Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Iri Terhadap Saudara Sendiri". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, punya banyak saudara tentu sesuatu yang membahagiakan kita, tetapi disela-sela kebahagiaan itu sangat sering terjadi bahwa antar saudara bisa merasa iri bahkan sejak kecil dalam hal mereka bermain dan sebagainya itu merasa iri. Ada anak yang mengungkapkan hal itu, tapi ada pula yang tidak mengungkapkannya, namun dari tingkah lakunya kelihatan sekali bahwa dia iri terhadap saudaranya. Apa saja alasan-alasan yang membuat seseorang itu iri terhadap saudaranya bahkan terhadap saudara kandungnya sendiri ?
PG : Ada beberapa penyebabnya, Pak Gunawan. Yang pertama adalah kita dibanding-bandingkan oleh orang tua atau guru atau oleh teman. Sudah tentu kita dibanding-bandingkannya secara negatif dalam pengertian kita dinilai kurang, misalnya kita ini berkulit gelap sedangkan kakak kita berkulit terang akhirnya muncul komentar-komentar, bahkan dari orang tua sendiri kadang-kadang muncul; kamu ini anak siapa ? Kenapa kamu kulitnya gelap ? Kakakmu kulitnya terang dan kami semua kulitnya terang dan sebagainya. Jadi adakalanya kalimat-kalimat yang dilontarkan baik oleh orang tua atau oleh sanak saudara atau oleh guru yang membanding-bandingkan kita membuat kita merasa ada yang kurang dalam diri kita. Jadi dengan kata lain, akhirnya muncullah iri hati karena saya dibandingkan dan saya dibandingkan kurang dan kakak atau adik saya dianggap lebih dan kita tidak mau dianggap kurang tapi kita mau dianggap lebih.
GS : Sebenarnya sejak usia berapa, Pak Paul, seseorang itu atau seorang anak menyadari atau mulai tumbuh rasa iri hatinya ?
PG : Sudah tentu sejak usia anak-anak kecil berumur tiga atau empat tahun sudah mulai memunyai rasa ingin memiliki, makanya apa yang dilihatnya akan dia ambil, kakaknya sedang main sesuatu dia akan ambil sebab apa yang dia inginkan maka dia ingin langsung miliki. Tapi benar-benar rasa iri itu timbul ada pada usia sekitar 7 atau 8 tahun, jadi kira-kira di usia 8 tahun itulah anak-anak itu mulai bisa melihat dirinya dari luar. Artinya dia mulai bisa dengan objektif melihat apa yang dia miliki, apa yang tidak dia miliki dan bagaimana dia membandingkan dirinya dengan orang lain. Anak-anak kecil memang tidak bisa membandingkan diri dengan orang lain karena dia masih belum bisa keluar dari darinya dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Kira-kira anak berusia 8 atau 9 tahunan, anak-anak sudah mulai bisa membandingkan dirinya. Dan waktu anak-anak itu mulai bisa secara objektif keluar dari dirinya dan kemudian memandang kembali dirinya dan membandingkannya dengan orang lain maka barulah dia bisa mengatakan, "Kenapa saya tidak punya ini dan dia punya ini ya, dan ternyata ini lebih baik daripada yang saya punya". Di saat-saat seperti itulah iri hati yang sesungguhnya seperti yang kita kenal, barulah muncul.
GS : Jadi sebenarnya walaupun tidak ada orang yang membanding-bandingkan dia, dia sendiri akan membandingkan dirinya dengan orang lain, begitu, Pak Paul ?
PG : Seringkali itulah yang terjadi. Jadi karena dia sering dibanding-bandingkan dan dia tidak suka maka nanti lama-lama tanpa dibanding-bandingkannya pun dia juga mulai membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Sebetulnya dalam kasus ini, misalnya dalam kasus yang pertama yang baru kita bahas, rasa iri keluar dari kemarahan. Sebetulnya sudah ada unsur marah karena kita merasa ditolak oleh orang yang penting bagi kita, misalkan dalam hal ini orang tua. Kadang-kadang orang tua menganggap bergurau, misalkan tadi yang saya singgung, "Kamu ini kulitnya gelap dan kakakmu kulitnya putih" walaupun bergurau tapi karena itu dikatakan oleh orang tua sendiri maka kita merasa adanya penolakan, kita menjadi marah. Biasanya sebagai pelampiasan kita menunjukkan kemarahan dalam bentuk iri hati kepada seseorang yang digunakan sebagai perbandingan untuk menolak kita. Mungkin kita sudah marah kepada orang tua kita, tapi yang dijadikan sasaran kemarahan adalah misalkan kakak kita itu, sebab dia yang dibandingkan dan dia yang punya lebih dan kita yang tidak punya. Jadi kita marah kepada orang yang dibandingkan dengan kita itu.
GS : Tapi seringkali walaupun marah seorang yang marah itupun kadang-kadang masih menutup-nutupi kemarahannya atau dia tidak mengakui dengan jujur bahwa dia marah karena iri.
PG : Memang itu bukan perasaan yang nyaman bahkan anak kecil sekalipun, kalau kita tanyakan, "Kamu marah karena kamu iri ya ?" jawabannya pastilah, "Tidak" sebab secara alamiah rasa iri menempatkan kita di bawah orang lain. Itu sebabnya sulit bagi kita mengakui bahwa saya iri, sebab kita tidak mau ditempatkan di bawah orang lain. Itu sebabnya kita bisa melihat contoh di dalam Alkitab Kain dan Habel, iri hati bisa berbuahkan sebuah tindakan yang sangat kejam. Misalkan di Kejadian 4:4-5 ditulis, "Maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya". Kita tahu kisah selanjutnya bahwa Kain marah kemudian membunuh adik kandungnya sendiri. Jadi begitu kuatnya perasaan iri karena marah, "Saya dianggap kurang, ditolak oleh figur penting dalam hidup saya, maka dilampiaskanlah kemarahan itu kepada orang yang dibandingkannya dengan kita".
GS : Jadi sebenarnya dari pihak Tuhan, tidak mau memperbandingkan antara Habel dan Kain. Itu hanya perasaan Habel terhadap Kain.
PG : Jadi yang terjadi adalah Tuhan sedang mengur Kain sebab pada intinya kenapa Tuhan tidak menerima persembahannya ? Karena persembahan hanya mau Tuhan terima jika dipersembahkan dengan hati tulus. Memang ada orang yang menginterpretasi mungkin karena Kain tidak memersembahkan hewan tapi memersembahkan tumbuh-tumbuhan. Saya rasa bukan! Tuhan itu tidak memusingkan apa yang dipersembahkan tapi Tuhan jauh lebih memedulikan hati yang memersembahkan. Jadi rupanya hatinya, makanya Tuhan memeringatkan kepada Kain, "Hati-hati setan sedang mau menggodamu, mau masuk ke dalam dirimu jangan sampai kamu jatuh ke dalam pencobaan" tapi tetap tidak didengarkannya malah tambah marah dan memutuskan membunuh saingannya itu, yang adalah saudaranya sendiri.
GS : Jadi artinya kalau kita sudah memunyai rasa iri terhadap orang lain, ditegur pun kita malah mengeraskan hati dan malah melakukan hal-hal yang tidak terpuji lagi, Pak Paul.
PG : Rupanya dalam kasus Kain, dia tambah marah waktu Tuhan tegur dia. Tuhan menolak persembahannya sebab Tuhan ingin mendidik dia untuk memberi persembahan dengan hati yang tulus, sungguh-sungguh bersyukur atas karunia Tuhan kepadanya. Itu yang tidak dimilikinya tapi dia malahan tambah marah, malahan iri dan bukan melihat dirinya bahwa dia memang tidak memiliki ketulusan memberikan persembahan, tapi justru membuahkan keirian di dalam kemarahan yang begitu besar.
GS : Selain karena kita dibandingkan apakah ada alasan lain, Pak Paul, sehingga timbul iri hati ?
PG : Biasanya kita juga membanding-bandingkan diri karena menginginkan sesuatu yang dimiliki oleh saudara kita. Misalnya kita melihat "keberuntungannya" memiliki sesuatu yang tidak kita miliki misalnya adik kita sangat pandai bergaul selalu dikelilingi teman, sedangkan kita tidak memiliki teman sebanyak adik kita. Oleh karenanya kita iri kepada adik kita karena keterampilan bergaulnya membuatnya populer, sedangkan kita tidak dapat menikmati perkawanan yang luas. Jadi kenapa kamu beruntung ? Gara-gara kamu mudah bergaul jadinya kamu memiliki sesuatu yang saya tidak punya dan saya dambakan. Pada akhirnya membuahkan iri hati, Pak Gunawan.
GS : Jadi masalahnya di sini banyak orang atau kita sendiri juga tidak bisa menerima kelebihan seseorang.
PG : Bahkan saudara kita sendiri, sebab bagaimana pun kita melihat kelebihannya itu membawa keberuntungan atau membawa sesuatu yang positif baginya. Jadi sebetulnya apa yang kita inginkan belum tentu misalnya keterampilan bergaulnya itu. Tapi yang kita inginkan adalah dalam kasus tadi yaitu banyaknya teman, menjadi orang yang populer, menjadi orang yang disenangi oleh orang. Itu yang membuat kita tidak senang karena saya tidak punya dan dia punya. Jadi kita akhirnya memberontak dan iri sekali dengan saudara sendiri.
GS : Padahal di dalam satu keluarga, ada saudara kandung yang pasti punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
PG : Tepat sekali. Dan selama kelebihannya itu tidak mengundang terlalu banyak komentar-komentar yang positif memuji dia maka masih OK, tapi begitu kelebihan saudara kita itu mengundang hal-hal yang begitu positif maka dia benar-benar mendapatkan keberuntungan gara-gara kelebihannya itu, pada umumnya saudara-saudara yang lain tidak bisa terima. Itu sebabnya kalau ada orang yang bertanya kepada saya, "Anak saya ada dua, satu sangat cerdas dan adiknya kurang cerdas maka sebaiknya bagaimana ? Di sekolahkan yang sama atau tidak ?" Saya sering katakan, "Tidak, sekolahkan mereka di tempat yang berbeda" sebab yang kasihan adalah si adik kalau tidak sepandai si kakak atau kebalikannya sebab yang pandai itu akan menerima begitu banyak keberuntungan atau keuntungan, dan yang tidak punya hanya akan gigit jari melihat dan itu akan sangat mengusik perasaannya.
GS : Kalau tadi Pak Paul, memberikan contoh tentang Kain dan Habel. Dalam hal ini apakah Alkitab punya contoh yang jelas ?
PG : Ada yaitu tentang Yusuf, kita tahu dia adalah contoh korban iri hati kakak-kakaknya. Kejadian 37:3-4 ditulis, "Israel lebih mengasihi Yusuf dari semua anaknya yang lain, sebab Yusuf itulah anaknya yang lahir pada masa tuanya; dan ia menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi dia. Setelah dilihat oleh saudara-saudaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau menyapanya dengan ramah". Kita tahu apa yang terjadi setelah itu bahwa mereka menangkap Yusuf dan hampir membunuhnya dan akhirnya mereka menjual Yusuf menjadi seorang budak yang sebetulnya sama dengan melenyapkannya karena Yusuf dengan dijual maka selama-lamanya hilang dan tidak bisa lagi pulang, kalau bukan karena keajaiban Tuhan. Pertanyaannya mengapakah mereka itu begitu iri kepada Yusuf ? Oleh karena Yusuf mendapatkan sesuatu yang tidak mereka dapatkan yaitu kasih sayang dan perhatian serta hadiah yang mahal dari ayah mereka, Yakub. Jadi sekali lagi saudara-saudara itu melihat gara-gara Yusuf disayangi, diperhatikan, dia anak dari mama yang disayangi oleh Yakub, mereka tidak suka jadi akhirnya berusaha melenyapkan Yusuf.
GS : Kasus seperti ini, bukan tidak mungkin terjadi pada abad sekarang ini di kehidupan kita ini. Bagaimana sebenarnya sikap yang seharusnya dilakukan oleh orang tua kalau anaknya banyak seperti Yakub ini, dia memang menyayangi anaknya yang paling bungsu.
PG : Sudah tentu Yakub seharusnya sensitif dan jangan sampai membedakan Yusuf sebegitu spesialnya, sebab tidak bisa tidak kakak-kakaknya akan melihat dan marah, "Kenapa kami tidak mengalami perhatian seperti ini ? Kenapa kami tidak pernah dibelikan baju atau jubah yang bagus ?" Bisa jadi juga kakak-kakaknya juga merasa, "Kami yang bekerja keras" sebab Yusuf masih kecil, dan kita tahu yang sudah bekerja adalah kakaknya semua sebab kita tahu Rahel memunyai anak di akhir-akhir sebab untuk waktu yang lama Rahel tidak bisa memiliki anak. Jadi memang beda usia itu agak jauh. Jadi waktu Yusuf mulai besar, kakak-kakaknya sudah membantu bekerja untuk papanya tapi tidak pernah dapat jubah sebagus itu dan tiba-tiba melihat si Yusuf lahir disambut, disayangi kemudian diberikan jubah baju, mereka tidak bisa terima. Kalau kita memunyai beberapa anak dan anak kita punya kelebihan tertentu maka sebaiknya jangan muncul-munculkan itu di depan anak-anak yang lain dan jangan puja dan puji dia di depan adik-adiknya atau kakaknya, jangan dibelikan barang yang bagus-bagus dan mahal-mahal sedangkan yang lainnya tidak. Jadi sedapatnya memang perlakukan anak dengan sama, misalnya kalau kita mau memuji maka pujilah ketiganya atau kedua-duanya, "Kamu kelebihannya di sini, kamu kelebihannya di situ, kamu kelebihannya ini". Jadi kita sama rata memberitahukan kelebihan mereka dan tunjukkan bahwa kita sayang kepada mereka sama, kita mengagumi kelebihan mereka masing-masing dan selalu tekankan bahwa Tuhan yang memberikan karunia-karunia ini. Jadi bukan karena kita, bukan karena kita lebih rajin, lebih cerdas dan sebagainya tapi ini benar-benar anugerah Tuhan semata. Yang penting kita gunakan untuk nanti kepentingan Tuhan pula. Jadi dengan cara ini anak-anak tidak merasa terusik dengan perhatian dan kasih sayang atau hadiah-hadiah yang dilimpahkan hanya pada salah satu anak.
GS : Tapi yang juga membuat saudara-saudara Yusuf ini iri kepada Yusuf adalah mimpi-mimpi Yusuf yang diceritakan oleh Yusuf, kemudian kakak-kakaknya ini merasa, "Mana mungkin kami harus menyembah kamu atau mengikuti kamu ?".
PG : Sudah tentu selain iri mendengar mimpi Yusuf, mereka marah dan tambah marah sebab bagi mereka Yusuf adalah anak yang terlalu dimanja, gara-gara dimanja seperti itu makanya sampai mimpi pun harus mimpi seperti itu, menjadi atasan mereka. Jadi hal-hal seperti itu malah membuat mereka bertambah benci kepada Yusuf.
GS : Jadi sebenarnya iri semacam ini bukan berasal dari diri Yusuf itu sendiri, tapi dari lingkungan yang membuat dia atau mendorong dia menimbulkan iri hati saudara-saudaranya terhadap Yusuf.
PG : Betul. Jadi dalam kasus ini sebetulnya yang terjadi adalah gara-gara Yakub memberikan perhatiannya yang begitu besar kepada anaknya Yusuf, sehingga akhirnya Yusuf menjadi korban dari perbuatan orang tuanya yang kurang bijaksana ini.
GS : Ada orang tua yang menyayangi salah satu anaknya karena anaknya ini sering sakit-sakitan. Sehingga orang tua ini memberikan perhatian ekstra kepada anak yang sering sakit ini. Apakah hal itu juga bisa menimbulkan iri dari saudara-saudaranya yang lain, Pak Paul ?
PG : Kalau dalam kondisi sakit maka mungkin sekali tidak seperti itu karena adik-adiknya atau kakak-kakaknya bisa melihat bahwa dia sakit dan dia memerlukan perhatian, tapi sekali lagi kalau berlebihan maka kemungkinan besar akan tetap mengganggu maka sedapat-dapatnya orang tua tidak membeda-bedakan anak, perlakukan semua dengan sama rata.
GS : Pak Paul, apakah ada alasan yang lain ?
PG : Yang berikut adalah kita bisa merasa iri kepada saudara sendiri bila apa yang tadinya kita punya kemudian dialihkan kepada orang lain dalam hal ini kepada saudara kita. Misalnya saya langsung petik saja cerita tentang Esau dan Yakub di Alkitab, karena semangkuk kacang merah Esau dengan mudahnya menyerahkan hak kesulungannya kepada adiknya Yakub. Ini ditulis di Kejadian 5:34. pada akhirnya Yakub pun memperdaya ayahnya Ishak dan berhasil memeroleh berkat anak sulung, hak yang telah dijual oleh Esau yang harganya sebetulnya sangat murah yaitu semangkuk kacang merah. Sebagaimana kita tahu Esau marah dan berjanji untuk membunuh Yakub sendiri setelah ayahnya meninggal dunia. Tidak bisa tidak ada rasa iri di hati Esau karena apa yang tadinya menjadi miliknya yaitu hak kesulungan sekarang telah menjadi milik adiknya kendati pada awalnya itu adalah akibat ulahnya sendiri. Kadang-kadang ini dilakukan oleh orang tua. Misalnya, "Ulangan kamu nilainya kurang bagus maka sekarang papa ambil mainanmu" dan kemudian diberikan adiknya, kadang-kadang itu yang orang tua lakukan dan tidak menyadari bahwa apa yang tadinya milik si kakak sekarang diberikan kepada si adik, itu menimbulkan rasa iri yang sangat kuat. Atau ini yang sering terjadi yaitu waktu adiknya lahir, si anak terbiasa hidup sendiri selama 5 tahun tidak punya adik dan sekarang adik lahir dan mama papa memberi perhatian kepada adik. Si kakak yang berumur 5 tahun menunjukkan sikap tidak suka karena yang tadinya milik dia, perhatian dari orang tua sepenuhnya untuk dia sekarang diberikan kepada adiknya, biasanya itu menimbulkan rasa iri, sehingga si kakak seringkali membuat ulah dan sebagainya karena tidak bisa terima, "Dulu yang adalah milik saya sekarang menjadi milik adik saya ".
GS : Hal ini juga seringkali terjadi di antara keluarga ketika membagi warisan, apabila orang tua itu tidak cukup bijaksana di dalam membagi warisan maka itu seringkali terjadi pertengkaran antara saudara-saudara kandung itu sendiri.
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Memang kita tidak berubah banyak. Memang sejak kecil kita akan marah kalau mainan kita diberikan kepada adik kita dan ketika sudah besar kita marah kalau warisan kita diberikan kepada adik kita.
GS : Dari ketiga kisah tadi yang Pak Paul sampaikan baik mengenai Kain dan Habel, Yusuf, dan yang terakhir mengenai Esau dan Yakub. Kesimpulan apa, Pak Paul, yang dapat kita pelajari dari hal-hal itu ?
PG : Ada beberapa. Yang pertama adalah hampir dapat dipastikan bahwa isi sesungguhnya dari iri hati adalah kemarahan. Kita mungkin tidak begitu nyaman mau mengakui bahwa sebetulnya saya marah dan itu adalah muatan terbesar dari iri hati saya, marah. Apapun kondisinya jadi dengan kata lain kemarahan merupakan muatan tersembunyi dari iri hati. Itu sebabnya dalam menghadapi iri hati kita harus mawas diri dengan kemarahan dan kita harus memeriksa dan mengakui penyebab kemarahan kita. Jangan ragu untuk mengakui kemarahan itu sendiri. Jadi benar-benar kita harus membereskan masalah sesungguhnya yaitu kita marah. Apa yang membuat kita marah ? Itu yang harus kita ungkapkan atau bicarakan kepada orang yang memang membuat kita marah.
GS : Tetapi karena ini menyangkut saudara kandung kita sendiri atau orang yang dekat dengan kita sendiri, maka agak sulit untuk mendeteksi atau mengakui bahwa saya marah karena saya iri.
PG : Sekali lagi kenapa kita malu mengakui bahwa kita iri adalah sebab kita jelaskan iri itu membuat kita berada di bawah orang lain dan kita tidak mau berada di bawah orang lain.
GS : Dan kita merasa tidak pantas dipandang orang lain, apalagi terhadap saudara kandung yang lebih muda dari kita. Dan kita terbiasa sejak kecil diberitahu yang lebih tua harus mengalah dengan yang lebih muda. Tapi mau tidak mau ada unsur itu yaitu iri hati itu, Pak Paul.
PG : Dan bukankah sebetulnya waktu kita merasa iri, hal itu memang lebih membuktikan bahwa kita tidak punya yang kita inginkan itu. Jadi lebih berat lagi untuk kita mengakui kalau kita iri hati, misalnya "Saya iri hati karena saya tidak setampan adik saya" maka sebetulnya kita itu sedang membuka aib bahwa sebetulnya kita tidak suka dengan wajah kita, sebelumnya mungkin tidak diketahui seperti itu.
GS : Hal lain apa yang mungkin bisa kita tarik pelajaran dari sini, Pak Paul ?
PG : Hampir dapat dipastikan bahwa kemarahan dalam iri hati disebabkan oleh rasa ketidakadilan. Artinya kita merasa dirugikan, diperlakukan tidak adil, itu sebabnya kita ingin menuntut balas dan ini membuat kita dalam kondisi iri hati berbuat hal-hal yang tidak baik. Jika kita merasa tidak sanggup untuk menyatakan rasa marah akibat diperlakukan tidak adil kepada orang yang bersangkutan maka kita pun cenderung melampiaskannya kepada sasaran yang lebih empuk dan lemah. Dalam contoh misalnya saudara-saudara Yusuf tidak berani menghadapi Yakub, papa mereka maka Yusuf yang kena batunya. Dalam kasus Habel dan Kain sama, Kain tidak mungkin melawan Tuhan maka Habellah yang dihabiskan. Jadi benar-benar kalau kita marah karena iri hati maka kita mencari sasaran yang kita anggap lemah dan empuk. Kalau kita merasa diperlakukan tidak adil maka yang pertama adalah kita harus memeriksa diri sendiri, apakah memang beralasan tindak ketidakadilan itu sebab kadang kitalah penyebab terjadinya ketimpangan perlakuan itu. Artinya kenapa orang membedakan kita dengan saudara kita sebab memang kitanyalah yang membuat masalah. Jadi kita harus menyadari orang lebih membedakan dan lebih menyukai adik kita karena memang adik kita jauh lebih baik dari pada kita dan kita harus dengan terbuka mengatakan, "Iya, mungkin memang saya tidak sebaik dia" jadi periksalah diri dan koreksi kekurangan kita itu.
GS : Untuk mencari sasaran yang lebih lemah atau empuk. Itu bukan sesuatu hal yang mudah kadang-kadang sehingga orang mudah mengambil jalan pintas dengan memutuskan hubungan. Jadi tidak lagi mau berhubungan, baik dengan orang tua atau pun saudara-saudara kandungnya dan dia merasa aman di situ.
PG : Itu sering terjadi. Jadi dari pada ketemu dan rasa sakit hati dihidupkan, iri hati kembali dikobarkan, lebih baik tidak mau ketemu, daripada saya harus mengalami perlakuan tidak adil dan sebagainya, itu sering dilakukan daripada menghadapinya dan membereskannya.
GS : Tapi itu sebenarnya tidak menyelesaikan masalah iri hatinya sendiri ?
PG : Sama sekali tidak.
GS : Masih adakah hal lain yang bisa kita pelajari dari bagian ini ?
PG : Yang berikut adalah yang terakhir hampir dapat dipastikan bahwa iri hati membuat kita ingin merebut kembali sesuatu yang kita anggap adalah milik kita. Dalam contoh misalkan Esau kehilangan hak kesulungannya dan dia berusaha mendapatkannya kembali. Sesungguhnya kita harus memeriksa diri, mungkin ada dosa yang tersembunyi yang harus diakui terlebih dahulu. Jadi sadarilah hal yang telah kita perbuat yang membuat orang tua mengalihkan "berkat kepada saudara kita yang lain". Jadi sekali lagi periksa diri kita, akuilah apa yang menjadi kekurangan kita.
GS : Sebenarnya untuk memeriksa diri dan kita akhirnya mengetahui bahwa kitalah yang menjadi sumbernya, itu bisa dilakukan Pak Paul. Hanya masalah berikutnya adalah mengakuinya itu di depan orang lain, sehingga kita masih tetap memendam perasaan iri bahkan dengki terhadap orang-orang itu sekalipun itu saudara kandung kita sendiri.
PG : Betul.
GS : Dan itu yang sulit bagi kita melepaskan diri dari rasa iri, jadi sepertinya iri hati ini setiap saat bisa menguasai seseorang karena ada banyak alasan kita bisa iri terhadap orang lain.
PG : Bisa. Mungkin selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun kita tidak pernah iri dan tiba-tiba kita menjadi iri.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan berhubungan dengan perbincangan ini ?
PG : Di Amsal 11:24 firman Tuhan berkata, "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan". Jadi Tuhan meminta kita fokus pada jadilah orang yang murah hati, orang yang mau memberi, justru orang ini yang diberkati Tuhan. Bagaimana menghadapi iri hati ? Caranya mudah sekali yaitu bagikan berkat, jangan pusingkan, "Dia punya ini dan saya tidak" dan yang kita miliki kita gunakan dengan bijaksana, berkatilah orang lain dengan apa yang kita miliki dan itu yang harus menjadi fokus kita. Sebab Tuhan sudah berkata, "Orang yang justru menyebar atau membagi-bagikan hartanya tambah kaya, orang yang justru menghemat, justru berkekurangan". Jadi orang yang murah hati, yang fokus pada memberi pada orang lain justru akan Tuhan tambahkan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Iri Terhadap saudara sendiri". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
agustina
Kam, 04/08/2011 - 3:06pm
Link permanen
DIRI SENDIRI adlh musuh kita
TELAGA
Sen, 12/09/2011 - 1:52pm
Link permanen
Tetap mengucap syukur