bisa. Atau ada anak laki-laki di Hongkong baru berusia 15 tahun, kemampuan verbalnya seperti anak umur 2 tahun. Jadi benar-benar tidak seimbang. Sudah berusia 15 tahun, tapi kemampuan bicaranya seperti anak umur 2 tahun, namun anak ini disuruh mendengarkan satu lagu, dia bisa langsung memainkan nadanya seketika itu juga, satu kali saja dia bisa langsung memainkan. Tapi disuruh menyanyikan kata-katanya dia tidak bisa. Jadi sekali lagi dengan kata-kata berarti harus lebih banyak lagi memahami manusianya, itu yang lemah tapi lagunya itu sendiri dia langsung bisa. Kenapa begitu ? Karena ternyata anak-anak yang autisme ini mereka memunyai kesensitifan yang sangat tinggi terhadap bunyi dan cahaya. Jadi anak-anak itu kalau mendengar suara yang terlalu keras juga tidak tahan, tapi sebaliknya karena dia sangat peka dengan bunyi, maka kemampuan untuk menangkap nada dan mengingat nada luar biasa cepat. Dan juga cahaya, dia tidak bisa terlalu terang, jadi cenderung suka yang lebih redup karena sangat peka dengan cahaya. |
GS | : | Apakah keunikan ini dibawa sejak lahir, Pak Paul ? |
PG | : | Iya, memang ada bawaannya, bukan karena pengaruh atau bentukan orang tua. Jadi anak-anak ini dari kecil memang sudah memunyai bawaan ini, sehingga anak-anak yang umurnya misalnya 2 atau 3 tahun bisa diajak tertawa, diajak untuk berdialog, anak-anak ini tidak bisa. Mungkin ada yang kepalanya goyang terus dan tidak bisa melihat wajah orang yang mengajak bicara. |
GS | : | Kalau ini dibawa sejak lahir, kira-kira pada umur berapa orang tua menyadari kalau anak ini autis, Pak Paul ? |
PG | : | Sebetulnya cukup dini. Jadi misalnya umur 2 atau 3 tahun seharusnya sudah bisa mulai dilihat, kenapa tidak cepat merespon, diajak bicara tidak bisa menengok, bermain dengan satu benda bisa begitu lama dan tidak pindah-pindah. Pada usia 4 atau 5 tahun susah bicara dan tidak cepat bicara dan hanya bisa menunjuk. Tapi kalau diajak bicara matanya kemana-mana. Biasanya umur 2 atau 3 tahun sudah bisa dilihat. |
GS | : | Jadi di sini, peran orang tua itu sangat besar untuk bisa membantu anak ini memahami keunikannya dan kita juga sebagai orang tua memahami keunikan anak ini. |
PG | : | Betul sekali. Jadi kita sebagai orang tua mesti menerima dan mengerti keunikan anak ini. Misalnya, kita harus menjaga sikap dan jangan menuntutnya melakukan hal-hal yang memang sangat sulit untuk dilakukan. Misalnya kita harus mengerti bahwa memang sukar baginya untuk menjalin persahabatan, itu sebabnya dia senang menyendiri. Kita tidak mau dia tenggelam atau bermain sendirian saja. Jadi kita harus mengajak dia ke rumah temannya atau bawa temannya ke rumah. Tapi jangan sampai kita memarahi dia karena dia tidak bisa bermain dengan teman-temannya. Kita harus mengerti bukannya dia tidak mau tapi memang sangat susah sekali, dia tidak memunyai pengertian bagaimana misalnya memulai roda percakapan. |
GS | : | Tapi dia tidak sampai mengganggu temannya dari sikapnya, Pak Paul ? |
PG | : | Tidak, kalau anak yang ADHD atau hiperaktif memang mengganggu. Tapi kalau autistik kebanyakan justru menjauh dari pertemanan, kalau temannya lagi berkumpul dia tidak mau mendekat. Jadi kebanyakan memang justru akhirnya diabaikan oleh teman-temannya. |
GS | : | Kalau sudah saatnya anak ini harus sekolah maka akan jadi repot, Pak Paul ? |
PG | : | Ini akan menjadi masalah karena sudah tentu di sekolah guru harus mengawasi anak yang lain, jadi tidak bisa terus menerus memerhatikan satu anak ini, tapi biasanya di sekolah dia menyendiri. Kalau bermain dia diam saja atau dia bermain sendirian dan masalahnya adalah dia tidak merasa butuh, jadi kalau kita berkata, "Kamu sepi tidak punya teman" dia tidak seperti itu, dia tidak merasa itu adalah sesuatu yang kurang dalam dirinya, justru kalau ada yang mau bermain dengan dia itu malah mengganggu dia, karena dia maunya sendirian. |
GS | : | Ketika dia merasa tidak senang atau merasa direcoki, untuk mengungkapkannya juga sulit, begitu Pak Paul ? |
PG | : | Betul. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa, dan mungkin dengan sikapnya dia tunjukkan misalnya dia menghindar dan teman-temannya akhirnya bisa tersinggung, jengkel dan sebagainya sehingga akhirnya dia tidak banyak teman. |
GS | : | Apakah anak seperti ini seharusnya disekolahkan di sekolah khusus, Pak Paul ? |
PG | : | Sebaiknya jangan dulu kalau kadarnya tidak terlalu parah apalagi kalau tingkat kecerdasannya baik dan normal, karena di sekolah yang biasa dia lebih dipaksa atau ditarik untuk bisa bergaul dengan anak-anak lain. |
GS | : | Hal lain yang bisa dilakukan oleh orang tua apa, Pak Paul ? |
PG | : | Kita bisa melatihnya untuk meningkatkan kemampuannya berempati, misalnya kita dapat mengajaknya membaca buku bergambar dan menjelaskan emosi yang terkandung di balik wajah atau ungkapan yang terkandung di dalam gerakan atau bahasa tubuh, jadi kita bisa bertanya kita jelaskan kalau orang ini sedang marah, dia sedang kesal, kenapa ? Sebab anaknya tidak pulang, dia marah kenapa ? Sebab ada orang mencuri. Jadi kita harus menjelaskan berulang-ulang sejak anak kecil, karena kecenderungannya dengan benda saja. Anak-anak autis kalau menggambar juga detail sekali dan yang menarik adalah misalkan dia menggambar mobil, kalau kita menggambar mobil maka pertama-tama kita akan menggambar badannya yang besar, dan kemudian baru kita tambahkan di dalamnya. Kalau untuk anak autis kebalikannya, dia akan mulai menggambar dengan setirnya, rodanya, kemudian dia gambar yang lain hingga menjadi kesatuan. Jadi sekali lagi kita bisa menyadari kemampuan dia untuk bisa melihat detail sangat luar biasa, sehingga kita bisa langsung kategorikan dan membangun sebuah gambar mobil dari gambar kecil-kecilnya itu. Jadi sekali lagi kita harus menolongnya untuk berempati waktu dia marah atau jengkel, kita minta dia untuk mengungkapkan perasaannya, kita tanyakan, "Kamu merasa apa ?" dia tidak mengerti dan mungkin dia diam, maka kita katakan, "Kamu marah, ya ? Coba kamu katakan kalau saya marah". Jadi harus diulang-ulang, "Kamu kenapa ? Kamu kenapa ? Kamu tidak suka, ya? Coba katakan tidak suka". Jadi kita harus terus mengajarkan seperti itu. Maka peranan orang tua di rumah sangat besar, kalau ada anak kita yang seperti ini tidak bisa tidak, ada satu orang yang harus benar-benar memberikan waktu untuk anak ini dan tidak bisa kita abaikan, malam baru ketemu dia dan sebagainya itu tidak bisa. |
GS | : | Juga di sekolah itu ada guru pendamping untuk anak ini secara khusus, jadi orang tua memang menyewa guru itu untuk mendampingi anak ini di kelas. Seperti yang Pak Paul katakan, guru tidak mungkin memerhatikan anak ini sendiri. |
PG | : | Nanti sewaktu guru bicara dia tidak mendengarkan dan dia terus menggambar, misalnya guru memberi PR dia tidak mendengarkan. Waktu pulang mamanya bertanya, "Mana agendamu, coba lihat ada PR apa tadi ?" Agendanya kosong karena dia tidak mencatat, dia tidak ada koneksi dengan si guru. |
GS | : | Hal lain yang harus diperhatikan oleh orang tua apa, Pak Paul ? |
PG | : | Kita harus meneguhkan keunikannya sebagai sesuatu yang baik, berikanlah pujian saat dia menyelesaikan hitungan dengan cepat dan katakanlah kalau kemampuan itu dapat digunakan untuk bekerja sebagai ahli teknik atau akuntansi. Jadi kita harus memberi dia pandangan ke muka untuk melihat apa yang dapat dikerjakannya dengan apa yang dimilikinya. Bukan saja hal ini akan membuatnya melihat dirinya secara positif, tapi dia pun nantinya akan bisa mengembangkan kepercayaan diri yang lebih kokoh. |
GS | : | Sehubungan dengan kalau anak ini bukan anak tunggal, tetapi punya saudara yang lain, hubungan dengan saudara-saudaranya bagaimana, Pak Paul ? |
PG | : | Makanya kita sebagai orang tua harus mendorong adik atau kakaknya untuk mengajak dia bermain karena kebanyakan anak-anak yang normal kalau adiknya diajak main tidak mau main dan maunya main sendiri maka lama-lama tidak diajak main oleh saudaranya dan didiamkan. Jadi penting bagi kita sebagai orang tua mendorong anak-anak untuk mengajaknya bermain. |
GS | : | Tapi kalau saudaranya melihat kita memberikan perhatian yang besar kepada anak yang autis, apa tidak menimbulkan iri, Pak Paul ? |
PG | : | Maka kita harus memberikan penjelasan pada adik atau kakaknya bahwa kamu harus mengajaknya bermain karena memang dia itu tidak begitu mengerti, dia tidak merasa butuh bermain, jadi dia maunya sendirian saja, coba tolong kamu ajak dia bermain. Jadi kita meminta adiknya atau kakaknya untuk berbelas kasihan juga untuk mengerti kondisinya dia, dengan cara itu dia mungkin lebih mau. |
GS | : | Jadi sebagai orang tua kadang-kadang ingin memerlakukan anak yang autis seperti anak yang lain, padahal itu tidak bisa diserap oleh anak itu. |
PG | : | Betul sekali. Maka kita harus berhati-hati jangan sampai akhirnya menuntut dia untuk sama dengan anak yang lain, karena kemampuannya memang lemah. Misalnya kita berkata kepada anak ini, "Tawarkan makan karena kamu akan makan", mungkin dia ingat maka dia lakukan, tapi besok dia lupa. Misalkan dia melihat orang yang keberatan membawa barang maka tawarkan bantuan, "Saya bantu ya" kalau anak autis tidak bisa dan dia akan diam saja dan dia tidak ada merasa apa-apa. Maka kita beritahu dia dengan baik-baik dan bukan dengan marah-marah, sebab waktu kita marah-marah kepada dia maka dia sungguh-sungguh bingung dan tidak mengerti kenapa papa harus marah kepada saya. Kenapa dia tidak membawakan barang orang itu karena dia tidak mengerti. Kepekaannya memang sangat lemah. |
GS | : | Apakah hal itu bisa membahayakan anak ini. Kalau misalnya di jalan dan sebagainya, kalau konsentrasinya seperti itu maka sangat membahayakan. |
PG | : | Bisa. Dia seperti orang yang linglung atau tidak sadar ada mobil dan sebagainya karena dia terserap pada satu hal. Kalau tidak hati-hati anak seperti ini bisa ditipu sebab kemampuannya untuk mengerti orang, orang itu jahat dan sebagainya dia tidak mengerti, jadi orang bicara apa dianggapnya sebagai hal yang benar. |
GS | : | Katakan orang tua itu ingin mencari bantuan dari seorang ahli, dia harus datang pada siapa, Pak Paul ? |
PG | : | Memang dia harus datang pada seorang psikolog yang sedang mendalami hal ini dan cari psikolog yang sengaja spesialisasinya dalam bidang ini. |
GS | : | Apakah ada nasehat firman Tuhan terhadap orang tua khususnya, kalau memiliki anak yang unik dengan autis ini ? |
PG | : | Firman Tuhan di Mazmur 139:13-14 berkata, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." Mungkin kita sendiri kurang bisa menerima kondisi anak dan tanpa disadari kita telah mengkomunikasikan ketidakterimaan kita kepada anak, memang tidak mudah menerima ini sebab bagaimana pun juga kita ingin anak-anak kita sama dengan anak lainnya, tapi kita harus percaya bahwa Tuhan tidak membuat kesalahan, Dia menciptakan anak sesuai gambar-Nya dan desain yang dikehendaki-Nya, jika demikian faktanya maka Tuhan memunyai rencana atas hal ini. Tugas kita adalah membesarkan anak ini sedemikian rupa supaya ia bisa mewujudkan rencana Allah dalam hidupnya. Kalau anak melihat kita bersyukur pada Tuhan atas kehadirannya maka dia juga akan bersyukur atas kehadirannya di dunia ini. |
GS | : | Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Autisme : Sebuah Keunikan Atau Kelainan ?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang. |