Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Sikap Kristiani Di dalam Pekerjaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS | : | Pak Paul, mengenai pekerjaan mungkin semua orang bekerja, tapi kita sebagai orang-orang Kristen, sebagai pengikut Kristus tentu punya pandangan yang berbeda atau yang khas Kristen menghadapi pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari. Sebenarnya apa yang khas di dalam kekristenan menyikapi pekerjaan sehari-hari kita ? |
PG | : | Yang khas adalah saya kutip dari Firman Tuhan dari Matius 5:13-16, Tuhan itu berkata kita harus menjadi garam dan terang dunia. Jadi di mana pun kita ditempatkan Tuhan meminta kita untuk menjadi garam dan terang, termasuk di dalamnya adalah di tempat pekerjaan. Jadi dengan kata lain, pekerjaan itu bukan untuk mencari nafkah, sudah tentu unsur mencari nafkah itu harus ada di dalam kita bekerja, tapi bukan itu yang menjadi tujuan utamanya, sebab Tuhan itu ingin memakai kita menerangi lingkungan kita, Tuhan ingin memakai kita menjadi garam yang bisa menggarami lingkungan kita supaya pada akhirnya orang bisa melihat kita menjadi saksi Tuhan dan mereka bisa memuliakan Tuhan dan juga bisa mengenal Tuhan. Jadi semua itu dimasukkan dalam satu kerangka, kerangkanya adalah supaya orang melihat terang Tuhan lewat kehidupan kita dan lewat pengabdian kita dalam pekerjaan kita. |
GS | : | Kadang ada orang yang berpikir kalau saya mengerjakan pekerjaan yang katakanlah sekuler, itu tidak mungkin mencerminkan sifat-sifat baik Tuhan artinya tidak bisa menjadi garam dan terang dunia, tapi baru kalau saya itu mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rohani atau pelayanan sifatnya, baru di sana saya bisa mencerminkan itu, terang dan kasih Tuhan. Ini bagaimana, Pak Paul ? |
PG | : | Sebetulnya konsep itu memang konsep yang ada di tengah kita orang Kristen, sayangnya konsep itu adalah keliru, sebab Tuhan tidak memanggil kita untuk satu pekerjaan yang sama, tidak ada dalam benak Tuhan untuk kita semua melakukan yang namanya pelayanan seperti yang kita biasa bayangkan yaitu di gereja, menyampaikan firman Tuhan dan sebagainya, hidup itu lebih luas daripada itu. Makanya di Kolose 3 kita bisa membaca ayat 17 dan ayat 23 "Apapun yang kamu lakukan lakukanlah bagi Tuhan dengan segenap hatimu" "dan bukan kita lakukan untuk manusia". Jadi apa pun konsepnya, konsep kita adalah harus melakukan semuanya. Jadi memuliakan Tuhan bukan hanya hal-hal yang kita lakukan di dalam gereja, tapi hal-hal yang kita lakukan di luar gereja adalah hal-hal yang termasuk dalam hal-hal yang bisa dipakai Tuhan untuk membawa kemuliaan bagi Dia. Setelah kita mengerti hal ini, kita jadi bisa melihat bahwa waktu Tuhan membukakan pintu sehingga kita bisa bekerja di situ, maka itu adalah tempat di mana kita bisa menjadi terang. Nanti kita akan lihat bagaimana kita menjadi terang sudah tentu harus ada hal-hal yang kita lakukan yang berbeda dari orang lain, yang membuat orang akhirnya melihat bahwa kita tidak sama dengan mereka. Ini nanti yang bisa membawa kemuliaan bagi Tuhan. |
GS | : | Ada pula orang yang punya pandangan bahwa pekerjaan adalah suatu hukuman dari Tuhan, bahwa orang bekerja merupakan suatu kutukan dari Tuhan, kalau dulu manusia tidak berdosa maka kita tidak harus sampai berpeluh dan sebagainya, ayat itu yang seringkali dipakai. Bagaimana hal ini menurut Pak Paul ? |
PG | : | Memang konsep itu ada namun sayangnya tidak tepat, sebab sebetulnya waktu Tuhan menempatkan kita di taman Firdaus kita harus bekerja dan tidak ada yang namanya pohon datang kepada kita dan memberikan buahnya pada kita tapi kita harus bekerja memetik buah-buah itu, merawat pohon itu dan sebagainya. Jadi konsep bekerja sebetulnya sudah ada sejak awal. Kalau Tuhan menghendaki kita tidak bekerja, Tuhan tidak akan menempatkan kita di kebun, kalau Tuhan menempatkan kita di taman atau kebun itu artinya sebuah tempat dimana kita harus kelola. Makanya ada firman yang berkata, "Kita nantinya diutus Tuhan menaklukkan hewan-hewan, alam dan isinya", semua menuntut kerja. Jadi sekali lagi kerja bukanlah sebuah kutukan. Jadi kalau orang berkata kerja adalah sebuah kutukan, maka itu tidaklah tepat. |
GS | : | Jadi karena hampir sebagian besar waktu kita gunakan untuk bekerja setiap hari, entah bekerja sendiri atau bekerja ikut orang atau bekerja di dalam sebuah perusahaan, tapi itu adalah bekerja. Lalu bagaimana kita harus menyikapi sikap terhadap pekerjaan ini ? |
PG | : | Saya mau bagi diskusi kita dalam tiga bagian, jadi akan selalu ada ketegangan antara yang pertama, yang namanya kepuasan dan yang namanya kewajiban, itu yang pertama. Dan nanti kita juga akan melihat antara yang ideal dan yang realistik, dan yang terakhir adalah ketegangan antara yang benar dan yang salah. Jadi coba kita nanti kategorikan diskusi kita dalam tiga kelompok ini sebab masing-masing harus kita pikirkan supaya nanti kita bisa menemukan jawabannya, agar kita bekerja bisa menjadi berkat bagi orang lain. |
GS | : | Namun sebelum bisa menjadi berkat bagi orang lain, tentu pekerjaan itu harus bisa menjadi berkat bagi diri kita sendiri, begitu Pak Paul ? |
PG | : | Ya, artinya kita sebaiknya kalau kita bekerja maka kita bisa menikmati pekerjaan kita itu karena waktu kita bisa menikmatinya maka pekerjaan itu bisa menjadi berkat bagi diri kita. |
GS | : | Mungkin kita akan masuk pada sesi yang dikatakan bahwa dalam pekerjaan itu bisa menimbulkan kepuasan tetapi juga bisa dianggap sebagai suatu kewajiban, kepuasan versus kewajiban. Ini bagaimana, Pak Paul ? |
PG | : | Sudah tentu seyogianya kita mendapatkan kepuasan dari apa yang kita kerjakan, kita itu akan mendapatkan kepuasan kalau kita melihat bahwa apa yang kita lakukan merupakan ekstensi atau kepanjangan dari diri kita. Maksudnya adalah yang pertama, kalau kita melihat apa yang dikerjakan sesuai dengan karunia atau talenta kita. Kalau kita mengerjakan sesuatu yang memang kita kuasai dan nikmati karena sesuai karunia kita maka pekerjaan itu menjadi karunia atau ekstensi atau pewujudan karunia kita. Saya masih ingat saya bicara dengan seorang pendeta waktu masih kuliah. Saya tanya dia, "Bagaimana bapak tahu bahwa Tuhan memanggil bapak sebagai seorang hamba Tuhan. Apa kira-kira tandanya ?" Dia berkata, "Saya itu menikmati membaca firman Tuhan dan saya menikmati mengajarkannya kepada orang, waktu saya membaca firman Tuhan dan mendalaminya saya mendapatkan sebuah kepuasan dan waktu saya bisa mengangkat keluar kebenaran-kebenaran itu dan membagikannya kepada orang, saya juga mendapatkan sebuah kepuasan yang dalam, kecintaan saya pada firman dan kecintaan membagikan firman", maka bagi dia itu adalah pertanda Tuhan memanggil dia menjadi seorang hamba Tuhan. Itu adalah contoh bagaimana sampai hal yang kita kerjakan itu merupakan kepanjangan dari karunia kita atau talenta kita. Tapi selain dari itu kepanjangan diri kita bukan hanya soal talenta tapi juga soal misi hidup. Misalkan kita melihat apa yang kita kerjakan itu sesuai dengan misi hidup kita, waktu kita berbicara misi hidup sudah tentu kita harus melihatnya dari kerangka apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita. Misalkan kita melihat ketika saya mengerjakan pekerjaan saya akan ada orang-orang yang tertolong, karena waktu saya melakukan pekerjaan ini dan perusahaan berjalan maka ada orang-orang yang sepertinya bisa mendapatkan nafkah, anak-anaknya bisa bersekolah dan akhirnya kehidupan mereka bisa diangkat. Kita melihat ini adalah misi hidup kita menolong orang-orang yang susah, waktu kita melihat pekerjaan kita rasanya pas sesuai dengan misi hidup kita, maka kita akan mendapatkan kepuasan. Jadi kepuasan biasanya muncul dari dua hal ini, kita melihat pekerjaan kita merupakan kepanjangan dari diri kita yaitu talenta kita dan juga misi hidup kita. |
GS | : | Seringkali tentang kepuasan, kita terkecoh pada awalnya kita memang puas dengan hasil karya pekerjaan itu, karena banyak hal yang menarik untuk dikerjakan tapi lama-lama itu pudar, kepuasan itu tidak ada lagi. Kalau sifatnya hanya sementara itu maka kita tidak bisa mengatakan ini panggilan hidup saya. |
PG | : | Biasanya begini, kalau memang kita merasa bosan dengan begitu cepat, biasanya ada masalahnya, misalnya kita itu tidak cocok dengan rekan kerja, lingkungan kerja sehingga kita tidak betah lagi dan apa yang kita kerjakan akhirnya jenuh dan tidak suka. Tapi kalau semua baik-baik saja dan kita merasa jenuh bisa jadi itu bukanlah karunia atau talenta kita, itu sebabnya kita kerjakan tidak terlalu lama dan mau mundur. Saya masih ingat ada seorang hamba Tuhan yang mengatakan dalam bukunya tentang "Panggilan dan Karunianya". Dia berkata, "Kalau yang kita kerjakan adalah sesuai dengan karunia kita, bukannya kita jenuh malahan kita selalu merasa senang melakukannya, kita justru merasa ada makna dari yang kita lakukan, ada artinya dan tidak sia-sia. Jadi saya kira kalau sampai kita cepat jenuh mungkin sekali ada masalahnya. Namun kalau kita berkata, "Mungkin sekali-sekali kita merasa bosan mengerjakan hal yang sama" itu normal, namun sekali lagi kalau kita tahu bahwa yang kita kerjakan ini juga bagian dari misi hidup kita, maka biasanya kita akan mendapatkan suatu kepuasan tersendiri. |
GS | : | Mengenai misi hidup, kadang-kadang seseorang itu sulit untuk bisa menguraikan atau menjelaskan secara detail mungkin dia berkata, "Misi saya untuk memuliakan nama Tuhan" tapi saya rasa itu terlalu umum, Pak Paul. |
PG | : | Saya berikan contoh, saya pernah mengenal seorang tante yang tidak bersekolah tinggi, orang yang sederhana, tapi dia gemar masak. Saya ingat sekali, dia memakai nama Marta jadi dia adalah Tante Marta dan anaknya adalah teman saya. Waktu kami berkumpul bersekutu dan sebagainya, dia selalu memasak. Dia selalu berkata bahwa, "Saya itu Marta, dan saya itu hanya bisa memasak". Memang kalau kita pikir memasak tidak ada kaitannya dengan dengan pekerjaan dan kemuliaan Tuhan, tapi si tante ini melihat bahwa apa yang dilakukannya itu adalah sesuatu yang memang dia bisa persembahkan kepada Tuhan dan inilah yang bisa dilakukannya. Jadi waktu kita melakukan sesuatu dan kita bisa berkata bahwa, "Apa yang saya lakukan ini sesuatu yang bisa saya kembalikan kepada Tuhan, Tuhan sudah berikan saya kemampuan untuk memasak maka sekarang saya memasak dan saya mau lakukan untuk Tuhan". Di situlah orang menemukan misi hidupnya. Jadi kadang saya melihat orang tidak menemukan misi hidup, karena orang itu menargetkan yang terlalu tinggi yang tidak bisa dijangkaunya. Misi hidup tidak harus seperti itu, tapi misi hidup bisa sangat sederhana, dalam kehidupan saya, saya melihat diri saya sebagai orang yang diberikan misi untuk mau memelihara dan menambah kesehatan jiwa orang, memang tujuan akhirnya adalah untuk kemuliaan Tuhan, tapi secara spesifiknya saya melakukan itu lewat kesehatan jiwa. Jadi apa pun yang saya lakukan kalau saya tahu bisa menambah kesehatan jiwa orang, maka saya merasa bahagia karena saya tahu ini adalah misi hidup yang Tuhan telah berikan kepada saya. |
GS | : | Tapi sekali pun kita sudah mengetahui dengan jelas apa talenta kita dan misi hidup kita tetapi dalam pelaksanaannya seringkali kita menemui banyak hambatan dan itu membuat kita ragu-ragu, "Apa betul saya melakukan pekerjaan ini", begitu Pak Paul. |
PG | : | Ya, kadang-kadang hidup itu tidak lancar sehingga ada halangan-halangan atau masalah yang muncul sehingga akhirnya kita ragu ataukah ini dalam kehendak Tuhan atau tidak. Saya berikan contoh di Alkitab, Yusuf adalah contoh yang baik untuk kita bisa melihat bahwa Tuhan itu bekerja lewat segala situasi bahkan dalam situasi terburuk sekali pun. Yusuf harus dibuang, dia menjadi seorang budak dan akhirnya dia harus mendekam di penjara karena difitnah, itu berlangsung bukan berhari-hari atau berbulan-bulan tapi itu berlangsung mungkin sekali berbelasan tahun atau mungkin lebih dari dua puluh tahun dia harus hidup menderita seperti itu. Apakah yang terjadi pada Yusuf itu sesuai dengan talentanya, tidak ! Tidak ada yang bisa berkata "Menjadi seorang budak sesuai dengan talentanya". Tidak ada orang yang bisa berkata, "Menjadi seorang tahanan itu sesuai dengan talentanya" tidak ! Jadi tidak ada kaitannya dengan karunia Yusuf yakni dijadikan budak, dijadikan tahanan di penjara karena difitnah orang. Tapi kita tahu akhirnya Yusuf melihat bahwa semua itu merupakan bagian dari rencana Tuhan, itu sebabnya waktu di akhir hidupnya atau setelah ayahnya meninggal dunia, para saudaranya datang kepada dia dan takut kalau Yusuf akan membalas dendam, Yusuf berkata, "Tidak, saya tidak akan melakukan hal itu dan saya bukan Tuhan" dan dia berkata seperti ini, "Engkau mereka-rekakannya untuk kejahatan tapi Tuhan mereka-rekakannya untuk kebaikan" dan Yusuf tambahkan, "Tuhan memang sengaja mengutus dia pergi ke Mesir supaya nanti dia bisa menyediakan kebutuhan untuk keluarganya" karena kalau dia tetap tinggal di Kanaan, dan Yusuf tetap tinggal di Kanaan maka satu keluarga itu nanti akan punah. Maka rencana Tuhan nanti lewat umat-Nya Israel juga nanti akan terhalangi. Jadi Tuhan sudah merencanakan itu, memang lewat jalur yang sangat susah yaitu dia menjadi seorang budak dan sebagainya. Jadi dari sini kita bisa melihat bahwa misi hidup yang Tuhan berikan kepada kita akan jalan terus meskipun kadang-kadang kita harus melewati hal-hal yang sulit dan yang kita lakukan itu tidak menimbulkan kepuasan tapi merupakan kewajiban belaka. Jadi sekali lagi rencana Tuhan tetap bisa terjadi. |
GS | : | Memang Yusuf adalah salah satu tokoh saksi iman yang kita bisa lihat, tapi yang penting adalah bagaimana kita menempatkan diri kita seperti Yusuf yang bisa tahu bahwa ini memang rencana Tuhan dan ini yang sulit, kadang-kadang kita berpikir, "Ini bukan rencananya Tuhan, tapi ini rencananya setan". |
PG | : | Sudah tentu kalau kita dalam pekerjaan yang kita rasa tidak suka atau tidak cocok, maka tidak ada salahnya kita mencari pekerjaan yang lain, tapi kalau kita sudah mencoba dan pintu tidak dibukakan maka kita harus terima itu sebagai penetapan Tuhan dan ada rencana Tuhan bagi kita di situ. Saya ingat saya dulu bekerja di Rumah Sakit Jiwa selama 3 tahun. Setelah 1 tahun saya bekerja saya mulai resah dan saya mau mencari pekerjaan yang lain yaitu saya mau masuk ke klinik, sebab saya tidak mau lagi di Rumah Sakit Jiwa dan saya berpikir bekerja di klinik adalah pekerjaan yang baik dan penghasilan juga akan baik, namun pintu tidak dibukakan Tuhan. Kalau saya melihat ke belakang boleh dikata pengetahuan saya tentang kesehatan jiwa paling banyak saya peroleh lewat pengalaman bekerja di Rumah Sakit Jiwa sebab di situ saya berkesempatan menjumpai segala jenis penyakit jiwa. Itu adalah kewajiban saat itu bagi saya namun pada akhirnya saya melihat ternyata itu adalah bagian yang penting. Saya juga teringat pengakuan Dr. James Dobson, dia adalah psikolog Kristen yang merintis pelayanan yang namanya "Focus On The Family" di Amerika Serikat. Pada suatu ketika Yayasannya berkata, "Kita harus pindah dan kita tidak bisa lagi tinggal di California karena ongkos terlalu tinggi, mau pindah ke Colorado" jadi akhirnya mereka pindah ke Colorado. Masalahnya adalah istrinya, Shirley, tidak cocok di Colorado dan mau pulang kembali ke California, tapi tidak bisa karena organisasinya sudah pindah ke sana. Dr. Dobson cerita bahwa istrinya sering mengeluh. Suatu hari kata Dr. Dobson, istrinya mengeluh tidak betah di Colorado dan ingin pulang kembali ke California, dan tiba-tiba dia mendengar suara Tuhan berkata, "Shirley, yang Aku pentingkan bukanlah kebahagiaanmu tapi yang Aku pentingkan adalah apakah engkau berada dalam kehendak-Ku atau tidak". Begitu istrinya mendengar Tuhan berkata seperti itu, istrinya langsung diam dan mulai saat itu dia terima bahwa inilah penetapan Tuhan bahwa dia harus tinggal di Colorado demi kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan organisasi pelayanan suaminya itu, yang kalau tetap di California mungkin bisa ambruk atau mengalami kesulitan finansial. Jadi sekali lagi kita melihat di situ, jalan memang tidak bisa selalu lancar, kadang kita melakukan sesuatu atas dasar kewajiban, tapi tidak apa-apa karena rencana Tuhan tetap bisa berjalan lewat semua itu. |
GS | : | Jadi kita tidak bisa menggunakan kepuasan atau kebahagiaan itu sebagai satu-satunya pedoman bahwa ini memang pekerjaan yang Tuhan kehendaki bagi kita, Pak Paul. |
PG | : | Betul. Jadi tidak apa-apa, sekali lagi saya katakan kita mencoba mencari pekerjaan yang lain, tapi selama pintu belum dibukakan maka terimalah ini sebagai penetapan Tuhan dan kalau memang inilah yang Tuhan tetapkan bagi kita, berarti ada sesuatu yang tengah Tuhan lakukan untuk kita, tapi yang paling penting adalah untuk Tuhan. |
GS | : | Sebenarnya hal yang bisa kita lakukan atau pekerjaan yang bisa dikatakan itu bukanlah talenta kita adalah semangat untuk mau belajar sesuatu yang baru bahkan yang terasa asing bagi kita. Dengan kita mau belajar di sana kita mendapatkan kepuasan itu pada suatu saat. |
PG | : | Tidak selalu kita harus mendapatkan apa yang kita inginkan, adakalanya kita harus terjun di sebuah bidang di mana Tuhan ingin kita belajar hal yang baru dan siapa tahu dari situ nantinya kita dipakai Tuhan dalam bidang tersebut. |
GS | : | Di sana dibutuhkan sebuah sikap atau sifat kesetiaan seseorang, kadang-kadang kita cepat-cepat lari dari sana, karena merasa kalau ini bukan bidangku dan cepat-cepat ditinggalkan, tapi kesetiaan itu sungguh teruji pada saat itu. |
PG | : | Betul sekali. Jadi kadang-kadang kita hidup di dalam masyarakat yang serba instan dan kita ini ditekankan sekali bahwa semua harus efisien jadi artinya jangan buang waktu, tenaga dan sebagainya, tapi kadang-kadang Tuhan memang menempatkan kita di situasi di mana kita merasa ini bukan tempat kita, kita tidak mau di sini dan sebagainya. Namun jika tidak ada pintu lain yang dibukakan oleh Tuhan dan inilah pintu yang Tuhan bukakan maka kita harus terima, itu berarti ada yang Tuhan sedang lakukan yang mungkin sekali kita tidak akan bisa melihatnya sekarang ini, tapi baru kita akan sadari di kemudian hari. |
GS | : | Kadang-kadang karena ketidaksabaran kita, kita mencoba mendobrak pintu yang Tuhan tidak bukakan, Pak Paul. |
PG | : | Betul. Dan justru kita terjebur di kolam yang bisa merugikan kita. Saya masih ingat cerita dari seorang yang hadir dalam wisuda di Denver Seminary dimana Dr. Vernon Grounds memberikan pidatonya kepada para wisudawan di Denver Seminary. Dia berkata seperti ini, "Tuhan memanggil kita untuk menjadi setia, Tuhan tidak memanggil kita untuk selalu sukses" jadi kita itu harus mengubah paradigma pemikiran kita, yang berharga di mata Tuhan bukanlah kesuksesan, yang berharga di mata Tuhan adalah kesetiaan. Jadi misalnya kita bekerja misalkan dianggap pekerjaan yang hina dan ada orang lain yang bekerja yang menganggap pekerjaannya itu sukses. Tuhan tidak melihat jenis pekerjaan, yang Tuhan akan lihat adalah kesetiaan, bagaimana kita telah melakukan pekerjaan itu dengan setia atau tidak. Jadi jangan sampai kita kecil hati karena Tuhan tidak mau mengukur kesuksesan kita. Yang Tuhan akan ukur adalah kesetiaan kita. |
GS | : | Itu yang memberikan semangat baru pada kita ketika kita melihat ada orang yang begitu tekun dengan pekerjaannya walaupun penghasilannya rendah, tapi dia merasa bahagia dan dia tahu itu berguna bagi orang lain. |
PG | : | Betul sekali. Jadi yang penting adalah jangan sampai kita ini akhirnya terlindas oleh nilai-nilai duniawi yang mementingkan kesuksesan yang penting cepat, pada usia berapa kita harus menghasilkan uang seberapa banyak dan sebagainya. Tidak seperti itu, hal itu dihargai oleh dunia, tapi kita hidup sesuai dengan apa yang dihargai oleh Tuhan. |
GS | : | Jadi sebenarnya kalau kita punya konsep yang benar tentang pekerjaan, setiap kita bisa bekerja dan tidak ada ceritanya kita menjadi pengangguran karena Tuhan sudah menyediakan semua itu bagi kita, Pak Paul. |
PG | : | Betul sekali. |
GS | : | Apakah ada ayat firman Tuhan sehubungan dengan hal ini ? |
PG | : | Saya akan bacakan dari Pengkhotbah 9:10, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi". Firman Tuhan benar-benar mendorong kita untuk bekerja melakukan sesuatu. Apa yang bisa kita kerjakan maka kita kerjakan sebab sekali lagi yang nanti Tuhan akan lihat adalah kesetiaan kita, di pintu surga Tuhan tidak akan bertanya apa pekerjaanmu, berapa gajimu dan sebagainya, dan pujian yang akan diberikan Tuhan pada para hamba-Nya adalah sederhana yaitu "Kau adalah hambaku yang baik dan setia". Baik menunjuk pada karakter moral seseorang, kesetiaan menunjukkan seberapa dia bertahan di dalam kesulitan dan kewajibannya. |
GS | : | Perbincangan ini tentu belum selesai karena Pak Paul katakan ada 3 faktor dan kita baru membahas satu faktor yaitu tentang Kepuasan versus Kewajiban. Jadi masih ada dua lagi yang akan kita bicarakan tapi karena keterbatasan waktu maka kita harus akhiri perbincangan ini. Terima kasih Pak Paul. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sikap Kristiani dalam Pekerjaan" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang. |